Professional Documents
Culture Documents
Skenario 2
KLB
Oleh kelompok J :
No
Nama
NPM
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
13700183
13700185
13700187
13700189
13700191
13700193
13700197
13700205
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN 2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas focus group discussion (FGD) pada
skenario 2 ini. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas untuk menjabarkan hasil
diskusi yang telah di lakukan sebelumnya.
Dalam penulisan makalah ini. Kami merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan trima kasih yang tak terhingga
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penulisan laporan ini, khususnya
kepada:
1. Pembimbing tutor kelompok FGD J dr. Andiani, M.Kes , yang telah membimbing
kami selama proses diskusi belajar
2. Semua rekan-rekan sekelompok kerja FGD J
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk pembaca dan semua
orang yang memanfaatkannya.
Penulis
Skenario 2
KLB
I.
SKENARIO
Kepala Puskesmas melakukan evaluasi laporan data insidens penyakit terbanyak di wilayah
kerjanya selama 3 bulan pertama di tahun 2014. Didapatkan data 5 penyakit terbanyak di
Puskesmas X tahun 2013 sebagai berikut :
N
NAMA PENYAKIT
JAN 2014
FEB 2014
MAR 2014
O
1.
2.
3.
4.
5.
DBD
Thyphoid fever
Diare
Tetanus neonatorum
ISPA
12
5
10
2
8
15
8
11
4
10
10
8
8
9
10
Dari data yang ada Kepala Puskesmas melihat adanya peningkatan insidens salah satu
penyakit selama 3 bulan berturut-turut sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangan
terhadap kejadian tersebut.
II.
TUJUAN PEMBELAJARAN :
a. Mahasiswa mengetahui definisi/batasan/deskripsi KLB
b. Mahasiswa mengetahui kriteria kerja KLB
c. Mahasiswa menentukan jenis penyakit mana dari data diatas yang mengetahui kriteria
KLB
d. Mahasiswa mampu menentukan keluasan penyelidikan dan kecepatan cara
penanggulangan
e. Mahasiswa mampu memberikan rekomendasi cara penanggulangan KLB diatas
f. Mengembangkan cara berpikir mahasiswa dalam pemecahan masalah KLB secara
terpadu dari IKM (epidemiologi, kesehatan lingkungan, biostatistik, manajemen,
metodologi riset, kedokteran keluarga, ilmu gizi).
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan
atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu (Depkes, 2004).
Suatu daerah dikatakan Kejadian Luar Biasa jika memenuhi kriteria berikut:
1. Timbulnya suatu penyakit/menular sebelumnya tidak ada/tidak diketahui.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)
3. Peningkatan kejadian penyakit / kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun)
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau
lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata pebulan dalam tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau
lebih dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dari tahun sebelumnya.
6. Case Fatality Rate (CFR) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu
menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibanding dengan CFR periode sebelumnya.
7. Proportional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu/tahun
sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus : Kholera,DHF/DSS :
a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis)
b. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya
daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita
a. Keracunan makanan
b. Keracunan Pestisida
Tetanus neonatorum adalah penyakit infeksi yang terjadi melalui luka irisan pada
umbilicus pada waktu persalinan akibat masuknya spora Clostridium tetani yang berasal dari
alat-alat persalinan yang kurang bersih dengan masa inkubasi antara 3-10 hari (Soedarto,
1995). Kasus tetanus Neonatorum di Indonesia masih tinggi, data tahun 2007 sebesar 12,5 per
1000 kelahiran hidup (Supas, 2008). Sedangkan pada tahun 1988, WHO mencatat bahwa
787.000 bayi meninggal karena tetanus neonatorum atau sekitar 6,7 kematian per 1000
kelahiran hidup.
Saat ini kematian akibat tetanus pada maternal dan neonatal dapat dengan mudah
dicegah dengan persalinan dan penanganan tali pusat yang higienis, dan dengan imunisasi ibu
dengan vaksin tetanus. Upaya mengeliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (TMN)
bertujuan untuk mengurangi jumlah kasus tetanus pada maternal dan neonatal hingga ke
tingkat dimana Tetanus Maternal dan Neonatal tidak lagi menjadi masalah utama kesehatan
masyarakat. Tidak seperti polio atau cacar (smallpox), tetanus tidak dapat dieradikasi, spora
tetanus berada di lingkungan seluruh dunia. Namun, melalui imunisasi pada ibu hamil, wanita
usia subur (WUS) dan promosi persalinan yang higienis akan sedikit demi sedikit dapat
mengeliminasi jumlah kasus tetanus neonatorum (Soepardi, 2012).
