Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukan pada
seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya
penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan
mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak
ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial
(pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya).
Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama kali oleh Leo
Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective
Contact) pada tahun 1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11 penyandang yang
menunjukkan gejala kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku
yang tidak biasa .
Autis dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa dikota,
berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia.
Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan
terdiagnosis lebih awal sehingga memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil
yang lebih baik.
Jumlah anak yang terkena autis makin bertambah. Di Kanada dan Jepang
pertambahan ini mencapai 40% sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002
disimpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dengan adanya metode diagnosis yang kian
berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan semakin
besar. Jumlah tersebut di atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab
autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di
dunia. Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada 60.000 - 15.000 anak dibawah 15
tahun. Kepustakaan lain menyebutkan prevalens autisme 10-20 kasus dalam 10.000 orang,
bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002
1
bahkan dilaporkan angka kejadian autisma meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10
anak menderita autis. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 - 4 : 1, namun
anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Di Indonesia
yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah
penyandang namun diperkirakan jumlah anak austime dapat mencapai 150 - 200 ribu
orang.
Berdasarkan hal diatas, maka kami sebagai penulis tertarik untuk lebih memahami
konsep anak dengan autisme, dimana konsep ini saling terkait satu sama lain. Semoga
Askep ini dapat membantu para orang tua, masyarakat umum dan khusnya kami
(mahasiswa keperawatan) dalam memahami anak dengan autisme, sehingga kami harapkan
kedua anak dengan kondisi ini dapat diperlakukan dengan baik.
B. Tujuan
a. Tujuan umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak dengan autism.
b. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa memahami pengertian Autisme.
b) Mahasiswa memahami etiologi dan manifestasi klinik autisme
c) Mahasiswa memahami cara mengetahui autis pada anak.
d) Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan anak dengan autisme
BAB II
LANDASAN TEORITIS
1. Defenisi
Autisme adalah ketidakmampuan perkembangan yang biasanya terlihat sebelum
usia dua setengah
2. Etiologi
Penyebab yang pasti dari autisme
interaksi factor genetic dan lingkungan seperti pengaruh negative selama masa
perkembangan otak.
Banyak faktor yang menyebabkan pengaruh negative selama masa perkembangan
otak, antara lain; penyakit infeksi yang mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunan
logam berat dan zat kimia lain baik selama masa dalam kandungan maupun setelah
dilahirkan, gangguan imunologis,gangguan absorpsi-protein tertentu akibat kelainan di
usus.
3. Klasifikasi
a) Jenis persepsi
Autisme persepsi meupakan autism yang timbul sebelum lahir dengan gejala
adanya rangsangan dari luar, baik kecil maupun kuat dapat menimbulkan kecemasan.
b) Jenis reaksi
Autisme reaktif yaitu dengan gejala penderita membuat gerakan-gerakan
tertentu berulang-ulang dan kadang disertai kejang dan dapat diamati pada usia 6-7
tahun, memiliki sifat rapuh, mudah terpengaruh oleh dunia luar.
c) Jenis autisme yang timbul kemudian
Jenis ini diketahui setelah anak agak besar dan akan mengalami kesulitan dalam
mengubah perilakunya karena sudah melekat atau ditambah adanya pengalaman yang
baru.
4. PATOFISIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls
listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di
lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama
mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat
sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester
ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps
yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun.
Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah
dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik
melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar
anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit,
dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan
dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian
otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan
sinaps.
kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal
pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brainderived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related
gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur
penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel
saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan
abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik terjadi kondisi growth without
guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil
pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye
diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat),
dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya,
5
pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan
brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme
disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi
sejak awal masa kehamilan.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi
gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa
kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi
selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses mengingat, serta
kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat,
kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan
mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang
dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran sel
neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan
proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam
proses memori).
Penelitian pada monyet dengan merusak hipokampus dan amigdala mengakibatkan
bayi monyet berusia dua bulan menunjukkan perilaku pasif-agresif. Mereka tidak memulai
kontak sosial, tetapi tidak menolaknya. Namun, pada usia enam bulan perilaku berubah.
Mereka menolak pendekatan sosial monyet lain, menarik diri, mulai menunjukkan gerakan
stereotipik
dan
hiperaktivitas
mirip
penyandang
autisme.
Selain
itu,
mereka
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain
alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu
pada masa kehamilan, radiasi, serta ko kain.
