You are on page 1of 19

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

ASKEP HISPRUNG

OLEH
KELOMPOK III
REZKY AMALIA ARTA

: 012-071-014-015

SITI NURBAYA BACO

: 012-071-014-0

ANNISA ATAMIMI

: 012-071-014-0

IRWAN AMIN

: 012-071-014-0

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR
MAKASSAR
2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat allah SWT. karena dengan rahmat
dan karunianyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Selawat
dan salam juga kita panjatkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW.
Kami sadar bahwa makalah yang kami susun ini masih punya banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari bapak/ibu
dosen, agar kami dapat belajar dari kesalahan dan tidak mengulanginya untuk
kedua kalinya. Dan ucapan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian makalah ini. Harapan kami mudah-mudahan makalah ini dapat
memenuhi harapan kita semua.

Makassar, Mei 2015


Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Medis
a. Defenisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Manifestasi klinik
e. Klasifikasi
f. Komplikasi
g. Pemeriksaaan Diagnostik
h. Penatalaksanaan
B. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
b. Diagnosa
c. Intervensi
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit

hisprung

merupakan

suatu

kelainan

bawaan

yang

menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani


internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus
sampai rektum. Penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian
bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering
pada neonatus.
Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital
dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di
kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya
peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat
berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian
dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion
dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat
menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh
Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah
Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun
1863.Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara
jelas.Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa
megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan
peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.
Insidens keseluruhan dari penyakit hisprung 1: 5000 kelahiran hidup,
laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya,
penyakit hisprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur.
Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom
down, sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.

Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya
kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir,
muntah berwarna hijau dan konstipasi faktor penyebab penyakit hisprung
diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor lingkungan.
Oleh karena itu, penyakit hisprung sudah dapat dideteksi melalui
pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema,
rectal biopsi, rectum, manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan
teraupetik yaitu dengan pembedahan dan colostomi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hisprung?
2. Bagaimana etiologi dari Hisprung?
3. Bagaimana patofisiologi dari Hisprung?
4. Apa tanda dan gejala atau manifestasi klinik dari Hisprung?
5. Apa-apa saja klasifikasi dari Hisprung?
6. Apa komplikasi dari Hisprung?
7. Pemeriksaan diagnostik apa yang dilakukan?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari Hisprung?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Hisprung.
2. Untuk mengetahui etiologi dari Hisprung.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari Hisprung.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala atau manifestasi klinik dari Hisprung.
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari Hisprung.
6. Untuk mengetahui komplikasi dari Hisprung.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Hisprung.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Hisprung.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Medis
a. Defenisi
Penyakit hisprung adalah kelainan congenital yang menyebabkan
gangguan pergerakan usus, akibat permasalahan pada persyarafan usus
besar paling bawah, mulai anus hingga usus diatasnya. Penyakit hisprung
lebih sering terjadi pada neonatus, usia kanak-kanak.
Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel
ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus.
(Ngastiyah, 1997 : 138).
Penyakit

hirschsprung

adalah

anomali

kongenital

yang

mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas


sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507).
b. Etiologi
Penyebab dari Hirschprung yang sebenarnya belum diketahui,
tetapi Hirschsprung atau Mega Colon diduga terjadi karena :
1. Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down
syndrom.
2. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding
plexus.
3. Aganglionis parasimpatis yang disebabkan oleh lesi primer, sehingga
terdapat ketidakseimbangan autonomik.
c. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub
mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum
dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik )
dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat

berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang


menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran
cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon
( Betz, Cecily & Sowden).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk
kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus
mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah
itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut
melebar ( Price, S & Wilson ).
d. Manifestasi klinik
1. Neonatal
Kegagalan pengeluaran mekonium (lebih dari 24 jam)
Distensi abdomen
Karena adanya obstruksi usus letak rendah
Obstipasi
Muntah yang berwarna hijau
2. Infant
Kegagalan dalam pertumbuhan berat badan
Konstipasi
Distensi abdomen
Adanya suatu periode diare dan muntah
Kadang muncul tanda enterokolitis seperti diare, demam
berdarah,letargi
3. Childhood
Konstipasi
Fases berbau menyengat seperti karbon
Distensi abdomen
Masa feses teraba
Anak biasanya punya nafsu makan yang buruk
e. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe
yaitu :
1. Penyakit Hirschprung segmen pendek

Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini


merupakan 70% dari kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering
ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.
2. Penyakit Hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai
seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki
maupun prempuan.(Ngastiyah, 1997 : 138)
f. Komplikasi
1. Kebocoran Anastomose
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh
ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang
tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses
sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca
operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati.
2. Stenosis
Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh
gangguan penyembuhan luka di daerah anastomose, infeksi yang
menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur bedah
yang dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi
prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval
akibat prosedur Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang
biasanya akibat prosedur Soave.
3. Enterokolitis
Enterocolitis terjadi karena proses peradangan mukosa kolon
dan usus halus. Semakin berkembang penyakit hirschprung maka
lumen usus halus makin dipenuhi eksudat fibrin yang dapat
meningkatkan resiko perforasi. Proses ini dapat terjadi pada usus yang
aganglionik maupun ganglionik. Enterokolitis terjadi pada 10-30%
pasien penyakit Hirschprung terutama jika segmen usus yang terkena
panjang.
Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan tandatanda enterokolitis adalah :
a. Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit.
b. Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi.
c. Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari.

d. Pemberian antibiotika yang tepat.


