You are on page 1of 16

LIMFOMA MALIGNA

A. Anatomi Sistem Limfatik


Sistem limfatik terdapat di seluruh bagian tubuh manusia, kecuali sistem
saraf pusat. Bagian terbesarnya terdapat di sumsum tulang, lien, kelenjar
timus, limfonodi dan tonsil. Organ-organ lain termasuk hepar, paru-paru, usus,
jantung, dan kulit juga mengandung jaringan limfatik.

Gambar. Anatomi Sistem Limfatik

Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan diameter sangat


kecil sampai dengan 1 inchi. Limfonodi biasanya membentuk suatu kumpulan
(yang terdiri dari beberapa kelenjar) di beberapa bagian tubuh yang berbeda
termasuk leher, axilla, thorax, abdomen, pelvis, dan inguinal. Kurang lebih
dua per tiga dari seluruh kelenjar limfe dan jaringan limfatik berada di sekitar
dan di dalam tractus gastrointestinal.

Pembuluh limfe besar adalah ductus thoracicus, yang berasal dari sekitar
bagian terendah vertebrae dan mengumpulkan cairan limfe dari extremitas
inferior, pelvis, abdomen, dan thorax bagian inferior. Pembuluh limfe ini
berjalan melewati thorax dan bersatu dengan vena besar di leher sebelah kiri.
Ductus limfatikus dextra mengumpulkan cairan limfe dari leher sebelah
kanan, thorax, dan extremitas bagian superior kemudian menyatu dengan vena
besar pada leher kanan.
Limpa berada di kuadran kiri atas abdomen. Tidak seperti jaringan limfoid
lainnya, darah juga mengalir melewati limpa. Hal ini dapat membantu untuk
mengontrol volume darah dan jumlah sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh
serta dapat membantu menghancurkan sel darah yang telah rusak.
B. Definisi
Limfoma atau limfoma maligna adalah sekelompok kanker di mana sel-sel
limfatik menjadi abnormal dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena
jaringan limfe terdapat di sebagian besar tubuh manusia, maka pertumbuhan
limfoma dapat dimulai dari organ apapun.
C. Klasifikasi
Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu:
1. Limfoma Hodgkin (LH)
Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu tipe klasik dan tipe nodular
predominan limfosit, di mana limfoma hodgkin tipe klasik memiliki empat
subtipe menurut Rye, antara lain:
a. Nodular Sclerosis
b. Lymphocyte Predominance
c. Lymphocyte Depletion
d. Mixed Cellularity
2. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)
Formulasi Kerja (Working Formulation) membagi limfoma non-hodgkin
menjadi tiga kelompok utama, antara lain:

a. Limfoma Derajat Rendah


Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu limfoma limfositik kecil,
limfoma folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma folikuler
campuran sel belah besar dan kecil.
b. Limfoma Derajat Menengah
Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel besar,
limfoma difus sel belah kecil, limfoma difus campuran sel besar dan
kecil, dan limfoma difus sel besar.
c. Limfoma Derajat Tinggi
Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma imunoblastik
sel besar, limfoma limfoblastik, dan limfoma sel tidak belah kecil.
Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel ReedSternberg yang bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel
Reed-Sternberg adalah suatu sel besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti
ganda

(binucleated),

berlobus

dua

(bilobed),

atau

berinti

banyak

(multinucleated) dengan sitoplasma amfofilik yang sangat banyak. Tampak


jelas di dalam inti sel adanya anak inti yang besar seperti inklusi dan seperti
mata burung hantu (owl-eyes), yang biasanya dikelilingi suatu halo yang
bening.