Penderita atau yang beresiko penyakit dapat menimbulkan KLB dapat diketahui jika
dilakukan pengamatan yang merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara teratur, teliti
dan terus-menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, analisa/interpretasi, penyajian data
dan pelaporan. Apabila hasil pengamatan menunjukkan adanya penderita KLB, maka perlu
dilakukan penyelidikan epidemiologis yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk mengenal
sifat-sifat penyebab dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dan
penyebarluasan KLB tersebut di samping tindakan penanggulangan seperlunya. Hasil
penyelidikan epidemiologis mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
upaya penanggulangan KLB. Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran
KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya.
Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua
pihak yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan
KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah (Efendy Ferry, 2009).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sikap dan pengetahuan masyarakat terhadap tingginya angka prevalensi
penyakit Tetanus Neonatorum di Puskesmas X ?
2. Apakah faktor faktor resiko yang mempengaruhi timbulnya KLB Tetanus
Neonatorum di Puskesmas X ?
3. Bagaimana cara penanggulangan KLB Tetanus Neonatorum di Puskesmas X ?
4. Bagaiamana cara mencegah agar KLB Tetanus Neonatorum tidak terjadi kembali ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum :
a. Untuk mengetahui cara mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB) pada Tetanus
Neonatorum agar tidak terjadi kembali.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendeskripsikan sikap dan pengetahuan masyarakat terhadap tingginya
angka prevalensi penyakit Tetanus Neonatorum di Puskesmas X.
b. Untuk mendeskripsikan cara penanggulangan dan mencegah KLB Tetanus
Neonatorum di Puskesmas X.
c. Untuk mendeskripsikan faktor faktor resiko yang mempengaruhi timbulnya
KLB Tetanus Neonatorum di Puskesmas X.
D. Sasaran
1. Sasaran Umum : Masyarakat sekitar di Puskesmas X
2. Sasaran Khusus : Penderita Tetanus Neonatorum di Puskesmas X
BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis
Tetanus neonatorum secara khas berkembang dalam minggu pertama atau minggu kedua
kehidupan bayi dan sering disebut sebagai penyakit hari ke tujuh atau ke delapan (Force,
1997), serta dapat membawa kematian pada 70 90 % kasus. Berdasarkan hasil survey yang
dilaksanakan oleh WHO di 15 negara di Asia, Timur Tengah, dan Afrika pada tahun 1978
1982 menekankan bahwa penyakit tetanus neonatorum banyak dijumpai di daerah pedesaan
negara berkembang termasuk Indonesia yang memiliki angka proporsi kematian neonatal
akibat penyakit tetanus neonatorum mencapai 51%. Pada kasus tetanus neonatorum yang
tidak dirawat, hampir dapat dipastikan CFR akan mendekati 100%, terutama pada kasus yang
mempunyai masa inkubasi kurang dari 7 hari (Depkes, 1993).
1. Faktor internal
a. Man (manusia)
1) Pengetahuan masyarakat kurang
Karena penyakit tetanus neonatorum tergolong penyakit yang masih
terdengar asing di masyarakat maka masyarakat kebanyakan kurang
mengetahui tentang resiko dan akibatnya bila terkena penyakit tersebut.
2) Pendapatan masyarakat rendah
Tingkat pendapatan mempengaruhi kepedulian masyarakat pada
kesehatan, karena dengan pendapatan yang minim masyarakat memilih
untuk mencari pengobatan yang murah asalkan mereka bisa sembuh tanpa
mempedulikan kehigenisan metode pengobatan yang dilakukan.
3) Frekuensi kunjungan antenatal kurang
Dikarenakan pendapatan masyarakat yang kurang maka mereka lebih
memilih untuk berobat ke dukun dibandingkan dengan pergi ke
puskesmas untuk memeriksakan kandungan mereka, karena dinilai lebih
murah dan uangnya bisa digunakan untuk kebutuhan lain yang lebih
penting.
