You are on page 1of 119

MORGAN CHAPTER 21

ANESTESI UNTUK PASIEN DENGAN PENYAKIT


KARDIOVASKULER

Kata kunci
Komplikasi kardiovaskuler menyebabkan kematian
sekitar 25-50% setelah operasi non jantung. Infark miokard
(IM) perioperatif, edema pulmo, gagal jantung kongestif
(CHF), aritmia, dan tromboemboli adalah yang paling
banyak

ditemukan

pada

pasien

dengan

kelainan

kardiovaskuler. Dua faktor yang paling penting resiko


perioperatif adalah

unstable coronary

syndrome dan

terjadinya CDF. Kontraindikasi secara umum untuk bedah


nonjaniung elektif adalah jinfark miokard yang terjadi
kurang dari 1 bulan sebelum operasi dengan resiko
iskemia persisten dengan tes noninvasive, gagal jantung
dekompensasi dan stenosis aorta berat atau stenosis mitral.
Tanpa

memperhatikan

derajat

tckanan

darah

preoperative, banyak pasien dengan dengan hipertensi


mcnurijukan respon hipotens; saat induksi anestesi diikuti
dengan respon hipertensi yang berlebihan setelah intubasi.
Pasien hipertensi menunjukan respon berlebihan karena
katekolamin endogen (karena rangsangan intubasi atau
bedah) dan secara eksogen karena pemberian obat agonis
simpatis.

Pasien dengan penyakit jantung koroner berat (tiga


cabang koroner atau cabang utama), ada riwayat MI atau
disfungsi ventrikel adalah resiko terbesar pada komplikasi
kardiovaskuler. Resiko perioperatif dari MI dihubungkan
dengan jumlah iskemia residual yang menetap(sebagai
tambahan resiko infark).
Monitor holter, EKG exercise, scan perfusi jantung,
dan ekhokardiografi adalah pemeriksaan penting resiko
perioperatif dan membutuhan angiografi koroner. Tapi
pemeriksaan

ini

diindikasikan

hanya

jika

terdapat

perbedaan hasil pada pasien yang dirawat.


Penghentian tiba-tiba terapi medis antiangina pada
perioperatif, terutama beta bloker, dapat mencetuskan
peningkatan tiba-tiba dari episode iskemia (rebound). Pada
pasien dengar. penyakit jantung kongenital, peningkatan
SVR relative meningkatkan pulmonary vascular resistance
(PVR)

menyebabkan

peningkatan

PVR

left

to

secara

right

relatif

shunting,

dimana

meningkatkan

SVR

menyebabkan rigth to left shunting.


Adanya aliran shunting antara jantung kanan dan
kiri, bagaimanapun juga arah aliran darah, mengharuskan
pengeluaran

gelembung

udara

atau

clot

dari

cairan

intravena untuk mencegah emboiisme paradoksal masuk


ke otak a|au sirkulasi koroner.
Tujuan pengelolaan anestesi pada pasien dengan
tetralogi fallot adalah mcnjaga volume intravaskulur dan
SVR. Peningkatan PVR, seRerti karena asidosis atau
tekanan airway yang berlebihan scbaiknya dihindari.

Right to left shunting cenderung menurunkan uptake zat


anestesi inhalasi, sebaliknya, mempercepat onset dengan
agen intravena.
Tranplantasi
pengaruh

jantung

sarafotonom

didenervasi

secara

langsung

total

jadi,

tidak

ada.

Sebagai, tanbahan, tidak adanya peningkatan reflek


membuat pasien kadang sensitif uhtuk ccpat vasodilatasi.
Vasopressor indirect seperti efedrin dan dopamin kurang
efektif daripada agen yang direct acting karena tidak
adanya cadangan katekolamin pada saraf jantung.
Penyakit

kardiovaskuler,

terutama

iskemi

hipertensi dan penyakit katup jantung, adalah keadaan


yang sering ditemui dalam praktek anestesi dan penyebab
utarna morbiditas dan mortalitas perioperatif. Pengelolaan
pasien dengan penyakit ini merupakan tantangan yang
berkelanjutan

dan

kecerdasan

ahli

anestesi.

Respon

adrenergik terhadap rangsang bedah dan efek sirkulasi dari


zat

anestesi,

positif

intubasi

kehilangan

endotrakeal,
darah,

tekanan

pergerakan

ventilasi

cairan

dan

perubahan suhu tubuh memaksaan beban tambahan pada


sistem kardiovaskuler yang sudah membahayaknn. Banyak
agen

anestesi

menyebabkan

depresi

myokard,

vasodilatasi atau keduanya. Bahkan zat anestesi tidak


mempunyai efek sirkulasi langsung yang menyebabkan
depresi sirkulasi nyata pada pasien yang tergantung
aktifitas simpatis yang kronis. Terhentinya aktifitas ini
sebagai

konsekuensi

keadaan

dekompensasi sirkulasi akut.

anestesi

menyebabkan

Pengelolaan yang optimal pasien dengan penyakit


kardiovaskuler

membu-tuhkan

pengetahuan

fisiologi

jantung normal, efek sirkulasi dari beberapa agen anestesi


dan patofisiologi dan pe.natalaksanaan dari penyakit ini.
Prinsip-prinsip yang sama digunakan untuk terapi penyakit
ini secara preoperatif untuk diterapkan dalam intraoperatif.
Singkatnya

pilihan

bagaimana

agen

agen
tadi

anestesi

digunakan

tidak
dan

sepenting
pemahaman

latarbelakang patofisiolioginya.

FAKTOR-FAKTOR RESIKO JANTUNG


Prevalensi penyakit jantung meningkat progresif
dengan bertambahnya umur. Sebagai tambahan, jumiah
pasien umur lebih dari 65 tahun akan meningkat 25-35%
dalam 2 dekade berikutnya. Perioperatif infark myokard
(MI), edema pulmo, gagal jantung kongestif, aritmia dan
tromboemboli adalah palingsering tampak pada pasien
dengan penyakit kardiovaskuler. Komplikasi kardiovaskuler
berkisar 25-50% menyebabkan kematian setelah operasi
nonkardiovaskuler.

Insiden

edema

pulmo

lardiogenik

postoperatif kira-kira 2% pada semua pasien, umur lebih


dari 40 tahun, tapi 6% pada pasien dengan riwayat gagal
jantung dan 16% pada pasien dengan gagal jantung
berat.

Prevalensi

relative

tinggi

pada

gangguan

kardiovaskuler pada pembedahan sebagai jsaha untuk


mendefinisikan cardiac risk atau semacam tingkat kefatalan
intraoperatif atau postoperatif atau komplikasi jantung
yang mengancam jiwa

An American Coilege of Cardiology/American Heart


Association Task Force Report membagi tarc'a-tanda klinis
peningkatan

cardiac

intermediate,

dan

risk

minor.

menjadi
Tanda

prediktor

mayor

mayor,

menunjukan

pengelolaan yang intensif, intermediate ditandai dengan


peningkatan

resiko

dan

membutuhkan

peniiaian

preoperative yang lebih hati-hati dan minor ditandai


dengan adanya penyakit kardiovaskuler yang tidak jelas
menunjukan adanya peningkatan resiko perioperatif. Pasien
dengan tanda mayor sebaiknya dilakukan evaluasi cardiac
noninvasive dan bila bila perlu angiografi. Sebagian besar
pasien dengan tanda-tanda peningkatan resiko masuk
kedalam

intermediate

dan

katagori

minor.

Skema

pengelolaan sederhana menierlukan pemeriksaan jantung


noninvasif pada pasien dengan 2 dari 3 kriteria klinis.
Dua

faktor

penting

resiko

preoperatif

adalah

sindroma koroner unstable dan kejadian gagal jantung


kongestif. Identifikasi pasien dengan resiko terbesar harus
diperiksa secara tepat agar memberikan hasil yang baik.
Memang,

banyak

penelitian

menyarankan

derajat

komplikasi yang terendah dicapai bite ada monitor invasif


dan intervensi hemodinamik yang agresif (mis. Vasodilator,
blok adrenergik) diberikan pada pasien resiko tinggi
komplikasi jantung. Secara umutn disepakati bahwa
opetfasi noncardiac elektif pada pasien dengan MI yang
niendapat serangan kurang dari 1 bulan sebelum operasi
dengan

gejala

atau

perneriksaan

noninvasif,

jantung, dan stenosis aorta dan mitral stenosis.

gagal

Faktor-faktor resiko intraoperitif yang paling penting


timbul

saat

operasi

mendesak

dan

lokasi

operasi.

Komplikasi jantung 2-3 kali lebih banyak pada pasien


yang menjalani operasi yang emergency. Tabel 20-3
menunjukan daftar faktor resiko jantung untuk beberapa
prosuur operasi noncardiac dari American College of
Cardiology/American

Heart

Association

Task

Force

Sebagian besar komplikasi jantung dihubungkan dengan


operasi bedah thorak,abomen dan bedah vaskuler. Bedah
vaskuler,

terutama

prosedur

bypass

infrainguinal,

merupakan suatu prosedur resiko tinggi karena penyakit


vaskuler

pcrifer

dan

penyakit

arteri

koroner

(CAD)

memperbesar resiko (mis. Diabetes, riwayat merokok,


hiperlipidemia dan usia lanjut); gejala CAD tidak jelas
berupa terbatasnya aktifitas saat klaudikasi dan alamiah,
dimana diperpanjang dan dikaitkan dengan kehilangan
darah. Resiko kardiovaskuler untuk bedah arteri karotis
lebih sedikit daripada bedah aorta dan bypass arteri
infrainguinal. Meskipun hipertensi yang tak terkontrol tidak
jelas menyebabkan resiko untuk komplikasi postopcratif,
tapi sering dihubungkan dengan meningkatnya tekanan
darah intraoperatif. Menariknya, hipertensi intraoperatif
lebih sering menyebabkan morbiditas jantung daripada
hipotensi.
Meskipun regional anestesi tinggi dapat dilakukan
disamping dengan anestesi umum, tapi penilitian tentang
itu

kurang

hemodionamik

mendukung.
karena

Sebagai

anestesi

tambahan,

spinal

dan

efek

epidural

mungkin lebih menyulitkan daripada dengan anestesi


umum.

HIPERTENSI
Pertimbangan Preoperatif
Hipertensi adalah penyebab utama kematian dan
kecacatan

di

menyebabkan

masyarakat

Barat

abnormalitas

setelah

dan

lebih

operasi.

sering
Dengan

prevalensi sekitar 20-25 %. Hipertensi tak terkontrol yang


lama mempercepat ateros-klerosis dan kerusakan organ
karena hipertensi. Hipertensi merupakan resiko utama untuk
bedah

jantung,

Komplokasinya

otak,
adalah

ginjal
infark

dan

bedah

miokard,

vaskuler.

gagal jantung

kongestif, stroke, gagal ginjal, penyakit oklusi perifer dan


diseksi aorta. Adanya ventrikel kiri (LVH) pada pasien
adalah prediktor penting mortalitas jantung. Naiknya
mortalitas

jantung

telah

dilaporkan

karena

bruit

tergantung

pada

karotis,meski tanpa gejala.


Definisi
Pengukuran

tekanan

darah

beberapa variabel termasuk postur tubuh, siang atau


malam periksanya, status emosional, aktifitas terakhir, obat
yang diminum dan termasuk peralatan dan teknik yang
digunakan. Diagnosis hipertensi tidak dapat dibuat hanya

karena

terbaca

saat

konfirmasi

dengan

Meskipun

cemas

preoperatif

riwayat

tapi

hipertensi

preoperatif

membutuhkan
yang

atau

menetap.

nyeri

sering

menyebabkan hipertensi pada pasien normal, pasien


dengan

riwayat

hipertensi

menunjukan

peningkatfin

tekanan darah preoperatif.


Penelitian

epidemiologi

monyowong

hubungan

langsung dan terus menerus antara hipertensi sisatolik


dirstolik dengan rata-rata mortalitas. Definisi hiper-tensi
sistemik adalah bisa berubah ubah tapi secara umum
adalah naiknya tekanan darah diastolik lebih dari 90-95
mmiHg atau tekanan sistolik lebih dari 140-160 mmHg.
Daftar klasifikasi secara umum ada pada tabel 20-4.
Hipertensi borderline bila tekanan diastolik 85-89 mmH
atau tekanan sistolik 150-139 mmHg. Biasanya pasien
dengan hipertensi borderline dapat menimbulkan resiko
komplikasi kardiovaskuler. Hipertensi yang dipercepat atau
berat

(derajat

3)

didefinisikan

sebagai

meningkatnya

tekanan darah yang Lta-tiba, berlarut-larut dan progresif,


biasanya tekanan diastolik lebih dari 110-119 mmHg:
biasanya ada gangguan fungsi ginjal. Hipertensi malignan
adalah keadaan emergensi ditandai dengan hipertensi
berat (>210/120 mmHg) dengan papiledema dan sering
dengan encephalopati.
Patofisiologi
Hipertensi bisa karena idiopatik (essensial) atau
biasanya sedikit, kondisi medis lain atau hipertensi
sekunder seperti penyakit ginjal, hiperaldosteronisme

primer, sindroma chusing, acromegali, feokromasitoma,


kehamilan atau terapi estrogen. Hipertensi essensial
berjumlah kira-kira 80-95 % kasus dan dikaitkan dengan
abnormalitas kardiak output, resistensi vaskuler sistemik
(SVR) atau keduanya. Sebuah pola perkenbasngan dapat
terlihat
output

setelah
naik,

jalanya

tapi

SVR

(nyatanya,biasanya

penyakit.
timbul

agak

Awalnya,

dalam

tinggi).

kardiak

batas

Sejalan

normal
dengan

penyakitnya, kardiak output kembali normal, tapi SVR


menjadi abnormal tinggi. Volume cairan extraseluler dan
aktifitas renin plasma dapat rendah,normal atau tinggi.
Poningkatan kronik pada afterload jantung menyebabkan
LVH

konsentrik

oan

perubahan

fungsi

diastolik.

Hipertensi juga merubah autoregulasi otak,maka CBF


normal harus dipertahankan dengan keadaan tekanan
darah tinggi; batas ajtoregiiiasi otak berkisar pada
kisaran tekanan darah rata rata 110-180 mmHg.
Mekanisme perubahan yang hanjs diamati pada
pasien hipertensi tetap sukar dipahami tapi timbul karena
adanya hipertropi vaskuler, hiperinsulinemia, peningkatan
abnormal

dari calsium intraseluler dan meningkatnya

konsentrasi sodium intraseluler pada pembuluh darah otot


polos

dan

intraseluler

sel

tubuler

mungkin

ginjal.
akibat

Peningkatan

kalsium

meningkatnya

tonus

arterioler dimana meningkatnya konsentrasi sodium;


menghalangi

ekskresi

sodium

ginjal.