(a)

(b)

Gambar. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed Sternberg dan
(b) Limfoma Non Hodgkin

/
2

2.3 Epidemiologi
Pada tahun 2002, tercatat 62.000 kasus LH di seluruh dunia. Di negaranegara berkembang ada dua tipe limfoma hodgkin yang paling sering terjadi, yaitu
mixed cellularity dan limphocyte depletion, sedangkan di negara-negara yang
sudah maju lebih banyak limfoma hodgkin tipe nodular sclerosis. Limfoma
hodgkin lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, dengan distribusi usia
antara 15-34 tahun dan di atas 55 tahun.1
Berbeda dengan LH, LNH lima kali lipat lebih sering terjadi dan
menempati urutan ke-7 dari seluruh kasus penyakit kanker di seluruh dunia.
Secara keseluruhan, LNH sedikit lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita.
Rata-rata untuk semua tipe LNH terjadi pada usia di atas 50 tahun.6
Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia
menduduki urutan keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya
mengapa angka kejadian penyakit ini terus meningkat. Adanya hubungan yang
erat antara penyakit AIDS dan penyakit ini memperkuat dugaan adanya hubungan
antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi sebelumnya.
D. Etiologi
Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat ini belum
diketahui secara pasti. Beberapa hal yang diduga berperan sebagai penyebab
penyakit ini antara lain:
1. Infeksi (EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, dan Helicobacter pylori)
2. Faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia (pestisida, herbisida, bahan
kimia organik, dan lain-lain), kemoterapi, dan radiasi.
3. Inflamasi kronis karena penyakit autoimun
4. Faktor genetic
E. Patofisiologi
Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik pada sel-sel
tubuh manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang dapat menginduksi terjadinya
keganasan. Gen-gen tersebut adalah proto-onkogen, gen supresor tumor, gen yang
mengatur apoptosis, gen yang berperan dalam perbaikan DNA.
Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang mempengaruhi pertumbuhan
dan diferensiasi, gen ini dapat bermutai menjadi onkogen yang produknya dapat
menyebabkan transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor tumor adalah gen
yang dapat menekan proliferasi sel (antionkogen). Normalnya, kedua gen ini bekerja
secara sinergis sehingga proses terjadinya keganasan dapat dicegah. Namun, jika

terjadi aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen serta terjadi inaktivasi gen supresor
tumor, maka suatu sel akan terus melakukan proliferasi tanpa henti.
Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang mengatur
apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan DNA jika terjadi kerusakan. Gen yang
mengatur apoptosis membuat suatu sel mengalami kematian yang terprogram,
sehingga sel tidak dapat melakukan fungsinya lagi termasuk fungsi regenerasi. Jika
gen ini mengalami inaktivasi, maka sel-sel yang sudah tua dan seharusnya sudah mati
menjadi tetap hidup dan tetap bisa melaksanakan fungsi regenerasinya, sehingga
proliferasi sel menjadi berlebihan. Selain itu, gagalnya gen yang mengatur perbaikan
DNA dalam memperbaiki kerusakan DNA akan menginduksi terjadinya mutasi sel
normal menjadi sel kanker.

F. Gejala Klinis
Baik tanda maupun gejala limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Manifestasi Klinis dari Limfoma
Limfoma Hodgkin
Asimtomatik limfadenopati
Gejala

Anamnesis

sistemik

Limfoma Non-Hodgkin
Asimtomatik limfadenopati

(demam Gejala

(demam

intermitten, keringat malam,

intermitten, keringat malam,

BB turun)

BB turun)

Nyeri

dada,

batuk,

napas

pendek

Nyeri

Mudah lelah
Gejala obstruksi GI tract dan

Pruritus

Pemeriksaan Fisik

sistemik

Urinary tract.
tulang

atau

nyeri

punggung
Teraba pembesaran limonodi
pada satu kelompok kelenjar

perifer
Cincin Waldeyer dan kelenjar

(cervix, axilla, inguinal)


Cincin Waldeyer & kelenjar

mesenterik sering terkena


Hepatomegali

mesenterik jarang terkena


Hepatomegali

Melibatkan banyak kelenjar

&

Splenomegali

&

Splenomegali
Massa di abdomen dan testis

Sindrom Vena Cava Superior


Gejala susunan saraf pusat
4

(degenerasi

serebral

dan

neuropati)

Selain tanda dan gejala di atas, stadium limfoma maligna secara klinis juga
dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi Ann Arbor yang telah dimodifikasi
Costwell.1,3,6
Tabel 2. Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh Costwell
Keterlibatan/Penampakan
Stadium
I
Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ
II

ekstralimfatik (IE)
Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio yang

III

letaknya berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang sama (IIE)
Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma

IV

ditambah dengan organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES)


Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ
ekstralimfatik

Suffix
A
B

Tanpa gejala B
Terdapat salah satu gejala di bawah ini:

Penurunan BB lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan

sebelum diagnosis ditegakkan yang tidak diketahui penyebabnya


Demam intermitten > 38 C
Berkeringat di malam hari
Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm,
atau , massa mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari diameter transthoracal
maximum pada foto polos dada PA

Gambar. Penentuan Stadium Limfoma berdasarkan Klasifikasi Ann Arbor


5

G. Diagnosis
Diagnosis limfoma hodgkin maupun non-hodgkin dapat ditegakkan
melalui prosedur-prosedur di bawah ini.3
1. Anamnesis lengkap yang mencakup pajanan, infeksi, demam, keringat
malam, berat badan turun lebih dari 10 % dalam waktu kurang dari 6
bulan.
2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada sistem limfatik (kelenjar
getah bening, hati, dan lien dengan dokumentasi ukuran), infiltrasi kulit
atau infeksi.
3. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan differensiasi sel darah putih, dan
hitung trombosit.
4. Pemeriksaan kimia darah, mencakup tes faal hati dan ginjal, asam urat,
laktat dehidrogenase (LDH), serta alkali fosfatase.
5. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hilus
(pembesaran kelenjar getah bening bronkus, efusi pleura, dan penebalan
dinding dada.
6. CT scan atau MRI dada, abdomen, dan pelvis.
7. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang.
8. Scan galium, dilakukan sebelum dan sesudah terapi, dapat menunjukkan
area penyakit atau penyakit residual pada mediastinum.
9. Biopsi dan aspirasi sumsum tulang pada limfoma stadium III dan IV.
10. Evaluasi sitogenetik dan sitometri aliran.
H. Diagnosis Banding

Citomegalovirus
Mononukleosis infeksiosa
Ca Paru
Artritis rheumatoid
Sarkoidosis

Serum Sickness
Sifilis
Lupus Eritematosus Sistemik
Toxoplasmosis
Tuberculosis

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan melalui berbagai cara,
yaitu:
1. Pembedahan
Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang
terbatas dalam pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma,
seperti limfoma gaster yang terbatas pada bagian perut saja atau jika ada
resiko perforasi, obstruksi, dan perdarahan masif, pembedahan masih
6

menjadi pilihan utama. Namun, sejauh ini pembedahan hanya dilakukan


untuk mendukung proses penegakan diagnosis melalui surgical biopsy.
2. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan
limfoma, terutama limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini
lebih sulit untuk diprediksi. Beberapa jenis radioterapi yang tersedia telah
banyak

digunakan

untuk

mengobati

limfoma

hodgkin

seperti

radioimunoterapi dan radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan


antibodi monoclonal seperti CD20 dan CD22 untuk melawan antigen
spesifik

dari

limfoma

secara

langsung,

sedangkan

radioisotope

menggunakan Iodine atau Yttrium untuk irradiasi sel-sel tumor secara


selektif. Teknik radiasi yang digunakan didasarkan pada stadium limfoma
itu sendiri, yaitu:
a. Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
b. Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
c. Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
d. Untuk stadium IV secara total body irradiation

Gambar. Berbagai macam teknik radiasi


3. Kemoterapi
Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan
banyak obat-obatan kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap
limfoma.
Pengobatan Awal:
a. MOPP regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus atau lebih.