2. Faktor eksternal
b. Method
1) Alat pemotong tali pusat kurang steril
puskesmas
yang
terpencil
10
FISHBONE
11
c. Memulai di tempat penelitian dan menjalin hubungan sosial dengan orang yang
diteliti.
d. Memilih peran sosial.
e. Mengumpulkan data di lapangan.
Data yang dikumpulkan berupa :
1) Insiden tetanus neonatorum
2) Angka kematian bayi
f. Menganalisis data,mengembangkan, dan mengevaluasi hipotesa kerja.
g. Memfokuskan pada aspek- aspek khusus dari setting yang diamati dan melakukan
pengambilan sampel secara teoritis.
1) Mengarahkan hasil kerja yang berhubungan dengan kasus KLB Tetanus
Neonatorum yang terdapat dilapangan.
2) Mengambil sampel yang berhubungan dengan kasus KLB Tetanus
Neonatorum yang telah didapat dari lapangan sesuai dengan teori yang tepat
h. Melakukan wawancara.
Melakukan investigasi lapangan dengan cara melakukan wawancara wawancara
masyarakat sekitar untuk memperjelas hasil yang didapatkan peneliti dari
lapangan.
i. Meninggalkan lokasi, menyelesaikan analisis, dan menulis laporan penelitian
lapangan.
Meninggalkan lokasi observasi KLB TN dengan menyelesaikan analisis mengenai
penyebab penyebaran kasus KLB TN serta solusi pemecahan masalah dengan
menyusunnya dalam bentuk laporan penelitian lapangan yang bisa di baca oleh
siapa saja yang mengalami kasus serupa sehingga dapat dijadikan acuan tindakan
yang tepat oleh orang lain.
1.2 Persiapaan penyelidikan
a. Asal informasi : Laporan puskesmas
12
NAMA PENYAKIT
JAN 2014
FEB 2014
MAR 2014
O
1
2
3
4
5
DBD
Thyphoid Fever
Diare
Tetanus Neonatorum
ISPA
12
5
10
2
8
15
8
11
4
10
10
8
8
9
10
dijelaskan secara
rinci
mengenai
13
Dilihat dari data tersebut juga sudah sangat jelas membuktikan bahwa kejadian
penyakit Tetanus Neunatorum mengalami peningkatan 2 kali atau lebih dibanding dengan
periode sebelumnya, (jam, minggu, bulan, tahun) terlihat juga bahwa jumlah penderita baru
dalam satu bulan menunjukan kenaikan 2 kali atau lipat atau lebih dibandingkan dengan
angka rata-rata penularan dalam tahun sebelumnya.
3. Memastikan diagnosis Etiologis.
Tetanus neonatorum adalah kelainan neurologik yang terdapat pada neonatal, yang
ditandai oleh peningkatan tonus dan spasme otot, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu
toksin protein kuat yang dihasilkan oleh clostridium tetani.
ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah clostridium tetani yang hidup anaerob. Kuman ini
mudah dikenal karena pembentukan spora dan karena bentuk yang khas, tersebar luas di
tanah dan mengeluarkan toksin bila dalam kondisi baik. Sporanya dapat bertahan sampai
bertahun-tahun bila tidak kena sinar matahari, tersebar luas di tanah dan mengeluarkan toksin
bila dalam kondisi baik. Toksin daripada tetanus ini dapat menghancurkan sel darah merah,
merusak leukosit dan merupakan tetanospasmin, yaitu toksin yang neurotropik dapat
menyebabkan ketegangan dan spasme otot. Selain itu juga tidak jarang ditemukan pada feses
manusia, juga pada feses kuda, anjing, dan kucing.
4. Mengidentifikasi dan menghitung kasus atau paparan
Identifikasi kasus KLB TN di puskesmas :
Nama penyakit
JANUARI 20014 FEBRUARI 2014 MARET 2014
TETANUS NEONATORUM
2
4
9
Evaluasi laporan data insidens penyakit tetanus neonatorum yang dilakukan oleh kepala
puskesmas selama 3 bulan bertururt-turut.
Data evaluasi di puskesmas X selama 3 bulan pertama di tahun 2014 termasuk kedalam
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah penyakit Tetanus Neunatorum karena terdapat
peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3x kurun waktu berturut-turut
yakni bulan Januari 2 kasus, bulan Februari 4 kasus dan bulan Maret 9 kasus.