5. Tanda dan gejala Autisme
Gejala autisme mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia 3 tahun,dan secara
umum gejala paling jelas terlihat antara umur 2-5 tahun. Namun, pada beberapa kasus anak
autis, gejalanya justru terlihat pada usia sekolah. Berdasarkan sebuah penelitian, autisme
lebih banyak menimpa anak laki-laki dari pada anak perempuan
Adapun gejala-gejala autisme pada anak, menurut Dr. Suriviana, antara lain:
a. Gangguan pada bidang komunikasi verbal dan nonverbal,meliputi:
a) Terlambat bicara atau tidak dapat bicara
b) Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain,yang sering
disebut sebagai bahasa planet.
c) Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai
d) Bicara tidak digunakan untuk komunikasi
e) Meniru atau membeo; beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada,
maupun kata-katanya tanpa mengerti artinya.
f) Kadang berbicara monoton seperti robot
g) Mimik muka datar
h) Seperti anak tuli,tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi dengan
cepat.
Perilaku Autistik
a. Perilaku berlebihan (excessive)
a) Perilaku self-abuse (melukai diri sendiri
Perilaku memukul, menggigit, dan mencakar diri diri sendiri.
b) Agresif
Perilaku menendang, memukul, menggigit, dan mencubit.
c) Tantrum
Perilaku menjerit, menangis, dan meloncat-loncat.
d) Masuk atau membuat berantakan
Masuk ke dalam lemari, memberantakkan buku-buku dan mainan, dan bermainmain di air.
e) Perilaku stimulasi-diri
Menatap jari-jemari, berayun, dan mengepak-ngepakkan tangan.
b. Perilaku Berkekurangan (deficit)
a) Kesiapan belajar
Kontak mata jika disuruh dan mengikuti perintah sederhana, seperti tutup pintu
dan duduk.
b) Keterampilan motorik kasar
Bermain bola dan mengayuh sepeda roda tiga.
9
10
kepada anak autisme dan mengenal kondisi anak secara mendetail guna membantu
proses penyembuhan anak.
d. Psikoterapi
Terapi khusus bagi anak autisme yang dalam pelaksanaannya harus melibatkan peran
aktif dari orang tua. Psikoterapi menggunakan teknik bermain kreatif verbal dan non
verbal yang memungkinkan orang tua lebih mendekatkan diri kepada anak autisme dan
mengenal kondisi anak secara mendetail guna membantu proses penyembuhan anak.
e. Terapi okupasi
Terapi ini bertujuan membantu anak autisme yang mempunyai perkembangan motorik
kurang baik, antara lain gerak-geriknya kasar dan kurang luwes.Terapi okupasi akan
menguatkan, memperbaiki koordinasi, dan keterampilan otot halus anak.
f. Terapi Music
Terapi music untuk anak-anak autisme ialah penggunaan bunyi dan musik dalam
memunculkan hubungan antara penderita dengan individu lain, sekaligus terapi untuk
mendukung serta menguatkan secara fisik, mental, social dan emosional. Penggunaan
bunyi dan musik dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya bermain music
bersama dengan improvisasi bebas. Hal ini sangat cocok untuk anak-anak autisme yang
notabene sulit dalam berkomunikasi. Melalui musik, anak-anak autisme dapat
mengungkapkan perasaan mereka dengan segala cara, baik menggunakan anggota
tubuh, suara, maupun alat musik yang disediakan.
g. Peran orang tua
Banyak peran yang bisa dan harus dilakukan orang tua anak autis. Pertama, memastikan
diagnosa, sekaligus mengetahui ada- tidaknya gangguan lain pada anak untuk ikut
diobati.Carilah dokter yang dapat memahami penyakit anak dan jangan fanatik pada
satu dokter karena tidak selamanya seorang dokter benar secara mutlak. Hal yang juga
sangat membantu orang tua adalah bertemu dan berbicara dengan sesama orang tua
anak autis. Usahakan bergabung dalam parents support group.Selain untuk berbagi rasa,
juga untuk berbagi pengalaman, informasi, dan pengetahuan.Orang tua juga harus
bertindak sebagai manager saat terapi dilakukan, misalnya mempersiapkan kamar
khusus, mencari dan mewawancara terapis, mengatur jadwal, melakukan evaluasi
11
bersam tim, juga mampu memutuskan segala sesuatu yang berkaitan dengan
pendidikan, terapisan, dan pengobatan anak.
