Professional Documents
Culture Documents
1. Pengertian
Sindrom Koroner Akut (SKA) yang biasa dikenal dengan penyakit jantung
koroner adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner yang terdiri
dari infark miokard akut dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) elevasi
segmen ST (ST Elevation Myocard Infark/STEMI), infark miokard akut tanpa
elevasi segmen ST (Non STEMI) dan angina pektoris tidak stabil (APTS). Penyakit
ini timbul akibat tersumbatnya pembuluh darah koroner yang melayani otot-otot
jantung oleh atherosclerosis yang terbentuk dari secara progresif dari masa
kanak-kanak.
Istilah SKA mulai dipakai sejak tahun 1994,terminologi ini dipakai untuk
menunjukkan pasien dengan nyeri dada iskemik. Sakit dada merupakan keluhan
yang tersering ,yaitu terjadi pada 70-80 % pasien SKA. Sindroma koroner
akut,merupakan sindroma klinis akibat adanya penyumbatan pembuluh darah
koroner baik bersifat intermiten maupun menetap akibat rupturnya plak
atherosklerosis. Yang termasuk dalam kelompok tersebut adalah Angina Pektoris
dan Infak Miokard. Penggabungan ke 3 hal tersebut dalam satu istilah SKA, Hal
ini didasarkan kesamaan dalam pathofisiologi, proses terjadinya arterosklerosis
serta rupturnya plak atherosklerosis yang menyebabkan trombosis intravaskular
dan gangguan suplay darah miokard.
Sindrom Koroner akut murut dokter spesialis jantung Teguh Santoso,
merupakan sekumpulan gejala yang diakibatkan oleh gangguan aliran darah
pembuluh darah coroner jantung secara akut. Umumnya disebabkan oleh
penyempitan pembuluh darah coroner akibat kerak aterosklerosis yang lalu
mengalami perobekan dan hal ini memicu terjadinya gumpalan-gumpalan darah
(thrombosis).
2. Etiologi (Penyebab)
Serangan jantung biasanya terjadi jika suatu sumbatan pada arteri
koroner menyebabkan terbatasnya atau terputusnya aliran darah ke suatu
bagian dari jantung. Jika terputusnya atau berkurangnya aliran darah ini
berlangsung lebih dari beberapa menit, maka jaringan jantung akan mati.
Kemampuan memompa jantung setelah suatu serangan jantung secara
langsung berhubungan dengan luas dan lokasi kerusakan jaringan (infark). Jika
lebih dari separuh jaringan jantung mengalami kerusakan, biasanya jantung
tidak dapat berfungsi dan kemungkinan terjadi kematian. Bahkan walaupun
kerusakannya tidak luas, jantung tidak mampu memompa dengan baik, sehingga
terjadi gagal jantung atau syok.
Jantung yang mengalami kerusakan bisa membesar, dan sebagian
merupakan usaha jantung untuk mengkompensasi kemampuan memompanya
yang menurun (karena jantung yang lebih besar akan berdenyut lebih kuat).
Jantung yang membesar juga merupakan gambaran dari kerusakan otot
jantungnya sendiri. Pembesaran jantung setelah suatu serangan jantung
memberikan prognosis yang lebih buruk.
Penyebab lain dari serangan jantung adalah:
3. Klasifikasi ACS
Wasid (2007) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA)
menurut Braunwald (1993) adalah:
a. Kelas I
: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat,
dengan nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2
kali per hari.
b. Kelas II
: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1
bulan pada waktu istirahat.
c. Kelas III : Akut, yakni kurang dari 48 jam.
Secara Klinis:
a. Klas A
: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti
anemia, infeksi, demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia
karena gagal napas.
b. Kelas B
: Primer.
c. Klas C
: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati.
Dengan anti angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis
kalsium ) Antiangina dan nitrogliserin intravena
4.
Jenis ACS
a. Angina pektoris
Serangan jantung
1. Memasuki usia 45 tahun bagi pria.Sangat penting bagi kaum pria untuk
menyadari kerentanan mereka dan mengambil tindakan positif untuk
mencegah datangnya penyakit jantung.
2. Bagi wanita, memasuki usia 55 tahun atau mengalami menopause dini
(sebagai akibat operasi).Wanita mulai menyusul pria dalam hal risiko
penyakit jantung setelah mengalami menopause.
3. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga.Riwayat serangan jantung di dalam
keluarga sering merupakan akibat dari profil kolesterol yang tidak normal.
4. Diabetess.Kebanyakan penderita diabetes meninggal bukanlah karena
meningkatnya level gula darah, namun karena kondisi komplikasi jantung
mereka.
5. Merokok. Resiko penyakit jantung dari merokok setara dengan 100 pon
kelebihan berat badan - jadi tidak mungkin menyamakan keduanya.
6. Tekanan darah tinggi (hipertensi).
7. Kegemukan (obesitas).Obesitas tengah (perut buncit) adalah bentuk dari
kegemukan. Walaupun semua orang gemuk cenderung memiliki risiko
penyakit jantung, orang dengan obesitas tengah lebih-lebih lagi.
