Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infeksi saluran napas bawah merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang berkembang maupun di negara maju. Laporan
WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit
infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan
influenza. Di Indonesia, influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor enam1.
Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat
disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit.
Pneumonia menjadi penyebab kematian tertinggi pada balita dan bayi serta
menjadi penyebab penyakit umum terbanyak. Pneumonia dapat terjadi sepanjang
tahun dan dapat melanda semua usia. Manifestasi klinik menjadi sangat berat
pada pasien dengan usia sangat muda, manula serta pada pasien dengan kondisi
kritis2.
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan
hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita,
meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di afrika dan asia
tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi
dan 22,8% kematian balita Indonesia disebabkan oleh penyakit system respiratori,
terutama pneumonia3.
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 prevalensi pneumonia tahun
2013 sebesar 4,5 persen. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi
pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan
10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%), Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%), Sulawesi
Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%). Period prevalensi
pneumonia balita di Indonesia adalah 18,5 per mil. Balita dengan pneumonia yang
Page 1 of 36
berobat hanya 1,6 per mil. Insiden tertinggi pneumonia balita terdapat pada
kelompok umur 12-23 bulan (21,7%)2. Melihat prevalensi pneumonia yang cukup
tinggi, maka diperlukan penanganan secara tepat dan cepat. Oleh karena itu
diperlukan pengetahuan yang lebih banyak mengenai pneumonia4.
Page 2 of 36
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian
besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil
disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pada pneumonia yang disebabkan
oleh kuman, menjadi pertanyaan penting adalah penyebab dari pneumonia (virus
atau bakteri). Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang
kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis anak pada anak
sulit membedakan pneumonia bacterial dengan pneumonia viral. Demikian pula
pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan perbedaan nyata.
Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bacterial awitannya
cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis dan perubahan nyata
pada pemeriksaan radiologis2.
2.2. Epidemiologi
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 prevalensi pneumonia tahun
2013 sebesar 4,5 persen. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi
pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan
10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%), Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%), Sulawesi
Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%). Period prevalensi
pneumonia balita di Indonesia adalah 18,5 per mil. Balita dengan pneumonia yang
berobat hanya 1,6 per mil. Lima provinsi yang mempunyai insiden pneumonia
balita tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (38,5%), Aceh (35,6%), Bangka
Belitung (34,8%), Sulawesi Barat (34,8%), dan Kalimantan Tengah (32,7%).
Insidens tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan
(21,7%)4.
Page 3 of 36
kronis
dan
infeksi
HIV
mudah ditemukan.
Banyaknya
prevalensi
kolonisasi patogen di
Page 4 of 36
negara
berkembang
yang
umumnya
berpenghasilan
rendah
secara serius
dan
perlu
intervensi-segera
agar
penurunan
Anak-Balita8.
2.4. Etiologi
Usia pasien merupakan factor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi,
gambaran klinis dan strategi pengobatan. Spectrum mikroorganisme penyebab
pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi
pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan
bakteri gram negative seperti E. colli, Pseudomonas sp, atau Klebisella sp. Pada
bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi
Streptococcus pneummoniae,, Haemophillus influenza tipe B dan Staphylococcus
Page 5 of 36
aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja selain bakteri tersebut,
sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumonia3.
