You are on page 1of 33

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Desa Sumber Gedang terletak di wilayah kerja Puskesmas Pandaan,

dimana sebagai puskesmas jalan raya, kasus kecelakaan lalu lintas merupakan 10
besar penyakit terbanyak yang ada di Puskesmas Pandaan. Data sekunder berupa
informasi dari puskesmas menunjukkan bahwa kunjungan Unit Gawat Darurat
didominasi oleh pasien paska kecelakaan lalu lintas. Tentu saja kecelakaan ini
menyangkut nyawa kehidupan seseorang, karena apabila tidak ditangani dengan
benar dapat mengakibatkan kecacatan bahkan kematian. Penanganan ini dimulai
dari masyarakat awam yang berada di dekat lokasi kejadian kecelakan sampai
dengan tenaga kesehatan di pusat pelayanan kesehatan. Selain itu, di wilayah Desa
Sumber Gedang terdapat jurang yang langsung mengarah kepada sungai dengan
batu besar. Pada jurang ini telah terjadi kecelakaan lalu lintas lebih dari 3 kali
yang memakan korban 3 orang meninggal.
Upaya pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang
sebagai satu kesatuan alur yang tidak terpecah-pecah, dimulai dari fase pra Rumah
Sakit, fase Rumah Sakit dan fase rehabilitasi. Sedangkan pertolongan pertama
yang paling penting sebelum penderita atau korban masuk Rumah Sakit adalah
saat berada di fase Pra Rumah Sakit. Hal ini dikarenakan kualitas hidup penderita
pasca cedera akan sangat bergantung pada apa yang telah dia dapatkan pada
periode Pra Rumah Sakit. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu adanya sebuah
pelatihan mengenai pertolongan pertama pada kejadian gawat darurat yang perlu
ditingkatkan dari kapasitas masyarakat awam.
Kader kesehatan di Desa Sumber Gedang diharapkan bisa menjadi tenaga
terlatih yang bisa dijadikan rujukan orang awam jika terjadi masalah kesehatan,
begitu juga dengan kejadian gawat darurat. Oleh karena itu, dirasa perlu untuk
mengadakan pelatihan tanggap gawat darurat pada kader kesehatan Desa Sumber
Gedang Kecamatan Pandaan guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
yang pada akhirnya dapat meminimalisir keparahan kejadian paska gawat darurat

sebelum dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan. Dimulai dengan survei sampai


intervensi mengenai tingkat pengetahuan mereka akan penanganan terhadap
kejadian gawat darurat, pelatihan, dan diakhiri dengan evaluasi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah tingkat pengetahuan dan keterampilan kader kesehatan
Desa Sumber Gedang, Puskesmas Pandaan, Kecamatan Pandaan, Kabupaten
Pasuruan tentang pertolongan pertama gawat darurat?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader kesehatan Desa
Sumber Gedang, Puskesmas Pandaan, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan
tentang pertolongan pertama gawat darurat sebelum dirujuk ke pelayanan
kesehatan.
1.3.2

Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus pelatihan tanggap gawat darurat agar kader

kesehatan dapat :
1. Mengetahui cara mengecek kesadaran dengan metode AVPU (Alert Verbal Pain Unresponsive).
2. Mengetahui tanda-tanda cedera tulang leher.
3. Mengetahui tanda-tanda vital.
4. Mengetahui cara evaluasi jalan nafas dengan melihat mendengarkan
merasakan (Look Listen Feel).
5. Mengetahui adanya obstruksi atau hambatan jalan nafas.
6. Mengetahui cara pembebasan jalan nafas (tanpa alat dan dengan alat).
7. Melakukan kontrol terhadap tulang belakang (C-spine control).
8. Mengetahui cara evaluasi pernafasan dengan melihat mendengarkan
merasakan (Look Listen Feel).
9. Mengetahui tanda-tanda bahaya nafas.
10. Mengetahui tanda-tanda syok.
11. Mengetahui cara tindakan penanganan pertama syok (posisi syok).

12. Melakukan cara Resusitasi Jantung Paru (RJP).


13. Mengetahui cara mengontrol perdarahan (bebat tekan dan bebat bidai).
14. Mengetahui cara mengevaluasi korban dengan log roll.
15. Mengetahui cara melepas helm pada korban kecelakaan.
16. Mengetahui cara melakukan transportasi.
1.4 Manfaat
1.4.1 Meningkatkan mutu pelayanan di Desa Sumber Gedang Puskesmas
Pandaan, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan yang sesuai dengan visi
pembangunan kesehatan Indonesia.
1.4.2 Meningkatkan derajat kesehatan di Desa Sumber Gedang Kecamatan
Pandaan, Kabupaten Pasuruan yang sesuai dengan visi pembangunan
kesehatan Indonesia.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Cara mengecek kesadaran dengan metode AVPU (Alert Verbal Pain


Unresponsive).
A: Alert
Korban dalam keadaan sadar penuh, dapat melakukan aktivitasnya sendiri.
V: Verbal
Korban memberi respon terhadap kata-kata atau saat dipanggil di dekat
telinga.
P: Pain
Korban memberi respon terhadap rasa nyeri. Rasa nyeri dapat diberikan di
tempat yang peka, yaitu di tulang mata bagian atas, pangkal kuku, dan
bagian tengah tulang dada.
U: Unresponsive
Korban tidak merespons sama sekali, walaupun terhadap rasa nyeri.
2. Mengetahui tanda-tanda cedera tulang leher.
Waspadai adanya cedera tulang leher pada korban. Apabila korban
mengalami cedera tulang leher, maka penanganan korban harus tepat seperti
dalam hal menggerakkan dan memindahkan korban agar korban tidak
mengalami kecacatan dan kematian. Adapun tanda-tanda cedera tulang leher
adalah:

Multiple trauma (didapatkan luka di banyak tempat).