Over

aktifitas

sistern saraf simpati dan meningkatnya respon agonis


simpatis timbul pada beberapa pasien. Pasien hipertensi
sering

menunjukan

respon

berlebihan

terhadap

vasopresor. Overaktifitas dari sisteni renin-angiotensin-

aldosteron

memainkan peranan penting pada pasien

dengan hipertensi yang dipercepat.

Terapi Jangka Panjang


Terapi

obat

telah

menunjukan

penurunan

progresifitas hipertensi dan insiden stroke, gagal jantung


kongestif, CAD, dan kerusakan ginjal. Terapi juga dapat
melawan

beberapa

perubahan

patofisilogi

yang

bersamaan,seperti LVH dan perubahan autoregulasi otak.


Banyak pasien dengan hipertensi ringan rnembutuhkan
hanya terapi obat tunggal,biasanya diuretik thiazid,ACE
inhibitor,blok

reseptor

angiotensin

(ARB),

blok

adrenergik atau blok kanal kalsium. The JNC for hipertension


(USA) merekomendasikan dosis rendah diuretik thiazid
untuk pasien.Bagaimanapun, penyakit yang menyertai
harus dipertimbangkan dalam memililrobat. ACE inhibitor
merupakan pilihan first-line untuk pasien dengan disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung dimana ACE inhibitor atau
ARB adalah obat tunggal awal yang optimal

untuk

hiperlipidemte penyakit gagal ginjal kronik atau diabetes


(terutama dengan iiefropati. Blok Padrenergik atau jarang,
blok calcim chanel digunakan sebagai obat first-line untuk
pasien

dengan

CAD.

ACE

inhibitor,

ARB,dan

blok

adrenergik umumnya kurang efektif daripada diuretik dan


blok calcium channel pada orang kulit hitam. Guideline
terapi merekomendasikan diuretik dengan atau tanpa blok

adrenergik atau blok calcium channel saja untuk pasien


usia lanjut.
Pasien

dengan

hipertensi

sedang

atau

berat

membutuhkan obat dobel atau tripel. Diuretik sering


digunakan untuk menunjang blok gadrgnergik dan ACE
inhibitor dimana sebagai obat tunggal kurang efektifl ACE
inhibitor dapat tcrbukti memperpanjang kemungkinan
hidup pada pasien dengan gagal jantung kongestif atau
disfungsi

ventrikd

kiri.

Sebagai

tambahan,

obat

ini

melindungi fungsi ginjal pada pasien dengan diabetes


atau dengan penyakit ginjal. Nama dan mekanisme kerja
secara umum yang digunakan sebagai antihipertensi sangat penting untuk ahli anestesi.
Pengelolaan Preoperatif
Pertanyaan yang timbul dalam praktek anestesi
adalah derajat hipertensi preoperatif yang mana untuk
pasien yang akan dioperasi clektif. Kecuali untuk pasien
yang

terkontrol

datang

ke

derajat

optimal,

ruang

operasi

hipertensinya.

banyak

pasien

dengan

Meskipun

hipertensi

berbagai
data

macam

menunjukan

hipertensi preopcrati sedang (tekanan diastolik < 9 O - 1 0 0


mmHlg) tidak jelas secara statistik berhubungan dengan
komplikasi postoperatif, data lain menun-jukan bahvva
pasien dengan kontrol jelek atau tidak diterapi lebih
mudah mengalami gangguan intraoperatif seperti iskemia
myokard, aritmia, atau hipertensi dan hipotensi. Dengan
anestesi dalam intraoperatif dan menggunakan obat
vasoaktif

dapat

menurunkan

insiden

komplikasi

postoperative karena kontrol hiperlensi preoperatif yang


jelek.
Meskipun secara ideal pasien dengan operasi
elektif hanya bila dibuat normotensi,ini tidak seialu dapat
atau

dinginkan

Penurunan

karena

tekanan

mempengaruhi

perubahan

darah

perfiisi

yang

cerebral.

autoregulasi.

berlebihan
Sebagai

dapat

tambahan,

keputusan menunda atau melanjutkan operasi sangat


individual berdasarkan beratnya naiknya tekanan darah
preoperatif ; seperti adanya iskemia myokard, disfungsi
vsntrikcl atau komplikasi ginjal atau serebrovaskuler dan
prosedur

pembedahan

(bila

operasi

besar

dapat

mencetuskan perubahan hingga preload dan afterload siap


diantisipasi). Singkatnya, hipertensi preoperatif tergantung
respon pasien terhadap obat. Dengan pengecualian, terapi
obat hipertensi sebaiknya diteruskan sampai wakfu mau
operasi. Banyak dokter tidak memberi ACE inhibitor pada
pagi hari menjelang opcrasi karena: dengan alasan
peningkatan

insiden

hipotensi intraoperatif, walaupun

pembatalan obat ini menaikan resiko hipertensi perioperatif


dan membutuhkan antihipertensi parenteral. Prosedur
operasi pada pasien dengan tekanan darah diastolik yang
terus
terutama
ditunda

tinggi

lebih

menyebabkan
sampai

dari
kerusakan

organ,

tekanan

terkontrol baik dalam beberapa hari.


Riwayat

110

mmHg,
sebaiknya
darah

Rivayat preoperatif sebaiknya ditanyakan bcrat dan durasi


hipertensi,terapi yang telah diberikan dan ada atau tidak
adanya

komplikasi

hipertensi.

Gejala

iskemia

myokard,gagal ventrikel. gangguan perfusi serebral atau


penyakit vaskuler perifer harus didapat demikian juga
catatan pengobatannya. Pertanyaan diarahkan adakah
nyeri dada, daya tahan latihan, nafas pendek (teratama
malam hari), edema, sinkop karena perubahan posisi
kepala, amaurosis dan claudikasio. Efek samping dari
antihipertensi sebaiknya didentifikasi. Pemeriksaan riwayat
MI dapat dibagi seperti dibawah stroke dibicarakan pada
bab 27.
Pemeriksaan Fisik dan evaluasi Laboratorium
Oftalmoskopi mungkin berguna sangat berguna
dalam pemeriksaan pasien dengan hipertensi
daripada

spigmomanometer)

difakukan.

Perubahan

tapi

penglihatem

vaskuler paralel dengan beratnya

(lain

sayang
karena

dan

jarang

pcrubahan

arterosklerosis

progress dan kerusakan organ karena hipertensi. Suara


gallop S4 umumnya pada pasien dengan LVH. Temuan fisik
lain seperti suara pulmonal dan suara gallop S3 yang
mclambat mcnunjukan gagal jantung kongestif. Tekanan
darah

sebaiknya

berbaring.
vasodilatasi

diukur

Ortostatik

dengan

terjadi

berlebihan

atau

posisi

karena
terapi

berdiri

dan

deplesi

volume,

obat

simpatis;

pemberian cairan preoperatif dapat mencegah hipotensi


btrat setelah induksi anestesi pada pasien ini. Meskipun
bruit carotis asimtomatis kadang secara hemodinamik
tidak signifikan, ini mencerminkan penyr.kit aterosklerosis

yang mungkin berpengaruh ke sirkulasi koroner. Bila bruit


diJeteksi Dopier pada arteri carotis ini menunjukan
terjadi blokade secara hemodinamik. EKG mungkin normal,
tapi pasien dengan riwayat hipertensi yang lama scring
menunjukan gejala iskemia, konduksi yang abnormal dan
old

infark

atau

LVH

atau

strain.

EKG

normal

tidak

mengenyampingkan penyakit arteri koroner atau LVH.


Rupanya, ukuran normal jantung pada rontgen thoraks,
belum menyingkirkan hipertropi ventrikel. Ekokardiografi
lebih sensitif unluk LVH dan dapat digunakan untuk
mengevaluasi fungsi diastolik dan sistolik ventrikel pada
pasien dengan gejala gagal jantung. Rontgen thoraks
biasanya tidak dapat untuk patokan tapi gambaran jantung
seperti sepatu boot (menyokong LVH), kardiomegali ringan
atau kongesti vaskuler pulmoner.
Fungsi ginjal diperiksa dengan mengukur kreatinin
serum dan kadar BUN. Kadar elektrolit serum sebaiknya
diukur pada pasien dengan terapi digoxin atau diuretik
atau adanya kerusakan ginjal. Hipokalemi ringan sampai
sedang sering tampak pada pasier yang diberi diuretik (33,5 mEq/L) tapi biasanya tidak punya efek samping. Terapi
kalium mungkin nanya diberikan pada pasien dengan
gejala

atau

yang

Hipomagnesemia

juga

mendapat
sering

terapi
ada

dan

digoxin.
penting

menyebabkan aritmia perioperatif. Hiperkalemia dijumpai


pada pasien terutama dengan kerusakan fungsi ginjal,
yang mendapat diuretik hemat kalium atau ACE inhibitor.
Preinedikasi

Premedikasi menuruiikari kecemasan preoperatif


dan cenderung meningkat pada pasien dengan hipertensi.
Hipertensi preopcratif ringan sampai scdang sering dapat
diberi dengan obat anxiolitik seperti midazolam. Obat
antihipertensi preoperatif sebaiknya diteruskan redekat
mungkin

dengan

jadwal

operasi.

Seperti

yang

telah

diumumkan diawal tadi, beberapa dokter menghindari


ACE

inhibitor

kaiena

pemikiran

dapat

meningkatkan

insiden hipotensi intraoperatif. Agonis 2 adrenergik central


dapat sebagai obat tambahan untuk premedikasi pasien
hipertensi;

klonidin

(0,2mg)

msnurunkan

kebutulian

zat

menambah

anestesi

sedasi,

intraoperatf

dan

menurunkan hipertensi periopeiatif. Sayangnya, pemberian


klonidin preoperatif telah dihubungkan dengan hipotensi
intraoperatif dan bradikardi.

PENGELOLAAN INTRAOPERATIF
Obyektif
Seluruh rencana anestesi untuk pasien hipertensi
adaiah memelihara range tekanan darah yang stabil.
Pasien dengan hipertensi borderline dapat diterapi sebagai
pasien normotensi. Hipertnsii yang lama atau kontrol yang
jelek,bagaimanapun, dapat mengubah autoregulasi CBF.
Tekanan darah lebih tinggi dari normal diperlukan untjk
menjaga CBF adekuat. Karena banyakjpasien dengan
hipertensi lama dapat menyebabkan elemen CAD dan
hipertropi jantung, kenaikan tekanan darah berlebihan
tidak

diharapkan.

Hipertensi,

terutama

dengan

takikardi,

dapat

mencetuskan atau mengeksaserbasi

iskemia myokard, disfungsi ventrikel atau keduanya.


Tekanan daiah arteri sebaiknya dijaga sekitar 10-20%
dari level preoperatif. Bila ada tanda hipertersi (>180-120
mmHg) saat preoperatif, tekanan darah arteri sebaiknya
dipelihara

pada

range

normal

tinggi

(150-140/90-80

mmHg)

Monitoring
Banyak pasien hipertensi tidak memerlukan monitor
intraoperatif yang khusus. Pengawasan tekanan intraarteri
langsung sebaiknya dilakukan pada pasien dengan tekanan
darah

yang

prosedur

tidrk

bedah

stabil
mayor

dan

untuk

dengan

yang

cepat

atau

menjalani
ditandai

perubahan pada preload afterload jantung. Monitor EKG


sebaiknya berfokus pada deteksi iskemia. Output urin
hams dimonitor ketat dengan urin kateter pada pasien
dengan kerusakan ginjal yang mengalami operasi kurang
dari 2 hari. Bila monitor invasif dipakai, menurunnya
kompliance ventrikel sering terlihat pada pasien dengan
hipertropi ventrikel, tekanan baji arteri pulmonari lebih
tinggi (12-18mmHg) mungkin dibutuhkan pemeliharaan
adekuat dari enddiastolik ventrikel kiri; volume dan kardiak
output.
Induksi
Induksi anestesi dan intubasi endotrakhea sering
merupakan saat hemodinamik mengalami instabililas pada

pasi'jn hipertenri. Tanpa menghiraukan derajat kontrol


tekanan darah preoperatif, banyak pasicn menunjukan
penekanan respon hipotensi dari induksi anestesi, diikuti
respon hipertcnsi yang berlebihan saat intubasi. Respon
hipotensi saat induksi mungkin menambah efek depresan
sirkulasi

dari

Banyakjika

zat

anestesi

tidak

dan

dikatakan

obat

antihipe/tensi.

paling

banyak,

obat

antihipertensi dan onat anestesi umum adalah vasodilator,


depresan jantung atau keduanya. Sebagai tambahan,
Banyak pasien hiperensj mengalami deplesi cairan. Agen
simpatis

juga

melemahkan

reflek

protektif

sirkulasi

normal,menurunkan tonus simpatis dan meningkatkan


aklilltas vagal.
Lebih dari 25% pasien dengan hipertensi berat
setelah

intubasi

endotrakheal.

Selama

memasang

kyyngoskopi, tanpa memperhatikan derajat hipertensi,


sebaiknya secepat mungkin dilakukan.Sebagai tambahan,
intubasi

sebaiknya

dengan

anestesi

dalam

(dengan

menghindari hipotensi). Satu dari beberapa teknik dapat


dipakai

sebelum

intubasi

untuk

menurunkan

respon

hipertensi.;
Anestesi dalam dengan agen volatil poten selama 5-10 menit
Pemberian bolus opiuid (fentanil 2,5-5 g/kg;alfcntanil 15-25
g/kg; sufentauil 0,25-0,5 g/kg atau remifentunil 0,5-1 g/kg)
Pemberian lidokain 1,5 g/kg iv atau intratekal.
Pemberian blok adenergik dengan esmolol 0,3-1,5 mg/kg;
propanolol 1-3 mg atau labetolol 5-20 mg.
Menggunakan anestesi topikal pada airway.

Pilihan Agaen Anestesi


A. Agen Induksi
Kelebihan dari salati satu obat antihipertensi atau
teknik tidak secara jelas terlihat. Bahkan setelah setelah
anestesi regional, pasien hipertensi sering menunjukan
penurunan tekanan darah yang berlebihan daripada pasien
normotensi.

Propofol,

barbiturat,

benzodiazepin

dan

ctomidat adalah agen yang aman untuk induksi anestesi


pada

pasien

hipertensi.

Ketamin

merupakan

kontraindikasi relatif untuk pasien elektif, karena rangiang


simpatis memper-cepat tanda hipertensi; ini juga memiliki
rangsang simpatis yang dapat dihalangi atau dieliminasi
dengan

pemberian

dosis,

kecil

agen

lain

terutama

benzodiazepin atau propofol.