Tabel 2.1. Etiologi Pneumonia pada Anak
Usia
Lahir (0 hari)
sampai 20 hari
3 minggu sampai
3 bulan
4 bulan sampai 5
tahun
5 tahun sampai
remaja
Bakteri
Chlamydia trachomatis
Streptococcus pneumoniae
Virus
Virus Adeno
Virus Influenza
Virus Parainfluenza 1,2,3
Respiratory Syncytial Virus
Bakteri
Chlamydia pneumoniae
tipe B
Moraxella catharalis
Staphylococcus aureus
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus sitomegalo
Bakteri
Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae
Streptococcus pneumoniae
Virus
Virus Adeno
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
Bakteri
Chlamydia pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Streptococcus pneumoniae
tipe B
Moraxella catharalis
Neisseria meningitidis
Staphylococcus aureus
Virus
Virus Varisela-Zoster
Bakteri
Haemophillus influenzae
Legionella sp
Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Page 6 of 36
Virus Varisela-Zoster
Tanda serta gejala yang lazim dijumpai pada pneumonia adalah demam,
tachypnea, takikardia, batuk yang produktif, serta perubahan sputum baik dari
jumlah maupun karakteris tiknya. Selain itu pasien akan merasa nyeri dada seperti
ditusuk pisau, inspirasi yang tertinggal pada pengamatan naik-turunnya dada
sebelah kanan pada saat bernafas. Mikroorganisme penyebab pneumonia meliputi:
bakteri, virus, mycoplasma, chlamydia dan jamur. Pneumonia oleh karena virus
banyak dijumpai pada pasien immunocompromised, bayi dan anak. Virus-virus
yang menginfeksi adalah virus saluran napas seperti RSV, Influenza type A,
parainfluenza, adenovirus2.
2.5. Patofisiologi
Umumnya mikroorganisme terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran
napas. Selanjutnya akan terjadi respon berupa empat tahap dari penumonia yaitu5:
1. Kongesti (4-12 jam), ditandai dengan adanya eksudat serosa yang masuk
ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya), ditandai dengan tampakan paru
yang merah dan bergranula karena sel darah merah, fibrin, PMN, cairan
edema, dan mikroorganisme mengisi alveoli.
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari), yaitu ditandai dengan paru yang tampak
kelabu karena deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat leukosit PMN
di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat.
4. Resolusi (7-11 hari), ditandai dengan eksudat yang mengalami lisis,
jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi,
fibrin menipis, mikroorganisme penyebab dan debris menghilang.
Pemberian antibiotik sedini mungkin dapat memotong perjalanan
penyakit, sehingga stadium khas yang telah diuraikan tadi tidak terjadi lagi.
Beberapa bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila
dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya
bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata diseluruh lapangan paru
(bronkopneumonia), dan pada anak yang lebih besar atau remaja dapat berupa
Page 7 of 36
konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Pneumotokel atau abses kecil
sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada neonatus atau bayi kecil,
karena Staphylococcus aureus menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti
hemolisin, lekosidin, stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan enzim ini
menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan kavitasi. Koagulase berinteraksi dengan
faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen
menjadi fibrin, sehingga terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara
produksi
koagulase
dan
virulensi
bakteri.
Staphylococcus
yang
tidak
KLASIFIKASI (MTBS)
Page 8 of 36
Pneumonia ringan
Diagnosis
o Di samping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas
cepat saja. Napas cepat:
Pneumonia berat
Diagnosis
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut
ini:
o Kepala terangguk-angguk
o Pernapasan cuping hidung
o Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
o Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas,
konsolidasi, dll)
Napas cepat:
o Anak umur < 2 bulan : 60 kali/menit
o Anak umur 2 11 bulan : 50 kali/menit
Page 9 of 36
Ditinjau dari asal patogen, maka pneumonia dibagi menjadi tiga macam
yang berbeda penatalaksanaannya.
1. Community acquired pneumonia (CAP)
Merupakan pneumonia yang didapat di luar rumah sakit atau panti jompo.
Patogen umum yang biasa menginfeksi adalah Streptococcus pneumonia,
H. influenzae, bakteri atypical, virus influenza, respiratory syncytial virus
(RSV). Pada anak-anak patogen yang biasa dijumpai sedikit berbeda yaitu
adanya keterlibatan Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, di
samping bakteri pada pasien dewasa.
