Professional Documents
Culture Documents
akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan
Wilson, 2006).
d. Pathways
e. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan Bare,
2002).
f. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus
dipertimbangkan pada waktu menangani pasien dengan kasus fraktur yaitu :
1. Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk
menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat
fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk
yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak
asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan
reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan
sesegera
mungkin
untuk
mencegah
jaringan
lunak
kehilangan
1) Aktifitas/ Istirahat
Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder,
dari pembengkakan jaringan, nyeri)
2) Sirkulasi
- Hipertensi ( kadang kadang terlihat sebagai respon nyeri atau
-
terkena.
- Pembangkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
5. Neurosensori
- Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot
- Kebas/ kesemutan (parestesia)
- Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi
-
(bunyi
berderit)
Spasme
otot,
terlihat
kelemahan/hilang fungsi.
Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
6. Nyeri / kenyamanan
- Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak ada nyeri
akibat kerusakan syaraf .
- Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
7. Keamanan
- Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna
- Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tibatiba).
8. Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat
karena klien harus menjalani rawat inap.
9. Pola persepsi dan konsep diri dampak yang timbul dari klien fraktur
adalah timbul ketakutan dan kecacatan akibat fraktur yang dialaminya,
rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktifitasnya secara
normal dan pandangan terhadap dirinya yang salah.
10. Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami gangguan.
Selain itu juga timbul nyeri akibat fraktur.
11. Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi dan
konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oel nyeri dan keterbatasan
gerak yang di alami klien.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan fraktur menurut Doengoes (2000), dan Barbara (1999)
adalah
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/ immobilisasi, stress,
ansietas.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolic, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat
luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat
jaringan nekrotik.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidak nyamanan,
kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas, penurunan kekuatan /
tahanan.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi
tertekan, prosedur invasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan factor (kolaboratif): traksi atau
gibs pada ekstrimitas
7. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan
dengan intake yang tidak adekuat.
8. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.
c. Rencana Tindakan Keperawatan (Rasional)
Fokus intervensi keperawatan dan rasional merujuk pada Carpenito (2007),
Doenges (2002), dan Yosep (2007) tersebut antara lain :
2)
3)
4)
c. Intervensi :
1) Kaji kulit dan identitas pada tahap perkembangan luka. Rasional:
mengetahui sejauhmana perkembangan luka mempermudah dalam
melakukan tindakan yang tepat.
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
Rasional: mengidentifikasi
mempermudah intervensi.
tingkat
keparahan
luka
akan
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat bantu
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan pengawasan
dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu 4 =
ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
c. Intervensi
1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan.
Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional: mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktifitas
apakah karena ketidakmampuan atau ketidakmauan.
3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional: menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4) Ajarkan dan dukkung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional:
sebagai
suatu
sumber
untuk
mengembangkan
c.
Intervensi :
1)
2)
C. DAFTAR PUSTAKA