8. Gaya hidup buruk. Gaya hidup yang buruk merupakan salah satu akar
penyebab penyakit jantung
dan menggantinya dengan kegiatan fisik
merupakan salah satu langkah paling radikal yang dapat diambil.
9. Stress. Banyak penelitian yang sudah menunjukkan bahwa, bila menghadapi
situasi yang tegang, dapat terjadi arithmias jantung yang membahayakan
jiwa.
5.
Patafisiologi
6.
Manifestasi Klinis
a. Nyeri :
Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan
terus-menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal
bawah dan abdomen bagian atas.
Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar
ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan
tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin.
Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor.
b.
Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan nyeri
epigastric.
c.
7.
a. EKG
STEMI : Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard Akut, meliputi :
hiperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan terbentuknya Q
pathologis, terbentuknya bundle branch block/ yang dianggap baru.
Perubahan EKG berupa elevasi segment ST 1 mm pada 2 sadapan yang
berdekatan pada limb lead dan atau segment elevasi 2 mm pada 2
sadapan chest lead.
NSTEMI : Perubahan EKG berupa depresi segment ST 1 mm pada 2
sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segment depresi 2
mm pada 2 sadapan chest lead.
b. Enzim Jantung, yaitu :
CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai puncaknya pada
24 jam pertama, kembali normal setelah 2-3 hari.
Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat dideteksi 4-8 jam
pasca infark
LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai puncaknya
setelah 3-6 hari, normal setelah mencapai 8-14 hari.
c. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
d. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi.
e. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA , menunjukkan inflamasi.
f.
AGD
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
g.
h.
Rontgen Dada
Ekokardiogram
1. Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal
lokasi atau luasnya AMI.
2. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
k. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional
dan fraksi ejeksi (aliran darah).
l.
Angiografi koroner
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri sama dengan kematian jaringan atau kematian sel-sel myocard ditandai
dengan keluhan nyeri dada, wajah meringis dan perubahan nadi,
2. Gangguan perfusi jaringan sama dengan kurangnya suplay O 2 ke jantung.
3. Pola nafas tidak efektif sama dengan peningkatan frekuensi jantung ditandai
dengan perubahan pada frekuensi pernafasan.
4. Kelebihan volume cairan sama dengan retensi natrium dan air kemungkinan
ditandai dengan penurunan perfusi organ (ginjal)
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan sama dengan anoreksia kemungkinan d/d
penurunan berat badan.
6. Intoleransi aktivitas sama dengan ketidakseimbngan antara suplay oksigen
miokard dan kebutuhan d/d perubahan warna kulit dan kelemahan umum.
7. Ansietas sama dengan ancaman atau perubahan kesehatan ditandai dengan
perasaan tidak adekuat dan fokus pada diri sendiri
4.
Intervensi
1. Nyeri sama dengan kematian jaringan atau kematian sel miokard d/d keluhan
nyeri dada, wajah meringis, dan perubahan nadi.
Intervensi :
R :
Observasi TTV
R :
peningkatan hasil pemeriksaan vital sehingga merupakan pertanda
adanya respon tubuh terhadap nyeri.
R :
R :
bekerja
pada
menghilangkan nyeri.
2.
jantung.
reseptor
nyeri
dihypotalamus
sehingga
dapat
Intervensi :
R :
Perubahan pada frekuensi jantung dapat terjadi atau mencerminkan
tekanan batang otak.
R :
3.
Pola nafas tidak efektif sama dengan peningkatan frekuensi jantung d/d
pada perubahan frekuensi pernapasan
Intervensi :
R :
Kaji frekuensi
Membantu menentukan intervensi selanjutnya
R :
R :
Penatalaksanaan pemberian O2
Untuk pemenuhan kebutuhan suplay O2 klien
4.
Kelebihan volume cairan s/d retensi natrium dan air, kemungkinan d/d
penurunan ferfus organ (ginjal).
Intervemsi :
R :
cairan.
R :
R :
5.
Mutasi kurang dari kebutuhan s/d anoreksia kemungkinan d/d/
penurunan berat badan.
Intervensi :
R :
Mengetahui porsi makan klien sehingga dapat menentukan intervensi
selanjutnya.
R :
diet
R :
R :
6.
Intoreransi aktivitas s/d ketidakseimbangan antara suplai oksgen
miokard dan kebutuhan d/d perubahan warna kulit / kelembaban dan kelemahan
umum.
Intervensi :
R :
Tingkat istirahat
Menurunkan kerja miokard
7.
Ansietas s/d ancaman atau perubahan stat us kesehatan d/d perasaan
tidak adekuat dan fokus pada diri sendiri.
Intervensi :
R :
Mengetahui tingkat
intervensi selanjutnya
kecemasan
klien
sehingga
dapat
menentukan
R :
Mengetahui sumber atau penyebab kecemasan klien sehingga dapat
diminimalkan atau dihilangkan dan penyebab perlu di identifikasi sebelum
diatasi.
R :
Klien akan merasa diperhatikan sehingga tidak merasa sendiri dalam
menghadapi masalahnya.
R :
Memperdalam penerimaan klien dan keluarga tentang kondisi dan
penyakitnya