2. Nosokomial Pneumonia
Merupakan pneumonia yang didapat selama pasien di rawat di rumah
sakit. Patogen yang umum terl ibat adalah bakt eri nosokomial yang
resisten terhadap antibiotika yang beredar di rumah sakit. Biasanya adalah
Page 10 of 36
bakteri enterik golongan gram negatif batang seperti E.coli, Klebsiella sp,
Proteus sp. Pada pasien yang sudah lebih dulu mendapat terapi
cefalosporin generasi ketiga, biasanya dijumpai bakteri enterik yang lebih
bandel
seperti
Citrobacter
sp.,
Serratia
sp.,
Enterobacter
sp..
antara
sputum
(hati-hati
menginterpretasikan
hasil
kultur,
karena
ada
Page 11 of 36
penyakit
napas
cepat
dada/chest indrawing),
(tachypnoe/
fast breathing),
napas
sesak
(retraksi
suara napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala
biasanya lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi
paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
2.8. Diagnosis
Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan serologis
merupakan dasar untuk terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri
penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan pemeriksan laboratorium
Page 12 of 36
penunjang yang memadai. Oleh karena itu, diagnosis pneumonia pada anak
umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukan keterlibatan
sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya
pneumonia adalah demam, sianosis, lebih dari satu gejala respiratori berikut:
takipnea, batuk, sesak, napas cuping hidung, retraksi dinding dada, ronki, dan
suara napas yang melemah3.
Gejala pneumonia bervariasi tergantung pada umur penderita dan
penyebab
infeksinya.
Pneumonia
karena infeksi
bakteri
biasanya
menyebabkan anak sakit berat mendadak dengan demam tinggi dan napas
cepat. Infeksi karena virus umumnya lebih gradual dan bisa memburuk setiap
saat. Gejala - gejala yang sering ditemui pada anak dengan pneumonia adalah
napas cepat dan sulit bernapas, batuk, demam, menggigil, sakit kepala, nafsu
makan hilang, dan mengik. Balita yang menderita pneumonia berat bisa
mengalami kesulitan bernafas, sehingga dadanya bergerak naik turun dengan
cepat atau tertarik ke dalam saat menarik napas/inspirasi yang dikenal sebagai
lower
chest wall indrawing. Gejala pada anak usia muda bisa berupa kejang,
pada
tempat-tempat
yang
tidak
mampu
Page 13 of 36
Page 14 of 36
Pemeriksaan
mikrobiologis
tidak
rutin
dilakukan
kecuali
untuk
interstisial,
ditandai
dengan
peningkatan
corakan
alveolar, merupakan
konsolidasi
paru
dengan
air
Page 15 of 36
3. Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa
kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak
memburuk atau tidak bisa minum atau menyusu.
4. Ketika anak kembali jika pernapasannya membaik (melambat), demam
berkurang, nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai
seluruhnya 3 hari.
b. Pneuomonia Berat
1. Anak dirawat di rumah sakit
2. Terapi antibiotik :
a. Beri ampisilin atau amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM
setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam
pertama. Bila anak memberi respon baik maka diberikan selama 5
hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan dirumah atau dirumah sakit
dengan amoksisilin oral (15 mg/kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5
hari berikutnya.
b. Bila keadaan memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan
yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau
memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,
sianosis,
distres
pernapasan
berat)
maka
ditambahkan
Page 16 of 36
Page 17 of 36
f. Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan
cairan rumatan dalam jumlah sedikit tetapi sering, jika asupan
cairan oral mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik
untuk meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan resiko
pneumonia aspirasi.
g.
Beri
makanan
sesuai
dengan
kebutuhan
dan
Gejala
Nafas cepat (*)
bagian bawah ke
dalam
diperlukan.
Diklasifikasikan Sebagai
Pneumonia berat
Pengobatan
Segera rujuk ke rumah
Page 18 of 36
yang tepat,
Berikan antibiotika yang
tepat untuk diminum
Bukan pneumonia
kunjungan kontrol.
Nasihati ibu dan beritahu
ibu kapan harus kembali
bila gejala menetap atau
keadaan memburuk
pencegahan
merupakan
komponen
strategis pemberantasan
pneumonia pada anak terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan nonimunisasi. Imunisasi terhadap patogen yang bertanggung jawab terhadap
pneumonia merupakan strategi pencegahan spesifik. Pencegahan non-imunisasi
merupakan pencegahan non-spesifik misalnya mengatasi berbagai faktor-risiko
seperti polusi udara dalam-ruang, merokok, kebiasaan perilaku tidak sehat/bersih,
perbaikan gizi dan dan lain-lain9.
Pencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau mengurangi
faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan
pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan
dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan pengobatan pneumonia,
penggunaan antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang
tepat dan segera bagi kasus yang pneumonia berat. Peningkatan gizi
termasuk
pemberian
Page 19 of 36
polusi
udara
didalam
ruangan
dapat
pula
Page 20 of 36
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1
a.
Identitas
Identitas Pasien
b.
Nama lengkap
: Ni Luh Ariani
Umur
: 9 bulan
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Narmada
: Anak Kandung
No RM
: 539761
Identitas keluarga
Nama
Umur
Pendidikan
:
Ibu
Ni Ketut Sariani
18 tahun
SMP
Ayah
I Wayan Budi Ardika
21 tahun
SMP
Page 21 of 36
Pekerjaan
Buruh Tani
c.
Masuk RS tanggal
: 30 Mei 2014
d.
Diagnosis Masuk
: Pneumonia
e.
Keluar RS tanggal
: 4 Juni 2014
f.
Lama Perawatan
: 5 hari
g.
: Rawat jalan
3.2. Anamnesis
Tanggal 2 Mei 2014, Heteroanamnesis dari ibu pasien
a.
b.
Page 22 of 36
d.
g.
Riwayat Pribadi
1.
Pasien lahir premature dengan usia kehamilan 7 bulan. Pasien lahir pervaginam
dengan berat 1000 gr, kemudian pasien langsung dirawat intensif di NICU selama
50 hari karena masalah pernapasan. Ibu pasien mengaku memeriksakan
kehamilannya secara rutin dan melakukan pemeriksaan USG sebanyak 3x selama
masa kehamilan.
2.
Riwayat Nutrisi
Selama pasien dirawat di NICU, pasien diberikan ASI yang diperah dari
ibunya, setelah keluar dari NICU pasien disarankan untuk diberikan susu formula
supaya mencukupi kebutuhan bayi. Saat usia 7 bulan pasien mulai diberikan
makanan tambahan dalam bentuk bubur.
3.
Riwayat Vaksinasi
Page 23 of 36
sebagai seorang petani. Pasien tinggal berlima bersama orang tua serta kakek dan
neneknya. Pasien tinggal di daerah perkebunan. Sumber air minum diperoleh dari
sumber mata air dan dimasak terlebih dahulu. Bapak dan kakek pasien adalah
seorang perokok.
3. 3. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 2 Juni 2014
a. Status Present
KU
: Sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
RR
: 52 kali permenit
Nadi
T ax
: 36,0 C
SPO2
Usia
: 9 bulan
b. Status Gizi
: 1 kg
: 8 kg
Panjang badan
: 63 cm
Lingkar kepala
: 43 cm
Page 24 of 36
Usia lahir
: 7 bulan
Usia sekarang
: 9 bulan
Umur Koreksi
: 6 bulan
Page 25 of 36
Page 26 of 36
Page 27 of 36
c. Status General :
Kepala dan Leher
1. Kepala
Bentuk : normochepali (-2SD sampai dengan 0 SD menggunakan
kurva nellhaus)
2. Mata
a. Konjungtiva kanan dan kiri tidak tampak anemis
b. Sklera kanan dan kiri tidak tampak ikterus
c. Pupil kanan dan kiri isokor
d. Refleks pupil kanan dan kiri normal
e. Kornea tampak jernih
3. Telinga
a. Bentuk: telinga kanan dan kiri tampak simetris, tidak ditemukan
deformitas
Page 28 of 36
b. Sekret: tidak ditemukan adanya sekret pada telinga kanan dan kiri
4. Hidung
a. Bentuk : hidung tampak simetris
b. Pernafasan cuping hidung: tidak ada
c. Tidak tampak sekret pada lubang hidung kanan dan kiri
5. Mulut
a. Bibir: mukosa bibir berwarna kemerahan dan basah dengan
6. Leher
Tidak tampak pembesaran kelenjar getah pada leher pasien
Thorak
1. Inspeksi: pergerakan dinding dada tampak simetris antara kanan dan
kiri, tampak retraksi subcostal minimal
2. Palpasi: pergerakan dinding dada simetris, tidak ada ketertingaalan
gerak
3. Perkusi: sonor di kedua lapang paru
4. Auskultasi :
i. Pulmo: terdapat rhonki basah halus di kedua lapang paru,
tidak terdengar wheezing di kedua lapang paru.