Adanya luka di atas leher.
Mode of injury (bila diketahui proses kejadiannya, baik secara langsung
maupun dari orang lain yang menyaksikan kejadiannya).

Adanya gangguan pada saraf (dapat diketahui dengan berbagai cara,


contohnya korban disuruh mengangkat kaki kanan dan kiri, ternyata tidak
sama kekuatannya)

3. Mengetahui tanda-tanda vital.


Tanda vital yang paling mudah dievaluasi adalah denyut nadi, frekuensi
pernafasan, dan suhu.
Denyut nadi dapat dievaluasi dengan meraba menggunakan 3 jari (jari
telunjuk, jari tengah, dan jari manis) di pembuluh nadi radialis (pergelangan
tangan), brachialis (lipatan siku), carotis (leher bagian samping), dan
femoralis (lipatan paha bagian dalam) kemudian menghitungnya dalam 1
menit. Nilai normal denyut nadi adalah 60 100x/menit.
Frekuensi pernafasan dapat dievaluasi dengan menghitung jumlah nafas
atau jumlah naik turunnya dada dalam 1 menit. Nilai normal frekuensi
pernafasan adalah 12 20x/menit.
Suhu dapat dievaluasi dengan menggunakan alat termometer. Jika
termometer tidak ada, maka dapat digunakan punggung tangan untuk menilai
suhu badan seseorang normal atau tidak.
4. Mengetahui cara evaluasi jalan nafas dengan melihat mendengarkan
merasakan
(Look Listen Feel).
Evaluasi dilakukan dengan cara penolong berada di sebelah kanan korban
sejajar dengan bahu korban. Penolong merendahkan kepala di atas kepala
korban sambil melihat ke arah dada korban (look), mendengarkan suara nafas
korban dengan telinga yang berada di dekat hidung dan mulut korban (listen),
serta merasakan hembusan nafas korban dengan pipi penolong (feel).
Look : Adakah gerak dada?
Gerak dada simetris atau tidak?
Adakah jejas di dada?
Listen : Adakah suara nafas?
Adakah suara nafas tambahan?

Feel : Terasakah hawa nafasnya?


5. Mengetahui adanya obstruksi atau hambatan jalan nafas.
Obstruksi jalan nafas dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Obstruksi parsial atau sebagian.
Obstruksi sebagian ini dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

Obstruksi oleh benda padat terdengar suara seperti mengorok

(snoring).
Obstruksi oleh benda cair terdengar suara seperti berkumur

(gargling).
Obstrusi karena edema laringterdengar suara nyaring (crowing).

Pada obstruksi sebagian ini terjadi pada orang yang masih bernafas.
b. Obstruksi total.
Pada obstruksi ini, orang tidak dapat bernafas, sehingga tidak didapatkan
gerak dada pernafasan, suara nafas maupun suara nafas tambahan.
6. Mengetahui cara pembebasan jalan nafas (tanpa alat dan dengan alat).
Ada banyak cara untuk membebaskan jalan nafas. Pemilihan cara yang
tepat tergantung pada penyebab sumbatan jalan nafas, antara lain:
a. Sumbatan jalan nafas oleh benda padat
Benda padat yang sering menyumbat jalan nafas adalah pangkal lidah.
Selain itu, dapat disebabkan oleh makanan seperti bakso, daging, dan lainlain.

Sumbatan berupa pangkal lidah, dapat dibebaskan dengan cara head tilt
and chin lift (penolong berada di sebelah kanan korban, penolong
menengadahkan kepala korban dengan telapak tangan kiri menahan
dahi dan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan penolong menahan

tulang dagu ke atas).


Sumbatan berupa makanan, yang terlihat dari mulut korban, dapat
dibebaskan dengan cara cross finger (penolong menyilangkan ibu jari
dan jari telunjuk tangan kanan untuk membuka mulut korban, kemudian
makanan yang menghambat tersebut diambil langsung).

Sumbatan berupa makanan, yang tidak terlihat dari mulut korban, dapat
dibebaskan dengan cara back blow (penolong berada di belakang
korban, satu kaki penolong berada di antara kedua kaki korban, lengan
penolong yang kuat menahan tubuh korban dari arah depan, sedangkan
tangan penolong yang lain menepuk punggung korban yaitu di antara 2
tulang belikat dengan telapak tangan tertangkup sebanyak 5 kali dengan
arah ke depan atas) ataupun dengan cara heimlich manouver (penolong
berada di belakang korban, satu kaki penolong berada di antara kedua
kaki korban, kedua tangan penolong bersambungan merangkul korban
dari belakang dan diletakkan di depan taju pedang tulang dada,
penolong menekannya dengan arah belakang atas sebanyak 5 kali).
Cara back blow dan heimlich manouver digunakan bergantian sampai
benda/makanan