B. Agen Maintenance
Anestesi akan aman dilanjutkan dengan agen volatil
(dengan

atau

tanpa

N2O),teknik

(opioid+N 2 O+pelumpuh
Tanpa

balans

otot),atau

mengenyampingkan

teknik

anestesi

leknik

TIVA.

pcmcliharaan

primer, tambahan agen volatil atau vasodilator intravem.


secara

umum

dapat

Iebih

memuaskan

untuk

mengendalikan tekanan darah. Vasodilatasi alau deprcsi


myokard relatif cepat dan reversibel dapat dicapai dengan
agen volatil ctrasi.sesai dengan tekanan darah arteri.
Banyak ahli percaya dengan opioid sufentanil dapat
mendepresi
darah tinggi.

sarafotonom

dan

mengendalikan

tekanan

C. Pelumpuh Otot
Dengan perkecualian pancuronium dosis besar
bolus,semua pelumpuh otot (atau blok neuromuskuler)
bisa digunakan. Pancuronium mencetuskan blok vagal dan
saraf

mengeluarkan

katekolamin

yang

dapat

mengakibatkan hipertensi pada pasien hipertensi tak


terkortrol. Jika pancuronium akan dipakai dengan lambat
dosis kecil. Walaupun, ditandai dengan peningkatan heart
rate atau tekanan darah yang kurang disukai. Tambahan
lagi, pancuronium berguna untuk menutup kerugian tonus
vagal

berlebihan

karera

opioid

dan

manipulasi

bedah.Hipotensi setelah pemberian dosis besar (intubasi)


dari

tubukurarin,

metokurarin,

atrakurium

atau

mivakurium dapat menekan pasien hipertensi,


D. Vasopresor
Pasien hipertensi menunjukan respon berlcbilian
karena katekolamin endogen (karena rangsang intubasi
dan bedah) dan secara eksogen karena pemberian agonis
simpatis. Bila vasopresor dipakai untuk terapi hipotensi
yang berlebihan, dosis kecil obat direct acting seperti
fenilefrin (25-50 g) dapat juga digunakan obat indirect.
Nam.un, dosis kecil efedrin (5-10 mg) lebih tepat bila tonus
vagal tinggi. Pasien jnendapat simpatolitik yang dapat
menurunkan

respon

tcrhadap

vasopresor,

terutama

efedrin; jarang dengan dosis kecil epinefrin 2-5 g bisa


digunakan. Dosis yang salah pada pasien hipertensi dapat
menyebabkan morbiditas kardiovaskuler.
Hipertensi Intraoperatif

Hipertensi

intraoperatif

tidak

berespon

anestesi dalan terutama dengan agen


diterapi

dengan

agen

parenteral.

reversibel,

seperti

anestesi

dalam

hipoksemia

atau

hiperkapnia

dengan

volatil) dapat

Penyebab
yang

sebaiknya

yang

inadekuat,
dihilangkan

sebelum terapi anti hipertensi. Pilihan obat anestesi


tergantung

pada

beratnya,

terjadinya

dan penyebab

bipcrtensUfungsi vcnlrikcj dasar, heart rate dan adanya


penyakit pulmoner bronkospasme, blok adrenergik saja
atau sebagai suplemen adalah pilihan terbaik untuk pasien
dengan fungsi ventrikel baik dan me.ningkatnya heart rate
tapi dikontrainikisikan bila ada pe-nyakit bronkospastik.
Nikardipin lebih disukai pada pasien dengan penyakit
bronkospastik.

Reflek

takikat

di

setelah

nifedipin

sublingual telah dihubungkan dengan iskemia myokard


dan efek antihipertensinya mempunyai onset yang lambat.
Nitroprusid dipakai sebagai obat yang efektif dan cepat
untuk terapi intraoperatif hipertensi sedang sampai berat.
Nitrogliserid mungkin kurang efektif tapi juga berguna
untuk mencegah iskemia myokard. Fenoldopam juga obat
yang berguna dan mungkin memperbaiki atau memelihara
fungsi ginjal. Hidralazin berguna untuk kontrol tekanan
darah yang terlarut tapi juga mempunyai onset lambat
dan menyebabkan reflek takikardi. Yang terakhir tidak
terlihat bila dengan labetalol karena kombinasi blok &
dan P adrenergik. .
Pengelolaan Postoperatif
Hipertensi

postoperatif

sebaiknya diantisipasi pada

urmim

terjadi

dan

pasien hipertensi yang

tcrkontrol jelek. Monitoring tekanan darah yang kctat


sebaiknya diteruskan sampai ke RR dan periode awal
postoperatif. Bila ada iskemia myokard dan gagal jantung
kongestifj ditandai dengan tekanan darah naik yang
dapat

menyebabkan

pembenti'kan

hematom

dan

kerusakan garis vaskuler.


Hipertensi saat periode recovery sering karena
multifakior dan diperberat dengan abnormalitas respirasi,
nyeri.. volume overload atau distensi kandung kemih.
Penyebabnya
parenteral

harus dikcreksi dan obat

diberikan

jika

perlu.

antihipertensi

Labetalol

intravena

torutama bcrguna untuk mengendalikan hipertensi dan


Ukikaidi,dimana

nicardipin

mengendalikan

tekanan

berguna

darah

dengan

untuk
heart

rate

lambat,terutnma jika iskemia myokard dicurigai dan ada


bronkospasme.

Bila

p'is.ien

mendapat

in'.ake

oral,

pengobatan preoperatif sebaiknya dimulai.

PENYAKIT JANTUNG ISKEMIA


Pertimbangan Preoperatif
Iskemia

myokard

ditandai

dengan

kebutuhan

oksigen metabolik melebihi dari suplay oksigen. Iskemia


dapat sebagai akibat dari kenaikan kebutuhan metabolik
myokard,

penurunan

kombinasi

keduanya.

hipertensi

berat

oksigen

atau

delivery

Penyebab
takikardi

myokard

atau

umumnya

adalah

(terutama

adanya

ventrikel hipertropi) vasospasme arteri koroner atau

obstruksi anatomis; hipotensi berat, hipoksemia atau


aremia dan stenosis aorta berat atau regurgitasi.
Lebih jauh penyebavb paling banyak dari iskemia
myokard adalah aterosklerosis dari arteri koroner. CAD
adalah

penyebab

lebih

dari

sepertiga

kematian

di

masyarakat barat dan penyebab utama rnorbiditas dan


mortalitas perioperatif. Semua insiden CAD pada pasien
yang menjalani pembedahan diperkirakan sekitar 5% - 10
% CAD Penyebab resiko utama CAD adalah hiperlipidemia,
diabetes, merokok, bertambahnya umur, laki-laki dan ada
riwayat keluarga. Faktor resiko lain adarah

obesitas,

riwayat penyakit vaskuler perifer atau serebrovaskuler,


menopause, kontrasepsi oral dengan estrogen tinggi
(pada wanita perokok),lebih banyak duduk dan mungkin
perilaku koroner pronasi. Sesudah umur 65 tahun, insiden
CAD mendekati 37 % untuk laki-laki dibanding perempuan
18%.
CAD secara kHnis berupa gejala-gejala nekrosis
myocardial, iskemia (biasanya angina), aritmia (penyebab
sudden death), atau disfungsi ventrikel (gagal jantung
kongestif). Jika gejala gagal jantung predominan, maka
istilah iskemia kardiomiooati digunakan. Tiga gejala klinis
utama secara umum ditetapkan; MI, angina unstable dan
angina stable kronis. MI akut dibahas pada bab 49.
Angina Unstable
Angina

unstable

didefinisikan

sebagai

(l)

memberatnya abrup frekuensi, (lebih dari 3episode perhari)


atau durari serangan angina (angina cresendo),(2) angina

saat istirahat,atau (3) angina onset baru (dalam 2 bulan


terakhir) dengan berat dan frekuensi sering (lebih dari 3
kali sehari). Episode angina sering tidak dengan faktor
pencetus. Angina unslable juga terjadi setelah MI atau
dipicu oleh kondisi non kardiak (misal anemia berat,
panas,

infeksi.

tirotoksikosis,

hipoksemia,

dan

stress

emosional) pada pasien sebelumnya stabil.


Angina unstabel, terutama bile dikaitkan dengan
pefrubahan

ST

segmen

saat

istirahat,

biasanya

mencerminkan beratnya, penyakit korpiner dan sering


mendahului M|. Kerusakan palq karena agregasi platelet
atau trombus dan vasospasme sering saling berhubungan.
Stenosis kritus pada satu atau Iebih arteri koroner utama
ada pada lebih dari 80% pasien. Pasien dengan angina
unstabel membutuhkan perawaran ICCU untuk evaluasi
dan

terapi.

Antikoagulan

heparin

biasanya

diberikan,

bersama dengan aspirin, nitrogliserin intravena, (bloker


dan mungkin calcium chanel bloker. Jika iskemia tidak reda
dalam 24-48 jam, pasien diperiksa dengan angiografi
koroner untuk angioplasty atau operasi revas-kularisasi
emergency.

Angina Stabil Kronis


Nyeri dada sering substernal, pemerasan.menjalar
ke

leher

atau

lengan

hilang

dengan

istirahat

atau

nitroglisein. Gejala bervariasi, yaitu nyeri epigastrik, tulang


punggung

leher

atau

nafas

pendek

dari

disfungsi

ventrikel (equivalen angina). Iskemia nonexertional dan

silent iskemia diakui sebagai kejadian biasa. Penderita


diabetes relatif mempunyai insiden tinggi terjadinya silent
iskemia.
Gejala-gejala secara umum tidak ada sampai lesi
menyebabkan 50%-75% oklusi pada sirkulasi koroner. Jika
stenosis

segmen

mencapai

70%

oklusi,

kompensasi

dilatasi maksimum berada di bagian distal, aliran darah


secara umum adekuat saat istirahat tai menjadi inadekuat
dengan

meningkatnya

kebutuhan

metabolisme.

Suply

darah kolateral pada beberapa pasien secara relatif


menimbulkan asimptomatik meskipun penyaskitnya berat.
Vasospasme
transmural

koroner
pada

juga

beberapa

menyebabkan

iskemia

pasien;

episode

90%

vasospastik terjadi sebelum lesi stenosis pada pembuluh


darah apikardial dan sering
faktor,

termasuk

status

dipicu oleh bermacam-macam


emosional

dan

hiperventilasi

(angina Printzrnetal). Spasme vasospasme koroner sering


ditemukan

pada

pasien

yang

mempunyai

aktifitas

bervariasi atau dengan stress.


Semua

prognosis

pasien

dengan

CAD

berhubungan dengan jumlah dan beratnya obstruksi


sesuai denga fungsi ventrikel
Terapi Penyakit Jantung Iskemia
Pendekatan umum dalam perawatan pasien dengan
jantung iskemia ada 5 pedoman :
Memperbaiki

faktor

resiko

koroner

memperlambat progresifitas penyakit ini.

dengan

harapan

Memodifikasi gaya hidup pasien untuk mengeliminasi stress


dan olahraga

Memperbaiki

korr.piikasi

mengeksaserbasi

kondisi

iskemia

medis

seperti

yang

dapat

hipertensi.

inemia,

hipoksemia, tiroktosikosis, panas, infeksi atau efek samping


obat.
Manipulasi farmakologi dalam hubungan oksigen supply and
demand
Memperbaiki

lesi

koroner

dengan

intervensi

koroner

perkutaneus atau PCI (angioplasti dengan atau tanpa stenting


atau aterektomi) atau operasi bypas arteri koroner.
Pendekatan
langsung

dengan

tiga
ahli

yang

terakhir

anestesi.

berhubungan

Prinsip

yang

sama

sebaiknya diterapkan untuk merawat pasien di ruang


operasi dan di ICU. Obat farmakologi yang paling sering
digunakan adalah nitrat, bloker dan calcium channel
bloker.

Obat-obat ini juga mempunyai potensi efek

sirkulasi, dimana ditunjukan pada tabel 20-8. Banyak


agen dapat digunakan untuk angina

ringan.Calcium

channel blocker adalah obat pilihan untuk pasien dengan


angina predominan vasospnsdk, sedangkan bloker sering
digunakan pasien dengan angina exertional dan fungsi
ventrikel adekuat. Nitrat adalah agen yang bagus untuk
kedua tipe angina.:
A. Nitrat
Nitrat merelaksasi semua otot polos pembuluh
buluh darah tapi mempunyai efek yang lebih besar pada
vena daripada arteri pembuluh darah. Penurunan tonus

vena dan menurunya venus return kejantung (preload


jantung) menurunkan tekanan dinding
Efek

ini

cenderung

menurunkan

dan aftexloid.

kebutuhan

oksigen

jantung. Menonjolnya venodilatasi membuat nitrat agen


terbaik bila ada gagal jantung kongestif.
Hampir sama pentingnya, nitrat juga mendilatasi
arteri koroner. Bahkan derajat minor dilatasi pada daerah
stenosis dapat meningkatkan aliran darah karena aliran ini
secara langsung berhubungan dengan kekuatan keempat
radius.

Nitrat

menyebabkan

vasodilatasi

koroner

khususnya meningkatkan aliran darah subendokardial


pada daerah iskemik. Redstribusi aliran darah koroner ke
daerah iskemik ini tergantung adanya kolateral disirkulasi
koroner.
Nitrat dapat juga digumakan untuk terapi iskemia
akut dan prophilaksi melawan serangan angina. Tidak
seperti bloker dan calcium channel blocker, nitrat tidak
mempunyai efek inetropik negative yang diharapkan untuk
disfungsi ventrikel. Nitrogliserin_ intravena dapat juga
digunakan untuk mengendalikan anestesi hipotensi.

B. Calcium Channel Blocker


Efek pengugunaan calcium channel blocker dapat
dilihat pada tabel 20-8 dan 20-9,) Calcium channel blocker

menurunkan

kebutuhan

oksigen

myokard

dengan

menurunkan afterload dan menambah suplai oksigen


dengan menaikan aliran darah (vasodilatasi. koroner).
Verapamil dan diltiazam juga menurunkan kebutuhan
oksigen.
Efek poten nifedipin pada tekanan darah sistemik
menimbulkan
kcduanya;

hipotensi

preparat

dihubungkan

dan

onset

untuk

MI

reflek
cepat

pada

takikardi
(mis

atau

sublingual)

beberapa

pasien.

Kecenderungan ini menurunkan afterload secara umum


mengimbangi sfek

initropik negatifnya. Bentuk lepas

lambat nifedipin dihubungkan dengan kurangnya reflek


takikardi dan lebih nyaman daripada agep lain untuk
pasien

dengan

mempunyai

disfungsi

profil

ventrikel.

Amlodipin,

mirip nifodipintai tapi hampir tidak

ada efek pada heart rate juga digunakan pada pasien


dengan

disfungsi

dandiltiazam

ventrikel.

mempunyai

Sebaliknya,

efek

pada

verapamil

kontraktilitas

jantung dan konduksi atrioventrikuler (AV) dan sebaiknya


dipakai dengan hati hati terutama pada pasien dengan
disfungsi

ventrikel,

bradiaritmia.

abnormalitas

Diltiazam

verapamil

untuk

ventrikel.

Nikardipin

dapat

pasien

lebih

dengan

dan

konduksi
baik

daripada

kerusakan

nimodipin

atau

secara

fungsi
umum

mempunyai efek sama sepert nifedtpin; nimodipin secara


primer
serebral

digunakan
setela

untuk

perdarahan

mencegah

vaso-spasme

subak-ahnoid,

sedangkan

nikardipin digunakan sebagai vasodilator arterial intravena.