ii. Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
1. Inspeksi: perut tidak tampak distensi, tidak tampak adanya masa
2. Auskultasi: Bising usus normal
3. Perkusi: Timpani di semua kuadran
4. Palpasi: tidak teraba masa, turgor normal
Ekstremitas
Akral hangat
Edema
Kelainan
Tungkai Atas
Kanan
Kiri
+
+
-
Tungkai Bawah
Kanan
Kiri
+
+
-
bentuk
Page 29 of 36
Parameter
HGB
RBC
HCT
MCV
MCH
MCHC
WBC
PLT
11,8 g/dl
5,26 x 106/uL
35,3 %
67,1 fL
22,4 pg
33,4 g/dl
26,58 x 103/uL
364 x 103/uL
Nilai Rujukan
L 13,0 - 18,0
L 4,5 - 5,5
L 40,0 - 50,0
82,0 - 92,0
27,0 - 31,0
32,0 - 37,0
4,0 11,0
150 400
Pemeriksaan Radiologi
Page 30 of 36
muncul pada jam 19.00 tanggal 31 mei 2014. . Pasien mengalami kebiruan pada
kaki dan tangan ketika sesak nafas terjadi. Pasien juga dikeluhkan mengalami
batuk dan pilek serta demam yang naik turun dan sejak satu minggu sebelum
masuk rumah sakit. Pasien juga mengalami batuk yang berdahak dan muntah
setelah episode batuk. Sebelum pasien dibawa ke RSUP NTB, pasien sempat
berobat ke SOKA Klinik dan diberikan obat yang dimasukan melalui anus dan
tindakan nebulisasi.
Pasien pernah dirawat intensif di NICU selama 50 hari karena terdapat
masalah pernafasan. Pasien tidak pernah mengalami sesak lagi sejak terakhir kali
di rawat di NICU. Terdapat riwayat keluarga dengan keluhan serupa yaitu ibu
pasien mengaku memiliki sesak yang biasanya dicetuskan oleh karena dia terlalu
lelah.
Didapatkan keadaan umum sedang, RR: 52 kali permenit, nadi: 124 kali
permenit, Tax: 36,0C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan retraksi subcostal
minimal, rhonki basah halus di kedua paru pada bagian basal.
3.6
Diagnosis
3.7
Bronchopneumonia
Terapi
Terapi IGD
o Pct supp 80 mg
o Nebu 1 x pada pukul 20.00
o O2 2 lpm
Instruksi untuk perawat ruangan
o O2 2 lpm
o D5 NS 14 tpm mikro
o Ampicillin 4 x 100 mg
o Chloramphenicol 3 x 200 mg
o Pct dop 1 cc x 3
Page 31 of 36
Terapi Sp.A
3.8
O2 1 lpm
D5 NS 20 tpm mikro
Ampicillin 4 x 200 mg
Chloramfenicole 3 x 200 mg
Paracetamol k/p 5 ml
Follow UP Pasien
Sesak
Ku: sedang
Batuk
Nadi: 130 x /
Pilek
Pasien tidak
RR: 48 x/menit
demam
Tax: 35,5 C
SPO2 : 94%
Assessment
Planning
a. O2 1 lpm
Bronchopneumonia
b. D5 NS 20 tpm
mikro
menit
dengan O2 2lpm
Tidak tampak
napas cuping
hidung
c. Ampicillin 4 x 200
mg
d. Chloramphenicole 3
x 200 mg
e. Combivent tiap 8
jam
f.
