You are on page 1of 42

LAPORAN KEGIATAN INTERNSHIP

MINI PROJECT
F.7

PENGARUH HIPERTENSI TERHADAP FUNGSI


KOGNITIF PASIEN USIA LANJUT DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PLAOSAN

Oleh :
dr. Gloria Kristina Liko

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS PLAOSAN, KECAMATAN PLAOSAN
KABUPATEN MAGETAN
2015

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Kegiatan

:Pengaruh Hipertensi terhadap Fungsi Kognitif


pasien usia lanjut di wilayah kerja Puskesmas
Plaosan

Pelaksana Kegiatan

: dr. Gloria Kristina Liko

Jenis Kegiatan

: Mini Project

Kode Kegiatan

: F7

Hari, Tanggal Pelaksanaan

: 1 April 30 April 2015

Magetan,

Menyetujui,
Dokter Pendamping

dr.Siti Sumarni
NIP. 19600813 198802 2 001

Pelaksana Kegiatan

dr. Gloria K Liko

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Di seluruh dunia jumlah usia lanjut ( lansia) diperkirakan mencapai
angka 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun
2025 akan mencapai 1,2 milyar (Stanley,2007). Pertambahan jumlah lansia
di Indonesia dalam kurun waktu tahun 1990 sampai 2025, tergolong tercepat
didunia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa penduduk
lansia pada tahun 2000 berjumlah 14,4 juta jiwa (7,18%). Pada tahun 2010
diperkirakan menjadi 23,9 juta jiwa (9,77%) dan pada tahun 2020 akan
berjumlah 28,8 juta jiwa (11,34%) (BPS,2010).
Karakter pasien lansia adalah multipatologi, menurunnya daya
cadangan biologis, berubahnya gejala dan tanda dari penyakit klasik,
terganggunya status fungsional pasien lansia, dan sering terdapat gangguan
nutrisi, gizi kurang atau buruk (Soejono,2006). Salah satu bentuk
terganggunya status fungsional yang paling menonjol dari pasien pralansia
dan lansia adalah penurunan fungsi kognitif. Kognitif adalah suatu konsep
yang komplek yang melibatkan sekurang-kurangnya aspek memori,
perhatian, fungsi eksekutif, persepsi, bahasa, dan fungsi motorik
( Nehlig,2010) . Penurunan fungsi kognitif dapat meliputi berbagai aspek
yaitu orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, memori, bahasa. Penurunan
ini dapat mengakibatkan masalah antara lain memori panjang dan informasi,
dalam memori panjang mereka akan kesulitan dalam mengungkapkan
kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu menarik perhatiannya dan
informasi baru atau informasi tentang orang.
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) mencatat penurunan
fungsi kognitif lansia diperkirakan 121 juta manusia, dari jumlah itu 5,8 %
laki-laki dan 9,5 % perempuan(Djojosugito, 2002). Perhatian dan
pengetahuan masyarakat terhadap gangguan kognmitif saat ini masih sangat
kurang. Masyarakat cenderung menganggap hal tersebut sebagai bagian dari
proses menua yang wajar. Pada umumnya masyarakat baru akan mencari

pengobatan setelah terjadi gangguan kognitif yang berat dan gangguan


perilaku atau demensia, sehingga penatalaksanaanya tidak akan memberikan
hasil yang memuaskan. Penatalaksanaan gangguan kognitif pada stadium
dini

baik

secara

farmakologis

maupun

nonfarmakologis

dapat

menyembuhkan atau memperlambat progresifitas penyakitnya, sehingga


individu yang bersangkutan tetap mempunyai kualitas hidup yang baik.
Penilaian fungsi kognitif dengan pemeriksaan neuropsikologi seperti Mini
Mental Statse Examination (MMSE) merupakan salah satu cara penapisan
adanya gangguan kognitif secara dini.
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mempengaruhi
penurunan fungsi kognitif pada lansia. Peningkatan tekanan darah kronis
dapat meningkatkan efek penuaan pada struktur otak, meliputi reduksi
substansia putih dan abu-abu di lobus prefrontal, penurunan hipokampus,
meningkatkan

hiperintensitas

substansia

putih

di

lobus

frontalis.

Berdasarkan data WHO, Indonesia merupakan negara yang prevalensi


hipertensinya lebih besar jika dibandingkan dengan negara Asia lain seperti
Bangladesh, Korea, Nepal dan Thailand (WHO South East Asia
Region,2011). Prevalensi hipertensi pada pralansia dan lansia di Indonesia
lebih besar dibandingkan kelompok umur lain. Data Survey Kesehatan
Rumah Tangga(2004), prevalensi hipertensi pada kelompok umur 45-54
tahun 22,5% pada kelompok umur 55- 64 tahun 27,9% dan pada kelompok
umur 65 tahun keatas ada 29,3% yang menderita hipertensi. Berdasarkan
data Puskesmas Plaosan, tahun 2014 hipertensi merupakan urutan ke 2 dari
15 penyakit terbanyak.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruh
hipertensi terhadap

penurunan fungsi kognitif pada pasien

lansia di

wilayah kerja Puskesmas Plaosan.

B.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pendahuluan yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan


masalah penelitian sebagai berikut : adakah pengaruh hipertensi terhadap
penurunan fungsi kognitif pada pasien lansia di wilayah kerja Puskesmas
Plaosan?
C.

TUJUAN PENELITIAN
a. Tujuan Umum
Membuktikan terdapat pengaruh hipertensi terhadap penurunan fungsi
kognitif terhadap pasien lansia di wilayah kerja Puskesmas Plaosan.
b. Tujuan Khusus
1. Menganalisis pengaruh hipertesi terhadap penurunan fungsi
kognitif

pada pasien lansia

usia 45-59 th di wilayah kerja

Puskesmas Plaosan
2. Menganalisis pengaruh hipertesi terhadap penurunan fungsi kognitif
pada pasien lansia usia 60-74 th di wilayah kerja Puskesmas Plaosan
3. Menganalisis pengaruh hipertesi terhadap penurunan fungsi kognitif
pada pasien lansia

usia 75- 90 th di wilayah kerja Puskesmas

Plaosan
D.

MANFAAT PENELITIAN
1. Penelitian ini diharapkan

dapat

membantu

pengembangan

penelitian mengenai pengaruh hipertensi terhadap penurunan


fungsi kognitif pada pasien usia lanjut.
2. Hasil ini diharapkan dapat memberikan masukan informasi untuk
puskesmas Plaosan dalam skrining dini penurunan fungsi kognitif
pasien usia lanjut yang menderita hipertensi sehingga bisa ditindak
lanjuti.
gn
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

HIPERTENSI
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan
darah di dalam arteri. Istilah tekanan darah berarti tekanan pada pembuluh
nadi dari peredaran darah sistemik di dalam tubuh manusia. Tekanan darah

di bedakan antara tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik.