Mechlorethamine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 8


Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2 hari ke 1 dan 8
Procarbazine: 100 mg/m2, hari 1-14

Prednisone: 40 mg/m2, hari 1-14, hanya pada siklus 1 dan 4


b. ABVD regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus
Adriamycin: 25 mg/m2, hari ke 1 dan 15
Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke 1 dan 15
Vinblastine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 15
Dacarbazine: 375 mg/m2, hari ke 1 dan 15
c. Stanford V regimen: selama 2-4 minggu pada akhir siklus
Vinblastine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 7, 9, 11
Doxorubicin: 25 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 9, 11
Vincristine: 1,4 mg/m2, minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12
Bleomycin: 5 units/m2, minggu ke 2, 4, 8, 10, 12
Mechlorethamine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 5, 9
Etoposide: 60 mg/m2 dua kali sehari, minggu ke 3, 7, 11
Prednisone: 40 mg/m2, setiap hari, pada minggu ke 1-10, tapering
of pada minggu ke 11,12
d. BEACOPP regimen: setiap 3 minggu untuk 8 siklus
Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke- 8
Etoposide: 200 mg/m2, hari ke 1-3
Doxorubicin (Adriamycine): 35 mg/m2, hari ke-1
Cyclophosphamide: 1250 mg/m2, hari ke-1
Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2, hari ke-8
Procarbazine: 100 mg/m2, hari ke 1-7
Prednisone: 40 mg/m2, hari ke 1-14
Jika pengobatan awal gagal atau penyakit relaps:
a. ICE regimen
Ifosfamide: 5 g/m2, hari ke-2
Mesna: 5 g/m2, hari ke-2
Carboplatin: AUC 5, hari ke-2
Etoposide: 100 mg/m2, hari ke 1-3
b. DHAP regimen
Cisplatin: 100 mg/m2, hari pertama
Cytarabine: 2 g/m2, 2 kali sehari pada hari ke-2
Dexamethasone: 40 mg, hari ke 1-4
c. EPOCH regimen Pada kombinasi ini, etoposide, vincristine, dan
doxorubicin diberikan secara bersamaan selama 96 jam IV secara
berkesinambungan.
Etoposide: 50 mg/m2, hari ke 1-4
Vincristine: 0.4 mg/m2, hari ke 1-4
Doxorubicin: 10 mg/m2, hari ke 1-4
Cyclophosphamide: 750 mg/m2, hari ke- 5
Prednisone: 60 mg/m2, hari ke 1-6

4. Imunoterapi

Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-, di mana


interferon- berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun
akibat pemberian kemoterapi.
5. Transplantasi sumsum tulang

Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma


tidak membaik dengan pengobatan konvensional atau jika pasien
mengalami pajanan ulang (relaps). Ada dua cara dalam melakukan
transplantasi sumsum tulang, yaitu secara alogenik dan secara autologus.
Transplantasi secara alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai
dengan sumsum penderita. Donor tersebut bisa berasal dari saudara
kembar, saudara kandung, atau siapapun asalkan sumsum tulangnya sesuai
dengan sumsum tulang penderita. Sedangkan transplantasi secara
autologus, donor sumsum tulang berasal dari sumsum tulang penderita
yang masih bagus diambil kemudian dibersihkan dan dibekukan untuk
selanjutnya ditanamkan kembali dalam tubuh penderita agar dapat
menggantikan sumsum tulang yang telah rusak.
J. Komplikasi
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma
maligna, yaitu komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan
komplikasi karena penggunaan kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan
kanker itu sendiri dapat berupa pansitopenia, perdarahan, infeksi, kelainan
pada jantung, kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava superior, kompresi
pada spinal cord, kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada
traktus gastrointestinal, nyeri, dan leukositosis jika penyakit sudah memasuki
tahap leukemia. Sedangkan komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat
berupa pansitopenia, mual dan muntah, infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi
setelah diare atau muntah, toksisitas jantung akibat penggunaan doksorubisin,
kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor.
K. Prognosis
Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin
ditentukan oleh beberapa faktor di bawah ini, antara lain:

Serum albumin < 4 g/dL

Hemoglobin < 10.5 g/dL

Jenis kelamin laki-laki

Stadium IV

Usia 45 tahun ke atas

Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3

Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih
Jika pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai

90%, sedangkan pasien dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka


harapan hidupnya hanya 59%. Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin, faktor
yang mempengaruhi prognosisnya antara lain:

usia (>60 tahun)