Paracetamol k/p 5
ml
Tampak retraksi
subcostal
minimal
Terdengar rhonki
basah halus di
Page 32 of 36
kedua paru
Senin, 2 Juni 2014
Subyektif
Obyektif
Assessment
Batuk
Ku : sedang
Sesak (-)
Nadi : 148 x /
Pilek (-)
Pasien tidak
RR : 42 x/menit
demam
Tax : 36,1 C
Bronchopneumonia
Planning
a. O2 1 lpm
b. D5 NS 20 tpm
mikro
menit
pasien masih
SPO2: 92%
mau
dengan oksigen 1
menyusu
c. Ampicillin 4 x 200
mg
d. Chloramphenicole
3 x 200 mg
e. Combivent tiap 8
jam
Tidak tampak
f.
napas cuping
Paracetamol k/p 5
ml
hidung
Tampak retraksi
subcostal
minimal
Terdengar rhonki
basah halus di
kedua paru
Selasa, 3 Juni 2014
Subyektif
Obyektif
Batuk (-)
Ku : sedang
Sesak (-)
Nadi : 145 x /
Pilek (-)
Pasien tidak
RR : 46 x/menit
demam
Tax : 35,8 C
Assessment
Bronchopneumonia
Planning
a. O2 aff
b. D5 NS 20 tpm
mikro
menit
pasien masih
SPO2 : 99%
mau
dengan oksigen 1
menyusu
liter permenit
Tidak tampak
napas cuping
c. Ampicillin 4 x 200
mg
d. Chloramphenicole
3 x 200 mg
e. Combivent tiap 8
jam
f.
Paracetamol k/p 5
ml
hidung
Page 33 of 36
Tidak tampak
retraksi subcostal
minimal
Terdengar rhonki
basah halus di
kedua paru
Rabu, 4 Juni 2014
Subyektif
Obyektif
Assessment
Batuk (-)
Ku : sedang
Sesak (-)
Nadi : 138 x /
diperbolehkan
Pilek (-)
menit
pulang
Pasien tidak
RR : 42 x/menit
demam
Tax : 36,2 C
Pasien masih
Tidak tampak
mau
napas cuping
menyusu
hidung
Planing
Bronchopneumonia
Pasien
Tidak tampak
retraksi minimal
Tidak terdengar
rhonki basah
halus
Page 34 of 36
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1. Pembahasan
Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan bronchopneumonia. Pneumonia
adalah peradangan pada parenkim paru, (sebelah distal dari bronkiolus terminalis
bronkiolus respirtorius dan alveoli) disertai konsolidasi jaringan paru. Pneumonia
masih menjadi masalah kesehatan utama masyarakat indonesia karena pneumonia
merupakan penyebab kematian kedua tertinggi setelah diare diantara balita.
Secara garis besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur.
Diagnosis pneumonia ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang telah dilakukan. Diagnosis bronchopneumonia didapat berdasarkan
hasil anamnesis bahwa pasien dikeluhkan menderita sesak napas tanggal 31 mei
2014 pada pukul 19.00 wita. Pasien juga mengalami batuk dan pilek serta demam
yang naik turun dan sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengalami batuk yang berdahak dan muntah setelah episode batuk. Sedangkan
dari pemeriksaan fisik didapatkan napas cepat (berjumlah 52 kali permenit)
diserati rhonki basah halus di kedua lapang paru. Pada pemeriksaan radiologi
Page 35 of 36
ditemukan infiltrate parahiler pada daerah dextra dan batas jantung yang tidak
jelas sehingga menunjukkan kesan bronchopneumoni.
Penatalaksanaan bronchopneumonia dilakukan dengan pemberian oksigen,
pemberian cairan intravena bertujuan untuk pemberian nutrisi parenteral (lansung
masuk ke dalam sistem sirkulasi), jalur pemberian obat. Pemberian antibiotik,
dipilih ampicillin dan chlorampenicole karena merupakan antibiotic lini pertama
dalam mengobati pneumonia dan merupakan antibiotic spectrum luas.
Chloramphenicol diberikan karena pasien berusia lebih dari 2 bulan.
Combivent dipilih karena fentolin tidak tersedia dan juga combivent
ditanggung oleh jaminan karena pasien merupakan pasien BPJS.
Page 36 of 36