Hipertensi dapat di definisikan sebagai tekanan darah persisten di mana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90
mmHg, pada populasi manula hipertensi di defenisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
Hipertensi menurut Manjoer dkk (2001) hipertensi adalah tekanan
sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau bila
pasien memakai obat anti hipertensi. Hipertensi (HTN) adalah peningkatan
tekanan darah arteial abnormal yang langsung terus-menerus (Aplikasi
Klinis Patofisiologi edisi 2:1). Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah
pada waktu jantung menguncup (sistole). Adapun tekanan darah diastolik
adalah tekanan darah pada saat jantung mengendor kembali (diastole).
Dengan demikian, jelaslah bahwa tekanan darah sistolik selalu lebih tinggi
dari pada tekanan darah diastolik. tekanan darah manusia selalu berayunayun antara tinggi dan rendah sesuai dengan detak jantung.
Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, di
mana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan
meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan
jantung dan kerusakan ginjal.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan di dapat dua angka. Angka
yang lebih tinggi di peroleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka
yang lebih rendah akan di peroleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik).
Tekanan darah di tulis sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan
diastolik,misalnya 120/80 mmHg, di baca seratus dua puluh per delapan
puluh.
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140
mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan
tekanan diastolik dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan
pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang
mengalami kenaikan tekanan darah, tekanan sistolik terus meningkat sampai
6

usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60
tahun, kemudian berkurang secara perlahan bahkan menurun drastis.
Hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah, yang bila
tidak diobati akan menimbulkan kematian dalam waktu 3-6 bulan.
Hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari setiap 200 penderita hipertensi.
Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan
anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah
daripada orang dewasa. Tekanan darah juga diperngaruhi oleh aktivitas fisik,
dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah
ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling
tinggi di waktu pagi ahri dan paling rendah pada saat tidur malam hari.
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee
on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi
menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat
2 seperti yang terlihat pada tabel 1 dibawah

Tabel 2.1.Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7


Klasifikasi Tekanan

Tekanan Darah Sistolik

Tekanan Darah

Normal

< 120

< 80

Prahipertensi

120-139

80-89

Hipertensi derajat 1

140-159

90-99

Hipertensi derajat 2

> 160

> 100

The Joint National Community on Preventation, Detection


evaluation and treatment of High Blood Preassure dari Amerika
Serikat dan badan dunia WHO dengan International

Society

of

Hipertention membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah


seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan
diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau

sedang memakai obat

anti hipertensi. Pada anak-anak, definisi hipertensi yaitu apabila


tekanan darah lebih dari 95 persentil dilihat dari umur, jenis kelamin,
dan tinggi badan yang diukur sekurang-kurangnya tiga kali pada
pengukuran yang terpisah
Penyebab Penyakit Hipertensi
Lebih dari 90% penderita hipertensi belum diketahui penyebabnya
dengan pasti, sehingga disebut sebagai hipertensi primer. Data-data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan
hipertensi. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor keturunan, ciri
perseorangan dan kebiasaan hidup.

a. Faktor Keturunan
Dari data statistik terbukti seseorang akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita
hipertensi.
b. Ciri Perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur
dan jenis kelamin. Umur yang bertambah akan menyebabkan terjadinya
kenaikan tekanan darah. Tekanan darah pria umumnya lebih tinggi

dibandingkan wanita. Statistik di Amerika menunjukkan prevalensi


hipertensi pada orang kulit hitam hampir dua kali lebih banyak
dibandingkan dengan orang kulit putih.
c. Kebiasaan Hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah
konsumsi garam yang tinggi, kegemukan (makan berlebihan), stres dan
pengaruh lain.
1)

Konsumsi garam yang tinggi

Dari data statistik ternyata dapat diketahui bahwa hipertensi jarang diderita
oleh suku bangsa atau penduduk dengan konsumsi garam yang rendah.
Dunia kedokteran juga telah membuktikan bahwa pembatasan konsumsi
garam dapat menurunkan tekanan darah dan pengeluaran garam (natrium)
oleh obat diuretik (pelancar kencing) akan menurunkan tekanan darah.
2)

Kegemukan atau makan berlebihan

Obesitas didefinisikan sebagai kelebihan berat badan sebesar 20% atau lebih
dari berat badan ideal, perhitungan IMT 27,0. Pada orang yang menderita
obesitas ini organ-organ tubuhnya dipaksa untuk bekerja lebih berat sehinga
lebih cepat merasa gerah dan kelelahan. Akibat obesitas para penderita
cenderung menderita penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan diabetes
mellitus.

3)

Stres atau ketegangan jiwa


Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktifitas

saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara


intermiten

(tidak

menentu)

stress

yang

berkepanjangan

dapat

mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.


Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah,
dendam rasa takut) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan
hormone adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih
9

kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat, jika stress berlangsung cukup
lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul
kelainan organis atau perubahan patologis, gejala yang muncul dapat berupa
hipertensi atau penyakit maag. (Anjali, Arora, 2008).
4) Pengaruh lain
Pengaruh lain yang dapat menyebabkan naiknya tekanan darah yaitu.

Merokok

Nikotin penyebab ketagihan merokok akan merangsang jantung, saraf, otak


dan bagian tubuh lainnya bekerja tidak normal. Nikotin juga merangsang
pelepasan adrenalin sehingga meningkatkan tekanan darah, denyut nadi dan
tekanan kontraksi otot jantung selain itu meningkatkan kebutuhan oksigen
jantung dan dapat menyebabkan gangguan irama jantung (aritmia) serta
berbagai kerusakan lainnya.

Minuman beralkohol

Olahraga

Olahraga yang bersifat kompetensi dan meningkatkan kekuatan dapat


memacu emosi sehingga dapat mempercepat peningkatan tekanan darah
seperti tinju, panjat tebing dan angkat besi. (Kuswandi, 2004).
Bentuk latihan yang paling tepat untuk penderita hipertensi adalah jalan
kaki, bersepeda, senam, berenang dan aerobic, olahraga yang bersifat
kompetisi dan meningkatkan kekuatan tidak dibolehkan bagi penderita
hipertensi karena akan memacu emosi sehingga akan mempercepat
peningkatan tekanan darah.

Minum obat-obatan, misal ephedrin, prednison, epinefrin.

3. Gejala Penyakit Hipertensi


Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala,
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan
dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya

10

tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung,
pusing, wajah kemerahan dan kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada
penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang
normal.
Hipertensi diduga dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang lebih
serius dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Sering kali hipertensi
disebut sebagai silent killer karena dua hal yaitu:
a. Hipertensi sulit disadari seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala
khusus, gejala ringan seperti pusing, gelisah, mimisan dan sakit kepala
biasanya jarang berhubungan langsung dengan hipertensi, hipertensi dapat
diketahui dengan mengukur secara teratur.
b. Hipertensi apabila tidak ditangani dengan baik, akan mempunyai risiko
besar untuk meninggal karena komplikasi kardiovaskular seperti stroke,
serangan jantung, gagal jantung dan gagal ginjal.
Jika timbul hipertensinya berat atau menahun dan tidak terobati, bisa timbul
gejala berikut:
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Jantung berdebar-debar
4. Mual
5. Muntah
6. Sesak nafas
7. Gelisah
8. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.
9. Telinga berdenging
10. Sering buang air kecil terutama di malam hari.