yang

menghambat

jalan

nafas

dapat

keluar/dimuntahkan.
b. Sumbatan jalan nafas oleh benda cair
Sumbatan berupa muntahan, ditangani dengan cara pasien dimiringkan
(dengan syarat tidak ada cedera tulang leher), kemudian muntahan
dibersihkan.
Sumbatan berupa darah maupun air liur, ditangani dengan cara cross
finger dan finger swab (jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan
penolong dililit kasa, kemudian disapukan pada cairan yang menghambat
jalan nafas).
c. Sumbatan jalan nafas karena edema laring
Korban dengan sumbatan akibat edema laring dapat ditolong dengan
melakukan cricotiroidotomy.
7. Melakukan kontrol terhadap tulang belakang (C-spine control).
Hal ini perlu dilakukan terutama pada korban yang dicurigai mengalami
cedera tulang leher. Kontrol terhadap tulang belakang dilakukan dengan
menggunakan bantal pasir dan collar brace. Bantal pasir diletakkan di kanan
dan kiri kepala korban, digunakan untuk mencegah kepala korban tidak
menoleh ke kanan dan kiri. Collar brace dipasang melingkari leher korban,

digunakan untuk mencegah kepala korban bergerak ke atas dan bawah.


Pencegahan pergerakan kepala korban dengan cedera tulang leher ditujukan
agar tidak menjepit sistem saraf terutama saraf pernafasan.
8. Mengetahui cara evaluasi pernafasan dengan melihat mendengarkan
merasakan (Look Listen Feel).
Evaluasi dilakukan dengan cara penolong berada di sebelah kanan korban
sejajar dengan bahu korban. Penolong merendahkan kepala di atas kepala
korban sambil melihat ke arah dada korban (look), mendengarkan suara nafas
korban dengan telinga yang berada di dekat hidung dan mulut korban (listen),
serta merasakan hembusan nafas korban dengan pipi
penolong (feel).
Look : Adakah gerak dada?
Gerak dada simetris atau tidak?
Berapa frekuensi pernafasannya?
Apakah ada pernafasan cuping hidung (kembang kempis)?
Apakah ada tarikan dada?
Listen : Adakah suara nafas?
Adakah suara nafas tambahan?
Feel : Terasakah hawa nafasnya?
9. Mengetahui tanda-tanda bahaya nafas.
Tanda bahaya nafas terdiri dari:
a. Korban tidak bernafas, ditangani dengan pemberian nafas buatan.
b. Pernafasan korban kurang, jika frekuensi pernafasan <12 x/menit. Ditangani
dengan pemberian nafas bantuan sampai korban dapat bernafas normal.
c. Pernafasan korban lebih atau distress nafas, jika frekuensi pernafasan >20
x/menit.
Ditangani dengan pemberian nafas bantuan, diatur di sela-sela nafasnya
sampai korban dapat bernafas normal. Ciri lainnya adalah terdapat
pernafasan cuping hidung, tarikan dada, dan penggunaan otot pernafasan
tambahan.

10. Mengetahui tanda-tanda syok.


Tanda-tanda syok terdiri dari:
a. Korban tidak sadar (ditambah dengan jumlah perdarahan sangat banyak,
perdarahan bisa disebabkan oleh patah tulang).
b. Telapak tangan teraba dingin, basah, dan pucat.
c. Frekuensi denyut nadi cepat melebihi nilai normal.
d. Tekanan darah menurun atau lebih rendah dari biasanya(<120/80 mmHg).
e. Capillary Refill Time (CRT>2 detik). Dievaluasi dengan menekan pangkal
kuku sampai putih kemudian dilepas. Waktu yang dibutuhkan untuk kembali
merah adalah CRT.
f. Produksi kencing menurun.
11. Mengetahui cara tindakan penanganan pertama syok (posisi syok).
Apabila didapatkan tanda-tanda syok, maka korban diposisikan syok.
Kedua kaki korban diangkat dengan sudut 30. Hal ini dapat menambah
volume darah kembali ke jantung.
12. Melakukan cara Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Resusitasi jantung paru dilakukan pada pasien yang denyut jantungnya
berhenti/henti jantung. Hal ini diketahui dengan mengecek sirkulasi korban
setelah jalan nafas bebas dan pernafasan teratasi. Cara mengecek sirkulasi
adalah dengan meraba nadi carotis (bagian samping leher) selama 10
detik,apakah ada denyutan selama hitungan 1-2-3-4-1 1-2-3-4-2.
Cara resusitasi yang benar adalah:
a. Penolong berada di sebelah kanan pasien, dengan posisi yang benar.
b. Kedua lutut penolong berdekatan dan menyentuh bahu kanan pasien.
c. Kedua tangan penolong bertautan, diletakkan tegak lurus di atas bagian
tengah tulang dada.
d. Kemudian dilakukan pijat jantung sebanyak 30:2 (artinya, 30 pijatan
dilanjutkan 2x nafas buatan). Cara penghitungan pijatan adalah 1-2-3-4-5-1
1-2-3-4-5-2 1-2-3-4-5-3 1-2-3-4-5-4 1-2-3-4-5-5 1-2-3-4-5-6