14
Faktor utama terpaparnya Clostridium tetani yaitu pada pertolongan persalinan yang
tidak steril sehingga dapat menyebabkan terjadinya TN.
Identifikasi paparan yang mungkin terjadi
Kasus tetanus neonatorum berdasarkan penolong kelahiran, dari tahun 2007-2011
yang paling besar terjadi pada ibu yang melahirkan ditolong secara tradisional, diikuti
ditolong oleh bidan/perawat yang dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
15
Gambar
:Jumlah
Kasus
Tetanus Neonatorum Berdasarkan Alat Pemotongan tali pusat di Indonesia Tahun 2007
2011. Sumber : Subdit Surveilans, Ditjen P2&PL
Berdasarkan cara perawatan tali pusat pada neonatus, selama tahun 2007-2011
didapatkan kasus TN lebih banyak terjadi pada bayi dengan perawatan tali pusatnya
dilakukan secara tradisional, seperti terlihat pada grafik di bawah ini.
Gambar 3 :Jumlah Kasus Tetanus Neonatorum Berdasarkan cara perawatan tali pusat di
Indonesia Tahun 2007 2011. Sumber : Subdit Surveilans, Ditjen P2&PL
Dari kasus TN yang dilaporkan, diperoleh data riwayat pemeriksaan kehamilan ibu
selama hamil. Dari tahun 2007-2011 riwayat pemeriksaan kehamilan ibu dari bayi yang
terkena TN paling banyak adalah di Bidan/Perawat dan tidak memeriksakan kehamilannya.
16
Kasus tetanus neonatorum berdasarkan status imunisasi ibu hamil, dari tahun 20072011 yang paling besar terjadi pada ibu hamil yang tidak di imunisasi. Kasus tetanus
neonatorum pada ibu yang mendapat diimunisasi TT2 dan TT1 hampir sama yang dapat
dilihat pada grafik dibawah ini.
Gambar 5 : Jumlah Kasus Tetanus Neonatorum Berdasarkan Status Imunisasi Ibu Hamil di
Indonesia Tahun 2007 2011. Sumber : Subdit Surveilans, Ditjen P2&PL
17
18
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Januari 2014
Februari 2014
Maret 2014
Berdasarkan Riskesdas tahun 2007, sebagian besar (78,5%) kematian neonatus terjadi
pada minggu pertama kehidupan (06 hari). Terkait hal tersebut, tahun 2008 ditetapkan
perubahan kebijakan dalam pelaksanaan kunjungan neonatus dari semula 2 kali (satu kali
pada minggu pertama dan satu kali pada 828 hari),menjadi 3 kali (dua kali pada minggu
pertama dan satu kali pada 828 hari). Dengan perubahan ini, jadwal kunjungan neonatus
dilaksanakan pada umur 648 jam, umur 37 hari dan umur 828 hari.Pelayanan kesehatan
neonatal ini diantaranya adalah untuk perawatan tali pusat yang dapat bermanfaat untuk
mencegah tetanus neonatorum digambarkan dengan indikator cakupan kunjungan neonatal.
Jika etiologi telah diketahui sumber dan cara penularannya dapat dipastikan
maka penanggulangan dapat dilakukan tanpa penyelidikan yang luas.
b.
Jika etiologi diketahui tetapi sumber dan cara penularan belum dapat
dipastikan, maka belum dapat dilakukan penanggulangan. Masih diperlukan
penyelidikan yang lebih luas untuk mencari sumber dan cara penularannya.
c.
Jika etiologi belum diketahui tetapi sumber dan cara penularan sudah
diketahui maka penanggulangan segera dapat dilakukan, walaupun masih
memerlukan penyelidikan yang luas tentang etiologinya.
d.
Jika etiologi dan sumber atau cara penularan belum diketahui, maka
penanggulangan tidak dapat dilakukan. Dalam keadaan ini cara penanggulangan
baru dapat dilakukan sesudah penyelidikan.
19
2.
3.
Penolong persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih rendah, banyak
persalinan yang ditolong oleh dukun bayi yang terlatih maupun yang tidak terlatih,hal
inilah menyebabkan masih banyak ditemukan persalinan yang tiba-tiba mengalami
komplikasi dan memerlukan penanganan profesional tetapi tidak ditangani secara
memadai dan tepat waktu,sehingga mengakibatkan kematian.
