You are on page 1of 44

1

CASE REPORT
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RSUD ABDUL MOELOEK
LAPORAN KASUS
CEPHALGIA & DISSINERGIA ET CAUSA ABSES CEREBRI

Oleh :
Ni Made Agusuriyani Diana Putri, S.Ked
1018011019

Preceptor
dr. RA. Neilan A., Sp.S., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2015

KATA PENGANTAR

Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa. karena
atas anugrah-Nya

saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul

Cephalgia & Dissinergia et causa Abses Cerebri tepat pada waktunya. Adapun
tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf RSUD
Abdul Moeloek.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. RA Neilan A., Sp.S., M.Kes
yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing saya dalam pembuatan
laporan kasus ini. Saya menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan kasus
ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.

Bandar Lampung, April 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................

BAB II STATUS PASIEN............................................................................

BAB III ANALISA KASUS ........................................................................

22

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA.................................................................

25

BAB V KESIMPULAN.................................................................................

44

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................

45

I.

PENDAHULUAN

Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai


serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang
dikelilingi oleh kapsul otak disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri,
fungus dan protozoa. Abses serebri/ abses otak pada anak jarang ditemukan dan
di Indonesia juga belum banyak dilaporkan.Morgagni (1682-1771) pertama kali
melaporkan AO yang disebabkan oleh peradangan telinga. Pada beberapa
penderita

dihubungkan

dengan

kelainan

jantung

bawaan

sianotik. Mikroorganisme penyebab abses otak meliputi bakteri, jamur dan parasit
tertentu. Mikroorganisme tersebut mencapai substansia otak melalui aliran darah,
perluasan infeksi sekitar otak, luka tembus trauma kepala dan kelainan
kardiopulmoner.Pada beberapa kasus tidak diketahui sumber infeksinya.1
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika
saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak tetap
masih tinggi yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%.Penyakit ini sudah jarang
dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko kematiiannya
tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam
kehidupan masyarakat (life threatening infection).Abses serebri dapat terjadi di
dua hemisfer, dan kira-kira 80% kasus dapat terjadi di lobus frontal, parietal, dan
temporal.Abses serebri di lobus occipital, serebelum dan batang otak terjadi pada
sekitar 20% kasus.1
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau
secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi
oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering
pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum
biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.

Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan
pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan
menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi
polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli.2
Gejala klinik AO berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam, anoreksi dan
malaise, peninggian tekanan intrakranial serta gejala neurologik fokal sesuai
lokalisasi

abses.Terapi

AO

terdiri

dari

pemberian

antibiotik

pembedahan. Tanpa pengobatan, prognosis AO dapat menjadi jelek.1

dan

II.

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama

: Ny. M

Umur

: 28 tahun

Alamat

: Panjang, Tanjung Jabung Timur

Agama

: Islam

Pekerjaan

: tidak bekerja

Status

: belum menikah

Suku Bangsa

: Jawa

Tanggal Masuk

: 30 Maret 2015

Tanggal pemeriksaan

: 1 April 2015

Dirawat ke

: 1

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


Anamnesis

: Autoanamnesis dan alloanamnesis

Keluhan Utama

: nyeri kepala sejak 3 bulan yang lalu

Keluhan Tambahan

: sering gemetar, sulit berjalan

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Abdoel Moeloek (RSUAM) dengan


keluhan nyeri kepala sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri kepala dirasakan seperti
ditusuk-tusuk dan terus menerus setiap hari.

Nyeri kepala memberat saat

beraktivitas dan berkurang bila pasien beristirahat.

Nyeri kepala tidak

dipengaruhi perubahan posisi.


Keluhan nyeri kepala disertai kedua tangan sering gemetar dan sulit
berjalan. Pasien menjadi sulit berada pada posisi berdiri lama dan mengambil
barang-barang.

Pasien juga kadang mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi.

Sebelumnya pasien sering mengkonsumsi obat warung untuk nyeri kepala tetapi
keluhan dirasakan tidak ada perbaikan.
dan dianjurkan CT Scan di RSAM.

Kemudian pasien berobat ke RS Kota

Keluhan pasien tidak disertai penurunan kesadaran, mual dan muntah,


gangguan penciuman, penglihatan kabur dan kesulitan menelan. Keluhan anggota
gerak terasa baal dan lumpuh, banyak keringat dan jantung terasa berdebar-debar
disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya.


Riwayat pasien sedang terapi TB Paru bulan ke-3.
Riwayat trauma kepala tidak ada.
Riwayat infeksi di telinga, hidung dan tenggorokan tidak ada.
Riwayat terpapar radiasi tidak ada.
Riwayat penurunan berat badan (+) sejak 4 bulan yang lalu.
Riwayat hipertensi tidak ada.
Riwayat DM tidak ada.
Riwayat transfusi darah (+) pada 4 bulan lalu karena anemia.
Riwayat menderita tumor tidak ada.
Riwayat penyakit jantung tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama.