4. Gangguan Fungsi Sfinkter
Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang
diterima universal untuk menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling
atau kecipirit merupakan parameter yang sering dipakai peneliti
terdahulu untuk menilai fungsi anorektal pasca operasi, meskipun
secara teoritis hal tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu
keadaan keluarnya feces lewat anus tanpa dapat dikendalikan oleh
penderita, keluarnya sedikit-sedikit dan sering.
5. Inkontensitas (jangka panjang).
g. Pemeriksaaan Diagnostik
Menurut Ngatsiyah pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada
penderita hisprung yaitu:
1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat
penghisap and mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
2. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan
dibawah narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada
penyakit ini klhas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin
enterase.
4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.
Sedangkan menurut Bets 2002 pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada penderita Hisprung:
1.
2.
3.
4.

Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.


Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna

dan eksterna.
h. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion
aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan
mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi
spinkter ani internal. Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis
yaitu :

a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik


untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan
terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya
saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3
bulan setelah operasi pertama.
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti
Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah
satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan
usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik
telah diubah.
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe
pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode
neonatal, perhatikan utama antara lain :
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan
kongenital pada anak secara dini
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis
( pembedahan )
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah
rencana pulang.
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi
klinis anak anak dengan malnutrisi tidak dapat bertahan dalam
pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali
melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga
adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi
dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT )
3. Pengobatan
Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan
usus, segera dilakukan kolostomi sementara. Kolostomi adalah
pembuatan lubang pada dinding perut yang disambungkan dengan
ujung usus besar. Pengangkatan bagian usus yang terkena dan

penyambungan kembali usus besar biasanya dilakukan pada saat anak


berusia 6 bulan atau lebih. Jika terjadi perforasi (perlubangan usus)
atau enterokolitis, diberikan antibiotik.
B. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
1. Data Demografi
Hisprung dapat terjadi pada 1 orang dalam 500 kelahiran hidup
dengan perbandingan laki-laki dan perempuan yaitu 4 : 1 . Biasanya
karena faktor genetic dan insedennya tinggi pada anak dengan down
syndrome. Tanyakan pada pasien usia dan jenis kelamin
2. Keluhan utama
-

Keluhan utama yaitu konstipasi

3.

Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji riwayat klien tentang konstipasi klien sama sekali tidak
bisa BAB : Konstipasi kronik
b. Riwayat Kesehatan Lalu
Dikumpulkan

sebagai

informasi

tanyakan

terapi

yang

diberikan pada pasien yaitu intervensi beda (colostomy). 4-6 bulan


setelah colostomy maka dilakukan repair colostomy
Bayi / Anak

Riwayat Prenatal, riwayat kelahiran

Riwayat neonatus

Eliminasi : urine

<ada tidaknya gangguan frekuensi,

warna
Fece

konsistensi)

Gangguan respirasi sewaktu diberi minum / makan


(sesak, sianosis, bersih, muntah)

Pemberian minum pertama

Pemberian makanan tambahan

Jaundice

Kesakitan / rewel

Nutrisi

Tumbuh kembang (rambut, lingkar kepala, lingkar lengan


atas, berat badan, tinggi badan)

Alergi

Social ekonomi keluarga

Pola makan ibu


Dewasa

Nutrisi

Alergi

Berat badan

4. Pemeriksaan Fisik
KV
: Kesadaran Baik
TTV
- Suhu
:
Peningkatan suhu
- Nadi
:
Takikardia
- RR
:
Takipnea
- TD
:
Tetap stabil
5. Pemeriksaan Persistem
1. Gastrointestinal
- Mata

Kunjungtiva pucat

- Mulut

Memoran mukasa kering

- Bibir pecah
- Abdomen
Ketegangan abdomen secara progresif
Dinding abdomen tipis, vena-vena terlihat
Aktivitas peristaltic menurun dan dapat tidak ada sama
sekali
Konstipasi
Mual atau muntah (pada neonatus 24 jam pertama)
-

Tidak ada mekonium

Muntah

Perut membuncit

- Feces
Karakteristik seperti pita
Warna gelap
Frekuensi menurun
Tenesmus positik
Terdapat bising usus
2. Kardiovaskular dan pernapasan
a. Bibir pucat
b. Capillary refiil time (5 detik)

c. Warna kulit muka pucat


d. Kelembaban kulit dapat terjadi
-

Dingin

Panas

Diaforesis

e. Tanda-tanda dehidrasi : turgor kulit jelek


f. Bentuk dada : Barrel chest
g. Pernapasan : takipnea
h. Bunyi jantung S1, S2 murni
3. Genital dan rectal
-