Ann Arbor stage (III-IV)
hemoglobin (<12 g/dL)
jumlah area limfonodi yang terkena (>4) and
serum LDH (meningkat)
yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok resiko, yaitu resiko

rendah (memiliki 0-1 faktor di atas), resiko menengah (memiliki 2 faktor di


atas), dan resiko buruk (memiliki 3 atau lebih faktor di atas).
L. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal,
tidak terasa nyeri,mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal
paha). Pembesaran kelenjar tadi dapatdimulai dengan gejala penurunan
berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat segeradicurigai
sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem
limfatikmerupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan
kelenjar limfe dengan sejenisvirus atau mungkin tuberculosis limfa.
a. Aktifitas /istirahat
Gejala : Kelelahan, kelemahan atau malaise umum.

Kehilangan produktifitasdan penurunan toleransi latihan.


Kebutuhan tidaur dan istirahat lebih banyak.

Tanda : Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban dan tanda


lain yang menunjukkan kelelahan.

10

b. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, angina/nyeri dada.
Tanda :Takikardia, disritmia.
Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran
nodus limfa adalah kejadian yang jarang).
Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati
dan obtruksi duktus empedu dan pembesaran nodus limfa(mungkin
tanda lanjut). Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
c. Integritas ego
Gejala : Faktor stress, misalnya sekolah, pekerjaan, keluarga.
Takut/ansietas sehubungan dengandiagnosis dan kemungkinan takut
mati.
Takut sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan
(kemoterapi dan terapi radiasi).
Masalah finansial biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut
kehilangan pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu kerja.
Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan menjadi orang yang
tergantung pada keluarga.
Tanda :Berbagai perilaku, misalnya marah, menarik diri, pasif.
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan karakteristik urine dan atau feses.
Riwayat Obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorbsi
(infiltrasi dari nodus limfa retroperitoneal).
Tanda : Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada
palpasi (hepatomegali). Nyeri tekan pada kudran kiri atas dan
pembesaran pada palpasi (splenomegali).
Penurunan haluaran urine urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretal/
gagal ginjal). Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang
spinal terjadi lebih lanjut).
e. Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia/kehilangna nafsu makan, disfagia (tekanan pada
easofagus), adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan
sama dengan 10% atau lebih dari berat

badan dalam 6 bulan

sebelumnya dengan tanpa upaya diet.


Tanda : Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan
(sekunder terhadap kompresi venakava superior oleh pembesaran
nodus limfa).

11

Ekstremitas : edema ekstremitas bawah sehubungan dengan obtruksi


vena kava inferior dari pembesaran nodus limfa intraabdominal (nonHodgkin).
f. Neurosensori
Gejala : Nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh
pembesaran nodus limfa pada

brakial, lumbar, dan pada pleksus

sakral. Kelemahan otot, parestesia.


Tanda : Status mental letargi, menarik diri, kurang minatumum
terhadap sekitar. Paraplegia (kompresi batang spinaldari tubuh
vetrebal, keterlibatan diskus pada kompresiegenerasi, atau kompresi
suplai darah terhadap batng spinal).
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala:Nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena misalnya, pad
a sekitar mediastinum, nyeridada, nyeri punggung (kompresi vertebra),
nyeri tulang umum (keterlibatan tulang limfomatus). Nyeri segera pada
area yang terkena setelah minum alkohol.
Tanda : Fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.
h. Pernafasan
Gejala : Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada, Tanda Dispnea,
takikardia. Batuk kering non-produktif
Tanda :Distres pernapasan, contoh peningkatan frekwensi pernapasan
dan kedaalaman penggunaan otot bantu,

stridor,

sianosis.

Parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf


laringeal).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut b.d agen injuri biologi.
b. Hyperthermia b.d tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap
inflamasi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi : lebih sedikit dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia/ penurunan nafsumakan .
3. Rencana Tindakan Keperawatan
No

Diagnosa

Tujuan dan ktiteria hasil

Intervensi

keperawatan

12

1. Nyeri Akut b.d agen NOC


NIC
Setelah dilakukan tindakan Melakukan pengkajian
injuri biologi.
keperawatan selama 3x24 jam
nyeri
secara
pasien tidak mengalami nyeri,

komprehensif termasuk

dengan kriteria hasil:


mampu mengongrol nyeri

lokasi,

karakteristik,

durasi,

frekuensi,

(tahu pennebab nyeri, mampu


menggunakan

tehnik

kualitas
Observasi reaksi non

nonfarmakologi

unyuk

verbal

dari

ketidaknyamanan
Bantu
pasien

dan

mengurangi nyeri, mencari


bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang
menggunakan

keluarga untuk mencari

dengan

dan

manajemen

nyeri
Mampu mengenali nyeri

menemukan

dukungan
Kontrol

lingkungan

yang

dapat

(skala, intensitas, frekuensi

mempengaruhi

nyeri

dan tanda nyeri)


Menyatakan rasa nyaman

seperti suhu ruangan,

setelah nyeri berkurang


T anda vital dalam rentang
normal
Tidak mengalami gangguan

pencahayaan

dan

kebisingan
Mengajarkan

tentang

teknik non farmakologi:


napas dalam, relaksasi,

tidur.

distraksi,

kompres

hangat/ dingin
Monitor
vital

sign

sebelum dan sesudah


pemberian
2. Hyperthermia

b.d NOC
setelah dilakukan tindakan
tidak
efektifnya
keperawatan selama 3x24 jam
termoregulasi
pasien menunjukkan suhu
sekunder terhadap
tubuh dalam batas normal
inflamasi.
dengan kriteria hasil:
Suhu 36 37oC

analgesik

pertama kali
NIC
Moninor suhu sesering

mungkin
Monitor

suhu kulit
Monitor tekanan darah,

warna

nadi dan RR

13

dan

Nadi

dan

RR

dalam

rentang normal
Tidak ada perubahan

tingkat kesadaran
Kompres pasien pada

warna kulit dan "idak ada

lipat paha dan aksila


Tingkatkan
sirkulasi

pusing, merasa nyaman

Monitor

penurunan

udara

3. Ketidakseimbangan
nutrisi :

lebih

sedikit dari
kebutuhan
tubuh b.d anoreksia/
penurunan
makan .

nafsu

NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan Monitor

adanya

keparawatan selama 3x24 jam

penurunan BB dan gula

kebutuhan nutrisi klien dapat

darah
Monitor

terpenuhi

criteria

dengan

hasil:
Menunjukkan peningkatan

BB/ BB stabil.
Nafsu
makan
klien

meningkat
Klien
menunjukkan

perilaku perubahan pola


hidup

untuk

mempertahankan

berat

badan yang sesuai.

lingkungan

selama makan
Monitor turgor kulit
Moninor
kekeringan,
rambut kusam
Monitor
mual
muntah
Monitor

pucat,

kemerahan,

dan

kekeringan

jaringan

konjungtiva
Monitor intake nuntrisi

DAFTAR PUSTAKA

1.

Dessain,

S.K.

2009.

Hodgkin

Disease.

dan

[serial

online].

http://emedicine.medscape.com/article/201886-overview. [25 Juli 2010].


14

2.

Ford-Martin,

Paula.

2005.

Malignant

Lymphoma.

[serial

online].

3.

http://www.healthline.com/galecontent/malignant-lymphoma/. [25 Juli 2010].


Price, S.A dan Wilson, L.M. 2005. Pathophysiology: Clinical Concepts of
Disease Processes, Sixth Edition. Alih bahasa Pendit, Hartanto, Wulansari
dan Mahanani. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6.

4.

Jakarta: EGC
Reksodiputro, A. dan Irawan, C. 2006. Limfoma Non-Hodgkin. Disunting
oleh Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

5.

Universitas Indonesia.
Kumar, Abbas, dan Fausto. 2005. Phatologic Basis of Diseases 7th Edition.

6.

Philadelphia: Elsevier & Saunders


Vinjamaram, S. 2010. Lymphoma,

7.

http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview. [25 Juli 2010].


Berthold, D. dan Ghielmini, M. 2004. Treatment of Malignant Lymphoma.

Non-Hodgkin.

[serial

online].

Swiss Med Wkly (134) : 472-480.

15

You might also like