11

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran


dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. (Trisha
Macnair, 2007).
4. Patofisiologi
ACE (Angiotensin Converting Enzyme), memegang peran fisiologi
penting

dalam

mengatur

tekanan

darah.

Darah

mengandung

angiotensinogen yang diproduksi di hati selanjutnya oleh hormone, rennin


akan diubah menjadi angiotensin 1, oleh ACE yang terdapat di paru-paru
angiotensin 1 diubah menjadi angiotensin II (peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
a. Meningkatkan sekresi hormone antidiuretik (ADH) dan rasa haus, ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitasi) dan bekerja pada ginjal
untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH
sangat sedikit urin yang dieksresikan keluar tubuh sehingga menjadi pekat
dan tinggi osmolalitasnya untuk mengencerkanya volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan di bagian intra
seluler akibatnya volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekrsi aldosteron dari korteks adrenal, aldosteron merupakan
hormone steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi eksresi
NaCl dengan cara mengabsorbsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
kosentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan
volume cairan ekstra seluler yang pada giliranya akan meningkatkan
volume dan tekanan darah.
5. Penatalaksanaan
Bagi penderita tekanan darah tinggi penting mengenal hipertensi
dengan membuat gaya hidup positif. Jika anda baru saja menemukan

12

tekanan darah anda tinggi atau tidak normal, tidak perlu khawatir ada 7
langkah untuk mengatasinya antara lain:
a. Mengatasi Risiko
Tanyakan pada diri sendiri pertanyaan berikut: apakah anda memiliki
sejarah keluarga penderita hipertensi? Apakah anda memiliki berat badan
berlebihan? Apakah anda makan makanan berkadar garam tinggi? Apakah
anda cukup olahraga atau apakah anda merokok? Jika jawaban anda ya pada
salah satu pertanyaan diatas anda berisiko memiliki tekanan darah tinggi.
b. Mengontrol pola makan
Apabila anda ingin terhindar dari risiko hipertensi jauhi makanan
berlemak dan mengandung garam.
c. Tingkat konsumsi potassium (K) dan magnesium (mg)
Pola makan yang rendah potassium dan magnesium menjadi salah
satu faktor pemicu tekanan darah tinggi, buah-buahan dan sayur segar
adalah sumber terbaik bagi kedua nutrisi tersebut.
d. Makan makanan jenis padi-padian
Dalam sebuah penelitian yang dimuat dalam American Journal
Clinical Nutrition ditemukan pria yang makan sedikitnya satu porsi perhari
sereal dari jenis padi-padian kecil kemungkinan terkena penyakit hingga
20%.
e. Tingkat aktifitas
Orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan lebih rentan terhadap
tekanan darah tinggi. Melakukan olahraga secara teratur tidak hanya
menjaga bentuk tubuh dan berat badan, tetapi juga dapat menurunkan
tekanan darah. Jika anda menyandang tekanan darah tinggi, latihan aerobic
sedang selama 30 menit sehari selama beberapa hari setiap minggu dapat
menurunkan tekanan darah. Jenis latihan yang dapat mengontrol tekanan

13

darah adalah : berjalan kaki, bersepeda, berenang, aerobic. (Trisna Macnair,


2007).
Tidak diragukan meningkatkan aktifitas dapat menurunkan risiko
tekanan darah tinggi, anda tidak perlu berolahraga seperti seorang atlet
hanya 30 menit sampai 45 menit 5 hari dalam seminggu cukup untuk
menurunkan hipertensi.
f. Sertakan bantuan dari kelompok pendukung
Sertakan keluarga dari teman menjadi kelompok pendukungn pada
pola hidup sehat dukungan dan partisipasi orang lain membuatnya lebih
mudah dan lebih asyik dalam menjalankan dietnya. Bagi setiap orang
dukungan keluarga berhasil dalam membuat perubahan gaya hidup untuk
mencegah tekanan darah tinggi.
g. Berhenti merokok
Jika anda tidak merokok itu baik bagi anda, jika anda merokok
berhenti sekarang juga. Walaupun merokok tidak ada kaitanya dengan
timbulnya hipertensi. Merokok dapat menimbulkan risiko komplikasi
lainnya seperti penyakit jantung dan stroke.
h. Latihan relaksasi atau meditasi
Relaksasi berguna untuk mengurangi stress atau ketegangan jiwa,
relaksasi dilaksanakan dengan mengencangkan dan mengendorkan otot
tubuh sambil membayangkan sesuatu yang damai, indah dan menyenangkan
dilakukan dengan mendengarkan musik atau bernyanyi.

6. Pengobatan pada tekanan darah tinggi (Hipertensi)


Pengobatan pada penyakit tekanan darah tinggi harus memperhatikan
terlebih dahulu faktor penyebabnya oleh karena itu dianjurkan untuk
memeriksakan kesehatanya kepada dokter yang sama agar dokter dapat

14

mengikuti riwayat penyakit pasien dengan demikian dokter akan memiliki


obat yang tepat.
a. Pengobatan pada golongan khusus
1) Hipertensi pada golongan khusus
Obat anti hipertensi diberikan pada ibu hamil bila tekanan diastolenya 90
mmHg pada trimester pertama dan 100 mmHg para trimester ketiga.
2) Hipertensi pada dislipidemia
Obat yang biasa digunakan untuk mengatasi keadaan tersebut adalah
gemfibrozil ini dapat menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL
trigliserida dan meningkatkan kadar kolesterol HDL secara nyata.
3) Hipertensi pada pembuluh darah otak
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh
darah, apabila yang pecah adalah pembuluh darah otak keadaan ini dikenal
dengan stroke.
4) Hipertensi pada penyakit jantung
Pemberian obat pada hipertensi dengan kelalian jantung harus disesuaikan
dengan jenis gangguan pada jantung dan derajat hipertensinya.
Pemeriksaan

fungsi

jantung

perlu

dilakukan

untuk

menentukan

pengobatanya.
5) Hipertensi pada gagal ginjal
Pengobatan pada gagal ginjal dibedakan menjadi dua bagian besar yakni
pengobatan pada refrosklerosis benigna dan nefrosklerosis maligna,
pengobatan pada nefrosisklerosis benigna dilakukan secepatnya hingga
mendekati normal penurunan tekanan darah yang cepat akan mengurangi
kerusakan akibat nekrosis arteroti sehingga dalam jangka panjang
diharapkan terjadi perbaikan fungsi ginjal.
Perubahan gaya hidup