Beberapa hal yang mungkin menjadi alasan masyarakat memilih tenaga dukun bayi
untuk pertolongan persalinannya (Adji, 1995) :
a.
Apabila kelahiran ditangani oleh bidan puskesmas biayanya jauh lebih mahal.
b.
Selain alasan ekonomi, masyarakat memilih dukun bayi dengan maksud agar tidak
menyinggung perasaan dukun desa demi tetap menjaga hubungan baik.
4.
20
sekembalinya kerumah para wanita yang baru melahirkan itu menjalani perawatan
secara tradisional (Ulaen, 1998).
5.
6.
7.
21
22
Pemberian imunisasi tetanus toksoid pada ibu hamil dimaksudkan agar bayi
yang dilahirkan sudah mempunyai kekebalan terhadap toksin tetanus yang didapatkan
secara pasif sewaktu masih berada dalam kandungan. Dua dosis TT sekurangnya
dengan jarak waktu satu bulan serta sekurangnya sebulan menjelang persalinan,
hampir 100% efektif mencegah tetanus neonatorum. Jadi tidak adanyan imunisasi
tetanus pada ibu merupakan faktor risiko yang berarti untuk tetanus pada neonatus
yang akhirnya menyebabkan kematian (Depkes RI, 1994).
Imunisasi TT dua dosis (TT) memberikan perlindungan selama tiga tahun,
artinya apabila dalam waktu tiga tahun seorang ibu akan melahirkan, bayi yang
dilahirkan akan terlindung dari tetanus neonatorum. Sebaliknya imunisasi TT tidak
lengkap (TT1) hanya langkah awal untuk mengembangkan kekebalan tubuh terhadap
infeksi (Depkes RI, 1996).
Meskipun terdapat banyak kendala, di banyak daerah di Indonesia, tetanus
neonatorum bukan lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hendaknya dicatat,
bahwa keberhasilan penuh barulah tercapai setelah semua wanita usia subur yang
tidak hamil juga dijadikan sasaran imunisasi. Mengingat pengalaman ini dan
rendahnya cakupan TT pada wanita hamil berisiko pada saat ini, WHO pada
pertemuan kelompok penasehat seluruh dunia mengubah target TT menjadi untuk
semua wanita usia subur (15-44 tahun). Bilaprogram pengembangan imunisasi WHO
sudah sepenuhnya mencakup bayi dan anak kecil, maka satu suntikan TT untuk
wanita muda, yang pada masa kanak-kanaknya sudah diimunisasi akan dapat
mencegah tetanus neonatorum.
3. Jenis penolong persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih rendah, yaitu sekitar
50%, selebihanya di tolong oleh dukun bayi baik ang terlatih maupun yang tidak terlatih. Hal
ini menyebabkan mas bayak di temukan persalinan yang tiba-tiba mengalami komplikasi dan
memerlukan penanganan professional tetapi tidak di tangani secara mendasar dan tepat
waktu., sehingga mengakibatkan kematian.
Dengan mengupayakan agar persalinan yang di tolong oleh dukun bayi di damping
oleh bidan, maka selain pertolongan persalinana 3 bersih lebih terjamin, diharapkan
persalinan yang aman juga terjamin.
23
Pertolongan persalinan yang bersih, meliputi: bersih tangan penolong, bersih daerah
perineum ibu, jalan lahir tersentuh oleh sesuatu yang tidak bersih, bersih alas tempat
melahirkan, dan memotong tali pusat menggunakan alat yang bersih.
Bahkan bila kenaikan proporsi persalinan yang dilakukan oleh tenaga paramedic dan
medis ternyata efektif, maka biaya untuk melatih tenaga dalam jumlah yang memadai agar
diperoleh cukupan yang luas merupakan penghalang bagi Negara berkembang, terutama bila
yag digukan adalah bidan bidan yang terlatih atau dokter. Lebih jauh lagi, andai kata tenagatenaga itu tersedia mungkin juga mereka tidak selalu digunakan. Banyak peneliti
menenmukan kenyataan bahwa ibu-ibu tetap lebih menyukai dukun bayi yang tidak terlatih
meskipun fasilitas-fasilitas untuk persalinan di lembaga-lembaga kedoktera, atau meskipun
ada tenaga-tenaga kesehatan masyrakat yang terlatih.