13. Mengetahui cara mengontrol perdarahan (bebat tekan dan bebat bidai).
Bebat tekan dilakukan terutama untuk daerah perdarahan. Bebat tekan
dilakukan
dengan menggunakan elastic bandage. Teknik pembebatannya dibagi menjadi
2 cara, yaitu:
a. Dolabra current, digunakan untuk luka pada daerah dengan tulang
berukuran panjang <10cm dan diameternya sama, misalnya pada daerah
lengan atas dan lengan bawah.
b. Dolabra reversa, digunakan untuk luka pada daerah dengan tulang
berukuran panjang >10cm dan diameternya tidak sama, misalnya pada tulang
paha.
Bebat bidai dilakukan untuk daerah patah tulang, bertujuan agar
pergerakan tulang minimal sehingga tidak menambah kerusakan daerah patah
tulang dan sekitarnya. Cara melakukan bidai menggunakan papan, kemudian
dilanjutkan dengan bebat menggunakan mitella. Syarat dilakukannya bebat
bidai:
a. Sebelum memasang bebat bidai harus dicek PMS (Pulse Motoric Sensoric =
Denyut nadi Pergerakan Kepekaan rasa).
b. Bidai harus melewati minimal 2 persendian.
c. Bagian bidai yang menempel pada kulit/tubuh korban lebih empuk.
d. Menggunakan bidai dengan ukuran yang tepat.
e. Setelah memasang bebat bidai harus dicek kembali PMS (Pulse Motoric
Sensoric = Denyut nadi Pergerakan Kepekaan rasa), hal ini menandakan
aliran darah tidak terhambat oleh bebat bidai yang terpasang
14. Mengetahui cara mengevaluasi korban dengan log roll.
Log roll dilakukan untuk mengevaluasi korban, terutama bagian belakang
tubuh korban, serta untuk menggerakkan atau memindahkan korban. Log roll
dapat dilakukan oleh minimal 4 orang. Satu orang bertugas di bagian kepala
dan berperan sebagai komandan. Ia bertugas menjaga kestabilan kepala leher
bahu korban saat digerakkan, dengan meletakkan lengan penolong di kanan
dan kiri kepala korban (in line position). Tiga orang yang lain bertugas di

10

bagian tubuh korban, meliputi bagian bahu pinggang, pinggang bawah


pantat, dan bawah pantat seluruh kaki. Lengan ketiga orang penolong
tersebut saling bersilangan. Di bawah perintah komandan, seluruh penolong
menggerakkan korban ke satu arah secara bersamaan.
15. Mengetahui cara melepas helm pada korban kecelakaan.
Apabila korban merupakan korban kecelakaan lalu lintas yang sedang
memakai helm, maka pelepasan helm tidak boleh sembarangan. Hal ini
ditujukan

untuk

mencegah

adanya

cedera

tulang

leher

ataupun

memperberatnya.
Pelepasan helm yang benar membutuhkan 2 penolong, caranya:
a. Membuka kaca helm.
b. Mempertahankan in line position (oleh penolong 1 dari arah atas).
c. Menyanggah dagu korban dari bawah agar kepala korban tidak bergerak
(oleh penolong 2 dari arah bawah).
d. Penolong 1 melepas helm perlahan-lahan ke arah atas dengan melonggarkan
helm terlebih dahulu.
16. Mengetahui cara melakukan transportasi.
Sebelum melakukan transportasi ke pusat pelayanan kesehatan, korban
harus dalam
keadaan stabil dan tidak didapatkan tanda-tanda bahaya yang mengancam jiwa,
yang mungkin dapat mengakibatkan kematian saat di perjalanan. Untuk
bencana massal, seringkali dilakukan posisi stabil. Hal ini bertujuan agar
penolong mengetahui korban tersebut telah diperiksa, dan dalam keadaan stabil
sehingga penolong dapat memeriksa korban lain. Cara melakukan posisi stabil
pada korban yang sedang tergeletak adalah:
a. Semula korban dalam keadaan terlentang.
b. Apabila korban ingin dimiringkan ke kanan, maka penolong berada di
sebelah kanan korban.
c. Tangan kanan korban diletakkan ke tubuh korban sedekat mungkin.
d. Kaki kiri korban ditekuk pada lipatan lutut.

11

e. Korban dimiringkan ke arah tubuh penolong sampai posisi tengkurap.


f. Kemudian, tangan kanan korban dijauhkan dari tubuh korban.
Saat transportasi dilakukan, penolong dapat langsung membawa korban
tanpa menggunakan alat. Ada 2 cara, bergantung pada kondisi korban dan
jumlah penolong.

Keterangan:
Human Crutch
a. Penolong berada di samping korban di sisi yang sakit. Misalkan, korban
terluka pada sisi kanan, maka penolong berada di sebelah kanan korban.
b. Lengan kanan korban dilingkarkan ke bahu kanan penolong, dan dipegang
oleh tangan kanan penolong.
c. Tangan kiri penolong memegang pinggang kiri korban.
d. Kaki kiri penolong berada di belakang kaki kanan korban dan dalam posisi
mengunci.
e. Jalan dimulai dengan kesepakatan antara penolong dan korban, misal kaki
bagian luar terlebih dahulu.
Cradle
a. Tangan kiri penolong memegang bahu kiri korban (bukan leher).
b. Tangan kanan penolong memegang lipatan lutut korban.
c. Lengan korban melingkari leher penolong.
d. Korban dapat diangkat ke tempat yang dituju.
Drag