Calcium

channel

blocker

mempunyai

yang nyata dengan agen anestesi. Semua


mempotensiasi

obat

interaksi

agen

dapat

obat pelumpuh otot depplarisasi

dan non nondepolarisasi dan efek sirkulasi dari agen


volatil. Verapamil juga menurunkan sedikit kebutuhan zat
anestesi. Verapamil dan diltiazam dapat mempotensiasi
depresi kontraktilitas jantung dan konduksi pada nodus AV
dengan agen anestesi volatile. Nifedipin dan agen yang
mirip dapat mempotensiasi vasodilatasi sistemik dengan
agen volatil dan intravena.

C. Agen blok adrenergi


Obat ini menurunkan kebutuhan oksigen dengan
menurunkan heart rate dan kontraktilitas pada banyak
kasus

afterload

(karena

efek

antihipertensinya).

Blok

optimal menghasilkan heart rate anlara 50-60X/rnnt dan


mencegah

kenaikan

(meningkat

<20X/mnt

tersedia

berbeda

cukup

pada

besar

selama

dengan

exercise).

selektifitas

exercise

Agen

reseptor,

yang

aktifitas

intrinsik simpatomimetik (agonis parsiai)


Stabilisasi membran, serig digambarkan sebagai
efek quinidin like, menghasilkan aktifitas antiaritmia. Agen
yang memiliki intrinsik simpatomimetik akan ditoleransi
dengan baik pada pasien dengan disfungsi ventrikel ringan
sampai

sedang.

Dosis

rendah

bloker

menunjukan

keuntungan pada pasien dengan gagal jantung kongestif.

Blok preseptor selektif dikontra indikasikan untuk pasien


dengan disfungsi ventrikel yang nyata, abnorrnalitas
konduksi atau penyakit bronkospastik. Blok resptor
adrenergik

juga

menutupi

gejala

hipoglikemia

pada

pasien diabetes, menunda recovery dari hipoglikemi dan


merusak

sejumlah

besar

cadangan

kalium.

Blok

nonselektif juga secara teori menir.ibulkan vasospasme


koroner pada beberapa pasien dan dikontraindika sikan
pada pasien dengan angina predominan vasospastik. Agen
kardioselektif (reseptor 1) harus digunakan hati-hati pada
pasien dengan reakrif airway.karena selektifitas agen ini
cenderung

tergantung

pada

dosis.

Acebutolol

paling

banyak dipakai pada pasien dengan penyakit bronkospastik


airway,karena

mempunyai

aktifitas

selektif

dan

simpatomimetik intrinsik.
D. Agen Lain
ACE inhibitoh menunjukan kemungkinan hidup
lama pada pasien dengan gagal jantung kongestif dan
disfungsi ventrikel kiri. Digoxin berguna untuk pasien
atrial fibrilasi
cepat

yang

mampu

dan untuk (pasien

merespon

ventrikel

dengan kardiomegali,

terutama jika ada gejala gagal jantungn-Terapi aspirin


kronis menurunkan kejadian koroner bahkan pada pasien
dengan CAD asimtomatik. Terapi antiaritmia pada pasien
dengan komplek ventrikel oktopik yang dengan CAD dan
disfungsi

ventrikel

kiri

sebaiknya

dipandu

dengan

pemeriksaan elektrofisiologi. Pasien dengan takikardi


ventrikel

yang

berlaru-larut

atau

ventrikel

fibrilasi

merupakan calon untuk kardioverter defibrilator (ICD)

otomatik

internal.

Terapi

untuk

ventrikel

ektopik

(perkecualian takikardi ventrikel berlanjut) pada pasien


dengan fungsi ventrike! baik tidak dapat diberikan dan
dapat meningkatkan mortalites. Sebaliknya ICD telah
terbukti

memperpanjang

hidup

pada

pasien

dengan

kardiomiopati lanjut (fraksi ejeksi <30%) bahkan tidak ada


aritmia.
E. Terapi Kombinasi
Angina sedang sampai berat sering membutuhkan
terapi kombinasi dengan dua atau semua tiga klas. Pasien
dengan disfimgsi ventrikel mungkin tidak toleransi dengan
dikombinasi efek inotropik negative dan bloker calcium
channel bloker bersamaan; ACE inhibitor ditoleransi dengan
baik dan memperbaiki kualitas. Hampir sama, penambahan
efek bloker dari calcium channel bloker pada nodus AV.
yang

menyebabkan

blok

jantung

pada

pasien

yang

dicurigai. Kombinasi amlodipin dan nitrat long akting


secara

urnum.

ditolerans;

dengan baik

pada

pasien

dengan disfungsi ventrikel tapi menyebabkan vasodilatasi


beriebihan pada beberapa pasien.
Pengelolaan Preoperatif
Kepentingan penyakit jantung iskemik, terutama
dengan riwayat MI, sebagai faktor resiko morbiditas dan
mortalitas

preoperatif

seperti

yang

telah

dibahas

didepan. Banyak penelitian yang inengkonfirmasikan


hasil perioperatif berkaitan dengan beratnya penyakit
dan fungsi ventrikel. Pasien dengan CAD extensive (tiga
pembuluh darah atau cabang utama) riwayat MI, atau

disfungsi

ventrikel

komplikasi

jantung.

transmural
setelah

adalah

resiko

Resiko

yang

terbesar
sama

untuk

pada

MI

dan subendokardial. Resiko perioperatil

timbul

MI dihubungkan

dengan

jumlah

sisa

iskemia (tambahan resiko infark). Meskipun mayoritas


kejadian MI perioperatif dilaporkan infar gelombang noriQ,
rata-rata

mortalitas

untuk

infark

perioperatif

pada

orangtua mendekati 50%. Gambar 20-2 menunjukan mene


jemen pasien preoperative dari American Collate of
Cardiology/American

Heart

Association

Task

Force

Guidlines yang mempunyai gejala klinis meningkatnya


resiko kardiovaskuler (tabel 20-1). Penelitian menunjukan
bahwa pemeriksaan preoperatif pada pasien resiko,
tinggi dengan bedah rcvaskularisasi (bypass koroner), bila
menjalani pembedahan aorta abdominal, memperbaiki
kualitas hidup jangka pendek dan lama. Data yang mirip
pada

PCI

preoperatif

menurunkan

komplikasi

kardiovaskuler pada pasien resiko tinggi juga kurang.


Sebagai tambahan, prosedur pembedahan harus secara
umum

ditunda

minimum

minggu

setelah

PCI

untuk mencegah perdarahan postoperatif bila pasien


mendapat terapi antiplatelet untuk mencegah trombosis.
Angina stabil kronis (ringan sampai sedang) secara
substansial tidak menunjukan kenaikan resiko perioperatif.
Hampir sama, riwayat bedah bypass arteri koroner atau
sederhana menejemen perawatan untuk pasien dengan
gejala minor dan intermediate ditunjukkkan pada tabel 20-2
dan gambar 20-1. Blok reseptor preoperatif telah terbukti
menurunkan mortalitas perioperatif dan insiden komplikasi
kardiovaskuler postoperatif.

Riwayat
Riwayat

penyakit

sangat

penting

pada

pasien

dengan penyakit jantung iskemik. Pertanyaan sebaiknya


mencakup gejala, terapi sekarang dan dulu,komplikasi dan
hasil

evaluasi.

Informal

ini

biasanya

cukup

untuk

memperkirakan beratnyagenyakit dan fungsi ventrikel.


Gejala paling penting adalah nyeri dada, dyspnea,
toleransi exercise yang jelek, sinkop dan near syncop.
Hubungan antara gejala dan derajat aktifitas sebaiknya
ditegakar. Aktifitas sebaiknya digambarkan pada tugas harian
seperti jalan atau naik tangga. Kemampuan bekerja ringan di
rumah atau naik tangga secara lambat yang berhubungan
dengan 4 metabolik eqivalen (METs) dan adalah kriteria
untuk menentukan keutuhan test kardiak noninvasif. Pasien
dengan penyakit berat secara relatif asimtomatik kartna
gaya hidup sangat. statis. Pasien diabetes terutama terlihat
silent iskemia. Gambaran pasien dari nyeri dada adalah
peranan

penting

untuk

vasospasme

(variasi

angina

treshold). mudah lelah dan nafas pendek menyokong


gambaran fungsi ventrikel kurang bagus.
Riwayat angina unstable atau MI sebaiknya kapan
terjadinya dan komplikasinya yaitu aritmia, kerusakan
konduksi atau gagal jantung. Pasien dengan infark anterior
cenderung mempunyai penyakit lebih berat daripada infark
inferior. Lokaliaasi dari daerah iskemia sangat berharga
dimana dimonitor dengan elektrokardiografi. Aritmia dan
konduksi abnormal lebih sering pada pasien dengan infark

dan fungsi ventrikel jelek. Pada kelompk pasien yang


disebut terakhir ini perlu ICD.
Pemeriksaan Fisik Dan Evaluasi Laboratorium Rutin
Evaluasi pasien dengan CAD mirip dengan pasien
hipertensi; sebagai tambahan kedua penyakit ini sering
muncul secara simultan pada pasien yang sama. Evaluasi
pasien yang mempunyai riwayat yang cocok yaitu angina
unstable dan mengalami prosedur emergency sebaiknya
juga enzim kardiak serum. Kadar trogonin. (T atau I),
kreatin kinase (MB isoenzim) dan laktat dehidrogenase
(tipe isoenzim) berguna untuk MI. Kadar digoxin serum dan
antiaritmia lain juga berguna untuk toksisitas obat.
Dasar EKG yang normal pada 25-50% pasien CAD
tapi tidak MI.Segmen ST yang sangat panjang dihubungkan
dengan

latarbelakang

gradual

melandai

CAD;

dari

QRS

segmen
komplek

Stnormal
dan

secara

masuk

ke

gelombang T. Adanya iskemia dengan EKG sering terjadi


hanya biia ada nyeri dada. Paling banyak garis abnormalitas
adalah segmen ST nonspesifik dan perubahan gelombang T.
Terjadinya infark sering diwujudkan dengan gelombang Q
atau hilangnya gelombang R pada lead dekat infark. Blok
AV dciajat pcrtama,

bundle branch blok atau hemiblek

mungkin ada. Elevasi oersisten segmen ST setelah MI


sering karena aneurisma ventrikel kiri. Menunj; ngnya
interval QT (QT>0;44dtk) mencerminkan adanya iskemia,
toksisitas obat (biasanya agen
antidepresan

atau

fenotiazin),

antiaritmia klas
abnormalitas

la,

elektrolit

(hipokalemi atau hipomagnesia), disfungsi saraf otoriom,

prolapsus katup mitral atau sangat jarang, abnormalitas


kongenitai.

Pasien

dengan

interval

QT

nieman

mempunyai

resiko

aritmia

ventrikel,terutama

jang

takikardi

ventrikel polimor phik (torsade de pointes) yang dapat


menimbulkan

ventrikel

menunjukan
ventrikel
Operasi

fibrilasi.

prolongasi

dan

pasien

Interval

nonuniform

QT

dari

predisposisi

panjang

repolatisasi

gejala

reentry.

elektif dikerjakan sampai imbaians elektrolit dan

toksisitas obat sudah tidak ada. Sebaliknya untuk aritmia


ventrikel polimorfik dengan interval QT normal, dimana
respon terhadap antiaritmia kon vensional, takiaritmia
polimorfik dengan interval QT memanjang secara umuin
respon paling baik pacing atau magnesium. Pasien dengan
prolongasi kong enital secara umum respon terhadap obat
blok

padrenergik.

menganjurkan

Blok

bahwa

stelate
imbalans

kiri

juga

otonomik

efektif

dan

memainkan

peranan penting pada kelompok pasien ini.


Foto

rontgen

berguna

untuk

tes

skreening

kardiomegali atau kongesti vaskuler pulmoner sekunder


karena

disfungsi

ventrikel.

Jarang,

kalsifikasi

dari

koroner,aorta, atau katup aorta dapat terlihat.


Penelitian Khusus
Bila digunakan tes skreening untuk populasi umum,
tes stress noninvasif mempunyai perkiraan yang rendah
pada pasien normal tapi cukup dapat dipercaya pasien
dengan

curiga

penyakit

koroner(Bayes'

theorem).

Interpretasi preoperatif yang baik dari tes ini sangat


penting, terutama pada pasien dengan curiga CAD. Monitor

Holter,

EKG

exercise,

scan

perfusi

myokard,

dan

ekokardiografi sangat penting unfuk pemenksaan resiko


ptrioperatif dan membutuhkan angiografi koroner. Tapi tes
ini diindikasikan hanya bila hasMnya berbeda dengar
perawatan pasien.
A. Monitoring Holter
Contininuous

ambulatory

electrocardiographic

(Halter) monitoring berguna untuk evaluasi aritmia,terapi


obat antiaritmia dan beratnya dan seringnya mendapat
serangan iskemia. Silent (asimptomatik) iskemia sering
ditemukan

pada

pasien

dengan

CAD.

Sebagai

tambahan,terjadinya serangan iskemia pre operatif pada


monitor Holter mempengaruhi iskemia intraopartif dan
post operatif. Monitor holter adalah skreening terbaik
karena harga perkiraan negatif paling bagus untuk
komplikasi jantung portoperaif.
B. Exercise Electrocardiograph
Penggunaan tes ini terbatas pada pasien dengan
segmen ST abnormal dan yang tidak dapat menaikan heart
rate nya (perkiraan maksimal 85%) karena kelelahan,
dyspnea atau terapi obat. Dengan sensitifitas 65% dan
spesifisitas 90%. Paling banyak sensitif tes ini (85%)untuk
pasien dengan 3 pembuluh darah atau cabang utama kiri
CAD. Penyakit ini terbatas pada artcri sirkumfleksa kiri
dapat juga tidak ada karena iskemianya terdistribusi tidak
muncul dengan EKG standart. Tes normal tidak perlu
menyingkirkan CAD tapi mendukung beratnya penyakit
yang tidak diharapkan. Derajat depresi segmen ST,berat

dan

konfigurasinya,

onset

tesnya,

dart

vvaktu

yang

dibutuhkan untuk resolusi adalah temuan penting. Respon


iskemia

myokard

dihubungkan

pada

dengan

derajat rendah saat exercise

meningkatnya

resiko

komplikasi

periopeiatif dan kejadian jantu ig jangka lama. Temuan lain


yang signifkan adalah perubahan tekanan darah dan
lerjadinya
seringnya
dikaitkan

aritmia.