C. Pemeriksaan Fisik
Status Present
-

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

GCS

: E4M6V5 = 15

Vital sign
Tekanan darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 96 x/menit

RR

: 20 x/menit

Suhu

: 36,7 o C

Gizi

: cukup

Status Generalis
-

Kepala
Rambut

: hitam, lurus, tidak mudah dicabut

Mata

: sklera tidak kuning, konjungtiva palpebra


tidak pucat

Telinga

: liang lapang, simetris, sekret (-/-)

Hidung

: septum tidak deviasi, sekret (-), pernafasan


cuping hidung (-)

Mulut
-

: bibir kering, tampak simetris

Leher
Pembesaran KGB

: tidak ada pembesaran KGB

Pembesaran kelenjar tiroid

: tidak ada pembesaran

JVP

: 5+2cm H20

Trakhea

: di tengah

Toraks
(Cor)
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS V mid clavicula


sinistra

Perkusi

: redup

Auskultasi

: Bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-),


gallop (-)

(Pulmo)
Inspeksi

: pergerakan simetris kiri = kanan, retraksi (-)

Palpasi

: fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi

: sonor / sonor

Auskultasi

: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi

: datar, simetris

Palpasi

: massa teraba (-), nyeri tekan (-), hepar dan


lien tidak teraba

Perkusi

: timpani (+)

Auskultasi

: bising usus normal

Extremitas
Superior

: oedem (-/-), sianosis (-/-), turgor kulit baik

Inferior

: oedem (-/-), sianosis (-/-), turgor kulit baik.

Status Neurologis
-

Saraf Cranialis
N.Olfactorius (N.I)
Daya penciuman hidung

: normosmia/ normosmia

N.Opticus (N.II)
Tajam penglihatan

VOD 1/60 BS dan VOS 1/60 BS

Lapang penglihatan

sama dengan pemeriksa

Tes warna

tidak dilakukan

Fundus oculi

tidak dilakukan

N.Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen (N.III N.IV N.VI)


Kelopak Mata
- Ptosis

: (-/-)

- Endophtalmus

: (-/-)

- Exopthalmus

: (-/-)

Pupil

10

- Ukuran

: (3mm/3mm)

- Bentuk

: (Bulat / Bulat)

- Isokor/anisokor

: (isokor / isokor)

- Posisi

: (Sentral / Sentral)

- Refleks cahaya langsung

: (+/+)

- Refleks cahaya tidak langsung

: (+/+)

Gerakan Bola Mata


- Medial

: ( baik / baik )

- Lateral

: ( baik / baik )

- Superior

: ( baik / baik )

- Inferior

: ( baik / baik )

- Obliqus superior

: ( baik / baik )

- Obliqus inferior

: ( baik / baik )

- Refleks pupil akomodasi

: (+/+)

- Refleks pupil konvergensi

: (+)

N.Trigeminus (N.V)
Sensibilitas
- Ramus oftalmikus

: ( normal / normal )

- Ramus maksilaris

: ( normal / normal )

- Ramus mandibularis

: ( normal / normal )

Motorik
- M. masseter

: ( baik / baik )

- M. temporalis

: ( baik / baik )

- M. pterygoideus

: ( baik / baik )

Refleks
- Refleks kornea

: (+/+)

- Refleks bersin

: (+)

N.Fascialis (N.VII)

11

Inspeksi Wajah Sewaktu


- Diam

: simetris

- Tertawa

: simetris

- Meringis

: simetris

- Bersiul

: simetris

- Menutup mata

: simetris

Pasien disuruh untuk


- Mengerutkan dahi

: simetris

- Menutup mata kuat-kuat

: simetris

- Mengangkat alis

: simetris

Sensoris
- Pengecapan 2/3 depan lidah

: baik

N. Vestibulocochlearis/ N. Acusticus(N.VIII)
N.cochlearis
- Ketajaman pendengaran

: (+/+)

- Tinitus

: (-/-)

N.vestibularis
- Test vertigo

: (-)

- Nistagmus

: (-)

- Test Romberg

: (+)

- Test Romberg yang dipertajam

: (+)

- Test gait

: (+)

N.Glossopharingeus dan N.Vagus (N.IX dan N.X)

12

- Suara bindeng/nasal

: -

- Posisi uvula

: istirahat : simetris
bersuara : terangkat

- Palatum mole

: istirahat : simetris
bersuara : terangkat

- Arcus palatoglossus

: istirahat : simetris
bersuara : terangkat

- Arcus palatoparingeus

: istirahat : simetris
bersuara : terangkat

- Refleks batuk

: (+)

- Refleks muntah

: (+)

- Peristaltik usus

: Normal

- Bradikardi

: (-)

- Takikardi

: (-)

N.Accesorius (N.XI)
- M.Sternocleidomastodeus

: ( normal / normal )

- M.Trapezius

: ( normal / normal )

N.Hipoglossus (N.XII)

- Atropi

: (-)

- Fasikulasi

: (-)

- Deviasi

: (-)

Tanda Perangsangan Selaput Otak


Kaku kuduk

: (-)

Kernig test

: (-)

Laseque test

: (-)

Brudzinsky I

: (-)

Brudzinsky II

: (-)

Sistem Motorik

Superior ka/ki

Inferior ka/ki

13

Gerak

(aktif/aktif)

Kekuatan otot
Tonus

(aktif/aktif)

5/5
(Normotonus/Normotonus)

5/5
(normotonus /normotonus)

Klonus

(-/-)

(-/-)

Atropi

(-/-)

(-/-)

Biceps (+/+)

Pattela ( +/+)

Triceps (+/+)

Achiles (+/+)