Beberapa hal yang mungkin menjadi alasan masyarakat memilih tenaga dukun bayi
untuk pertolongan persalinananya :
1) Apabila kelahiran ditangani oleh bidan puskesmas, bayarannya jauh lebih mahal
dan harus berupa uang. Salain itu tugas bidan hanyalah untuk membantu
persalinana, padahal satiap bayi masih harus menjalani upacara adat,
2) Selain alasan ekonomi, masyarakat memilih dukun bayi dengan maksud agar
tidak menyinggung perasaan dukun yang akan dimintai tolong untuk memimpin
upacara adat, serta sebgai upaya untuk menjaga hubungan baik.
4. Tempat persalinan
Persalinan di rumah mengandung resiko tetanus neonatorum yang inggi, tetapi
persalinana di rumah sakit tidak menjamin perlindungan untuk tidak terkena tetanus
neonatorum, karena lamanya tinggal di rumah sakit sengatlah pendek (setelah bayi lahir
langsung pulang). Sampai di rumah, biasanya perawatan ibu dan bayi diserahkan kepada
dukun beranak.
Meskipun persalinan itu berlagsung di pusat pelayanan kesehatan atau klinik bersalin,
tidak jarang sekembalinya ke rumah, para wanita yang baru melahirkan itu menjalani
perawatan secara tradisional. Namun, di daerah pedesaan apalagi yang jauh dari pusat
pelayanan kesehatan yang berlokasi di ibu kota kecamatan, proses persalinan selalu
berlangsung di rumah.
5. Alat pemotong tali pusat
24
Penggunaan sembilu untuk memotong tali pusat sampai kini masih dilakukan oleh
beberapa dukun bayi terutama di pedesaan. Pada masyarakat Sunda alat pemotong (sembilu)
ini dikenal dengan hinis (Soedarno, 1998). Penelitian di pedesaan pulau lombok juga
memperlihatkan keadaan yang sama. Tali pusat bayi yang baru lahir dipotong dengan cara
mengikat bagian pangkal dan kira-kira tiga jari di bagian atasnya, kemudian dipotong bagian
tengahnya dengan sembilu yang terbuat dari irisan kulit bambu yang diambil dari rangka atap
rumah bagian depan (Prattiwi, 1998).
Penelitian di desa Kmantan Kebalai Keabupaten Kerinci menunjukkan bahwa masih
terdapat penggunaan sembilu untuk memotong tali pusat bayi baru lahir, sembilu diambil dari
bambu yang merupakan alat penghembus api milik keluarga yang sedang digunakan di dapur.
Sembilu tidak perlu dicuci karena dianggap sudah bersih (Adji, 1998).
Meskipun pemotong tali pusat telah dilakukan dengan gunting atau benang, para
dukun masih sering tidak membersihkan alat-alat itu lebih dahulu, sama halnya saat mereka
menggunakan sembilu (Adji, 1998).
6. Perawatan Tali Pusat
Tiga segi perawatan pusar dan tali pusat mempunyai pengaruh terhadap risiko tetanus
neonatorum, yaitu: alat pemotong tali pusat, praktek menyimpul, atau membuka sampulnya,
serta bahan yang diurapkan atau dioleskan pada pangkal potongan tali pusat yang belum
kering (Foster, 1988).
Merawat tali pusat berarti menjaga agar luka tersebut tetap bersih, tidak terkena
kencing, kotoran bayi, atau tanah. Bila kotor, luka tali pusat dicuci dengan air bersih yang
mengalir dan segera keringkan dengan kain/kasa bersih dan kering. Tidak boleh
membubuhkan atau mengoleskan ramuan, abu dapur, dan sebagainya pada luka tali pusat
sebab dapat menyebabkan infeksi dan tetanus yang dapat berakhir dengan kematian neonatal.
Infeksi tali pusat merupakan faktor resiko untuk terjadinya tetanus neonatorum (Depkes
RI,2000).