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Kaji riwayat kehamilan ibu,nutrisi saat hamil dan terjadi ganguan pada saat hamil atau
tidak.
Kaji riwayat partum dan post partum
Uji perkembangan
a. Psikososial
a) Menarik diri dan tidak responsive terhadap orang tua
b) Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
c) Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
d) Perilaku menstimulasi diri
e) Pola tidur tidak teratur
f) Permainan stereotip
g) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
h) Tantrum yang sering
i) Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
j) Kemampuan bertutur kata menurun
k) Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus
b. Neurologis
a) Respons yang tidak sesuai terhadap stimulasi
b) Reflex mengisap buruk
c) Tidak mampu menangis ketika lapar
c. Gastrointestinal
a) Penurunan nafsu makan
b) penurunan berat badan
d. Gangguan tingkah laku
e. Gangguan komunikasi verbal dan nonverbal.contoh:sulit bicara atau bicara berulangulang
f. Gangguan pola bermain.contohnya:tidak suka bermain dengan teman sebaya
g. Gangguan sensori,seperti tidak sensitive terhadap rasa sakit/takut
h. Gangguan respon emosi.contoh:sering marah-marah dan tertawa tanpa alasan
i. Gangguan interaksi social
B. Diagnosa Keperawatan
a. Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulasi
b. Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubngan dengan rawat inap
di rumah sakit
c. Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan gangguan
13
C. Intervensi Keperawatan
a. Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulasi
Hasil yang diharapkan :
Anak mengkomunikasikan kebutuhannya dengan menggunakan kata-kata atau gerakan
tubuh yang sederhana,konkret; bayi dengan efektif dapat mengomunikasikan
kebutuhannya (keinginan akan makan, kenyamanan, dan sebagainya).
INTERVENSI
berkomunikasi dengan
RASIONAL
anak, Kalimat yang sederhana dan diulang-
Ketika
terdiri atas satu hingga tiga kata, dan ulangi cara berkomunikasi karena anak yang
perintah sesuai yg diperlukan.
autistic
mungkin
tidak
mampu
membantu
sehingga
mendorongnya
bahasa.
terpisah dari objek dan orang lain.
Bantu anak mengenali hubungan antara Memahami konsep penyebab dan efek
sebab akibat dengan cara menyebutkan membantu
perasaannya
yang
khusus
anak
membangun
mengekspresikan
berkomunikasi
kenyataan
kebutuhan
serta
perasaannya.
dengan Biasanya anak autistic tidak mampu
dengan membedakan
antara
realitas
dan
fantasi,dalam pernyataan yang singkat dan fantasi,dan gagal untuk mengenali nyeri
jelas.
14
b. Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan rawat
inap di rumah sakit
Hasil yang diharapkan :
Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan melakukan kekerasan atau perilaku
merusak diri sendiri,yang ditandai oleh frekuensi tantrum dan sikap agresi atau
destruksi berkurang,serta peningkatan kemampuan mengatasi frustasi.
Sediakan
INTERVENSI
lingkungan kondusif
RASIONAL
dan anak yang autistic dapat berkembang
rutinitas,dan
biasanya
tidak
dapat
dan
sering
serta
lingkungan
tenang,ramah,dan
prosedur
pada
rumah
sikap
mendemonstrasikan
orang
tua,dapat
membutuhkannya,
memastikan keamanan anak dan untuk anak terlibat dalam perilaku yang tidak
mengalahkan amarah dan frustasinya.
terlalu membahayakan.
Gunakan teknik modifikasi perilaku yang Pemberian imbalan dan hukuman dapat
tepat untuk menghargai perilaku positif dan membantu mengubah perilaku anak dan
menghukum perilaku yang negative.
Ketika
tanyakan
anak
berperilaku
apakah
ia
destruktif, Setiap
peningkatan
perilaku
agresif
15
tua
perasaan
RASIONAL
untuk Membiarkan orang tua mengekspresikan
dan perasaan
kekhawatiran mereka.
dan
kekhawatiran
mereka
dengan baik.
Rujuk orang tua ke kelompok pendukung Kelompok pendukung memperbolehkan
autism setempat dan ke sekolah khusus jika orang tua menemui orang tua dari anak
diperlukan.
emosional.
Anjurkan orang tua untuk mengikuti Kontak dengan kelompok swabantu
16
konseling
membantu
orang
tua
memperoleh
17
yang
berhubungan