Refleks fisiologis
Refleks patologis

Hoffman Trommer (-/-)

Babinsky (-/-)
Chaddock (-/-)
Oppenheim (-/-)
Schaefer (-/-)
Gordon (-/-)
Gonda (-/-)

Sensibilitas
Eksteroseptif / rasa permukaan
- Rasa raba

: (+/+)

- Rasa nyeri

: (+/+)

- Rasa suhu panas

: (+/+)

- Rasa suhu dingin

: (+/+)

Proprioseptif / rasa dalam


- Rasa sikap

: (+/+)

- Rasa getar

: (+/+)

- Rasa nyeri dalam

: (+/+)

Fungsi kortikal untuk sensibilitas


- Asteriognosis
-

: (-/-)

Koordinasi
Tes telunjuk hidung

: disdiadokinesia ( + / + )
tremor intensi ( + / + )

14

Tes pronasi supinasi

: disdiadokinesia ( + / + )

Tes tumit lutut

: ataksia ( + / + )

Susunan Saraf Otonom


Miksi

: normal

Defekasi

: normal

Salivasi

: normal

Fungsi Luhur
Fungsi bahasa

: Baik

Fungsi orientasi

: Baik

Fungsi memori

: Baik

Fungsi emosi

: Baik

D. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium (26 Maret 2015)
Ureum
Creatinine
Kalium
Calsium
Clorida

14 mg/dL
0,5 mg/dL
4,3 mmo/L
9,6 mg/dL
103 mmo/L

- Imunologi dan serologi (25 Maret 2015)


T3
T4
TSH

1,53 nmol/L
107,67 nmol/L
1,26 uIU/mL

15

- CT Scan Kepala tanpa dan dengan injeksi bahan kontras iv (30 Maret 2015)

16

Hasil :

Tampak lesi hipodens bentuk membulat dengan capsula (+) di cerebellum,


uncus hypothalamus, lobus temporalis et frontalis dextra dengan perifokal

oedema (+). Post kontras tampak ring enhanced.


Tampak lesi isodens di pericalvarial ala osis sphenoidalis dextra. Post

kontras tampak slight enhanced


Tampak gyri dan sulci tak prominent.
Batas cortex dan medulla tegas.
Sistema ventriculer tak tampak melebar.
Struktura mediana di tengah.
SPN Dn cellulae mastoidea normodens

Kesan :
Abses cerebri suspek e.c. Tb dengan meningeal enhancement di pericalvarial ala
osis sphenoidalis dextra
E. Resume

17

Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Abdoel Moeloek (RSUAM) dengan


keluhan nyeri kepala sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri kepala dirasakan seperti
ditusuk-tusuk dan terus menerus setiap hari.

Nyeri kepala memberat saat

beraktivitas dan berkurang bila pasien beristirahat. Keluhan nyeri kepala disertai
kedua tangan sering gemetar dan sulit berjalan. Pasien juga kadang mengeluh
demam yang tidak terlalu tinggi.

Keluhan pasien tidak disertai penurunan

kesadaran, mual dan muntah, gangguan penciuman, penglihatan kabur dan


kesulitan menelan.

Keluhan anggota gerak terasa baal dan lumpuh, banyak

keringat dan jantung terasa berdebar-debar disangkal. Pasien sedang terapi TB


Paru bulan ke-3.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6 = 15. Tanda vital didapatkan tekanan
darah 100/70 mmHg, nadi 86x/menit, RR 20x/menit, suhu 36,7oC. Pada status
generalis didapatkan pemeriksaan dalam batas normal. Pada pemeriksaan saraf
kranialis, didapatkan tes romberg (+), tes romberg yang dipertajam (+), dan tes
gait (+). Pada pemeriksaan tanda perangsangan selaput otak didapatkan hasil
negatif. Pada pemeriksaan motorik, sensibilitas, saraf otonom, dan fungsi luhur
dalam batas normal. Pada pemeriksaan koordinasi didapatkan tes telunjuk hidung
disdiadokinesia ( + / + ) dan tremor intensi ( + / + ), tes pronasi supinasi
disdiadokinesia ( + / + ) dan tes tumit lutut ataksia ( + / + ). Pemeriksaan
laboratorium darah dalam batas normal. Pemeriksaan hormon tiroid dalam batas
normal. Pemeriksaan CT scan kepala didapatkan Abses cerebri suspek e.c. Tb
dengan meningeal enhancement di pericalvarial ala osis sphenoidalis dextra.
F. Diagnosis
Klinis

: Cephalgia, dissinergia

Topis

: Cerebellum

Etiologi

: Abses cerebri + TB Paru

G. Diagnosis Banding

18

Space Occupying Lession


H. Penatalaksanaan
1. Umum
-

Observasi klinis

Tirah baring

2. Diet :
- Pemberian nutrisi peroral sesuai kebutuhan kalori pasien
3.

Medikamentosa

- Paracetamol tablet 3 x 500 mg


- Vit. B1 B6 2 x 1 tab
- Lanjutkan terapi OAT ( isoniazid 300mg, rifampisin 450mg)
4. Rehabilitasi
- neurorehabilitasi
I. Prognosa
-