12

a. Penolong berada pada posisi berjongkok di belakang korban yang sedang


duduk.
b. Kedua lengan penolong saling bersilangan memegang tangan korban,
merangkul korban dari belakang melewati ketiak.
c. Korban ditarik ke tempat yang dituju.
Piggy a back
a. Korban dalam posisi duduk.
b. Penolong memposisikan diri di depan duduknya korban.
c. Seperti memakai ransel, penolong mengangkat badan korban melalui lipatan
lutut, kemudian memegang lengan bawah korban.
d. Korban dapat diangkat ke tempat yang dituju.
Two handed seat
a. Korban dalam posisi duduk.
b. Kedua penolong saling bekerjasama, berposisi di kanan dan kiri korban.
c. Kedua tangan penolong bertemu dan berikatan di bagian punggung korban
dan di bagian bawah lipatan lutut.
d. Korban diangkat secara bersama-sama ke tempat yang dituju.
Fore n aft carry
a. Penolong 1 berada pada posisi berjongkok di belakang korban yang sedang
duduk.
b. Kedua lengan penolong 1 saling bersilangan memegang tangan korban,
merangkul korban dari belakang melewati ketiak.
c. Penolong 2 mengangkat korban dengan merangkul kedua lipatan lutut
korban dari arah samping.
d. Korban diangkat secara bersama-sama ke tempat yang dituju.
Apabila terdapat alat untuk mengangkut korban, maka perlu digunakan
alat angkut dengan alas yang keras. Alat angkut yang standar adalah
menggunakan long spine board dan scoop stretcher. Pengangkutan orang
dengan alat memerlukan minimal 5 orang penolong, satu di kepala korban, dan
4 orang lainnya berada di samping kanan dan kiri korban, dengan diusahakan

13

penolong yang bertubuh pendek mengangkat bagian kaki. Hal ini disebabkan
karena arah pengangkutan adalah bagian kaki korban berada di depan,
sedangkan bagian kepala korban berada di belakang.

14

BAB 3
METODE
3.1

Metode Pelaksanaan
Tahap pengenalan medan menggunakan pendekatan survei, yaitu
pengumpulan data pada Puskesmas Pandaan dan Puskesmas Pembantu
Sumber Gedang dengan metode pengumpulan data secara observasional,
yang menurut waktu pengumpulan datanya bersifat cross sectional,
sedangkan menurut analisis data yang digunakan adalah statistik
deskriptif.
Tahap diagnosis intervensi dilakukan dengan menggunakan
pendekatan lokakarya, dan atau metode dinamika kelompok yang lain
untuk:
1. merumuskan diagnosis intervensi
2. mengidentifikasi solusi atau model pemecahan masalahnya, berbentuk
program kesehatan
3. mengidentifikasi sumberdaya setempat dan peran serta masyarakatnya
4. mengambil keputusan untuk memilih program atau model atau solusi
yang akan dikerjakan dalam tahap Terapi Intervensi.
Tahap terapi intervensi dilakukan dengan menggunakan pendekatan
program, yaitu mempersiapkan serta melaksanakan program atau model
atau solusi yang terpilih bersama dengan partisipasi masyarakat dengan
memanfaatkan sumberdaya setempat.
3.2 Lokasi
Kegiatan Mini Project dilaksanakan di rumah kader kesehatan Desa
Sumber Gedang, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan.
3.3 Waktu
Kegiatan intervensi Mini Project dilaksanakan pada hari Sabtu
tanggal 24 Maret 2012 pukul 10.00 11.00
Survei yang dilakukan dalam tahap pengenalan medan menggunakan

metode wawancara pada tenaga kesehatan dan kader kesehatan di Puskesmas


Pembantu Desa Sumber Gedang, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan.

15

Tahapan diagnosis intervensi mini project dilakukan melalui suatu


lokakarya dengan wakil dari tenaga kesehatan puskesmas dan kader kesehatan
dengan metode presentasi dan diskusi untuk menganalisis hasil dari pengenalan
medan dan mengidentifikasi prioritas masalah yang perlu ditangani dalam
masyarakat.
Terapi intervensi mini project adalah intervensi secara langsung dengan
pembuatan program dan pelatihan bagi kader kesehatan Desa Sumber Gedang
sebagai solusi dari permasalahan yang telah diidentifikasi pada tahap diagnosis
intervensi.

16

BAB 4
HASIL
4.1 Profil Komunitas
Desa Sumber Gedang termasuk wilayah kerja Puskesmas Pembantu
Sumber Gedang dengan Puskesmas Pandaan sebagai Induk. Puskesmas Pandaan
terletak di Kelurahan Petungsari Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan di tepi
jalan raya poros Surabaya-Malang sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat.
Komunikasi dengan desa dan kelurahan di wilayah kerja dapat dilakukan dengan
melalui telepon, kendaraan roda dua maupun roda empat.
Tugas Pokok
1.
2.
3.
4.