15

Gaya hidup yang baik untuk menghindari terjangkitnya penyakit


hipertensi dan berbagai penyakit degeneratif lainnya adalah:
1) Mengurangi konsumsi garam dan lemak jenuh
2) Melakukan olahraga secara teratur dan dinamik (tidak mengeluarkan
tenaga terlalu banyak seperti berenang, jogging (jalan kaki cepat), naik
sepeda)
3) Meningkatkan porsi buah-buahan dan sayuran segar dalam pola makan
4) Mengkonsumsi kalium dalam jumlah tinggi seperti semangka, avokad,
kismis, pisang, tomat, kentang dan biji bunga matahari dapat membantu
menjaga tekanan darah agar tetap normal.
5) Menjauhkan dan menghindarkan stress dengan pendalaman agama sebagai
salah satu upayanya.
Pengaturan Makanan
Upaya penanggulangan hipertensi melalui pengaturan makanan pada
dasarnya dnegan mengurangi konsumsi lemak dan diet rendah garam dan
diet rendah kalori. Jumlah kalori yang diberikan pada diet rendah kalori
disesuaikan dengan berat badan.
Pilihan obat dalam mengatasi hipertensi diantaranya:
1) Hipertensi tanpa komplikasi diuretic, beta bloken
2) Indikasi tertentu enhibitor ACE, penghmabat reseptor angiotensin II, Alfa
bloker, alfa-beta bloker, antagonisca, diuretic.
3) Indikasi yang disesuaikan: diabetes mellitus tipe I dengan protein nuria
inhibitor ACE, gagal jantung ibhibitor ACE diuretic, hipertensi sistolik
terisolasi, infark miokard beta bloker (non ISA) inihibitor ACE (dengan
disfungsi sistolik).
Bila tekanan darah tidak dapat diturunkan dalam satu bulan, dosis obat
dapat disesuaikan sampai dosis maksimal atau menambahkan obat golongan

16

lain atau mengganti obat pertama dengan obat golongan lain. Sasaran
penurunan tekanan darah adalah kurang dari 140/90 dengan efek samping
minimal penurunan dosis obat dapat dilakukan pada golongan hipertensi
ringan yang sudah terkontrol dengan baik selama satu tahun.
1. Diuretik
Diuretic adalah obat yang memperbanyak kencing, mempertinggi
pengeluaran garam (NaCl) dengan turunya kadar Na+ makan tekanan darah
akan turun dan efek hipotensifnya kurang kuat. Obat yang sering digunakan
adalah obat yang daya kerjanya panjang sehingga dapat digunakan dosis
tunggal, diutamakan diuretic yang hemat kalium seperti spironolacton, HCT,
Furosemide.
2. Alfa-Bloker
Alfa blocker adalah obat yang dapat memblokir reseptor alfa dan
menyebabkan vasodilatasi perifer serta turunya tekanan darah karena efek
hipotensinya ringan sedangkan efek sampingnya agak kuat misalnya
hipotensi ostotatik dan tachikardia maka jarang digunakan. Seperti
prognosin dan terazosin.
3. Beta-Blocker
Mekanisme kerja obat beta-blocker belum diketahui dengan pasti
diduga kerjanya berdasarkan beta blocker pada jantung sehingga
mengurangi daya dan frekuensi kontrasi jantung. Dengan demikian tekanan
darah akan menurun dan daya hipotensinya baik. Seperti : propanolol,
bisoprolol, dan antenolol.

4. Obat yang bekerja sentral


Obat yang bekerja sentral dapat mengurangi pelepasan non adrenalin
sehingga menurunkan aktifitas saraf adrenergik perifer dan turunya tekanan

17

darah, penggunaan obat ini perlu memperhatikan efek hipotensi ostatik


seperti reserpine, clonidine dan metildopa
5.

Vasodilator
Obat vasodilator dapat langsung mengembangkan dinding arteriola

sehingga daya tahan pembuluh perifer berkurang dan tekanan darah


menurun seperti hidralazine dan tecrazine.
6.

Antagonis Kalsium
Mekanisme obat antagonis kalisum adalah menghambat pemasukan

ion kalsium ke dalam sel otot polos pembuluh dengan efek vasidilatasi dari
turunya tekanan darah seperti : nipedipin,amlodipine, dan verapamil.
7.

Penghambat ACE
Obat penghambat ACE ini menurunkan tekanan darah dengan cara

menghambat angiotensin converting enzyme yang berdaya vasodilatori kuat


seperti captopril, lisinopril.
Tabel 2.3
Beberapa obat antihipertensi yang sering dipakai
No

Jenis obat

Dosis sehari (mg)

Frekuensi

Min

Maks

pemakaian sehari

HCT

12,5-25

50

1x

Chlorbalidone

12,5-25

50

1x

Indopamide

2,5

1x

Spironolactone

2,5

10

1x

0,1

1,2

2x

Diuretik

Bekerja netral
Clonidene

18

Gufacine

1x

250

2000

2x

Prozoin

1-2

20

2x

Doxazosin

1-2

15

1x

Terazosin

1-2

20

1x

Metoprolol

50

200

1x

Atenolol

25

150

1x

Propanolol

40

320

1x

Acebutolol

200

1200

1x

Hydralazine

50

300

2x

Ecarazine HCL

30

120

2x

Captopril

25-50

300

1-3x

Lisinopril

40

1x

Enalapril

2,5-5

40

1-2x

Methidopa
3

Penyakit alfa-1

Penyekat beta

Vasodilator

Penghambat ACE

a.

Pencegahan Hipertensi dengan cara tradisional


Banyak ramuan tradisional yang dapat dipercaya untuk menurunkan

tekanan darah, beberapa ramuan sudah diteliti secara laboratories contoh


yang berkhasiat menurunkan tekanan darah: cincau hijau, daun dan buah

19

alpukat, mengkudu masak (pace), mentimun, daun seledri, daun selada dan
bawang putih.
Tabel 2.4
Efek Samping obat anti hipertensi
Golongan obat
Thiazide/diuretic menyerupai thiaziae
misalnya aprinox

Efek samping
- Kadar kalium dalam darah rendah
(dideteksi dengan pemeriksaan
darah)
- Toleransi glukosa terganggu (kadar
glukosa darah diatas normal)
terutama jika dikombinasi dengan
beta blocker (dideteksi pemeriksaan
darah)
- Peningkatan kadar kolesterol LDL,
trigliserida dan asam urat (cek darah
dan urine).
- Disfungsi ereksi (impotensi pada
pria)
- Gout (radang pada persendian akibat

Alfa blocker
(misalnya cardura)
Beta-blocker
(misalnya cardicor)

peningkatan kadar gula)


- Inkontinensia
- Rasa melayang pada saat berdiri
- Kadar glukosa tidak terkontrol
- Latargi (lesu)
- Gangguan memori dan kosentrasi
- Gejala penyakit arteri perifer
memburuk, sirkulasi yang buruk

Inhibitor ACE

pada tungkai.
- Batuk
- Fungsi ginjal memburuk

20

(misalnya capoten)

- Hipotensi (akut, penurunan tekanan


darah tiba-tiba)

Blocker kenal kalsium golongan nondihydropyridine misalnya ticdiem

- Ruam
- Edema perifer (akumulasi cairan dan
pembengkakan di mata kaki)
- Pembesaran gusi dan konstipasi

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai tropi
bertujuan menentukan adanya kerusakan jaringan dan faktor risiko lain atau
mencari penyebab hipertensi, biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer
lengkap, kimia darah, (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa,
kolesterol total, kolesterol HDL, dan EKG.
Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakan dalam satu kali pengukuran
hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada
kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejalagejala klinis pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien
duduk bersandar setelah beristirahat selama 5 menit dengan ukurang
pengukuran lengan yang sesuai (menutupi 80% lengan) tensimeter dengan
air raksa masih tetap dianggap alat pengukuran yang terbaik.
Anamnesis

dilakukan

meliputi

tingkat

hipertensi

dan

lama

menderitanya, riwayat dan gejala penyakit, penyakit yang berkaitan seperti


penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler. Apakah
terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang berkaitan
dengan penyebab hipertensi, perubahan aktifitas/kebiasaan (merokok),
konsumsi makanan, riwayat obat-obat bebas, hasil dan efek samping terapi
antihipertensi sebelumnya bila ada dan faktor psikososial lingkungan
(keluarga, pekerjaan dll).