Quo ad vitam

= dubia ad bonam

Quo ad functionam

= dubia ad malam

Quo ad sanationam

= dubia ad malam

19

FOLLOW UP
30 Maret 2015
S
O

: nyeri kepala
gemetar
:
GCS
TTV

Saraf kranialis

: E4M5V6 = 15
: TD :100/70mmHg
T : 36,8 o C
RR : 20x/menit
Nadi : 92 x/menit
tes romberg (+)
Tes romberg dipertajam (+)
Tes gait (+)

Motorik

dalam batas normal

Sensibilitas

dalam batas normal

Koordinasi

Tes telunjuk hidung : disdiadokinesia ( + / + )


tremor intensi ( + / + )
Tes pronasi supinasi : disdiadokinesia ( + / + )
Tes tumit lutut

Saraf otonom

dalam batas normal

Fungsi luhur

dalam batas normal

Diagnosis
Cephalgia + dissinergia e.c. ?
Therapi
-

Lanjutkan OAT
CT scan kepala

31 Maret 2015
S
O

: nyeri kepala
gemetar
:
GCS
TTV

: E4M5V6 = 15
: TD :100/70mmHg
T : 36,8 o C

: ataksia ( + / + )

20

RR : 20x/menit
Nadi : 96 x/menit
Saraf kranialis

tes romberg (+)


Tes romberg dipertajam (+)
Tes gait (+)

Motorik

dalam batas normal

Sensibilitas

dalam batas normal

Koordinasi

Tes telunjuk hidung : disdiadokinesia ( + / + )


tremor intensi ( + / + )
Tes pronasi supinasi : disdiadokinesia ( + / + )
Tes tumit lutut

Saraf otonom

dalam batas normal

Fungsi luhur

dalam batas normal

: ataksia ( + / + )

Diagnosis
Cephalgia + dissinergia e.c. abses cerebri
Therapi
-

Lanjutkan OAT
Konsul Sp.S : saran konsul bedah saraf

1 April 2015
S
O

: nyeri kepala
gemetar
:
GCS
TTV

Saraf kranialis

: E4M5V6 = 15
: TD :100/70mmHg
T : 36,7 o C
RR : 20x/menit
Nadi : 96 x/menit
tes romberg (+)
Tes romberg dipertajam (+)

21

Tes gait (+)


Motorik

dalam batas normal

Sensibilitas

dalam batas normal

Koordinasi

Tes telunjuk hidung : disdiadokinesia ( + / + )


tremor intensi ( + / + )
Tes pronasi supinasi : disdiadokinesia ( + / + )
Tes tumit lutut

Saraf otonom

dalam batas normal

Fungsi luhur

dalam batas normal

: ataksia ( + / + )

Diagnosis
Cephalgia + dissinergia e.c. abses cerebri
Therapi
-

Paracetamol tablet 3 x 500 mg


Vit. B1 B6 2 x 1 tab
Lanjutkan OAT
Konsul Sp.BS : persiapan operasi. Alih rawat ke ruang bedah wanita

III.
III.1

ANALISA KASUS

Dasar Diagnosis

Pasien wanita 28 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Abdoel Moeloek


(RSUAM) dengan keluhan nyeri kepala sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri kepala
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan terus menerus setiap hari.

Nyeri kepala

memberat saat beraktivitas dan berkurang bila pasien beristirahat. Keluhan nyeri
kepala disertai kedua tangan sering gemetar dan sulit berjalan.

Pasien juga

kadang mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi. Pasien sedang terapi TB Paru
bulan ke-3.
Penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada
perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu

22

sekitar 20-50 tahun. Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat
gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian
tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin
besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari
gejala infeksi(demam, leukositosis), peninggian tekanan intracranial(sakit
kepala, muntah proyektil, papil edema) dan gejala neurologik fokal(kejang,
paresis, ataksia, afaksia).
Abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis
(paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries), penyebaran secara
hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektas,
pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung
bawaan, dan pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS, penderita
penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem
kekebalan tubuh.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6 = 15. Tanda vital didapatkan tekanan
darah 100/70 mmHg, nadi 86x/menit, RR 20x/menit, suhu 36,7oC. Pada status
generalis didapatkan pemeriksaan dalam batas normal. Pada pemeriksaan saraf
kranialis, didapatkan tes romberg (+), tes romberg yang dipertajam (+), dan tes
gait (+). Pada pemeriksaan tanda perangsangan selaput otak didapatkan hasil
negatif. Pada pemeriksaan motorik, sensibilitas, saraf otonom, dan fungsi luhur
dalam batas normal. Pada pemeriksaan koordinasi didapatkan tes telunjuk hidung
disdiadokinesia ( + / + ) dan tremor intensi ( + / + ), tes pronasi supinasi
disdiadokinesia ( + / + ) dan tes tumit lutut ataksia ( + / + ). Pemeriksaan
laboratorium darah dalam batas normal. Pemeriksaan hormon tiroid dalam batas
normal.
Pada pemeriksaan status neurologis didapatkan kesan gangguan koordinasi.
Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan
gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus.
Pemeriksaan CT scan kepala didapatkan

Abses cerebri suspek e.c. Tb

dengan meningeal enhancement di pericalvarial ala osis sphenoidalis dextra.

23

Scanning kepala menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi


abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah
otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns.CT scan selain
mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses.