Pusat Kesehatan Masyarakat secara fisik maupun administrasi


Mencegah dan menanggulangi KLB
Pemberdayaan peran serta masyarakat
Penyuluhan dan informasi kesehatan

Fungsi
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
2. Pusat pemberdayaan masyarakat
3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama
Dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan serta evaluasi
program kesehatan Kepala UPTD Kesehatan Puskesmas sebagai pimpinan
dibantu oleh semua pemegang program dan staf Puskesmas yang dikoordinasikan
oleh unit kesehatan masyarakat, dan pemberi pelayanan kesehatan yang
dikoordinasikan oleh unit kesehatan perorangan serta secara administrasi
ditunjang oleh Kasubag. Tata usaha UPTD Kesehatan Puskesmas Pandaan.
4.2 Data Geografis
Lokasi Wilayah Kerja :
Berada di Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan
Jarak ke Puskesmas sekitar 2 km
Jarak dari ibu kota ke kota kabupaten 27 km di tempuh dalam waktu 1,5

jam
Jarak dari Desa ke Kota Kecamatan sekitar 2 km
Jarak dengan ibukota Propinsi sekitar 51 km

Batas-batas Desa Sumber Gedang :

17

Utara : Desa Tawangrejo Kecamatan Pandaan


Selatan: Desa Candiwates Kecamatan Prigen
Barat : Desa Sukoreno Kecamatan Prigen

Timur : Desa Petung asri Kecamatan Pandaan

Luas Wilayah Kerja Puskesmas Pembantu Sumber Gedang:


Luas perkantoran 1600 m2
Bangunan Puskesmas Pembantu berdiri di atas tanah bengkok desa

Puskesmas pembantu Sumber Gedang berada di Dusun Buluresik Desa


Sumbergedang dengan ukuran 12 x 15 m

Luas wilayah menurut penggunaan

Luas pemukiman
Luas persawahan
Luas pemakaman
Luas tanah bengkok
Luas lapangan olahraga
Luas tempat pembuangan sampah
Luas pasar desa

: 15 ha/m2
: 219,562 ha/m2
: 26,998 ha/m2
: 208,238 ha/m2
: 1,848 ha/m2
: 100m2
: 35 m2

Wilayah Kerja
Desa Sumbergedang terdiri dari 13 Dusun, antara lain:
1. Dusun Sendi
2. Dusun Ngampir
3. Dusun Winong
4. Dusun Pandansili
5. Dusun Buluresik
6. Dusun Kedondong
7. Dusun Kemisik
8. Dusun Tengger
9. Dusun Sukun
10. Dusun Klampok
11. Dusun Jatiroso
12. Dusun Klurahan
13. Dusun Rajeg

4.3 Data Demografis


Jumlah Penduduk
No

Dusun

Jumlah

Jumlah

Jumlah
Seluruh

18

nya
RT

RW

Sendi
Ngampir
Winong
Pandansili
Buluresik
Kedondong
Kemisik
Tengger
Sukun
Klampok
Jatiroso
Kelurahan
Rajeg

5
5
2
1
2
8
5
3
6
4
2
2
4
44

2
2
1
1
1
4
2
1
3
2
1
1
2
21

Wilayah kerja

: 9.906 Orang

Laki-laki

: 4.989 Orang

Perempuan

: 4.917 Orang

Jumlah RT/RW

: 44/21 buah

Jumlah ibu hamil

: 171 Bumil

Jumlah ibu bersalin

: 151 Bulin

Jumlah ibu meneteki

: 151 Jiwa

Jumlah Bayi (0-11 bulan)

: 151 Bayi

Lakilaki
290
420
149
115
180
1055
870
177
520
412
263
178
360
4989

Perem
puan
299
407
162
120
156
969
890
193
515
420
258
170
358
4917

589
827
311
235
336
2024
1760
370
1035
832
521
348
718
9906

Jumlah Anak Balita (13-60bln) : 705 Anak


Jumlah APRAS usia 61 bln-7th: 256 Jiwa
Jumlah PUS <20 tahun

: 9 Jiwa

Jumlah PUS 20-29 tahun

: 367 Jiwa

Jumlah PUS 30-49 tahun

: 1248 Jiwa

Pendidikan
No
1
2
3
4
5

Lulusan
Laki-laki
Perempuan
SD
2046
1910
SMP
1532
896
SMA
1245
1060
Akademi
125
129
Perguruan Tinggi
214
249
Jumlah lulus wajar 9 tahun
: 9406 Jiwa

Jumlah
3956
2428
2305
254
463

19

Jumlah belum lulus wajar 9 tahun

: 8589 Jiwa

Jumlah tidak lulus wajar 9 tahun

: 6384 Jiwa

Sosial Ekonomi
Mata Pencaharian Penduduk :
No Jenis Pekerjaan
1
Petani
2
Buruh tani
3
Buruh migran perempuan
4
Pegawai Negeri Sipil
5
Pengrajin industri rumah tangga
6
Pedagang keliling
7
Peternak
8
Montir
9
Dokter swasta
10 Bidan swasta
11 Perawat swasta
12 Pembantu rumah tangga
13 TNI
14 Pensiunan PNS/TNI/Polri
15 Notaris
16 Karyawan perusahaan swasta
17 Karyawan perusahaan pemerintah
18 Supir
19 Tukang ojek
20 Tukang cukur
21 Tukang batu
22 Tukang jahit
23 Tukang service elektronik
24 Tukang pijat urut
JUMLAH
Data Umum Lainnya
Jumlah usaha toko/kios
Jumlah swalayan
Jumlah warung serba ada
Jumlah toko kelontong
Jumlah usaha minuman kemasan
Jumlah persewaan kamar/kos
Jumlah kontrakan rumah
Jumlah jasa hiburan
Jumlah pabrik
Jumlah sumur pompa bor
Jumlah sumur gali
Jumlah mata air