21

Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua


kali atau lebih dengan jarak 2 menit, kemudian diperiksa ulang pada lengan
kontralateral dikaji perbandingan berat badan dan tinggi pasien, kemudian
dilakukan pemeriksaan funduskopi untuk mengetahui adanya retio
hipertensif, pemeriksaan leher untuk mencari bising carotid, pembesaran
vena, atau kelenjara tiroid. (
Komplikasi
Pemakaian obat dalam jangka panjang bisa menyebabkan berbagai
komplikasi seperti terganggunya fungsi atau terjadi kerusakan organ otak,
ginjal, jantung dan mata. Kerusakan pada otak terjadi pembesaran otot
jantung bagian kiri yang berakhir pada kegagalan jantung. Kejadian ini
biasanya ditandai dengan bengkak pada kaki, kelopak mata, kelelahan dan
sesak nafas.
Kerusakan pada ginjal akibat hipertensi bisa menurunkan ginjal
sebagai penyaring racun dalam tubuh sekaligus sebagai produsen hormone
yang dibutuhkan tubuh, penderita yang mengalami komplikasi ginjal harus
cuci darah setiap minggu dengan biaya yang mahal sementara itu gangguan
pada mata sering tidak disadari sebagai akibat tekanan darah tinggi,
kerusakan pada mata buta menyebabkan kebutaan atau gangguan
penglihatan.
Kerusakan pada otak ditandai dengan nyeri kepala hebat, berubahnya
kesadaran kejang dengan deficit neurology fokal ozotermia, mual dan
muntah. Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna,
tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan
kapiler dan mendorong cairan kedalam ruang intertisium diseluruh susunan
saraf pusat.
B.

LANSIA
1. Definisi
Definisi lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang
untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis.

22

Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup


serta peningkatkan kepekaan secara individual
Menurut WHO, usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut: usia
pertengahan (middle age)adalah 45-59 tahun, lanjut usia (ederly) adalah 6074 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old)
adalah diatas 90 tahun
2. Konsep Menua
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi
normalnya

sehingga

tidak

dapat

bertahan

terhadap

infeksi

serta

memperbaiki kerusakan yang diderita. Seiring dengan proses tersebut tubuh


mengalami masalah kesehatan yang biasa disebut penyakit degeneratif.
(Maryam,2008)
Terdapat dua jenis penuaan antara lain, penuaan primer, merupakan
proses kemunduran tubuh gradual tak terhindarkan yang dimulai pada masa
awal kehidupan dan terus berlangsung selama bertahun-tahun, terlepas dari
apa yang orang-orang lakukan untuk menundanya. Sedangkan penuaan
sekunder merupakan hasil penyakit, kesalahan dan penyalahgunaan faktorfaktor yang sebenarnya dapat dihindari dan berada dalam kontrol seseorang(
Papalia, Olds,dan Feldman,2008)
Banyak perubahan yang dikaitkan dengan proses menua merupakan
akibat dari kehilangan yang secara bertahap. Lansia mengalami perubahanperubahan fisik diantaranya perubahan sel, sistem persarafan, sistem
pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem pengaturan
suhu tubuh, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem genitourinari,
sistem endokrin, sistem muskuloskeletal, disertai juga dengan perubahanperubahan mental menyangkut perubahan ingatan (memori).(Watson,2003)
C.

KOGNITIF PADA LANSIA


1. Definisi kognitif
Kognitif merupakan suatu proses pikir yang membuat seseorang
menjadi waspada terhadap objek pikiran atau persepsi, mencakup semua
aspek pengamatan, pemikiran dan ingatan (Dorland,2002). Kognitif adalah

23

suatu konsep yang kompleks yang melibatkan sekurang-kurangnya aspek


memori, perhatian, fungsi eksekutif, persepsi, bahasa, dan fungsi
psikomotor( Nehlig,2010).
Perubahan kognitif yang terjadi pada lansia, meliputi berkurangnya
kemampuan meningkatkan fungsi intelektual, berkurangnya efisiensi
transmisi saraf di otak (menyebabkan proses informasi melambat dan
banyak informasi hilang selama transmisi), berkurangnya kemampuan
mengakumulasi infromasi baru dan mengambil informasi dari memori, serta
kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan
kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi
2. Aspek-aspek kognitif
Fungsi kognitif seseorang meliputi berbagai fungsi berikut, antara
lain:
a. Orientasi
Orientasi dinilai dengan pengacuan terhadap personal, tempat dan
waktu. Orientasi terhadap personal (Kemampuan menyebutkan namanya
sendiri ketika ditanya) menunjukkan informasi yang overlearned
Kegagalan dalam menyebutkan namanya sendiri sering mereflesikan
negatifism, distraksi, gangguan pendengaran atau penerimaan bahasa.
Orientasi tempat dinilai dengan menanyakan negara, provinsi, kota,
gedung,

dan lokasi dalam gedung. Sedangkan orientasi waktu dinilai

dengan menanyakan tahun, musim, bulan, hari dan tanggal. Karena


perubahan waktu lebih sering daripada tempat, maka waktu dijadikan indeks
yang paling sensitif untuk disoerintasi.
b. Bahasa
Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi 4 parameter,
yaitu kelancaran, pemahaman, pengulangan dan naming.
1) Kelancaran
Kelancaran merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat
dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Suatu metode yang dapat
membantu menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien
menulis atau membaca spontan.
2) Pemahaman

24

Pemahaman merujuk pada kemampuan memahami sesuatu perkataan


atau perintah, dibuktikan dengan mampunya seseorang melakukan perintah
tersebut.
3) Pengulangan
Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau
kalimat yang diucapkan seseorang.
4) Naming
Naming merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu
objek beserta bagian-bagiannya.
c. Atensi
Atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon stimulus
spesifik dengan mengabaikan stimulus yang lain di luar lingkungannya.
1) Mengingat segera
Aspek ini merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengingat
sejumlah

kecil

informasi

selama

<30

detik

dan

mampu

untuk

mengeluarkanya kembali.
2) Konsentrasi
Aspek ini merujuk pada sejauh mana kemampuan seseorang untuk
memusatkan perhatiannya pada satu hal. Fungsi ini dapat dinilai dengan
meminta seseorang tersebut untuk mengurangkan 7 secara berturut-turut
dimulai dari angka 100 atau dengan memintanya mengeja kata secara
terbalik.
d. Memori
Memori verbal yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat kembali
informasi yang diperolehnya.
1) Memori baru
Kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi yang
diperolehnya pada beberapa menit atau hari yang lalu.
2) Memori lama
Kemampuan untk mengingat informasi yang diperolehnya pada
beberapa minggu atau bertahun-tahun yang lalu.
3) Memori visual
Kemampuan seseorang untuk mengingat kembali infromasi berupa
gambar.
e. Fungsi konstruksi, mengacu pada kemampuan seseorang untuk
membangun dengan sempurna. Fungsi ini dapat dinilai dengan
meminta orang tersebut untuk menyalin gambar, memanipulasi balok