III.2

Penatalaksanaan

Pada pasien diberikan terapi


- Paracetamol tablet 3 x 500 mg
Analgetik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, biasa diberikan sebagai
terapi awal untuk menghindari dari bedrest yang terlalu lama.
- Vit. B1 B6 2 x 1 tab
Vitamin B1 yang berperan sebagai koenzim pada dekarboksilasi asam keto
dan berperan dalam metabolisme karbohidrat. Vitamin B6 didalam tubuh
berubah menjadi piridoksal fosfat dan piridoksamin fosfat yang dapat
membantu dalam metabolisme protein dan asam amino.
- Lanjutkan OAT ( isoniazid 300mg, rifampisin 450mg )
OAT sebagai terapi antibiotik untuk penyebab infeksi primer.
- Konsul Sp.BS : persiapan operasi. Alih rawat ke ruang bedah wanita
Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara
antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan
drainase abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Indikasi
pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih dari 2,5 cm, adanya gas di
dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa posterior, atau
jamur yang berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis, sinusitis,
dan abses periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan drainase.
- Neurorehabilitasi untuk mengoptimalkan fungsi tubuh yang masih baik dan
mengembalikan fungsi tubuh yang terganggu.

24

IV.

TINJAUAN PUSTAKA

IV.1Definisi
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai
serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang
dikelilingi oleh kapsul otak disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri,
fungus dan protozoa.1
4.2 Epidemiologi
Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling
sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu,
embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler

25

(terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis,


sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi
dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial. Patogenesis abses otak tidak begitu
dimengerti pada 10-15% kasus.2
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika
saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak
masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%.Penyakit ini sudah
jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko
kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang
mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection).3
Di Indonesia belum ada data pasti, namun Amerika Serikat dilaporkan
sekitar 1500-2500 kasus abses serebri per tahun. Prevalensi diperkirakan 0,3-1,3
per 100.000 orang/tahun. Jumlah penderita pria lebih banyak daripada wanita,
yaitu dengan perbandinagan 2-3:1. 3
Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai
pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya
masih usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun.3
Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kemtian. Jika kondisi pasien
buruk, rate kematian akan tinggi.2
Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD.Anderson
Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya
selama 14 tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki >
perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78 tahun dengan rate
kematian 55%.2
Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien
abses otak yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo
Surabaya, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita
abses otak pada laki-laki > perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar
5 bulan-50 tahun dengan angka kematian 35% (dari 20 penderita, 7 meninggal).
Dengan perkembangan pelayanan vaksinasi, pengobatan pada infeksi pediatri,
serta pandemic AIDS, terjadi pergeseran prevalensi ke usia dekade 3-5 kehidupan.

26

4.3 Anatomi Otak


Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit karena fungsi
organ yang menakjubkan ini berfungsi sebagai pusat kendali dengan menerima,
menafsirkan,

serta

untuk

mengarahkan

informasi

sensorik

di

seluruh

tubuh. Ada tiga divisi utama otak, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak
belakang.1

Gambar 2.1. Anatomi otak (Sumber: www. biology.about.com)


Pembagian otak:
1. Prosencephalon - Otak depan
2. Mesencephalon - Otak tengah
o Diencephalon = thalamus, hypothalamus
o Telencephalon= korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum
3. Rhombencephalon - Otak belakang
o Metencephalon= pons, cerebellum
o Myelencephalon= medulla oblongata
Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)
Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan
saraf, yaitu otak dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga yaitu
darah.Tempat -tempat rintangan itu adalah tapal batas antara darah dan kedua
kompartemen susunan saraf tersebut diatas yaitu pleksus koroideus, pembuluh

27

darah serebral dan ruang subarachnoid serta membrane araknoid yang menutupi
ruang subaraknoid.Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung
satu dengan yang lain dengan tight junction, yang membatasi difus intraseluler.
Sel- sel tersebut adalah endothelium pembuluh darah, epithelium pleksus
korioideus dan sel-sel membran araknoid serta perineurium.4
Sawar darah otak mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses
patologis, seperti anoksia daniskemia, lesi destruktif dan proliferative, reaksi
peradangan dan imunologik, dan juga jika terdapat autoregulasi akibat sirkulasi
serebral tang terganggu. 4

Gambar 2.2 Mekanisme Imunologi Sawar


Darah Otak Sumber: www.stanford.edu/group/parasites/ParaSites

Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu


menghalangu masuknya leukosit ataupun mikroorganisme pathogen ke susunan

28

saraf pusat. Tetapi pada proses radang dan imunologik, tight

junction dapat

menjadi bocor. Leukosit polinuklearis terangsang oleh substansi substansi yang


dihasilkan dari sel- sel yang sudah musnah sehingga ia dapat melintasi pembuluh
darah, tanpa menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang tergolong dalam Tsel ternyata dapat juga menyebrangi endotheliaum tanpa menimbulkan kerusakan
structural pada pembuluh darah.4