Ramuan tradisional umumnya masih banyak digunakan oleh masyarakat pedesaan,
terutama oleh dukun bayi atau keluarga. Telah didapati bahwa 60% dukun bayi memakai
ramuan seperti kunyit, kapur, dan abu sebagai perawatan tali pusat. Alasan digunakannya
obat/bahan tradisional pada masyarakat yaitu karena dianggap manjur dan cocok, sudah
25
merupakan kebiasaan keluarga, mudah didapat, murah, dan masyarakat lebih yakin
terhadapkhasiat obat atau bahan tradisional tersebut (Soedarno,1998).
Penggunaan abu dapur bekas pembakaran kayu di tungku untuk melumuri bekas
potongan tali pusat agar luka cepat kering, sering mengakibatkan pusar bayi menjadi bengkak
dan berwarna merah. Jika tidak dirawat dengan baik, keadaan ini dapat mengakibatkan
kematian. Adanya kematian bayi akibat serangan tetanus neonatorum banyak terjadi karena
praktek perawatan luka dengan cara seperti di atas (Danandjaja, 1980).
9. Merencanakan penelitian lain yang sistematis
Faktor faktor yang diteliti adalah
1. karakteristik ibu, meliputi umur, pendidikan, dan urutan kelahiran bayi,
2. keadaan sebelum persalinan meliputi periksa kehamilan, imunisasi TT,
3. pertolongan persalinan dan
4. perawatan tali pusat, mengenai obat tali pusat dan tenaga yang melakukan perawatan tali
pusat tersebut.
Disamping faktor resiko di atas didapatkan pula hasil penelitian lainnya, berupa
keadaan atau situasi yang melatarbelakangi dari faktor resiko di atas yaitu:
-pengetahuan ibu mengenai imunisasi TT
-Hampir 50% ibu hamil pernah kontak dengan dukun selama masa kehamilannya.
10. Menetapkan saran pencegahan dan penanggulangan tetanus neonatorum
Tetanus nenatorum dapat dicegah dengan cara
1. Pemberian imunisassi tetanus toksoid (TT) pada ibu hamil. Pada awalnya sasaran
program imunisasi TT untuk mencegah penyakit tetanus neonatorum adalah ibu
hamil. Menurut rekomendasi WHO, pemberian imunisasi TT sebanyak 5 dosis dengan
internal minimal antara satu dosis ke dosis berikutnya seperti yang telah ditentukan,
akan memberikan perlindungannya seumur hidup. Saat ini imunisasi TT diberikan
kepada murid SD kelas VI, wanita calon pengantin wanita, dan ibu hamil.
2. Peningkatan pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih
diri, bersih tempat, dan bersih alat.
3. Promosi perawatan tali pusat yang benar.
11. Menetapkan sistem kasus baru penemuan kasus baru
26
A. Investigasi Pendahuluan
Langkah pertama investigasi KLB adalah untuk melakukan konfirmasi KLB dan
melihat besarnya masalah KLB tersebut. Tim provinsi dan kabupaten atau kota akan
bergabung dengan petugas dari puskesmas dan memulai investigasi dan menemukan kasus
secara aktif. Setiap KLB diinvestigasi dengan menggunakan format PE KLB sesuai dengan
lampiran dan alogritma. Semua informasi tentang kasus KLB tersebut dicatat dalam program
spreed sheet. Kemudian melakukan analisa data diprogram seperti Epi info atau Epi data
untuk menghasilkan analisis deskriptif menurut waktu, tempat, orang.
12. sistem pelaporan
A. Alur pelaporan dimulai dari puskesmas pembantu, puskesmas kelurahan, posyandu, bidan
desa yang diserahkan ke puskesmas untuk diolah, dianalisis, disajikan demi kepentingan
puskesmas dalam mengambil tindakan.
B. Frekuensi laporan :
a. Laporan bulanan (laporan bulanan data kesakitan, laporan bulanan data kematian,
laporan bulanan data layanan kesehatan, laporan bulanan data obat-obatan).
b.
c. Laporan semester terpadu berisi kegiatan gizi, KIA, kesling sarana dan prasarana.
d. Laporan tahunan berisi seluruh kegiatan dan masalah yang ada
.
No
Masalah
p=m.i.v/c
1.
Rendahnya
18
pengetahuan
mengenai
alat
sterilitas
pertolongan
27
persalinan
Rendahnya
13,5
pengetahuan
mengenai perawatan
3
yang
4
minim
dan
kurang memadai
Kurangnya
kebersihan
tempat
pelayanan persalinan
P
: Prioritas jalan keluar
M : Maknitude, besarnya masalah yang bisa diatasi apabila solusi ini
dilaksanakan (turunnya prevalensi dan besarnya masalah lain)
I
: Implementasi, kelanggengan selesainya masalah.