Laki-laki
470
39
28
25
65
1446
26
1
2
26
3
570
4
67
80
12
8
5
8
18
2903

Perempuan
19
65
1
50
30
91
1
1
2
39
52
630
3
20
1004

: 24 unit
: 3 unit
: 4 unit
: 1 unit
: 6 unit
: 15 unit
: 45 unit
: 3 unit
: 14 perusahaan
: 8 buah
: 210 buah
: 2 buah
20

Jumlah masjid
Jumlah langgar/mushola
Jumlah anggota hansip
Jumlah anggota satgas linmas

: 15 buah
: 45 buah
: 37 orang
: 2 orang

Agama
No
1
2
3
4
5
Jumlah

Agama
Islam
Katolik
Hindu
Buddha
Konghucu

Laki-laki
4869
11
1
4881

Perempuan
5010
14
1
5025

Jumlah
9879
25
2
9906

Fasilitas Pendidikan
- PAUD

5 buah

- TK

7 buah

- SD/Sederajat

6 buah

- M Tsanawiyah

2 buah

- SLTA

2 buah

4.4 Sumber Daya Kesehatan yang Ada

Dokter
Bidan Desa/ Pustu
Perawat
Dukun bayi
Kader Posyandu
Kader Usila

: 0 orang
: 1 orang
: 0 orang
: 0 orang
: 70 orang
: 10 orang

4.5 Sarana Prasarana Kesehatan yang Ada

Rumah sakit umum : tidak ada


Polindes
: tidak ada
Posyandu
: 14 unit
Posyandu usila
: 5 unit
BPS
: 2 orang
Poskesdes
: 1 (tidak aktif)
Klinik bersama
: 1 unit
Klinik bersalin
: tidak ada
Dokter Praktek Bersama : 3 orang

21

4.6 Sarana Pelayanan Transportasi

Bidan kit

: 1 buah dan sebagian rusak

IUD kit

: 1 buah

Tempat tidur pasien

: 2 buah

Lemari obat

: 1 buah

Meja

: 3 buah

Lemari kayu

: 1 buah

Lemari kaca

: 1 buah

Implan kit

: 1 buah sebagian rusak

Bangku

: 2 buah

4.7 Data Kesehatan Masyarakat


4.7.1 Sebelum dilakukan intervensi
Puskesmas Pandaan termasuk puskesmas jalan raya dimana kasus
kecelakaan lalu lintas merupakan kasus terbanyak yang dijumpai di UGD
Puskesmas Pandaan setiap bulannya. Jumlah kasus kecelakaan lalu lintas yang
tercatat pada bulan Januari 2012 yaitu sebanyak 117 kasus, pada bulan Februari
2012 sebanyak 135 kasus dan pada bulan Maret sebanyak 87 kasus. Banyaknya
kasus kecelakaan lalu lintas yang ada di Puskesmas Pandaan memerlukan
penanganan yang tepat sebelum dirujuk ke pelayanan kesehatan. Selain itu, di
wilayah kerja Puskesmas Pembantu Sumber Gedang pernah terjadi kejadian
kecelakaan lebih dari 3 kali di daerah jurang, dan ketiga pasien tersebut
meninggal. Maka diperlukanlah intervensi berupa pelatihan tanggap gawat darurat
pada kader kesehatan Desa Sumber Gedang, Kecamatan Pandaan.
4.7.2 Hasil kegiatan intervensi
a). Peserta yang mengikuti kegiatan ini pada saat pelaksanaan di Balai Desa
Sumber Gedang adalah sebagian besar kader kesehatan dan bidan Desa
Sumber Gedang, Kecamatan Pandaan.
b). Peserta atau sasaran kegiatan ini yaitu kader kesehatan dan bidan Desa
Sumber Gedang, Kecamatan Pandaan yang mendapatkan pelatihan

22

tentang tanggap gawat darurat. Peserta diberikan kesempatan untuk


diskusi (tanya jawab) dan ditutup dengan penjelasan dan demontrasi.
c). Metode pelaksanaan kegiatan
. Pre test
Presentasi menggunakan Slide PowerPoint dan leaflet.
Tanya Jawab
. Post test
Demonstrasi
d). Sarana dan prasarana yang dipergunakan:
Leaflet, slide presentasi dan orang peraga (sukarelawan dari kader)
e). Untuk proses evaluasi kami menggunakan pre test dan post test. Dengan
hasil sebagai berikut :
Variabel

Test

Rata-rata

Simpangan Baku
Hasil Nilai Test
Pre Test
40,28 24,019
Post Test
86,44 19,406
Ada perbedaan nilai test sebelum dan setelah pemberian materi.