4.4 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga
tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries).3
Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi
paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektas, pneumonia), endokarditis
bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot
(abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak).Abses otak
yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran
darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau
cerebellum dan batang otak.3
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti
AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat
menurunkan sistem kekebalan tubuh.20-37% penyebab abses otak tidak
diketahui.Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak,
sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka tembus pada tengkorak
kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia.Berdasarkan sumber infeksi
dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus otak.2
Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis
melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya
biasanya

tunggal,

terletak

superficial

di

otak,

dekat

dengan

sumber

infeksinya.Sinusitis frontal dapat juga menyebabkan abses di bagian anterior atau


inferior lobus frontalis.Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus
frontalis atau temporalis.Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus
temporalis.Sinusitis

ethmoidalis

dapat

menyebabkan

abses

pada

lobus

29

frontalis.Infeksi

pada

telinga

tengah

dapat

pula

menyebar

ke

lobus

temporalis.Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan


bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh
kolesteatoma dapat menyebar ke dalam serebelum.2
Bakteri penyebabnya antara lain, Streptococcus aureus, streptococci
(viridians, pneumococci, microaerophilic), bakteri anaerob (bakteri kokus gram
positif, Bacteroides spp, Fusobacterium spp,Prevotella spp, Actinomyces spp,
dan Clostridium spp),

basil

Proteus spp, Pseudomonas

aerob

gram-negatif

(enteric

aeruginosa, Citrobacter

rods,
diversus,

dan Haemophilus spp). Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba) dan fungus


(Actinomycosis, Candida albicans) dapat pula menimbulkan abses, tetapi hal ini
jarang terjadi.2

Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau factor


lingkungan.1
1. Faktor tuan rumah (host)
Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup
kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif,
aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan selular yang
berfungsi sempurna.
2. Faktor kuman
Kuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang membangkitkan meningitis
bacterial akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak bersangkut paut
dengan faktor pertahanan host.Kuman yang memiliki virulensi yang rendah dapat
menyebabkan infeksi di susunan saraf pusat jika terdapat ganggguan pada system
limfoid atau retikuloendotelial.
3. Faktor lingkungan
Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman.Yang dapat masuk ke dalam
tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau udara.

30

4.5 Histopatologi
4.5.1 Abses Piogenis disebabkan bakteri
Jaringanotak rentan terhadap infeksi dan tidak mempunyai mekanisme
pertahanan yang baik, pembentukan kapsul kolagen merupakan rspon yang
terpenting dalam membatasi penyebaran abses.Untuk terjadinya abses otak harus
ada daerah yang nekrosis terlebih dahulu dalam jaringan otak.1
Pada penderita meningitis bacteria tidak selalu terjadi abses otak, hal ini
dipengaruhioleh faktor-faktor:1
1.Virulensi bakteri
Komponen

permukaa

subkapsular

bakteri

(dinding

sel

dan

lipopolisakarida) memegang peranan yang penting untuk timbulnya radang di


selaput otak dan memperluas daerah yang nekrosis ke dalam jaringan otak.Bakteri
pneumokokus mempunyai dua polimer dinding sel (peptidoglikan dan asam
trikoik

fosfat

ribitol)

menyebabkan

timbulnya

peradangan.H.

influenza

mempunyai kapsul lipopolisakarida bila terjadi inokulasi ke dalam intrasisternal


menyebabkan radang dan merusak sawar darah otak.
2. Rusaknya sawar darah otak
Hanya bakteri tertentu yang bisa merusak sawar darah otak.Kerusakan sawar
darah otak menimbulkan eksudasi albumin yang mempercepat timbulnya edema
otak dengan kerusakan sel endotel dan mikrovaskuler otak.
3. Imunopatologis
Satu sampai 3 jam setelah inokulasi lipopolisakarida terjadi pelepasan secara
cepat dari TNF (Tumor Necrotic Factor). Interleukin-2 ke dalam CSS
menyebabkan neutrofil melekat pada epitel serta merangsang sel-sel di susunan
saraf pusat (astroglia endotel, dan makrofag selaput otak) untuk melepaskan
sitokin.Sitokin dieksresikan dan merusak sawar darah otak. Kondisi imunologis
penderita yang kurang baik akanmempercepat terjadinya proses peradangan
dijaringan otak.
4.5.2 Abses disebabkan jamur

31

Abses yang disebabkan jamur umumnya merupakan abses metastatik.


Awalnya akan tampak invasi vaskuler oleh jamur, disusul thrombosis sekunder
dan infark otak. Hal ini menyerupai abses piogenik, dimana di dalam bagian
nekrotik terdapat sel radang, makrofag, fibroblast, dan sel besar berinti banyak
terisi jamur yang telah difagosit.1
4.5.3 Abses disebkan parasit
Amoeba menyebabkan terjadinya pusat nekrotik yang berisi debris dan
terutama sel mononuclear dikelilingi kongesti vaskuler nekrosis jaringan saraf dan
sel limfotik, sel plasma dan mononuclear lain, disini pembentukan kapsul tidak
ada atau hanya sedikit serta dapat ditemukannya kistadan trofozoit. Toksoplasma
dapat menyebabkan ensefalitis abses dan granuloma dengan atau tanpa pusat
nekrotik.1

4.6 Patofisiologi
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau
secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi
oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering
pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum
biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.4
Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak
dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak,
kadang-kadang disertai bintik perdarahan.Setelah beberapa hari sampai beberapa
minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu
rongga abses.Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang
nekrotikan.Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan
fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris.Tebal
kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. 4