25

atau membangun kembali suatu bangunan balok yang telah dirusak


sebelumnya.
f. Kalkulasi, yaitu kemampuan seseorang untuk menghitung angka.
g. Penalaran, yaitu kemampuan seseorang untuk membedakan baik
buruknya suatu hal, serta berpikir abstrak
3. Teori mempertahankan Fungsi Kognitif
Peningkatan jumlah lansia harus diimbangi dengan kesiapan keluarga
dan tenaga kesehatan dalam menmandirikan dan meminimalisir bantuan
ADL (Activity Daily Living) makan, minum, mandi, berpakaian dan
menaruh barang pada lansia, karena pada lansia terjadi penurunan atau
perubahan antara lain perubahan fisiologis yang menyangkut masalah
sistem muskuloskeletal, syaraf, kardiovaskuler,respirasi, indera, dan
integumen, hal ini yang menghambat keaktifan dan keefektifan lansia dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara mandiri. Sebenarnya tidak ada
batas yang tegas, pada usia berapa penampilan seseorang mulai
menurun.Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbedabeda baik dalam hal pencapaian puncak maupun penurunannya.
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia,2008)
Perawat atau keluarga sangat berperan penting dalam membantu
lansia yang mengalami penurunan pada aspek kognitif, yaitu dengan
menumbuhkan dan membina hubungan saling percaya, saling besosialisasi,
dan selalu mengadakan kegiatan yang bersifat kelompok, selain itu
mempertahankan fungsi kognitif lansia upaya yang dapat dilakukan adalah
dengan cara menggunakan otak secara terus menerus dan diistirahatkan
dengan tidur,kegiatan seperti membaca, mendengarkan berita dan cerita
melalui media sebaiknya dijadikan sebuah kebiasaan hal ini bertujuan agar
otak tidak beristirahat secara terus menerus (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia,2008).
D. MMSE (Mini Mental Status Examination)
1. Tujuan
MMSE awalnya dirancang sebagai media pemeriksaan status mental
singkat serta terstandarisasi yang memungkinkan untuk membedakan antara
gangguan organik dan fungsional pada pasien psikiatri. Sejalan dengan

26

banyaknya pengguna tes ini selama bertahun-tahun, kegunaaan MMSE


berubah

menjadi

suatu

media

untuk

mendeteksi

dan

mengikuti

perkembangan gangguan kognitif yang berkaitan dengan kelainan


neurodegeneratif, misalnya penyakit Alzheimer
2. Gambaran
MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30 paoin
dikelompokkan menjadi tujuh kategori: orientasi terhadap tempat(negara,
provinsi, kota, gedung, dan lantai), orientasi terhadap waktu (tahun, musim,
bulan, hari, dan tanggal), registrasi (mengulang dengan cepat 3 kata), atensi
dan konsentrasi (secara berurutan mengurangi 7, dimulai dari angka
100,atau mengeja kata WAHYU secara terbalik), mengingat kembali
(mengingat kembali 3 kata yang telah diulang sebelumnya), bahasa
(memberi nama 2 benda, mengulang kalimat, membaca dengan keras dan
memahami suatu kalimat, menulis kalimat, dan mengikuti perintah 3
langkah), dan konstruksi visual (menyalin gambar)
Skor MMSE diberikan berdasarkan jumlah item yang benar, skor yang
makin rendah mengindikasikan perfomance yang buruk dan gangguan
kognitif yang makin parah. Skor total berkisar antara 0-30 ( performance
sempurna). Skor ambang MMSE yang pertama kali direkomendasikan
adalah 24 atau 25, memiliki sensivitas dan spesifitas yang baik untuk
mendeteksi demensia, bagaimanapun, beberapa studi sekarang ini
menyatakan bahwa skor ini terlalu rendah. Studi-studi ini menunjukkan
bahwa demensia dapat didiagnosis dengan keakuratan baik pada beberapa
orang dengan skor MMSE antara 24-27.
3. Pelaksanaan
MMSE dapat dilaksanakan selama kurang lebih 5-10 menit. Tes ini
dirancang agar dapat dilaksanakan dengan mudah oleh semua profesi
kesehatan atau tenaga terlatih manapun yang telah menerima instruksi untuk
penggunaannya.

4. Validitas

27

Performance pada MMSE menunjukkan kesesuaian dengan berbagai


tes lain yang menilai kecerdasan, memori dan aspek-aspek lain fungsi
kognitif pada berbagai populasi. Skor MMSE memiliki kesesuaian dengan
skor pada tes Clock Drawing pada pasien lansia dan pasien dengan penyakit
Alzheimer, dan juga pada tes seperti Information Memory Concentration
(IMC), tes Composite neuropsycological and Brief Cognitive Rating Scale
(BCRS).
Skor pada MMSE pertama kali diajukan sebagai ambang skor yang
mengindikasikan disfungsi kognitif. Dalam 13 studi berurutan yang menilai
keefektifan ambang skor MMSE <23 untuk mendeteksi demensia, sensivitas
berkisar antara 63%-100% dan spesifitas berkisar antara 52%-99%.
5. Penggunaan klinis
MMSE merupakan pemeriksaan status mental singkat dan mudah
diaplikasikan yang telah dibuktikan sebagai instrumen yang dapat dipercaya
serta valid untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan
kognitif yang berkaitan dengan penyakit neurodegeneratif. Hasilnya,MMSE
menjadi suatu metode pemeriksaan status mental yang digunakan paling
banyak didunia. Tes ini digunakan secara luas pada praktik klinis dan
kecemerlangannya sebagai instrumen skrining kognitif telah dibuktikan
dengan pencantuman bersama dengan Diagnosis Interview Schedule dalam
studi National Institute of Mental Health ECA dan oleh daftarnya yang
menyebutkan

MMSE

sebagai

penilai

fungsi

kognitif

yang

direkomendasikan untuk kriteria diagnosis penyakit Alzheimer yang


dikembangkan oleh konsorsium National Institute of Neurological and
Communication Disorders and Stroke and the Alzheimer Disease and
Related Disorders Association(McKhann,1984)
Data psikometri luas MMSE menunjukkan bahwa tes ini memiliki tes
retest dan reliabilitas serta validitas sangat baik berdasarkan diagnosis klinik
independen demensia dan penyakit Alzheimer. Karena performance pada