V
: Valiability, sensitifnya dalam mengatasi masalah
C
: Cost, biaya yang diperlukan.
BAB III
Rencana Pelaksanaan (POA)
N Kegi
o
Sasaran
Target
atan
Rincian
Lokasi
Tenaga
Jadwal
Kebutuh
Kegiatan
Pelaksa Pelaksa
an
naan
na
pelaksan
Tujuan
Indikator
aan
1
Pen
Ibu
Meningkatk
Memberi
Balai
Tenag
1.
Mena
Penurun
yulu
hamil
an
kan
desa
bulan
spandu
mbah
an
han
di
pengetahua
pengeta
keseh
sekali
penge
angka
Puskes
huan
atan
2.
tahua
kejadia
mas X,
masyarakat
tentang
pada
Brosur
28
dukun
mengenai
penting
puskes
tentang
menge
tetanus
bayi,
tetanus
nya
mas X
imunisa
nai
neonato
dan
neonatorum
imunisa
si
pentin
rum
bidan
si
3. PPT
gnya
minimal
meminimali
tetanus
imunis
75%
sirkan
asi
angka
tetanu
kematian
pada
bayi
akibat
tetanus
2
Imu
Ibu
neonatorum
Mencegah
Memberi
Puske
Tenag
Dosis
1.
Menin
Penurun
nisa
hamil
meningkatn
kan
smas
I:
Vaksin
gktaka
an
si
di
ya
imunisa
keseh
trisem
2.
angka
sekitar
neonatorum
si
atan
ester I
Tenaga
kekeb
kejadia
tetanus
pada
setela
kesehat
alan
puskes
an
tubuh
tetanus
mas X
keha
bayi
neonato
milan
yang
rum
positif
dilahir
minimal
; dosis
kan
75%
II: 4-8
terhad
mingg
ap
toksin
setela
tetanu
Puskes
tetanus
mas X
tes
yang
perta
ma
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
29
KESIMPULAN
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan
atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu (Depkes, 2004). Berdasarkan data diatas tetanus neonatorum dianggap sebagai KLB
karena memenuhi salah satu kriteria yaitu peningkatan kejadian penyakit / kematian, 2 kali
atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
Tetanus neonatorum adalah penyakit infeksi yang terjadi melalui luka irisan pada
umbilicus pada waktu persalinan akibat masuknya spora Clostridium tetani yang berasal dari
alat-alat persalinan yang kurang bersih. Saat ini kematian neonatal karena kasus tetanus
nenatorum mengalami peningkatan. Untuk meminimalisir angka kejadian tetanus neonatorum
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti melakukan pemeriksaan antenatal secara
berkala sebagai koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan; melakukan imunisasi
tetanus toksoid agar bayi yang dilahirkan mempunyai kekebalan terhadap toksin tetanus;
mempercayakan persalinan pada tenaga medis agar dapat memberikan
pertolongan
persalinan yang bersih, meliputi bersih tangan penolong, bersih daerah perineum ibu, jalan
lahir tersentuh oleh sesuatu yang tidak bersih, bersih alas tempat melahirkan, dan memotong
tali pusat menggunakan alat yang bersih; dan teknik perawatan tali pusat yang benar.
SARAN
Untuk tenaga medis
a. Memberikan arahan kepada tenaga medis agar dapat mengetahui cara mencegah dan
menanggulangi timbulnya penyakit Tetanus Neonatorum agar tidak terjadi
peningkatan 2 kali lipat seperti bulan sebelumnya.
b. Meningkatkan pelayanan antenatal care melalui kader kader dengan memberikan
penyuluhan kepada tenaga kesahatan seperti dokter, perawat, bidan agar mereka dapat
menjelaskan tentang pentingnya imunisasi terhadap maternal maupun neonatal.
c. Meningkatkan pelaksanaan program imunisasi untuk menghindari terjadinya tetanus
neonatorum.
Untuk ibu hamil
a. Mengikuti penyuluhan terkait kehamilan agar maternal lebih paham mengenai
kesehatan diri dan janin.
30
31
DAFTAR PUSTAKA