32

Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :4


1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)
Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit
dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari
pertama dan meningkat pada hari ke 3.Sel-sel radang terdapat pada tunika
adventisia

dari

pembuluh

darah

dan

mengelilingi

daerah

nekrosis

infeksi.Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di


sekita otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.
2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti.Daerah pusat nekrosis
membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah
karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang.Di tepi pusat nekrosis didapati
daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang
terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul
kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi
sangat besar
3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast
meningkat dalam pembentukan kapsul.Lapisan fibroblast membentuk anyaman
reticulum mengelilingi pusat nekrosis.Di daerah ventrikel, pembentukan dinding
sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih
dibandingkan substansi abu.Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan
tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih.Bila abses cukup
besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis.Pada pembentukan kapsul, terlihat
daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi
astrosit di sekitar otak mulai meningkat.
4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran
histologis sebagai berikut:

33

Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
Kapsul kolagen yang tebal.
Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.
Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke
arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.
Infeksi

jaringan

fasial,

selulitis

orbita,

sinusitis

etmoidalis,

amputasi

meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang


berlokasi pada lobus frontalis.Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO
lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi
secara hematogen.1

Respon Imunologik pada Abses Otak.


Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke
susunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut.Kuman yang bersarang di
mastoid dapat menjalar ke otak perkuntinuitatum.Invasi hematogenik melalui
arteri intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung.2
Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang dating melalui lintasan
hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier.Pada
toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan tidak lagi bertindak
sebagai sawar khusus.Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia
saja, oleh karena jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi.Kuman
yang dimasukkan ke dalam otak secara langsung pada binatang percobaan
ternyata tidak membangkitkan abses sereebri/ abses otak, kecuali apabila jumlah
kumannya sangat besar atau sebelum inokulasi intraserebral telah diadakan
nekrosis terlebih dahulu. Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak sangat
protektif, namun ia menghambat penetrasi fagosit, antibody dan antibiotik.
Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki lintasan
pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka

34

berbeda dengan proses infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi
sangat virulen dan destruktif.2
4.7 Manifestasi Klinis
Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala
infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian tekanan
intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya
abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala
infeksi(demam, leukositosis), peninggian tekanan intracranial(sakit kepala,
muntah proyektil, papil edema) dan gejala neurologik fokal(kejang, paresis,
ataksia, afaksia)1
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala
neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai
kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena
biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.1
Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan
mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan
hemianopsi komplit.Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas
dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik,
berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala
sensorimotorik. Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan
menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan
nistagmus.Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen
dan berakibat fatal.1
4.8 Diagnosis
Diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis,

gambaran

klinik,

pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya.Selain itu


penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat
keterlibatan infeksinya.Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit,

35

onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit
yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.4
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status
mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks
patologis, dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan
meningen.4
Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem
musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota
gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.4
Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu
pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju
endap darah.Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan
gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan
sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang, kecuali
bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial,
dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan
pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses.Pemeriksaan EEG
terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer.EEG
memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan
frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses. Pnemoensefalografi penting terutama
untuk diagnostik abses serebelum.Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses
di hemisfer.Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan
pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan.Dan scanning otak
menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses
memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan
biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns.CT scan selain mengetahui lokasi
abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses. Magnetic Resonance
Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat
juga lebih akurat.1
Gambar CT Scan Normal

36

Gambar CT- Scan Abses serebri

Gambaran CT-scan pada abses :1

Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.

Gambaran CT-Scan :
Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian
gambaran seperti cincin.Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai
dengan diameter serebritisnya.Didapati mengelilingi pusat nekrosis.

37

Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis

dari zona central inflamasi.


Gambaran CT-Scan :
Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras
perinfus.Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen
menunjukkan adanya cerebritis.

Early

capsule

stage (hari

10-14):

gliosis

post

infeksi,

fibrosis,

hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini
dapat terlihat gambaran ring enhancement.
Gambaran CT-Scan :
Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis lebih kecil dan
kapsul terlihat lebih tebal.

Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens

(sentral abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)
Gambaran CT-Scan :
Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah nekrosis tidak
diisi oleh kontras.
Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur
diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis
abses serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal
untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding
dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan
granuloma.1
Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma,
metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk
membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis
hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada
kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini
menunjukkan sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa
daughter abscess biasanya berkembang di medial.1
Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang
tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media

38

di daerah perbatasan massa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang
tinggi.1
Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed
density tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema
yang luas.1

4.9 Penatalaksanaan
Terapi definitif untuk abses melibatkan :2
1. Penatalaksanaan

terhadap

efek massa (abses

dan

edema)

yang

dapat

mengancam jiwa
2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
5. Pencegahan kejang
6. Neurorehabilitasi
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan
pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang
memungkinkan terjadinya abses.Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat
digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole.Jika
terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan kepala, maka dapat digunakan
kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga
dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur
dan tes sentivitas telah tersedia.2
Tabel 1. Prinsip Pemilihan Antibiotik pada Abses Otak
Etiologi
Antibiotik
Infeksi bakteri gram negatif, bakteri Meropenem