Ektopi

mengindikasikan
dengan

ventrikel

karena

beratnya

exercise

CAD

yang

disfungsi vefitrikel, perkiraan iskemia

karena instabilitas sel-sel myokard. Faktor-faktor yan


berkaitan dengan penyakit multi pembuluh darah berat
terdapat pda tabel 20-11.
B. Scan Perfusi Myokardial
Pencitraan perfusi myokard menggunakan thallium201 atau technetium-99m yang dipakai untuk evaluasi
Dasien yang tidak exercise (karena penyakit vaskuler
perifer)

atau

yang

mempuiyai

latar

belakang

abnormalitas EKG yang menghalangi interpretasi selama


exercise, pencitraan didapat sebelum dan setelah injeksi
dilator

koroner

intravena,

seperti

dypridamol

atau

adenosine, untuk menghasilkan respon hiperemik yang


mirip exercise. Pemeriksaan perfusi myokardial setelah
exercise

atau

injeksi

dypiridamol

atau

adenosine

mempunyai sensitifitas tinggi tapi hanya agak baik untuk


deteksi CAD. ini baik untuk deteksi penyakit dua atau tiga
pembuluh darah. Scan ini berlokasi dan berjumlah pada
daerah iskemia atau scarring dan dibedakan antara
keduanya. Defek perfusi mengisi saat fase redistribusi

iskemia, bukan sebelum infark. Harga perkiraan negatif


scan normal kira-kira 99%.
C. Ekhokardiografi
Teknik

ini

mendapat

informasi

tentang

fungsi

ventrikel regional dan global dan mungkin terbawa saat


istirahat,

setelah

exercise,

atau

dengan

pemberian

dobutamin.Deteksi abnormalitas geiakan dinding regional


dan membagi fraksi eieksi ventrikel kiri berkorelasi dengan
tcmuan

angiografi.

menekan

timbulnya

Sebagai
EKG

tambahan,

sebagai

dobutamin

prediktor

yang

dipercaya untuk komplikasi jantung pada pasien yang


tidak dapat exercise. Abnormalitas gerakan dinding yang
baru

atau

jelek

setelah

pemberian

infus

dobutaniin

mcngindikasi-kan adanya iskemia yang signifikan. Pasien


dengan (iaksi ojeksi kurang dari 50% cctiderung lebih bei'at
penyakitnya dan meningkatkan morbiditas perioperatif.
Dobutamin

menekan

EKG,walaupun,

mungkin

tidak

dipercaya pda pasien dengan bundle branch blok karena


gerakan septal abnormal bahkan tidak ada cabang anterior
kiri CAD pada beberapa pasien.
D. Angiografi Koronc;
Angiografi koroner me-upakan gold standart imtuk
evaluasi CAD dan mempunyai derajat komplikasi rcndah
(<1%).

Mcski

demikian

angiografi

hanya

untuk

menentjkan

koroner

keuntungan

dilakukan

pasien

dari

angiplasti koroner perkutaneus atau graft bypass arteri


koroner selama bedah nonkardiak. Lokasi dan beratnya
oklusi dapat didefinirikan, dan visospasmekoroner juga

diamati saat angiografi.. Pada evaluasi lesi oklusi lebih


besar dari 50-75% umumnya dianggap signiflkan. Pekiraan presentase oklusi dapat me nyesatkan (terutama
bila antara 40% dan 80%)karena perbedaan pengamat
dan alasan khusus bila oklusinya konsentrik padahal
seringnya eksentrik. Beratnya penyakit sering ditunjukan
menurut jumlah pembuluh darah koroner yang terkena
(satu,dua atau tiga pembuiuh darah). Stenosis yang
signifikan dari arteri koroner cabang utama kiri tidak
menyenangkan karena letaknya hampir di jalan masuk
ventrikel kiri. Sebagai tambahan, oklusi 50-7->% pada
arteri utama kiri secara hemodinamik signifikan.
Ventrikulografi dan pengukiiran tekanan intiakardiak
juga memberikan informasi penting. Pengukuran paling
penting adalah fraksi ejeksi. Indikator disfungsi ventrikel
signifikan adalah frakri ejeksi kurang dari 0,5%, tekanan
enddiastolik ventrikel kiri lebih besar dari 18 mmHg
setelah

injeksi

kontras,

cardiac

indeks

kurang

dari

2,2L/mnt/m2 dan ditandai dengan multipel abnor-malitas


gerakan dinding.

Premedikasi
Menghilangkan
preoperatif

merupakan

ketakutan,ccmas
tujuan

pada

dan

nyeri

pasien

CAD.

Premedikasi yang memuaskan mencegah aktivasi simpatis,


yang

mengakibatkan

balans.

suply-d;

maid

oksigen

akan

merusak

dan

Overmedikasi

dihindari

karena

respirasi

dan

menyebabkan

hipotensi.

myokard
sebaiknya

hipoksemia,

Benzodiazepin

asidosis

tunggal

atau

dikombinasi dengan opioid sering digunakan. Hasil yang


paling baik diberikan komhinusi morphin 0,1-05 g/kg---daxi
scolpolamin O,2-0,4 mg IM. Pemberian oksigen bersamaan
lewat kanul membartu

mencegah hipoksemia setelah

premedikasi Pasien dengan fungsi ventrikel jelek dan


dengan penyulit penyakit paru dosisnya dikurangi.medikasi
preoperatif

umumnya

diteruskan

sampai

waktunya

operasi. Mereka diberi sedikit air peroral, intiamuskuler,


intraven,sublingual atau secara transdermai. Henti obat
secara tiba-tiba dari antiangina perioperatif, terutama
bloker, dapat memicu serangan iskemik (rebound).
Selanjutnya, blok Padrenergik prophilaksi teiah terbukti
menurunkan insiden :skemia intraoperatifdan postoperatif.
Banyak dokter meinberi prophilaksis nitrat intravena atau
transder mal pada pasien dengan CAD saat perioperatif.
Walaupun praktek ini sesuai teori, efikasi pasien tidak ada
pada terapi nitrat jangka panjang dan tanpa kejadian
iskemia

tidak

ditegakan.

Absorbsi

transdermal

nitrogliserin dapat menghi langkan serangan perioperatif,


sedangkan pemberian intravena dapat menu-runkan
preload jantung yang terbaca mengakibatkan hipotcnsi
jika tidak dikom-pensasi dengan pemberian cairan.
Menejemen Intraoperaiif

Periode

intraoperatif

secara

reguler

dikaitkan

dengan faktor-faktor dan kejadian itu dapat sebagai efek


samping

hubungan supplai-demand oksigen myokard.

Aktivasi sistem simpatis memainkan peranan pending.


Hipertensi dan meningkatnya kontraktilitas menaikan
kebutuhan

oksigen

meningkatkan

jantung,

kebutuhan

sedangkan

dan

menurunkan

takikardi
supply.

Meskipun iskemia dikaitkan dengan takikardi.

Obyektif
Prioritas pada pengeloiaan pasien dengan penyakit
jantung iskemik adalah dengan memelihara hubungan
suply demand jantung yang seimbang. Penirtgkatan heart
rate melalui saraf otonomik dan tekanan darah sebaiknya
dikontrol dengan anestesi dalam atau blok adrenergik dan
reduksi yang berlebihan dari tekarian perfusi koroner atau
menurunkan oksigen content arteri sebaiknya dihindari.
Walaupun batas yang pasti tidak dapat diprediksi tekanan
diastolik arteri umumnya dijaga pada 50 mmHg atau
diatasnya.Tekanan diasiclik tcrtinggi lebih disukai pada
pasien dengan derajat tinggi oklusi koroner. Peningkatan
berlebihan, seperti disebabkan overload cairan, pada
tekanan
karena

enddiastoik
ini

(avlerload)

ventrikel

meningkatkan
dan

kiri

tekanan

menurunkan

sebaiknya

dihindari

dinding

ventrikel

perfusi

subendokardial.

Konsentrasi hemoglobin darah adekuat (>9-10 mg/dl) dan


dijaga tekanan oksigen arteri (>60 mmHg).
Monitor

Monitor

tekanan

intraarterial

dianjurkan

untuk

semua pasien dengan CAD berat dan dengan faktor resiko


jantung mayor dan multipei. Tekanan arteri pulmonal atau
vena sentral dimonitor selama operasi atau prosedur yang
melibatkan

pemberian

cairan

besar

atau

kehilangan

darah. Monitoring tekanan arteri pulmonal mungkin dapat


dipasang pada pasien dengan disfungsi ventrike! yang
signifikan

(fraksi

transesofagal
berharga

ejeksi<40-50%).

(TEE)

baik

dapat

kualitatif

Ekokardiografi

memberikan
maupm

informasi

kuantitatifjpada

kontraktilitas dan ukuran bilik ventrikel (preload). Penting


Jicatat bahwa meskipun pengalaman klinis mendukung,
monitoring

tekanan

arteri

pulmoner

maupun

monitoring TEE harus jelas memperbaiki outcome pada


beberapa penelitian klinis.
Deteksi intraoperatif dari iskemia tergantung pada
peftibahan elektro-kardiografi, manifestasi hemodinamik
atau abnormalitas gerakan dinding regional pada TEE.
Dopier TEE juga dapat mendeteksi onset dari regurgitasi
mitral yang disebabkan disfungsi otot papiler iskemik.

A. Elektrokardiografi
Perubahan awal iskemik hampir tidak tampak dan
sering terlupakan. Tampak perubahan gelombang T, yaitu
inversi, tenting, atau keduanya. Iskemia lebih jelas terlihat
dengan bentuk seamen ST depresi progresif. ST depresi
horisontal dan curam ke bawah adalah paling spesifik
untuk

iskemia

darpada

depresi

landai

keatas.Elevasi

segmen ST baru adalah jarang selama operasi nonjantung


dan indikasi iskemia berat, vasospasme, atan infark. Ini
sebaiknya dicatat bahwa. ST elevasi ST minor isolated
pada lead mid prekordial (V3 dan V4) dapat normal pada
pasien muda. Iskemia juga ada sebagai aritmia ventrikel
dan atrial intraoperatif yang tidak dapat dijelaskan atau
abnormalitas onset konduksi baru. Sensitifitas EKG untuk
mendeteksi iskemia berhubungan dengan jumlah lead
monitor. Penelitian menganjurkan lead V5,V4,II, dan V3
(kalau

sensitifitas

menurun)

paling

bapyak

dipakai.

fdealnya,pa!ing tidak ada 1 lead untuk monitor terus


menerus. Biasanya, lead II untuk memor.itor iskemia
dinding inferior o'an aritmia dan V5 untuk iskemia dinding
anterior. Lead esophagal juga dipakai pada pasien dengan
iskemia dinding posterior. Bila hanya satu channel yang
dimonitor,

modiflkasi

lead

V5

dapat

menunjukan

sensitifitas yang tinggi.


B. Monitoring Hemodinamik
Abnormalitas

hemoduamik

yang

paling

umum

selama serangan iskemia adalah .lipertensi dan takikardi.


Ini hampir selalu menjadi penyebab daripada akibat
'skemia. Hipotensi biasanya terlambat dan bermanifestasi
kurang

menyenangkan

menjadi

disfungsi

ventrikuler.

Hemodinamik paling sensitif berkorelasi dari monitoring


tekanan arteri puimoner. Iskemia seringnya, tapi tidak
selalu, berhubungan dengan meningkatnya tekanan baji
kapilcrpulmoner.
prominen

pada

Timbulnya
bentuk

tiba-tiba

gelombang

gelombang
biasanya

karena

rogurgitasi mitral akut dari disfungsi otot papiler iskemik


atau dilatasi ventrikel kirn.
C. Ekokardiografi Esofagal (TEE)
TEE dapat secara jelas membantu mendctcksi
disfungsi jantung global dan regional sesuai fungsi katup
pada pasicn tcrtcntu. Sebagai tambahan, deteksi dari
abnormalitas gerakan binding regional baru dapat cepat
dan indikator lebih sensitive untuk iskemia myokarJ
daripada EKG. Penelitian pada hewan yang aliran darah
koroner diturunkan secara gradual, abnormalitas gerakan
regional

terjadi

sebeium

kejadian

abnormalitas

perubahan

intraoperatif

EKG.
baru

Meskipun
berkoreiasi

dengan Mf postoperatif pada beberapa penelitian, tidak


semua

abnormalitas

sepenting

iskemik.

Abnormalitas

regional dan global dapat disebabkan perubahan pada


heart rate, perubahan konduksi, aflerload atau drug induced

kontraktilitas.

Menurunnya

sirtolik

karena

penebalan dinding dapat lebih dipercaya indeks iskemia


daripada gerakan dinding endokardial saja. Sayang-nya,
TEE membutuhkan peralatan ekpansi dan membutuhkan
teknik yang fami-lier untuk benar dan cepat secara
intraoperatif diinterpretasikan
Menejemen Internal Cardioverter Defibrilator
Peningkatan

jumlah

pasien

dengan

CAD

dan

otomatis ICD ada dalam pembedahan. Pasien biasanya


mempunyai kardiomyopati lanjut dan./atau riwayat gejala
ventrikel takikardi atau ventrikel

fibrilasi.

ICD yang

bekerja sebagai pacemaker sebaik defibrilator, muncul

masalah karena penggunaan elec<rocauter bedah. Ini


karena (1) ICD karena alatnya diinterpretasikan sebagai
fibrilasi ventrikel (2) inhibisi fungsi pacemaker selama
Cauterisasi,(3) peningkatan selama aktivasi sensor respon
rate dan (4) secara temporer atau permanen direseting
menjadi mode reset atau back up. Penggunaan cauter
bipolar, penempatan ground jauh dari alat ICD dan
terbatas menggunakan cauter hanya inenimbulkan ledakan
pendek

membantu

menurunkan

njasalah

tapi

mengdiminasinya.
Alat ICD sebaiknya mempunyai fungsi defibrilator
diprogram off secepatnya sebelum pembedahan dan
direprogram
defibrilator

kembali

seeepatnya

eksternal

sebaiknya

setelah
dan

itu.

diikat

Alas
pada

mesineksternal secara intraoperatif. Monitoring hati-hati


pada pulsasi arteri dengan pulse oksimetri atau bentuk
gelombang

arteri

adalah

perto

untuk

inemastikart

pacemaker tidak mati dan ada perfusi arteri selama EKG


dari cauter bedah. Produsen alat sebaiknya dikont^ak
untuk membuat metodc yang paling baik untuk menejemen
alat (mis. Reprograming atau menggunakan magnst)
selama

operasi.

digunakan.

Sejumlah

Walaupun,

besar

paling

model

banyak

ICD
fungsi

sering
anti

takikardianya respon ke magnet dan tergantung modelnya.


Pilhan Anestesi
A. Regional Anestesi
Meskipun

penelitian

mendokumentasikan

kelubihan regional anestesi daripada anestesi umum

tidak ada, anestesi regional sering sebagai rjilihan baik


untuk prosedur yang menyangkut extremitas, perineum,
dan

kemungkinan

abdomen

bawah.

Keadaan

yang

menurunkan tekanan darah setelah spinal atau epidural


anestesi sebaiknya secepatnya diterapi dosis kecil (25-50
g) dari epinerfrin atau obat yang mirip untuk menjaga
tekanan

perfusi

koroner

sampai

cairan

intravena

tercukupi. Dosis kecil efedrin (5-10 mg) lebih disukai bila


ada

bradikardi.

