You are on page 1of 23

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE HEMORAGIK

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak
besar), serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon
(Satyanegara, 1998). Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus
kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari
lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung
jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobus parietalis yang berperanan
pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih
tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk
impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks
penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi
warna. Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater

yang

menyerupai

atap

tenda

yaitu

tentorium,

yang

memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah


sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot,
serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata,
pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat
refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin,
batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata
rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang 3

menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan


bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa
traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf
pendengaran dan penglihatan. Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu
talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan
stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus
fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus
akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan
pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan
dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer
yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
2. Nervus kranialis
a. Nervus olfaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b. Nervus optikus
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak,
c. Nervus okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata)
menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot
siliaris dan otot iris.
d. Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang
pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.

e. Nervus trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah
cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf
otak besar, sarafnya yaitu :
1) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian
depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola
mata.
2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas,
palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.
3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi

otot-otot

pengunyah.

Serabut-serabut

sensorisnya

mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.


f. Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf
penggoyang sisi mata.
g. Nervus fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya
mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf
ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk 5 wajah
dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk menghantarkan
rasa pengecap.
h. Nervus auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf
pendengar.

i. Nervus glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan
lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j. Nervus vagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf
motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus,
gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen.
Fungsinya sebagai saraf perasa.
k. Nervus asesorius
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus
trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
l. Nervus hipoglosus
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf
ini terdapat di dalam sumsum penyambung.
3. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi
oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak
diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri
vertebralis. Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan
dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi (Satyanegara,
1998).
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam
tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri
serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada

struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia,


kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus
frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks
motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis,
parietalis dan frontalis korteks serebri. Arteria vertebralis kiri dan kanan
berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arteri basilaris, terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan
di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior.
Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata,
pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri
posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian 8 diensefalon,
sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organorgan vestibular. Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui
venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke
sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke venavena ekstrakranial.

B. DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
(Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini

adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et


al, 2002).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat,
berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau
lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik. (Mansjoer, 2000)

C. KLASIFIKASI
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu
(Muttaqin, 2008) :
a. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif,
namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya
menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema

otak.

Peningkatan

TIK

yang

terjadi

cepat,

dapat

mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan


intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di
daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.

2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim
otak.Pecahnya

arteri

dan

keluarnya

keruang

subaraknoid

menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka


nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat
disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll).
b. Stroke Non Hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran
umumnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu :
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi
selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul
akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24
jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses
dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap
atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali
oleh serangan TIA berulang.

D. ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut (Muttaqin, 2008) :
1. Thrombosis serebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. thrombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada
48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
a) Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan
dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar,
aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis
bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :

Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran


darah.

Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.

Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan


kepingan thrombus (embolus).

Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian


robek dan terjadi perdarahan.

b) Hyperkoagulasi pada polysitemia


Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.
c) Arteritis ( radang pada arteri )
d) Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :

Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease


(RHD).

Myokard infark

Fibrilasi yaitu keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk


pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.

Endokarditis

oleh

bakteri

dan

non

bakteri,

menyebabkan

terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endokardium.


2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena atherosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang

berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan,


sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah :
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah :
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

E. MANIFESTASI KLINIK
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa
karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya. Manifestasi klinis stroke
menurut Smeltzer & Bare (2002), antara lain: defisit lapang pandang, defisit
motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit kognitif dan defisit emosional.
1. Defisit Lapang Pandangan
a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
b. Kesulitan menilai jarak

c. Diplopia
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama).
b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).
c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki.
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.
e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4. Defisit Verbal
a. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami)
b. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
5. Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d. Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri

b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
d. Depresi
e. Menarik diri
f. Rasa takut, bermusuhan dan marah
g. Perasaan isolasi

F. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah
(makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan
dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor
penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau
darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau
terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti
disekitar area. Areaedema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadangkadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai
menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus

menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro
vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan
tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu
4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti
jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemenelemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih
dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 %

pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan


volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi
volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach,
1999 cit Muttaqin 2008)

G. KOMPLIKASI
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral
dan luasnya area cedera.
1. Hipoksia serebral diminimalkan dengan member oksigenasi darah adekuat ke
otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan
kejaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin
serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam
memperthankan oksigenasi jaringan.
2. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serbral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus
menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral.
Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan
pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3. Embolisme Serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium
dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran
darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia
dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentkan
thrombus local. Selain it, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan
harus diperbaiki.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.

2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)


Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT)
3. CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan
otak
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang pungsi : pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia,
gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali

d. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu


sendiri.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1.

Penatalaksanaan umum
a. Pada fase akut
1) Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator
2) Monitor peningkatan tekanan intracranial
3) Monitor fungsi pernafasan: analisa gas darah
4) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
5) Evaluasi status cairan dan elektrolit
6) Control kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan dan cegah
resiko injuri
7) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompres lambung dan
pemberian makanan
8) Cegah emboli paru dan tromboflebitis dengan antikoagulan
9) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial, dan refleks
b. Fase rehabilitasi
1) Pertahankan nutrisi yang adekuat
2) Program manajemen bladder dan bowel
3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)

4) Pertahankan integritas kulit


5) Pertahankan komunikasi yang efektif
6) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
7) Persiapan pasien pulang
2.

Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume
lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikuloperitoneal bila ada hidrosefalus obstruksif akut
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh klien TIA
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisme

3.

Terapi obat
Pengobatan konservatif :
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS)
b. Dapat diberikan histamine, aminophilin, papaverin intra arterial
c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan
peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
Antiagregasi trombosit seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi ateroma

d. Antikoagulan

dapat

diresepkan

untuk

mencegah

terjadinya

atau

memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam system


kardiovaskuler
Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke :
a. Stroke iskemia
1) Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue plasminogen)
2) Pemberian obat-obatan jantung seperti digoksin pada aritmia jantung
atau alfa beta, kaptopril, antagonis kalsium pada pasien dengan
hipertensi
b. Stroke hemoragik
1) Antihipertensi : kaptopril, antagonis kalsium
2) Diuretik : manitol 20%, furosemide
3) Antikonvulsan : fenitoin

J. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.

3. Riwayat penyakit sekarang


Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.
6. Aktivitas/istirahat :
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya
rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
7. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia. Dan hipertensi arterial.
8. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.

9. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK, misalnya inkontinensia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
10. Makanan/cairan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,
dysfagia.
11. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.
Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur,
dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada
bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada
sisi yang sama di muka.
12. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka.
13. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas,
whezing, ronchi.
14. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injuri. Perubahan
persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan
mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
15. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

b. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
ke otak
3. Defisit perawatan diri : makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
dengan kerusakan neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (2003). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Corwin, EJ. (2009). Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan.Jakarta: Salemba Medika.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika.
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Jakarta: EGC.

You might also like