39

anaerob,

stafilokokkus

stretokokkus
Penyakit jantung sianotik
Post VP-Shunt
Otitis
media,
sinusitis,
mastoiditis
Infeksi meningitis citrobacter

dan
Penissilin dan metronidazole
Vancomycin dan ceptazidine
atau Vancomycin
Sefalosporin generasi ketiga,

yang

secara umum dikombinasi dengan


terapi aminoglikosida
Pada abses terjadi akibat trauma penetrasi,cedera kepala, atau sinusitis
dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime
atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengna meropenem yang
terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan
streptokokkus dan menjadi pilihan alternatif.Sementara itu pada abses yang terjadi
akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan
metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi
dengan vancomycin dan ceptazidine.Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits
yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus
pneumonia telah resisten terhadap penissilin. Ketika meningitis citrobacter, yang
merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi
ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida.Pada
pasien denganimmunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas
dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids.3
Tabel 2. Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak
Drug Dose

Frekwensi dan rute

Cefotaxime (Claforan) 50-100

2-3 kali per hari,

mg/KgBBt/Hari
Ceftriaxone (Rocephin)

IV
2-3 kali per hari,

50-100 mg/KgBBt/Hari
Metronidazole (Flagyl)

IV
3 kali per hari,

40

35-50 mg/KgBB/Hari
Nafcillin (Unipen, Nafcil)

IV
setiap 4 jam,

2 grams
Vancomycin

IV
setiap 12 jam,

15 mg/KgBB/Hari

IV

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat


mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan
kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus
dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis
yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering
dalam 3-7 hari.5
Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara
antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase
abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center
tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration
and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang
otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.2
Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan,
seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.
Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna diantara
penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi eksisi dalam
mengurangi risiko kejang.2
Antibiotik mungkin digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses
berkapsul dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang
berefek terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Dan harus ditatalaksanakan
dengan kombinasi antibiotik dan aspirasi abses.3
Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena
prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan
dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter
lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng

41

terletak di fosa posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi,
seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan
pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada organisme
dan respon terhadap penatalaksanaan awal.Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6
minggu.4
Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan
posisinya terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan
tergantung dari kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada
tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging).
4.10 Diagnosis Banding
Sebagai suatu lesi desak ruang (space-occupying lesion), abses otak dapat
bermanifestasi

klinis

hamper

sama

dengan

suatu

neoplasma

maupun

hematosubdural. Oleh karena itu, diperlukan teknik diagnose yang menyeluruh


agar terapi yang diberikan menjadi tepat.5
Tabel 3 Perbedaan Abses dan Tumor berdasarkan Neuroimaging
Wall
Nodularity
T1
T2
Meningeal

Abscess
Smooth, thin, regular
Thinner on inner aspect
If present, in inner border
Hyperintense rim
Hypointense rim
Favours

enhancement
Diffusion Imaging
High signal
Perfusion imaging Normal signal
dynamic

due

Tumor
Thick, irregular
Thinner on outer aspect
Outer border

Not seen

Low signal
to Low signal

due

high

collagen and fibrosis in capillary density in tumour


wall

4.11 Komplikasi
Abses otak menyebabkan komplikasi:5
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid

42

2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus


3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa Abses otak
4.12 Prognosis
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan
berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotic
yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan
dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses
mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang
terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang,
hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran
lainnya.3
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:3
1) Cepatnya diagnosis ditegakkan
2) Derajat perubahan patologis
3) Soliter atau multipel
4) Penanganan yang adekuat.
Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat
didiagnosis sehingga prognosis lebih baik.Prognosis AO soliter lebih baik dan
mu1tipel.Defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50%
penderita.3

43

V.

KESIMPULAN

Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir
diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri,
fungus, dan protozoa, dimana kasusnya jarang dijumpai tetapi angka kematiannya
tinggi (rata-rata 40%) sehingga tergolong kelompok penyakit life threaqtening
infection. Sebagian besar penderita abses otak adalah laki-laki, dibandingkan
perempuan (3:1) yang berusia produktif (20-50) tahun.
Proses pembentukan abses otak memakan waktu 2 minggu dan terdiri dari 4
tahap.Dengan semakinbesarnya abses otak gejalamenjadi khas berupa trias abses
otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intracranial, dan gejala
neurologic fokal.Diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan fisik, rontgen, CTScan dan pemeriksaan laboratorium.
Terapi definitive untuk abse melibatkan penatalaksanaan terhadap efek
massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa, terapi antibiotic dan test
sensitifitas dari kultur material abses, terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi),
pengobatan terhadap infeksi primer, pencegahan kejang, dan neurorehabilitasi.
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari cepatnya diagnosis ditegakkan,
derajat perubahan patologis, soliter atau multiple, penegakan yang adekuat.

44

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudewi, AA Raka, dkk. Abses Serebri. Infeksi pada system saraf


PERDOSSI. Hal 21-27. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair.
2011.
2. Misbach, H Jusuf, dkk. Serebritis dan Abses Otak. Buku Pedoman SPM dan
SPO Neurologi PERDOSSI. hal 27-29. Jakarta: 2006.
3. Mardjono, Mahar, dkk. Abses Serebri. Neurologi Klinis Dasar.hal 320-321.
Jakarta: Dian Rakyat. 2008.
4. Hakim, Adril Arsyad. Abses Otak. Dep Bedah FK USU/ SMF Bedah Saraf
RSUP H Adam Malik Medan.Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 No. 4.
Sumatera Utara: Desember 2005.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15591/1/mkn-des2005%20(9).pdf
5. http://id.scribd.com/doc/70275247/Abses-Otak

You might also like