Hipotensi

biasanya

dihinaari

selama

loading volume. Hipotensi yang tidak respon dengan


phsnilefrin atau efedrin dapat diterapi dengan epinefrin
(2-10 g).
Pasien

dengan

gagal

jantung

terkompensasi

biasanya toleransi karena simpatektomi baik dan tidak


membutuhkan volume preoperatif. Anestesi yang tidak
lengkap atau pacthy anestesi atau sedasi yang dalam
selama regional anestesi menggagalkan tujuan teknik
regional anestesi, stress pasien pada hal yang tidak
perlu, dan dapat memicu iskemia myokard. Konversi dari
regional anestesi ke anestesi umum adalah lepat untuk
secepatnya dan mengoreksi hal yang berkaitan dengan
hipertensi, takikardi, hipoksia, atau hiperkapnia.
B. Anestesi Umum
1. Induksi
Dengan prinsip yang sama untuk diterapkan pada
pasien hipertensi juga bisa untuk pasien dengan penyakit
jantung iskemik. Beberapa,tidak semua pasien dengan CAD
mempunyai

hipertensi

Teknik

induksi

untuk

pasien

dengan CAD sedang scmpai berat (penyakit 3 pembuluh


darah,cabang kiri,atau fraksi ejeksi <40%) membutuhkan
beberapa modifikasi Induksi sebaiknya mempunyai efek
hemodinamik minimal,menghasilkan sedikit pusing dan
dengan

anestesi

vasopresor

dalam

karena

untuk
intubasi

mencegah
(bila

respon
intubasi

dibutuhkan),bagaimanapun, beberapa kasus, hipertensi


ringan sampai sedang ditoleransi lebih baik daripada
hipotensi. Tanpa melihat agen yang digunakan, hal ini
secara konsisten dilanujtkan dengan teknik kontrol p:lan.
Induksi dengan dosis kecil dan menghindari obat yang
menurunkan tekanan darah dapat tampak setelah masuk
bolus besar. Titrasi dari agen induksi, pertama melawan
kehilangan kesadaran kemudian menurunkan tekanan
darah, mempunyai respon bervariasi. Sebagai tambahan,
anestesi yang cukup dalam untuk intubasi endotrakeal
uapat dilanjutkan

dengan mendepresi kardiovaskuler

yang disebabkan teknik bolus.


Pemberian pelumpuh otot (secepatnya setelah
reflek bulu mata hilang) dan ventilasi kontrol menjamin
oksigenasi

adekuat

seiama

induksi.

Hiperkarbi

sering

menyebabkan hipertensi. Intubasi endotrakheal dilakukan


dengan anestesi dalam sampai tekanan darah ba;as
paling

bawah

yang

paling

memungkinakan.

Tekanan

darah, heart rate dan ECG sebaiknya dinilai berulang-ulang


bertahap selama induksi.
2. Pemilihan Agen
a. Agen induksi, pilihan agen khusus tidak mendesak pada

sebagian besar pasien. Propofol, barbiturat, etomidat,


benzodiazepin, opioid dan variasi kombinasi obat ini
sering

digunakan.

Ketamin

secara

relatif

dikontraindikasikan karena efek simpatomimetik tidak langsung dapat menimbulkan efek samping terganggunya
keseimbangan supply and demand oksigen myokard. Bila
dikombinasikan

dengan

benzodiazepin

atau

propofol,

bagaimanapun, ketamin tidak mening-katkan aktifltas


simpatis clan akibatnya secara relatif hemodina-mikanya
stabil dengan depresi myokard

minimal. Kombinasi

benzodiazepin dan ketamin, mungkin lebih berguna


pada pasien dengan fungsi ventrikel yang jelek (fraksi
ejeksi<30%)
Anestesi dengan dosis tinggi opioid mempunyai kegunaan
yang luas untuk pasien dengan disfungsi ventrikel yang
signifikan. Dengan perkecualian ineperidin (dalam dosis
besar), opioid saja menyebabkan minimal atau tidak ada
depresi jantung. Kombinasi ini dengan agen intravena
(terutama

benzodiazepin),

bagaimanapun,

sering

mengakibatkan depresi jantung yang tergantung dosis.


Depresi jantung dapat terjadi dengan induksi dosis tinggi
murni

opioid;

meningkatnya

ini

mungkin

tonus

karena

simpati.

Pasien

withdrawal
dengan

atau
fimgsi

ventrikel yang jelek sering mengandalkan peningkatan


tonus simpatis untuk mempertahankan kardiak output
dan mungkin dekompensasi dengan anestesi ipioid dosis
tinggi. Sebagai tambahan, opioid digunakan sebagai obat
tunggal yang tidak lengkap karena insiden tinggi dari
bangun

selama

intraoperatil

(Recall)

dan

hipertensi;

depresi respirasi memanjang setelah teknik juga tidak

nyaman selama operasi nonjantung. Beberapa dokter


selalu memberikan dosis tambahan kecil agen intravena
atau obat anestesi volatil dengan obai abestesi dasar
opioid primer. Kontrol respon adrenergik untuk intubasi
endotrakheal

telah

dibicarakan

pada bab hipertensi.


b. Agen pemeliharaan
Pasien umumnya dikelola dengan teknik anestesi opioid-volatil.
Pasien dengan fraksi ejeksi kurang dari 40% mungkin
sangat sensitif dengan agen volatil atau bolus besar
opioid untuk mendepresi januing. Nitros oxide, terutama
dengan opioid dapat menghasilkan depresi jantung yang
sigifikan. Efek agen potensial pada sirkulasi koroner
sudah dibhnrakan pada bab 19. Semua agen volatil
umumnya

umumnya

mempunyai efek menyenangkan

pada balans oksigen myokard. Isofiuran mendiatasi arteri


intramyokard lebih daripada pembuluh darah epikardial
besar tapi ada kejadian kecil isofluan menyebabkan steal
phenomenon intrakoroner pada praktek klinis.
Deteksi iskemia intraoperatif sebaiknya cepat untuk mencari
faktor
presiritasi

dan

intervcnsi

awal

untuk

mengoreksi.

Oksigenasi

dan

hermatokrit

(atau

hemoglobin)

sebaiknya

dicek

dan

abnormalitas
hemodinamik
dikoreksi.
dengan

(hipertensi,

Hematokrit
iskemia

hipotensi,

kurang

dari

atau

28%

perioperatif

takikardi)

berhubungan
dan

komplikasi postopcratif, terutama pada pasien dengan


operasi

vaskuler.

Kegagalan

untuk

identifikasi

penyebab

atau

untuk

menghilangkan
manifestasi

iskemia

menunjukan

untuk

penggunaan

nitrogliserin
intravena.

Nitrogliserin

insersi

secara

optimal

membutuhkan

arteri

line

dan pada beberapa pasien (kerusakan ventrikel sedang


sampai berat), kateter arteri pulmonal. Pasta nitro
gliserin

dapat

digunakan

jika

nitrogliserin intravena tidak dapat dipakai,tapi mempu-nyai


onset

lambat

dan varidsi absobsi.

c. Pelumpuh otot
Tidak uda efek samping sirkulasi sigriifikan yang umumnya
karena

rokuronium

vecuronium,

pipecuronium

dan

doxacurium adalah pelumpuh otot yang baik untuk pasien


dengan penyakit jantung iskemik. radikardi berat, telah
dilaporkan dengan vecuronium (dan atrakurium) yang
jarang teijadi, tapi hampir semua kejadian telah dilaporkan
yang berhubungan dengan pemberiari opioid sintetik. Bila
harus digunakan, pelumpuh otot lain dapat juga aman
diberikan pada pasien dengan CAD. Sebagai tanbaharu
efek sirkuiasi ini dapat dipakai untuk mengimbangi efek
agen

anestesi

lain,misal,vagolitik

yang

dimiliki

pancuroniurr dapat melawan efek vagotonik dar opioid.


Atrakurium dengan dosis kurang dari 0,4 mg/kg dan mivakurium pada dosis diatas 0,15 mg/kg,diberikan perlahan

umumnya mempunyai efek hemodinamik minimal. Efek


sirkuiasi dari suksinil-kholin secara primer merangsang
ganglia otonomik dan reseptor muskarinik dan dapat
menghasilkan variasi efek dari heart rate dab lekanan
darah. Efek ini dipengaruhi oleh tonus simpatisdan parasimpatis, premedikasi dengan antikholinergik dan blok
padrenergi.

Bradikardi

verlihat

setelah

pemberian

suks^inilkholin pada pasien dengan agen blok adrenergik.


Melawan paralysis otot dengan agen standart tidak timbul
untuk memiliki efek irerugikan pada pasierv dengan CAD.
Penggunaan glykopyrolaie sebagai ganti atropin dapat
menurunkan takikardi.
Menejemen Postopeatif
Pemulihan anestesi dan periode scgera setelah
postoperatif dapat meneruskan stress myokardium. Pasien
sebaiknya

diberikan

suplemen

oksigen

sampai

oksigenasi adekuat. Mengigil biasanya hilang setelah


pemberian meperidin 20-30mg

intravena;

terapi

butorphanol

klonidin

intravena.
penghangat

75

u.g

Hipotermia
dengan

atau

sebaiknya
dikompres.

dilaporkan

dikoreksi
Nyeri

1-2

mg

dengan

postoperatif

sebaiknya dikontrol dengan analgesik umumnya atau


teknik anestesi regional. Jika ada kecurigaan overload
cairan atau pasien dengan riwayat fungsi ventrikel jelck,
rontgen dada postoperatif dapat digunakan. Kongesti paru
harus cepat diterapi dengan furosemid 20-40 mg intravena
atau terapi vasodilator intravena (biasanya nitrogliserin).

Resiko terbesar pacia pasien ini adalah tidak


ditemukan iskemia. Meskipun sebagian besar perioperatif
gelombang Q pada MI muncul dalam tiga hari pertama
setelah operasi (biasanya setelah 24-48 jam), jumlah infark
non gelombang Q ada pada 24 jam pertama. Klarena lebih
sedikit dari 50% pasieamempunyai nyeri dada
EKG 12 lead pcstoperatif rutin mungkin perlu
untuk mendeteksi beberapa kejadian. Presentasi yang
uvnum tidak dijelaskan adalah hipotensi. Presentasi lain
yaitu gagal jantung kongesif dan pcrubahan status mental.
Hampir semua pasien mengalami komp'ikasi ini yang
berusia lebin dari 50 tahun. Diagnosis ini biasanya
berdasarkan temuan elektrokardiografi dan enzim jantung
atau,

jarang

dengan,

pemeriksaan

radionuklcar.

Transthoraksik atau TEE juga dapat berharga.

PENYAKIT KATUP JANTUNG


1. Evaluasi Umum dari Pasien
Tanpa

melihat

lesi

atau

pcnycbabnya.evaluasi

preoperatif sebaiknya secara primer menitikberatkan pada


penentuan

beratnya

lesi

dan

signifikansi

hemodinamik,fungsi ventrikel residua! dan adanya etek


sekunder pada pulmo,ginjal dan fungsi hepar. Penyakit
penyerta CAD sebaiknya tidak teiiewatkan, terutama pada
pasien tua dan dikenal sebagai faktor resiko (lihat diatas).
Iskemia myokard mungkin juga terjadi

oengan tidak

adanya oklusi koroner pada pasien dengan stenosis aorta


berat atau aorta regurgitasi.
Riwayat

Riwayat preanestesi sebaiknya difokuskan pada


fungsi ventrikel dan sebaiknya dihubungkan dengan data
laboratorium.

Peranyaan

sebaiknya

ditujukan

pada

toleransi exercise, kelelahan, dan edema telapak kaki dan


nafas

pendek

(paroksismal

(umum),
nokturnal

ortopnea

atau

maiam

dispnea).

New

York

had
Heart

Association mengklasifikasikan penyakit jantung secara


fungsional yang berguna untuk klasifikasi klinis dari
beratnya

gagal

jantug,

perbandingan

pasien,

dan

perkiraan prognosis. Pasien sebaiknya ditanyakan tentang


nyeri dada dan gejala neurologis. Banyak bsi katup yang
dihubungkan dengan fenomena tromboemboli. Selama
prosedur seperti valvulotomi atau pergantian katup dan
efeknya sebaiknya didokumentasikan dengan baik.
Review pengobatan sebaiknya dievaluasi efikasi dan
mengeluarkan

efek

samping

yang

serius.

Umumnya

menggunakan agen digoxin, diuretik, vasodilator, ACE


inhibitor.antiaritmia dan antikoagulan. Diuretik secara
umum paling efektif untuk mengontrol ventikel rate pada
pasien dengan atrial fibrilasi. Ventrikuler rate sebaiknya
kurang dari 80-90 X/mnt saat istirahat dan tidak sampai
120X/mnt

dengan

stres

atau

exercise.

Tanda-tanda

toksisitas digoxin merupakan primer jantung (aritmia),


gastrointestinal (mual dan muntah), neurologis (bingung)

atau visual (perubahan persepsi warna atau scotomas).


Aritmia disebabkan oleh digoxin naik dari kombinasi
peningkatan otomatisitas dan menurunnya konduksi pada
sel-sel khusus di atrium, ventrikel dan nodus SA dan AV.
Terapi vasodilator preoperatif dapat; digunakan untuk
mcnurunkan preload, afterload atau kedimnya. Vasodilatasi
berlelihan memperburuk toleransi exercise dan sering
dengan manifestasi pertama idalah hipotcnsi postural.
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda paling penting pada pemeriksaan fisik
adalah tanda gagal jantung kongesti. Sisi kiri (S3 gallop
atau suara paru) sesuai dengan sisi kanan (distensi vena
jugularis, refluk hepatojuguler, hepatoslenomegali atau
udem kaki) mungkin ada. Temuan denga/i auskullasi untuk
konfirmasi disfungsi katup, tapi pemeriksaan ekokardiografi
un.umnya

dapat

dipercaya.

Defisit

neurologis,

yang

biasanya sekunder dengan fenomena emboli sebaiknya


didokumentasikan.
Evaluasi Laboratorium
Tambahan

untuk

pemeriksaan

laboratorium

dibicarakan untuk pasien dengan hipertensi dan CAD, tes


fungsi liver berguna .untuk menilai disfungsi hepar
disebabkan kongesti hepar pasif pada pasien dengan gagal
jantung sisi kiri kronis atau berat. Analisa gas darah
sebaiknya diukur pada pasien dengan gejala pulmoner yang
jelas.

Obat

antikoagulan

sebaiknya

didokumentasikan

dengan protombin time dan partial trombopiaitin time


selama operasi.

Temuan EKG secaia umum tidak spesifik. Yaitu


gelommbang T atau perubahan segmen ST ,aritmia,
abnormalitas konduksi atau deviasi aksis QRS yang
menunjukan hipertropi ventrikel. P-R interval memanjang
menunjukan

toksisitas

digoxin.

