Professional Documents
Culture Documents
CA. NASOFARING
DI RUANG RAJAWALI 5A RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
Disusun oleh :
Bella Ayu Soraya
P.17420113045
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2015
I.
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari
epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.
Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT.
Sebagian besar klien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas di daerah kepala dan leher
yang terbanyak di temukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan
leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian di ikuti oleh tumor ganas hidung
dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil,
hipofaring dalam prosentase rendah.
B. Etiologi
Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama
timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal disana
tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk
mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak,
merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga
menimbulkan Ca Nasofaring. Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca
Nasofaring :
1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.
C. Patofisologi
Pada kanker nasofaring ini disebabkan oleh virus Epstein-Barr melalui
mediator ikan asin, makanan yang diawetkan (mengandung nitrosamine), kontak
dengan zat karsinogen (asap industri, gas kimia) dan juga dapat dikarenakan radang
kronis daerah nasofaring. Setelah itu, virus masuk berkembang biak kemudian
menyerang bagian telinga dan hidung khususnya. Dengan hidupnya virus EpsteinBarr didaerah nasofaring (dekat telinga dan hidung), membuat sel-sel kanker
berkembang sehingga membuat terjadinya sumbatan atau obstruksi pada saluran
tuba eusthacius dan hidung. Sumbatan yang terjadi dapat menyebabkan baik
gangguan pendengaran maupun gangguan penghidu, sehingga merupakan gangguan
persepsi sensori.
Pathway
(TERLAMPIR)
Gejala Hidung :
b. Gejala telinga
c.
Gejala lanjut
a. Tipe WHO 1
- Karsinoma sel skuamosa (KSS)
- Deferensiasi baik sampai sedang.
- Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).
b. Tipe WHO 2
F. Penentuan Stadium
Tumor primer
T0
T1
T2
Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas pada rongga
nasofaring
T3
T4
Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang tengkorak atau saraf-
saraf otak
Tx
N0
N1
N2
N3
M0
M1
Metastase jauh
Stadium I : T1 No dan Mo
Stadium II : T2 No dan Mo
Stadium III : T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Nasofaringoskopi
a. Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter
b. Biopsi multiple
c. Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone
scantigraphy (bila dicurigai metastase tulang)
d.Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor
kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak,
manifestasi tergantung dari saraf yang dikenai.
d. Biopsi dari hidung dan mulut. Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/
daerah yang dicurigai. Biopsi minimal dilakukan pada dua tempat (kiri dan
kanan), melalui rinoskopi anterior, bila perlu dengan bantuan cermin melalui
rinoskopi posterior. Bila perlu Biopsi dapat diulang sampai tiga kali. Bila tiga
kali Biopsi hasil negatif, sedang secara klinis mencurigakan dengan karsinoma
nasofaring, biopsi dapat diulang dengan anestesi umum. Biopsi melalui
nasofaringoskopi dilakukan bila klien trismus atau keadaan umum kurang
baik. Biopsi kelenjar getah bening leher dengan aspirasi jarum halus dilakukan
bila terjadi keraguan apakah kelenjar tersebut suatu metastasis.
e. Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk
melihat/mendeteksi metastasis.
H. Penatalaksanaan
a. Radioterapi : Sebelumnya persiapan pasien dengan oral hygiene, dan apabila
infeksi/kerusakan gigi harus diobati terlebih dahulu. Dosis yang diberikan 200
rad/hari sampai 6000-6600 rad untuk tumor primer, sedangkan kelenjar leher
yang membesar diberi 6000 rad. Jika tidak ada pembesaran kelenjar diberikan
juga radiasi efektif sebesar 4000 rad. Ini dapat diberikan pada keadaan kambuh
atau pada metastasis tulang yang belum menimbulkan keadaan fraktur patologik.
Radiasi dapat menyembuhkan lesi, dan mengurangi rasa nyeri.
b. Kemoterapi : Sebagai terapi tambahan dan diberikan pada stadium lanjut.
Biasanya dapat digabungkan dengan radiasi dengan urutan kemoterapi-radiasikemoterapi. Kemoterapi yang dipakai yaitu Methotrexate (50 mg IV hari 1 dan
8); Vincristin (2 mg IV hari1); Platamin (100 mg IV hari 1); Cyclophosphamide
(2 x 50 mg oral, hari 1 s/d 10); Bleomycin (15 mg IV hari 8). Pada kemoterapi
harus dilakukan kontrol terhadap efek samping fingsi hemopoitik, fungsi ginjal
dan lain-lain.
c. Operasi : Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada
sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat
bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih.