0.000

f) Hambatan Pelaksanaan Kegiatan


Tidak kami temukan kendala yang berarti sejak persiapan hingga
pelaksanaan penyuluhan

23

24

BAB 5
DISKUSI
5.1 Analisis hasil Intervensi
Pada kader kesehatan Desa Sumber Gedang yang diberikan pelatihan
menunjukkan rata-rata skor pengetahuan sebelum dilakukan pelatihan dan
sesudah diberikan pelatihan adalah 40,27 24,019 dan 86,44 19,406, secara
statistik ada perbedaan yang bermakna (p< 0,05). Hal ini membuktikan bahwa
pemberian pelatihan tanggap gawat darurat memberikan efek meningkatkan
pengetahuan kader kesehatan. Semua peserta terlibat dalam proses dan
berpartisipasi dalam simulasi dan diskusi interaktif selama pelatihan. Diskusi
membantu peserta untuk berbagi pengalaman dan ide-ide mereka, dan untuk
mengekspresikan pertanyaan-pertanyaan terbuka serta masalah mereka. Peserta
mencapai pemahaman umum yang berguna untuk menciptakan ide-ide baru dalam
pekerjaan mereka sehari-hari dengan bermain keterampilan baru yang diperoleh
melalui praktek tidak akan segera hilang dan akan selalu diingatnya.
5.2 Kegiatan Evaluasi
Dalam kegiatan pelatihan tanggap gawat darurat kader kesehatan Desa
Sumber Gedang pada tanggal 24 Maret 2012 yang bekerja sama dengan pihak
puskesmas, maka untuk menindak lanjuti program terapi intervensi yang telah
dilaksanakan, seharusnya perlu dilaksanakan sebuah kegiatan evaluasi tahap awal
untuk memantau sejauh mana tingkat penanganan gawat darurat yang sudah tepat
dan sesuai standart. Tetapi kegiatan evaluasi ini belum dapat dilaksanakan
dikarenakan evaluasi pelatihan tanggap gawat darurat harus dipantau lebih lanjut
dengan melihat berkurangnya jumlah korban kasus gawat darurat yang tidak
tertangani dengan tepat. Kegiatan evaluasi ini dilaksanakan untuk menilai
keberhasilan program terapi intervensi.

25

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Mini Project ini berhasil dilaksanakan dengan baik sesuai dengan tujuan
dan sasaran pelatihan yang telah ditetapkan sebelumnya, dimana materi dapat
disampaikan dan diterima dengan baik oleh peserta. Tidak kami temukan kendala
yang berarti sejak persiapan hingga pelaksanaan pelatihan, hal ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan dari pihak aparat Desa Sumber Gedang dan tenaga
kesehatan Puskesmas Pandaan, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan.
Peserta dengan serius menerima informasi yang diberikan dan berusaha
mengaplikasikannya dalam kehidupan peserta sendiri, dimulai dari role play yang
baik dan pertanyaan yang berasal dari pengalaman kerja peserta, bahkan tidak
jarang menyiapkan catatan kecil dan mencatat keterangan-keterangan yang
diberikan saat pelatihan.
6.2 Saran
Pelatihan semacam ini hendaknya diadakan dilaksanakan secara berkala
dan berkesinambungan dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
kader kesehatan tentang tanggap gawat darurat sehingga dapat meningkatkan
mutu pelayanan terutama di Puskesmas Pembantu Sumber Gedang, Kecamatan
Pandaan, Kabupaten Pasuruan yang sesuai dengan visi pembangunan kesehatan
Indonesia.

26

DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S, 2001, Metode penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Departemen Kesehatan RI.2006.Penanggulangan Kegawatdaruratan Sehari-hari
& Bencana. Jakarta : Departemen Kesehatan.
Departemen

Kesehatan

RI.2006.Tanggap

Darurat

Bencana

(Safe

Community).Jakarta : Departemen Kesehatan.


Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2008. Pelatihan PPGD bagi Awam.
Diambil

dari:

http://www.slideshare.net/puskesmasmojoagung/pelatihanppgdbagiawampresentation/ [26 Maret 2012, 14:28]


Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2008. Stabilisasi dan Transportasi.
Diambil dari: http://www.slideshare.net/puskesmasmojoagung/stabilisasipresentation/ [26 Maret 2012, 14:38]
Dinas

Kesehatan

Provinsi

Jawa

Timur.

2008.

Triage.

Diambil

dari:

http://www.slideshare.net/puskesmasmojoagung/triage-presentation-735670/
[26 Maret 2012, 17:08]
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI.2006.Seri
PPGD. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat / General Emergency
Life Support (GELS). Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
(SPGDT). Cetakan Ketiga.Jakarta: Departemen Kesehatan.
Primary Trauma Care Foundation. 2011. Primary Trauma Care. Diambil dari:
http://www.primarytraumacare.org/wpcontent/uploads/2011/09/PTC_INDO.pdf [23 April 2012, 13:20]
Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Departemen Kesehatan RI..2002.
Prosedur Tetap Pelayanan Kesehatan Penanggulangan Bencana dan
Penanganan Pengungsi.Jakarta: Departemen Kesehatan.

27

LAMPIRAN
Lampiran 1
Jadwal Kegiatan
Waktu
10.00 - 10.05

Acara
Persiapan Mini Project
Persiapan perlengkapan

Pengisi Acara
Tim penyuluh

Registrasi peserta
Pembagian leaflet
10.05 - 10.15

Salam dan Pembukaan

Ibu Lurah
Bidan Desa Sumber Gedang

10.15 - 11.45
11.45 - 12.00

Penyampaian materi
Tanya jawab dan penutup

dr. Jofan Viradella S.P.


Tim penyuluh

28

Lampiran 2: Gambar

29

30

31

32

Lampiran 3. Dokumentasi kegiatan

Foto Bersama Kepala Puskesmas, Kader Kesehatan dan


Dokter Internsip setelah penyuluhan

33

You might also like