Aritmia

dihubungkan

dengan toksisitas digoxin yaitu (penurunan frekuensi)


ventrikule ektopi, takikardi atrial paroksismal dengan 2:1
AV blok, AV blok tunggal,snus bradika di, low atrial atau
AV

junctional

ritme

dan

bcrguna untuk mcnilai


katup

pulmonal.

dissosiasi

Rontgen

lho raks

ukuran jantung dan kongesti

Pembesaran

b il ik

jantung

spesifik

mungkin terlihat.
Pemeriksaan Khusus
Ekhokardiografi,

angiografi

nukleotid

dar

kateterisasi jantung menunjukan diagnosis penting dan


inforniasi prognosis mengenai lesi katup. Lesi lebih dari
satu katup mungkin sering ditemukan. Pada yang lebih
cepat, pemeriksaan noninvasif membutuhkan kateterisasi
jantung. Informasi dari pemeriksaan ini dapat dinilai oleh
ahli kardiologi. Pertanyaan yang harus dijawab:
Dimana katup abnormal yang penting secara hemodinamik?
Seberapa berat lesi itu?
Bagaimana derajat kerusakan ventrikuler yang ada,?
Apakah ada abnormalitas hemodinamik yang signifikan atau
abnormalitas lain?
Apakah terdapat CAD ?

2. Premedikasi
Premedikasi

dengan

dosis

standart

umumnya

menggunakan agen yang sering dipakai dan tok ransi baik


pada pasien dengan fungsi ventrikel normal atau hamper
normal. Pasien Jengari fungsi ventrikel jelek,pada satu
sisi, cenderung sangat sensitif untuk beberapa agen dan
dosis

preniedikasi

proporsional

sebaiknya

menurut

beratnya

diturunkan
kerusakan

secara
ventrikel.

Pasien sebaiknya diberi medikasi biasa pada pagi hari


sebelum operasi. Suplemen oksigen yang berguna untuk
pasien dcngan hipertcnsi pulmonal atau dengan latar
belakang panyakit pulmoner.
Antibitik prophilaksis
Variasi

resiko

endokarditis

sesuai

dengan

abnormalitasnya.Resiko infeksi endokarditis pada pasicn


dengan

penyakit

remia,tennasuk

jantung
dari

nasopharyngeal,

katup

gigi,

karena

bakte-

oropharingcal

gastrointestinal

atau

atau
operasi

genitourinari atau karena incisi dan drainase harus segera


ditegakan. Prophilaksi sebaiknya diikuti dengan panduan
yang direkomendasi olch American Heart Association.
Menejemen Antikoagulan
Pasien yang mendapat antikoagulan umumnya
terapinya

dihentikan

tromboemboli

1-3

meningkat

hari

perioperatif.

dengan

adanya

kisiden
riwayat

embolisme dan adanya trombus,atrial fibrilasi atau katup


mekanis prostetik. Resiko tromboemboli paling tinggi

dengan

mekanikal

prostetik.terutuma

cage-ball

posisi

(Starr-Edward)

trikuspidal

atau

mitral;

intermadiate untuk katup tilting-disc (St.Jude) dan paling


rendah pada bioprostetik (jaringan katup dari bovin atau
porcine). Beberapa pasien dapat sccara aman dengan
dihentikannya warfarin 3 hari menjelang operasi dan
dimulai

kembali

2-3

hari

postoperatif.

Bila

resiko

tromboemboli dinilai tinggi, antikoagulan dapat dihentikan


sehari sebelum operasi dan diberi cadangan dengan
vitamin K atau fresh frozen plasma; terapi heparin
intavena dapat dimulai kembali dengan diawali 12-24 jam
posloperatif

sckali

hemostasis

yang

dapat

dipercaya

adekuat.
3. Gangguan Katup Spesifik MITRAL STENOSIS Pengaruh
Preoperatif
Mitral

stenosis

hampir

selalu

terjadi

sebagai

komplikasi lanjut dari demam rematik akui. Dua pertigd


pasien dengan mitral stenosis adalah laki-laki. Proses
stenosis diperkirakan dimulai setelah minimum 2 tahun
terjadinya penyakit akut dan akibat dari fijsi progresif dan
kalsifikasi dari lembar katup. Gejala-gejala umumnya
berkembang setelah 20-30 tahun ,dimana orificium katup
mitral diturunkan dari normalnya

4-6

cm2

menjadi

kurang dari 2 cm2. kurang dari 50% pasien mempunyai


mitral stenosis isolated, sisanya juga mempunyai mitral
regurgitasi

dan

lebih

dari

25

juga

mempunyai

terkenanya katup aorta (stenosis atau regurgitasi).


Patofisiologi

Proses
menebal,

rematik

kalsifikasi

menyebabkan

dan

menjadi

lembar

berbentuk

katup
corong;

kalsifikasi anuler juga ada. Fusi komisura mitral, fusi korda


tendineadan memendeK dan katup menjadi rigid; sebagai
akibatnya, lembar katup menjadi khas bentuk busur kubah
selama diastolik pada ekokardiografl. Restriksi yang nyata
dari aliran darah menuju katup mitral mengakibatkan
gradien tekanan transvalvuler yang tcrgasntung cardiac
output, heart rate (waktu diastolik)dan ada atar ticlak
adanya

tendangan

kardiak

output

atrium

atau

normal.

heat

rate

Peningkatan

(menurunnya

pada
waktu

diastolik) mengharuskan aliran lebih tinggi melewat'


katup dan mengakibatkan gradien tekanan transvalvuler
paling linggi. Atrium kiri sering ditandai dengan dilatasi
dan takikardi supraventrikeLterutama atrium fibrilasi.
Aliran darah stasis pada atrium membentuk formasi
trombi, biasanya pada tarnbahan atrium kiri. Hilangnya
sistolik atrium normal (yang biasanya sekitar 20-30%
pengisian ventrikel) membutuhkan aliran diastolik lebih
tesar melewati katup untuk memelihara kardiak output
yang san a dan meningkatkan gradien transvalvuler.
Peningkatan akut pada tekanan atrium kiri secara
cepat dihantarkan kebelakang ke kapiler paru. Bila
tekanan kapiler paru secara akut naik diatas 25 mmHg,
transudasi

cairan

kapiler

mengakibatkan

udema

pulmonum. Peningkatan kronis dari tekanan kapiler paru


secara parsial dikompensasi dengan meningkatnya aliran
limfe

pulmoner

pulmoner

mengubah

vaskuler

resistence

menjadi
(PVR)

meningkatnya
dan

hipertensi

pujmoner. Menurunya komlpians paru dan meningkatnya

secara

sekunder

kerja

pernafasan

menimbulkan

dyspnea kronik.gagal ventrikel kiri sering dipicu oleh


peningkatan kronik atau akut dari afterload ventrikel
kanan.

Tanda

dilatasi

dari

ventrikel

kanan

dapat

mengakibatkan regurgitasi katup trikuspidal atau pulmoner.


Kejadian emboli umumnya pada pasien dengan
mitral stenosis dan atrial fibrilasi. Pengeluaran klot dari
atrium kiri mengakibatkan emboli sistemik,yang umumnya
sampai

ke

sirkulasi

otak.

peningkatan insiden emboli


hemoptisis
sering

dan

bronkitis

mengakibatkan

Pasien

juga

mempunyai

pulmoner,infark

berulang.

ruptur

dari

pulmoner,

Hemoptisis

paling

hubungan

vena

pulmonary brokhial. Nyeri dada pada 10-15% pasien


dengan mitral stenosis, bahkan tidak ada aterosklerosis
koroner;sebagai

etiologi

sering

sisa

yang

tak

bisa

dijelaskan tapi mungkin emboIi pada sirkulasi koroner atau


akut tekanan ventrike! kanan. Pasien menjadi serak
sebagai akibat dari kompresi laryngeal dari pembesaran
atrium kiri
Fungsi ventrikel kiri normal pada scbagian besar
pasien dengan mitral stenosis murni,tapi rusaknya fungsi
ventrikel kiri mungkin meningkat Iebih dari 25% pasien dan
kiranyp

menunjukan

sisa

kerusakan

dari

rematik

myokarditis atau hipertensi penyakit jantung iskemik.

Perhitungan Daerah katuo Mitral dan Gradien transvalvulaer

Hubungan sntara cardiac ooutput,daerah katup


dan gradiens dapat ditunjukan dengan keseimbangan
Gorlin:
Daerah katup = aliran yang melewati katup
K X rata-rata gradien transvalvuler.
Dimana K adalah konstanta teakan hidrolik. Dimana
aliran katup diukur dalam ml/dtk,tekanan dalam mmHg,
dan daerah katup dalam cm 3,K= 38. Aliran katup mitral
(MVF) dapat diukur sebagai berikut:
MVF = Karuiak Output
Periode pengisian diastoIik X Meart Rate
Ekhokardiogiafi dua dimensi dan Dopier

dapat

digunakan untuk memperkirHkan kedua tekanan turun


melewati katup sterotik dan daerah katup. berdasarkan
asumsi itu kecepatan aliran darah paling besar pada
distal daripada proksima! dari obstruksi, keseimbangan
Bernaulli dapat disederhanakan :
P = 4 V2
Dimana AP adalah gradien tekanan (mmHg) dan V
adalah kecepatan aliran darah (m/dtk) scbehn distal dari
obstruksi. Pintu katup dapat diperkirakan dari vvaktu
mengambil

gradien

tekanan

puncak

awal

sampai

keluarnya satu sisi adalah harga asli, tekanan vvaktu


paruh (TA). Hubungan ini diperkirakan :

A = 220
TV2
Dimana A adalah pintu katap (cm 2) dan T iadalah
waktu dari kecepatan aliran puncak (Vmax) menuju
VmaxV2

(Vmax/1,4).

Hubungan

ini

berdasarkan

pengamatan bahwa T'A relatif konstan saat membukanya


pintu yang lebar untuk mengalirkan. Sjatu tekanan waktu
paruh dari 220 mdtk membuka daerah katup mitral
sebesar 1 cm2. Daerah katup dapat juga diperkirakan
dengan planimetri pada short axis ventn'kel kiri (gbr 21).
Tidak adanya mitral regurgitasi yang signifikan, daerah
katup mitral (MVF) dapat dibcdakan dari persamaan terus
menerus (lihat Bagian stenosis aorta):
MVA-SVmv/VTIms-jet
Dimana SVm tdalah stroke volume (trapsmitral)
dan VTIms adalah kecepatan. waktu integral dari sinyal
Dopier dari jet mitral stenosis; stroke volume dapat
dihitung dengan pengukuran daerah cross setcional dan
kecepatan integral Dopier pada ventrikel kiri aliran keluar
(lih bagian stenosis aorta).
Daerah katup mitral kurang dari 1 secara khas
dengan tekanan 20 mmHg saat isitirahat dan dispnea
dengan minimal pengerahan tenaga. Daerah katup mitral
kurang dari 2 cm 2 sering dirujuk sebagai stenosis mitral
kr.itis. Pasien dengan daerah katup antara 1,5-2,0 cm2
umumnya asimtomatik atau hanya gejala sedang dengan
minimal pengerahan tenaga. Meskipun kardiak output

dapat normal saat istirahat, tapi gagal meningkat sesuai


dengan pengerahan tenaga karena menurunnya prebad
ventrikel kiri.
Penatalaksanaan
Waktu dari onset geja!a sampai menjadi tidak
mampu.adalah 5-10 tahun. Pada saat itu banyak pasien
meninggal dalam waktu 2-3 tahun. Perbaikan dengan
operasi (open valvuloplusty) biasanya dapat menurunkan
gejala secara signikan. Mitral stenosis berulang selelah
valvulopasty biasanya diterapi dengan pergantian katup.
transeptai perkutaneus dengan ballon valvuloplasti dapat
digunakan pada usia muda tertentu dan pasien hamil
sebaik pada usia tua yang mempunyai calon pembedahan
jelek.

Mencjcmen

medik

dengan

suportif primer dan

dengan pembatasan aktifitas fisik, pembatasan sodium


dan diuretik. Digoxin berguna hanya pasien dengan
atrium fibrilasi dan respon ventrikel cepat. Dosis kecii obat
blok Padrenergik juga berguna untuk niengendalikan heart
rate pada pasien dengan gejala sedang sampai bcrat. Pasien
dengan riwayat cm bo I i dan dengan resiko tinggi (umur
lebih dari 40 tahun; atrium besar dengan atrium fibrilasi
kronis) biasanya diberi antikoagulan.
Menejemen Anestesi
A. Obyektif
Secara
,menjaga

prinsip

sinus

ritme

tujuan
(bila

hemodinamiknya
secara

adalah

preoperatif)

dan

menghindari takikardi, meningkatnya kardiak output yang

besar dan hipovolemik dan overload cairan harus diterapi


dengan cermat).
B. Monitoring
Monitoring hcmcdinamik penuh (tekanan intrartcrial
dan tekanan arteri pulmonni) umunya diindikasikan untuk
semua

proeour

operasi

besar

terutama

yang

berhubungan dengan pcrpindahan cairan besar. Terapi


cairan berlebihan

memcetuskan edema pulmo pade

pasien dengan penyakit berat. Tekanan arteri pulmo


sebaiknya

dimonitpr

ketat. Pengukuran

tekanan

baji

kapiler pulmo pada mitral stenosis mencerminkan gradien


transvalvuler

dan

pentingnya

tekanan

enddiastolik

ventrkel kiri. Penonjolan gelombang a dan menurunya


descent yang tanipak pada tekanan baji kapiler pulmo
dengan pasien sinus ritme. Penonjolan gelombang cv pada
CVP

adalah

mengindikasikan

regurgitasi

trikuspidal

sekunder. EKG yang khas menunjukan gelombang Pnotch


pada pasien dengan sinus ritme.
C. Pilihan agen
Pasien yang mu.ikin sangat sensitif dengan efek
vasodilatasi dari spinal dan epidural anestesi. Epidural
lebih disukai daripada spinal karena onsetnya lebih
gradual

blok

simpatisnya.

Ketamin

secara

tunggal

merupakan agen induksi yang jelek karena ranf; sang


simpatisnya.

Serupa

pancuronium

sebaiknya

dengan

takikardia

dihindari,

Bila

karena

menggunakan

agen yang digunakan, tipe opioid lebih baik daripada agtn


volatil.

Yang

disebut

terakhir

dapat

menimbulkan

vasodilatasi berlebihan atau inencetuskan rilme junctional


dengan kehilangan efektifitas'otrial kick . Bila dengan agen
volatil, halothan mungkin yang paling nyaman karena
menurunkan heart rate dan vasodilatasi minimal, tapi
agen volatil lain dapat digunakan secara aman, Nitros
okside sebaiknya digunakan secara hati-hati karena dapat
menyebabkan pen ingkatan PVR akut pada beberapa
pasien.
Takikardi intraoperatif dapat dikendalikan dengan
anestesi dalam dengan opioid (kecuali meperidin) atau
pbloker (esmolol atau propanolol). Bila ada atrial fibrilasi,
ventrikel rate harus dikendalikan dengan diltiazam atau
digoxin.