I. Pencegahan
Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal didearah dengan
resiko tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah dengan resiko tinggi
ketempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara
memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang
berbahaya, penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan
keadaan sosial/ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinankemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik lgA-anti VCA dan lgA anti
EA secara massal dimsa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma
nasofaring secara lebih dini.
II.
MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Wawancara
Menurut Sjamsuhidajat (1998), Mansjoer (1999), Iskandar (1989),
informasi yang perlu didapatkan pada wawancara adalah sebagai berikut :
a.
2. Identitas
Identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
status marital, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian,
No Medrec, diagnosis dan alamat.
3. Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Biasanya didapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan
menelan terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa
terbakar dalam tenggorok.
Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan/atau keletihan, perubahan pada pola istirahat dan
jam kebiasaan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur misal nyeri, ansietas, berkeringat malam.
b. Neurosensori
Gejala : gangguan pendengaran dan penghidu, adanya pusing, sinkope.
c.
Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri terjadi pada bagian nasofaring, terasa panas.
d. Pernapasan
Gejala : Adanya asap pabrik atau industri
Tanda : pada pemeriksaan penunjang dapat terlihat adanya sumbatan seperti
massa.
e.
Makanan /cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah.
Tanda : perubahan pada kelembaban/turgor kulit.
5. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : Pada bagian leher terdapat benjolan, terlihat pada benjolan warna
kulit mengkilat.
b. Palpasi : Pasien saat dipalpasi adanya massa yang besar, selain itu terasa
nyeri apabila ditekan.
c. Pemeriksaan THT:
1. Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.
2. Rinoskopia anterior :
Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin
hanya banyak sekret.
Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga
hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.
3. Rinoskopia posterior :
Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak
agak menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.
Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
4. Faringoskopi dan laringoskopi : Kadang faring menyempit karena
penebalan jaringan retrofaring; reflek muntah dapat menghilang.
5. X foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan).
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan
pemasukan nutrisi..
3. Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d misintepretasi
informasi, ketidak familiernya sumber informasi.
C. INTERVENSI
No
Diagnosa
Nyeri akut
Tujuan
Intervensi
Manajemen nyeri :
selama 3 x 24
jam tingkat
kenyamanan klien
meningkat, dan
dibuktikan dengan level
nyeri: klien dapat
melaporkan nyeri pada
menyatakan kenyamanan
sebelumnya.
Control
kebisingan.
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri..
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
10.Kolaborasi dengan dokter bila
ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.
11.Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
Manajemen Nutrisi
1. kaji pola makan klien
2. Kaji adanya alergi makanan.
adekuat dibuktikan
dengan BB stabil tidak
terjadi mal nutrisi,
Risiko infeksi
Konrol infeksi :
Kurang
pengetahuan
tentang penyakit
dan perawatan nya
Knowledge : Illness
penyakit
Caredg kriteria :
2. Jelaskan tentang patofisiologi
1 Tahu Diitnya
2 Proses penyakit
3. Sediakan informasi tentang
3 Konservasi energi
4 Kontrol infeksi
5 Pengobatan
kondisi klien
4. Siapkan keluarga atau orangorang yang berarti dengan
informasi tentang
6 Aktivitas yang
perkembangan klien
dianjurkan
5. Sediakan informasi tentang
7 Prosedur pengobatan
8 Regimen/aturan
pengobatan
diagnosa klien
6. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
9 Sumber-sumber
kesehatan
10.Manajemen penyakit
Mengatakan
penerimaan diri &
keterbatasan diri
mendengarkan dalam
kelompok
sendiri.
Menggambarkan
keberhasilan dalam
kelompok social
Menggambarkan
kebanggaan terhadap
diri
D. IMPLEMENTASI
E.
EVALUASI
Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan melihat
respon klien, mengacu pada kriteria evaluasi, tahap ini merupakan proses yang
menentukan sejauah mana tujuan telah tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta
Guyton, Athur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 9, EGC, Jakarta
Iskandar.N, 1989, Tumor Telinga-Hidung-Tenggorokan, Diagnosis dan
Penatalaksanaan, Fakultas Kedokteran Umum, Universitas Indonesia, Jakarta
NANDA International, 2001, Nursing Diagnosis Classification 2005 2006, USA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC.
Jakarta.
Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat & Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.