Inspeksi terhadap pembengkaran, radang, iritasi dan fistula

Periksa anus dari varices dan hemorrnoid

b. Diagnosa
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d. intake tidak adekuat
2. Nyeri b/d. distensi abdomen
3. Konstipasi b/d. obstruksi usus
4. Gangguan integritas kulit b/d. colostomy dan repair colostomy

5. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.


c. Intervensi
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d. intake tidak adekuat
Tujuan:
Mempertahankan BB stabil / menunjukkan kemajuan peningkatan BB
mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal
Intervensi:
a. Kaji riwayat jumlah makanan/ masukan nutrisi yang biasa dimakan
dan kebiasaan makan
R/ member informasi tentang kebutuhan pemasukan/ difisiensi
b. Timbang berat badan. Bandingkan perubahan status cairan, riwayat
berat badan, ukuran kulit trisep
R/ sebagai indicator langsung dalam mengkaji perubahan status
nutrisi
c. Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.

R/ Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan


d. Anjurkan ibu untuk tetap memberikan asi rutin
R/ untuk mempertahankan masukan nutrisi pada pasien
e. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan
R/ untuk menambah masukan nutrisi yang baik bagi klien
2. Nyeri b/d. distensi abdomen
Tujuan:
-

Menyatakan nyeri hilang

Menunjukkan rileks, mampu tidur, dan istirahat dengan tepat

Intervensi:
a. Catat keluhan nyeri, durasi, dan intensitasn nyeRi
R. / Membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya
komplikasi
b. Catat petunjuk nonverbal. Mis. gelisah, menolak untuk beRgerak,
R. / Bahasa tubuh / petunjuk non verbal dapat secara prikologis
dan

fisiologis

dapat

digunakan

sebagai

petunjuk

untuk

mengidentifikasi masalah
c. Kaji faktor-faktor yang dapat meningkatkan / menghilangkan nyeri
R.

Menunjukkan

faktor

pencetus

dan

pemberat

dan

mengidentifikasi terjadinya komplikasi


d. Berikan tindakan nyaman, seperti pijat penggung, ubah posisi dan
R. / Meningkatkan relaksasi, memfokuskan perhatian, dan
meningkatkan koping
e. Kolaborasi pemberian analgetik
R. / Memudahkan istirahat dan menurunkan rasa sakit
3. Konstipasi b/d. obstruksi usus
Tujuan:
-

MenoRmalkan fungsi usus


Mengeluarkan fese

Intervensi:
a. Kaji fungsi usus dan karakteristik tinja

R. / Memperoleh informasi tentang kondisi usus


b. Catat adanya distensi abdomen dan auskultasi peristaltik usus
R. / Distensi dan hilangnya peristaltic usus menunjukkan fungsi
defekasi hilang
c. Berikan enema jika diperlukan
R. / Mungkin perlu untuk menghilangkan distensi
4. Gangguan integritas kulit b/d. colostomy dan repair colostomy
Tujuan:
Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu dan bebas tanda infeksi
Intervensi:
a. Observasi luka, catat karakteristik drainase
R. / Perdarahan pasca operasi paling sering terjadi selama 48 jam
pertama, dimana infeksi dapat terjadi kapan saja
b. Ganti balutan sesuai kebutuhan, gunakan teknik aseptik
R. / Sejumlah besar drainase serosa menuntut pergantian dengan
sering untuk menurunkan iritasi kulit dan potensial infeksi
c. Irgasi luka sesuai indikasi, gunakan cairan garam faali
R. / Diperlukan untuk mengobati inflamasi infeksi praap / post op
5. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
Tujuan:
Kekurangan cairan dapat teratasi
Intervensi:
a. Kaji input dan output cairan
R/ untuk mengetahui keseimbangan antara intake dan output
b.
c.
d.
e.

cairan untuk dapat menentukan intervensi selanjutnya.


Observasi TTV
R/ mengetahui keadaan umum pasien
Kolaborasi pemberian cairan IV
R/ membantu pemasukan cairan lewat intra vena
Berikan cairan oral
R/ menurunkan rasa haus pada pasien
Berikan prosedur nasogastrik jika diperlukan
R/ memungkinkan dukungan nutrisi melalui saluran
mengevakuasi isi lambung dan dapat menghilangkan mual

GI,

f. Atur kemungkinan tranfusi


R/ kemungkinan albumin rendah yang mengakibatkan penumpukan
cairan berlebih, dsb
g. Pasang kateter jika perlu
R/ untuk membantu pengukuran output dari pasien

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan
masalah. Baik masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah
pertumbuhan dan perkembangan anak dengan penyakit hisprung yaitu terletak
pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang mengusahakan agar anaknya
bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru
bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung
harus difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun
keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan
kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga
medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.
B. Saran
Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui
tentang penyakit hsaprung. Walaupun dalam makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.

DAFTAR PUSTAKA
Cecily L. Betz, Linda A Sowden. 2002. KEPERAWATAN PEDIATRIK edisi 3.
Jakarta: EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakart: EGC
http://buletinkesehatan.com/penyakit-hisprung-pada-anak-perlu-diwaspadai/
http://nissa-uchil.blogspot.com/2015/02/askep-anak-hysprung.html
https://munahasrini.wordpress.com/nak-den2012/04/13/askep-agan-hisprung/

You might also like