28

MMSE dapat dibiaskan oleh pengaruh status pendidikan rendah pada pasien
yang sehat, beberapa pemeriksa merekomendasikan untuk menggunakan
ambang skor berdasarkan umur dan status pendidikan untuk mendeteksi
demensia.
Kelemahan terbesar MMSE yang banyak disebutkan ialah batasannya
atau ketidakmampuannya untuk menilai kemampuan kognitif yang
terganggu di awal penyakit Alzheimer atau gangguan demensia lain
(misalnya terbatas item verbal dan memori dan tidak adanya penyelesaian
masalah atau judgment), MMSE juga relatif tak sensitif terhadap penurunan
kognitif yang sangat ringan (terutama pada individual dengan status
pendidikan tinggi). Walaupun batasan-batasan ini mengurangi manfaat
MMSE, tes ini tetap menjadi instrumen yang sangat berharga untuk
penilaian fungsi kognitif.
6. Intepretasi MMSE
Intepretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh pada saat
pemeriksaan:
a) Skor 24-30 diintepretasikan sebagai fungsi kognitif normal.
b) Skor<24 berarti definite gangguan kognitif

BAB III

29

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS


A. KERANGKA TEORI

Hipertensi

Penurunan
fungsi
kognitif

Tekanan
darah ke otak
meningkat

Vasokontriksi
pembuludarah
otak

Sebagial
sel-sel
saraf otak
mati

Sel-sel saraf
kekurangan
asupan
darah

B. KERANGKA KONSEPSIONAL

HIPERTENSI

FUNGSI KOGNITIF

C. HIPOTESIS
Terdapat pengaruh hipertensi terhadap penurunan fungsi kognitif pada
pasien lansia di wilayah kerja Puskesmas Plaosan.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

30

A. Ruang lingkup penelitian


Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang Ilmu penyakit Dalam, Ilmu
Geriatri dan Psikiatri
B. Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Klinik Umum dan Pustu di wilayah
kerja Puskesmas Plaosan. Waktu penelitian dilakukan selama bulan
April 2015
C. Desain penelitian
Penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan cross sectional,
dimana kegiatan pengumpulan data dilakukan dari responden pada satu
waktu, dengan jenis penelitian bersifat deskriptif dan analitik.
D. Populasi dan sampel penelitian
a. Populasi penelitian
Semua pasien usia lanjut yang datang berobat ke Klinik Umum dan
Pustu di wilayah kerja puskesmas Plaosan selama bulan April
2015.
b. Sampel penelitian
Jumlah sampel 50 pasien, yang menderita hipertensi 27 pasien,
dengan 23 pasien yang tidak menderita hipertensi sebagai kontrol.
c. Cara pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kriteria inklusi

Kriteri inklusi:
1. Merupakan pasien usia lanjut yang berumur 45 tahun di
wilayah kerja Puskesmas Plaosan.
2. Bersedia mengikuti penelitian/ mengisi quesioner
3. Pasien usia lanjut yang tidak mengalami kecacatan mental dan
fisik.

31

4. Pasien usia lanjut yang memiliki pendidikan minimal


SD/setara.
5. Pasien usia lanjut tidak menderita penyakit lain selain
hipertensi.
E. Variable penelitian
a. Variable bebas
Hipertensi
b. Variable tergantung
Penurunan fungsi kognitif
F. Definisi operasional
Hipertensi adalah tekanan darah lebih dari 140/90mmHg.
Penurunan Fungsi kognitif adalah penurunan

kemampuan

orientasi,registrasi, atensi, dan kalkulasi serta bahasa dan


pemahaman.
Lansia adalah orang yang berusia lebih dari atau sama dengan 45
tahun, terdiri atas:
o usia pertengahan (middle age)adalah 45-59 tahun,
o lanjut usia (ederly) adalah 60-74 tahun,
o lanjut usia tua (old) adalah 75-90 tahun,
o usia sangat tua (very old) adalah diatas 90 tahun

G. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berupa kuesioner data diri responden dan kuesioner
yang mengacu pada kuesioner MMSE. Instrumen ini tidak dilakukan uji
validitas dan reliabilitas karena telah banyak digunakan untuk meneliti
tentang fungsi kognitif lansia.
H. Tehnik Pengumpulan Data
Data diperoleh dari pengisian kuesioner yang telah disiapkan oleh peneliti
dengan menggunakan teknik wawancara.
I. Pengolahan dan Analisis data
Pengolahan Data

32

a. Pengolahan Data (editing)


Meneliti kembali apakah lembar kuesioner sudah cukup baik sehingga
dapat di proses lebih lanjut. Editing dapat dilakukan di tempat
pengumpulan data sehingga jika terjadi kesalahan maka upaya
perbaikan dapat segera dilaksanakan.
b. Pengkodean (Coding)
Usaha mengklarifikasi jawaban-jawaban yang ada menurut macamnya,
menjadi bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode.
c. Pemasukan Data (Entry)
Memasukan data ke dalam perangkat komputer sesuai dengan kriteria.
d. Pembersihan Data (Cleaning data)
Data yang telah di masukan kedalam komputer diperiksa kembali untuk
mengkoreksi kemungkinan kesalahan.
Tehnik Analisis Data
Pada penelitian ini digunakan analisa univariat yaitu analisa yang
dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian dalam analisa ini
menghasilkan distribusi dan persentase dari variabel yang diteliti.
J. Lembar etika
Sebelum dilakukan penelitian responden akan menandatangani format
persetujuan sebagai responden dalam penelitian ini, hal ini dilakukan
sebelum peneliti menyerahkan kuesioner untuk dilakukan wawancara.sxb
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Jumlah pasien usia lanjut yang memenuhi kriteria inklusi di Puskesmas
Plaosan yang berjumlah 50 orang. Penelitian ini dilakukan dengan
wawancara menggunakan MMSE kepada responden. Hasil penelitian dari
pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel yang dilakukan untuk

33

mendiskripsikan variabel dengan menggunakan distribusi frekuensi dengan


ukuran presentase.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi hipertensi pasien lansia berusia 45
tahun
Variabel
Hipertensi

Karakteristik

Frekuensi

Ya

27

54

Tidak

23

46

Dari tabel diketahui pasien lansia

yang menderita hipetensi sebanyak 27

orang atau 56%, sedangkan yang tidak menderita hipertensi 23 orang atau
46%

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi fungsi kognitif pasien lansia berusia 45


tahun
Keadaan fungsi kognitif
Frekuensi
%
Fungsi kognitif normal
22
44
Fungsi kognitif terganggu
28
56
Dari tabel 5 diketahui lansia, yang mengalami gangguan fungsi kognitif
(56% ) lebih banyak dibandingkan yang memiliki fungsi kognitif normal
(44%).
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi fungsi kognitif pasien lansia berusia 45
-59 tahun
Hipertensi
Ya
Tidak

Fungsi Kognitif Normal


Frekuensi
4
5

%
36,36
62,5

Fungsi Kognitif
terganggu
Frekuensi
%
7
63,63
3
37,5

Total
11
8

Dari tabel diketahui bahwa pasien usia lanjut berusia 45-59 tahun, yang
menderita hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif (63,63% ) lebih

34

banyak dibandingkan yang memiliki fungsi kognitif normal (33,36%).


Sedangkan yang tidak menderita hipertensi dengan gangguan fungsi
kognitif (37,5%) lebih sedikit dibandingkan yang memiliki fungsi kognitif
normal (62,5%)
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi fungsi kognitif pasien lansia berusia 6074 tahun

Hipertensi
Ya
Tidak

Fungsi Kognitif Normal


Frekuensi
4
8

%
28,57
57,14

Fungsi Kognitif
terganggu
Frekuensi
%
10
71,42
6
42,85

Total

14
14

Dari tabel diketahui bahwa pasien usia lanjut berusia 60-74 tahun, yang
menderita hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif (71,42% ) lebih
banyak dibandingkan yang memiliki fungsi kognitif normal (28,57%).
Sedangkan yang tidak menderita hipertensi dengan gangguan fungsi
kognitif (42,85%) lebih sedikit dibandingkan yang memiliki fungsi kognitif
normal (57,14%)

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi fungsi kognitif pasien lansia berusia 7590tahun di wilayah kerja Puskesmas Plaosan.
Hipertensi
Ya
Tidak

Fungsi Kognitif Normal


Frekuensi
1
0

%
50
0

Fungsi Kognitif

Total

terganggu
Frekuensi
%
1
50
1
100

2
1

Dari tabel diketahui bahwa pasien usia lanjut berusia 75-90 tahun yang
menderita hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif (50% ) sama dengan
yang memiliki fungsi kognitif normal (50%). Sedangkan yang tidak
menderita hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif (100%)

35

BAB V
PEMBAHASAN
A. Gambaran Fungsi kognitif dengan hipertensi
Hasil penelitian berdasarkan penyakit hipertensi yaitu didapatkan
bahwa pasien usia lanjut usia45 tahun di wilayah kerja puskesmas Plaosan
dengan penyakit hipertensi sebanyak 27 orang dan tanpa penyakit hipertensi
sebanyak 23 orang. Dari penelitian yang dilakukan, usia dari pasien usia
lanjut dibagi menurut WHO menjadi menjadi empat kriteria berikut: usia
pertengahan (middle age)adalah 45-59 tahun, lanjut usia (ederly) adalah 6074 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old)
adalah diatas 90 tahun (Makhfudli,2009)
Dari kriteria usia pertengahan (middle age) yaitu usia 45-59tahun,
didapatkan hasil dengan frekuensi yang menderita hipertensi dengan
gangguan fungsi kognitif (63,63% ) lebih banyak dibandingkan yang
memiliki fungsi kognitif normal (36,36%).
Dari kriteria lanjut usia (ederly) yaitu usia 60-74 tahun didapatkan
hasil dengan frekuensi yang menderita hipertensi dengan gangguan fungsi

36

kognitif(71,42%) lebih banyak dibandingkan yang memiliki fungsi kognitif


normal (28,57%)
Dari kriteria lanjut usia tua (old) yaitu usia 75-90 tahun didapatkan
hasil dengan frekuensi yang menderita hipertensi dengan gangguan fungsi
kognitif(50%)sama dengan yang memiliki fungsi kognitif normal (50%).
Terdapat hubungan antara penyakit hipertensi dengan penurunan
fungsi kognitif pasien usia lanjut sesuai dengan penelitian yang
membandingkan 378 penderita hipertensi dengan 366 subjek normotensi.
Hasilnya menunjukkan bahwa fungsi kognitif penderita hipertensi lebih
terganggu.(Kuusisto,1993).

B. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yaitu penelitian
yang hanya memotert dan menganalisa suatu keadaan dalam suatu saat
tertentu saja.
2. Adanya kemungkinan terjadinya bias karena faktor kesalahan
interpretasi responden dalam memahami maksud dari pertanyaan
sebenarnya.

Jawaban

responden

tergantung

pada

pemahaman

responden terhadap pertanyaan kuesioner.

37

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Terdapat pengaruh hipertensi terhadap penurunan fungsi kognitif
pada pasien lansia usia 45-59tahun (63,63%) dan lansia usia 60-74
tahun ( 71,42%)
2. Pada pasien lansia usia 75-90tahun tidak didapatkan pengaruh
hipertensi terhadap fungsi kognitif (50%).
B. Saran
1. Bagi keluarga dapat memberikan dukungan emosional dan perhatian
khusus bagi pasien usia lanjut yang mengalami penurunan fungsi
kognitif,

karena

keluarga

memiliki

peranan

penting

dalam

mempertahankan fungsi kognitif pasien. Keluarga harus lebih aktif lagi


dalam berinteraksi terhadap pasien,misalnya dengan mengajak pasien
untuk mengisi TTS( Teka-teki Silang)
2. Bagi praktisi kesehatan dapat lebih baik lagi dalam menangani dan
mendeteksi secara dini pasien usia lanjut yang mengalami penurunan
fungsi kognitif, sehingga penurunan fungsi kognitif dapat diperlambat.
3. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian dapat dilakukan dengan jumlah
sampel yang lebih besar,dan mencari faktor-faktor lain yang turut
berpengaruh terhadap fungsi kognitif pada lansia.

DAFTAR PUSTAKA

38

1. Badan Pusat Statistik. Data Statistik Indonesia:Jumlah Penduduk menurut


Kelompok Umur, Jenis Kelamin,Provinsi, dan Kabupaten/kota.2010
2. Dayamaes,R.Gambaran fungsi Kognitif Klien Usia Lanjut di Posbindu
Rosela Legoso Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur Tangerang
Selatan(Karya Tulis Ilmiah) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.Jakarta:2013.
3. Dikot Y & Ong.PA. Diagnosa Dini dan Penatalaksanaan Demensia di
Pelayanan Medis Primer.Asosiasi Alzheimer Indonesia.Cab.Jawa Barat
dan Asna Dementia Standing Comitte.2007
4. Folstein,M.Mini Mental State a Practical Method for Grading the
Cognitive State of Patients for the Clinician, Journal of Psychiatric
Research.1975
5. Gunawan,Lany.Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular.Yogyakarta:Kanisius.2000
6. Kuusisto J. Essential Hypertension and Cognitive Function. The Role of
Hyperinsulinemia.Hypertension.1993
7. Macnair,Trisha.2001.Tekanan Darah Tinggi.Jakarta:Erlangga
8. Nehlig, A. Is Caffeine a Cognitive Enhancer?.Journal of Alzheimer
Disease 20:S85-S94.2010
9. Notoatmodjo,Soekidjo.2002.Metodologi Penelitian
Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta
10. Sarwono Warpadzi, Soeparman, dkk.2006.Ilmu Penyakit Dalam jilid
VI.Jakarta:Balai Penerbitan FKUI

LAMPIRAN
39

40

Intepretasi Hasil:
Skor 24-30 :Fungsi Kognitif
Normal
Skor <24: definitive Fungsi
Kognitif

Nama Pasien:..(laki/perempuan)
Usia:pendidikan:
Riwayat Penyakit: Hipertensi (..)

41

42

You might also like