Verapamil

mungkin

kurarng

disukai

karena

menyebabkan vasodilatasi. Keadaan yang memburuk


secara

hemodinamik

dengan

takikardi

supraventrikel

mengharuskan kardioversi. Phenilefrin lebih disukai dari


efedrin

sebagai

Padrenergiknya

vasopresor
kurang.

karena

Terapi

aktifitas

hipertensi

akut

agon's
atau

menurunkan afterload dengan vasodilator poten diber'kanhanya dengan monitor hemodinamik yang lengkap.

.RECURCITASI MITRAL

Pendekatan pre opeiasi


Regurgitasi mitral dapat berkembang secara akut
atau tersembunyi sebagai akibat sejumlah gangguan.

ilegurgitasi
demam

mitral

kronik

biasanya

diakibatkan

reumatik

(sering

bersamaan

dtngan

oleh
mitral

stenosis); abnormalitas katub apparatus congenital atau


dapatan; atau dilatasi, destruks :, atau kalsifikas: annulus
mitralis. Regurgitasi mitral akut biasanya berhubungan
dengan iskemia atau infark miokard (disfungsi muskulus
papilaris atau rupture corda tendinec), endokartitis infektif,
atau trauma thorax.

Patofisiologi
Gangguan

utama

adalah

pengurangan

stroke

volume forward yang berkaitan dengan aliran darah yang


kembalj menuju atrium kiriselania systole. Ventrikel kiri
mengkornpensasi dengan dilatasi dan Teiingkatkan volume
end diastolic. Regurgitasi melalui katub mitral mengurangi
afterload

ventrikel

kiri

yang

sering

memngkatkan

kontraktilitas. Volume end sistolik masih normal tapi pada


akhirnya meningkat selama progresifitas penyakit. Dengan.
peningkatan volume end diastolic, volume ventrikel kiri
berlebih dapat menjaga output jantung normal bahkan
sewaktu

fraksi

ejeksi

berkurang.

Pasien

dengan

regurgitasi mitral kronik dapat terjadi hipertropi ventricular


kiri eksentrik dan gangguan kontraktilitas progresif sebagai
refleksi penurunan fraksi ejeksi (<50%). Pada pasien
dengan

regurgitasi

mitral

berat,

melampaui volume stroke forward.

volume

regurgitasi

Volume

regurgitasi

yang

meialui

katub

mitral

tergantung pada ukuran orificium katub mitralis (yang


dapat bervariasi dengan ukuran cavum ventrikel), detak
jantung (vvaktu sistolik), dan gradient t;kanan atrium kiriventrikel

kiri

selama

sistolik.

Faktor

terakhir

adalah

resistensi relative 2 jalur yaitu ventrikel kiri yang disebut


SVR dan kompliansi atrium kiri. Penurunan SVR atau
peningkatan tekanan rerata atrium kiri akan mengurangi
volume regurgitasi. Kompliansi atrial juga menetukan
manifestasi

klinis

utama.

Pasien

dengan

kompliansi

normal atau berkurang (regurgitasi mitral akut) terutama


mengalami kongestif vaskular pulmo dan edem. Pasien
dengan kompliansi atrial meningkat (regurgitasi miiral lama
menyebabkan atrium kiri dilafasi) menunjukan tanda,
output jantung yang rendah. Kebanyakan pasien berada
di antaia dua ekstrem dan menunjukan gejala kongestif
pulmoner dan output jantung yanf rendah. Pasien dengan
fraksi regurgitasi kurang dari 30% total stroke volume pada
umumnya mengalami gejala ringan. Fraksi regurgitasi 3060% menyebabkan gejala sedang dan fraksi iebih dari 50%
menyebabkan penyakit yang berat.
Ek.okardiografi, terutama TEE, sangat bermanfaat
menggambarkan patofisiologi yang mendasari tcrjadinya
regurgitasi mitralis sebagai panduan terapi. Pergerakan
katub

mitral

sering

dikategorikan

menjadi

normal,

berlebihan (prolap), atau restriktif. Gerak berlebih atau


prolaps

ditentukan

o'eh

pergerakan

katub

melewati/melebihi dataraa katub mitral dan masuk ke


atrium

kiri.

ekokardiografi

Pancaran
Dopier

regurgitasi

vvarna

ditindai

eksentrik

pada

dengan

katub

prolaps sedangkan pancaran sentral lebih tipikal pada


regurgitasi dengan pergerakan katub normal atau restriktif.
Menghitung Fraksi Regurgitasi
Untuk menghitung fraksi regurgitasi (RF), stroke
volume forward (SV) dan stroke volume regurgitasi (RSV)
hams diukur. Meskipun keduanya dapat diperkirakan
dengan data kateterisasi, pulsed Dopler echocardiography
menyediakan penghitungan akut. Stroke volume diukur di
left ventricular outlaw trad (LVOT) dan di katub mitral (LV)
dimana :

Stroke volume = cross sectional area (A) x TVI {lime velocity


integral) dan cross sectional area (A) dapat diperkirakan
sebagai A= 0,785 x (diameter)2
TVI

adalah

daerah

diperoleh

kecepatan

disbanding

melalui

waktu

pulsed

yang
Dopler.

Sehingga
RSV

regurgitasi mitral

= (AMVX VTI mv) - (ALVOT X TVI

LVOT

), dan

RF = RSV/SV
RSV

lebih

dari

65

mL

biasanya

berhubungan

dengan

regurgitasi mitral berat.


Terapi
vasodilatator

medis

adalah

termasuk

ACE

digoksin,
inhibitor.

diuretic,

dan

Pengurangan

afterload bermanfaat pada banya pasien dan bahkan


mungkin sebagai lifesaving pasien regurgitasi mitral akut.
Pengurangan

SVR

meningkatkan

SV

forward

dan

menurunkan volume regurgitasi. Terapi bedah biasanya


dilakukan pada pasien dengan gejala sedang sampai
berat. Operasi valvfloplasti dilakukan kapanpun mungkin
utnuk

menghindari

masalah

yang

berkaitan

dengan

pemindahan katub (misal tromboemboli, hemoragi, dan


kegagalan prostetik).

Managemen Anestesi
A. Tujuan
Managemen anestesi harus disesuaikan dengan
keparahan regurgitasi mitral seperti fungsi ventrikuler kiri,
Faktor yang merangsang eksaserbasi regurgitasi seperti
detak jantung pelan (systole panjang) dan peningkatan
afterload

akut

harus

dihindari.

Bradikardi

dapat

meningkatkan volume regurgitasi dengan menigkatkan


volume end diastolic ventrikel kiri dan dilatasi annulus
mitral. Detak jantung idealnya antara 80-100 kali/menit.
Peningkatan akut dari afterload ventrikel kiri, seperti
setelah pemasangan intubasi endotrakeal ddn stimulasi
operasi, harus diterapi dengan cepat tapi tanpa depresi
miokardial yang berlebihan Ekspansi volume berlebih
juga dapat memperburuk
ventrikel kiri.
B. Monitoring

regurgitasi dengan dilatasi

Monitor berdasar keparahan disfungsi ventrikel


sesuai

dengan

proseedur.

Monitoring

tekanrn

arteri

pulmonaer sangat berguna bagi pasien dengan simtomatik.


Pengurangan afterload intraoperatif dengan vasodilator
membutuhkan monitor hemodinamik penuh. Regurgitasi
mitral mungkin berdasar bentuk gelombang baji arteri
pumoner sebesar gelombang v dan kecepatan penunlnanjy.
tinggi gelombang v berbanding terbalik dengan kompliansi
vaskuler atrium dan pulmoner tapi berbanding lurus
dengar.
aliran darah pulmoner dan volume regurgitasi; gelombang v
tidak prominen pada pasien dengan regurgitas mitral kronik
kecuali terjadi perburukan tiba-tiba. Gelombang v yang
sangat lebar sering mubcul pada gelombang tekanan arteri
pulmoner bahkan tanpa kateter. Color flow Dopier TEE
sangat tidak ternilai dalarn menilai kuantitas keparahan
regurgitasi dan sebagai panduan terapi intervensi pasien"
dengan regurgitasi mitral beral. Dapat diartikan, aliran
darah membalik dalam pembirkih darah pulmoner selama
sistolik dengan regurgitasi mitral berat.

C. Pilihan

obat
Pasien

dengan

fungsi

ventrikuler

terjaga

cenderung membaik dengan teknik anestetik. Anestesi


spinal dan epidural ditolcransi dengan baik, bradikarid
dcegah. Pasien dengan gangguan ventrikel sedang sarripai
berat sering sangat sensitive terhadap efek depresan dari
obat

volatile.

diterima

Anestesi

pasien

dengan

mencegah

opioid

lebih

bradikardi.

dapat

Pemilihan

pancuronium sebagai relaksan otot dengan anestesi


opioid mungkin bermanfaat.

PROLAPS KATUB MITRAL


Pendekatan preoperative
Prolaps

katub

mitral

ditandai

dengan

klik

middiascolik'dengan atau tanpa bising sistolik apical lambat


pada auskultasi. Ini merupakan abnormalitas yang relative
sering pada lebih 5% populasi umum, paling umum terjadi
pada wanita (lebih dari 15%). Diagnosis berdasarkan
penemuan

auskultasi

dan

dikonfhmasi

dengan

ckokardiografi yang menunjukkan prolaps katub mitral


yang masuk ke atrium kiri saat systole. Pasien dengan
bising sering mempunyai gejala regurgitasi mitral Katub
mitral posterior lebih sering terpengaruh disbanding katub
anterioi.

Annulus

mi'ralis

Secara patologi, kebanyakan


atau

beberapa

mungkin juga

dilatasi.

pasien memiliki kelebihan

degenerasi

miksoniatoous

katub.

Kebanyakan kasus prolaps kasus mitral bersifat sporadic


atau familial. Insiden kasus prolaps katub mitral tinggi.
Ditemukan pada pasien den^an gangguan jaringan ikat
(terutama sindrom Marfan).
Mayoritas
asimtomatik

pasien

tapi

prolaps

pada

katub

prosentase

mitral
kecil

adalah
terdapat

degenerasi miksomatis progresif. Manifestasi, jika terjadi,


dapat berupa nycri dada, aritnra, emboli, regurgitas : mitral
florid, endokarditis infektif dan kematian mendadak.
Diagnosis dapat ditegakan secara p.-eoperasi melalui
auskultasi

klik

eKokirdiografi.

tapi

Prolpp

harus
clitckan

dikonfirmasi
olcli

maneuver

dengan
yang

menurunkan volume vcntrikel (preload). ECG biasanya


nornial

tapi

pada

beberapa

pasien

sering

terdapat

gelombang T inverse atau bifasik atau peiubahan segmen


ST. Biasa terjadi aritmia ventrikuler di'n atrial. Walaupun
brndiaritmia jupn dilnpoiknn, takiknrdi supraventrikuler
paroksimal

paling

sering

terjadi

mendukung

aritmia

Peningkatan insidensi abnormal AV bypass dilaporkan


pada pasien dengan prolaps katub mitral.
Kebanyakan pasien mempunyai kehiciupan yang
normal.

Sekitar

15%

mengalami

regurgitasi

mitral

progresif. Dengan persentase lebih kecil mengalami


embeli atau endokarditis infektif. Pasien dengan klik dan
bising sistolik mempunyai resiko lebih besar mengalarni
komplikasi.

Aiitikoagulan

atau

antiplatelet

mungkin

digunakan untuk pasien dengan riwayat emboli, sedang


obat (3 adrsnergic blocking sering dipakai untuk aritmia.
Managemen Anestesi
Penanganan

pasien

berdasar

gejala

klinis.

Kebanyakan pasien asimtomatik kecuali untuk antibiotik


profilaksis, tidak membutuhkan perawatan khusus. Pasien
dengan bisisng sistolik tampaknya mempunyai resiko lebih
besar mengalami endokarditis infektif. Aritmia ventrikuler
mungkin terjadi preoperatif, terutama sete'ah stimulasi
simpatetik dan akar. respon terhaoap lidokain atau
adrenergic blocking. Anestesi relatif dalam dengan bahan
volatile

biasanya

intraoperatif.

menurunkan

Regurgitasi

mitral

kemungkinan
karena

aritmia

prolaps

pada

umumnya dirangsang oleh penurunan ukuran ventrikuler.

Hipovolemi dan faktor yang meningkatkan kekosongan


ventrikuler

seperti

penurunan

aflerload

dengan

aktifitas

fenilefrin)

lebih

peningkatan
sebaiknya

agonis
dipilih

tonus

dihindari.

adrenergic

terutama

simpatis

agonis

Vasopresor

murni

atau

(seperti

adrenorgic

(efedrin).

STENOSIS AORTA
Pcndekatan Preoperatif
Stenosis aorta valvular paling sering disebabkan
oleh obstruksi terhadap aliran ventrikel kiri. Obstruksi
aliran

keluar

ventrikel

kiri

jarang

berkaitan

dengan

kardiomiopati hipertrofi, stenosis subvalvular kongenital,


rheumatik, atau degeneratif. Aonormalitas dari jumlah titik
(paling sering katub bikuspid) atau dalam anatomi mereka
msnyebabkan turbulensi yang melukai katub dan bahkar
rnengawali terjadinya stenosis. Stenosis aorta rheumatik
jarang terjadi, lebih sering berhubungan dengan regurgitasi
mitral atau kelainan katub mitral. Bentuk degeneratif paling
banyak, kaisifikasi stenosis aorta, kerusakan akibat deposit
calcium di atas litik puncak, menghalangi dari pembukaan
penuh.

Patofisiobgi

Berbanding balik dengan obstruksi akut aliran keluar


ventrikel kiri, yang secara cepat dilatasi ventrikel dan
mengurangi SV, obstruksi kareni stenosis aorta valvular
berangsur-angsur sesuai ventrikel, untuk kompensasi dan
menjaga SV. Hipertrofi ventrikel konsentrik memungkinkan
ventrikei kiri menjaga SV dengan rnenimbulkan gradien
transvalvular dan untuk mengurangi tekanan dinding
ventrikuler.
Stenosis aorta tetap eksis ketika orficium katub
aorta dikurangi sampai 0,5-0,7 cm 2 (normal adalah 2,53,5cm2).

Dengan

stenosis

derajat

ini,

pasien

pada

umumnya mempunyai gradien transvalvular sampai 50


mmHg saat istirahat (dengan output jantung normal) dan
tidak mungkin untuk meningkatkan output jantung cukup
besar.

Peningkatan

gradien

transvalvular

tidak

meningkatkan SV secara signifikan. Area katub airta antara


0,7-0,9 cm2 sering berhubungan dengan gejala ringan
sampai

sedang.

mokardial

Stenosis

secara

aorta

lama,

progresif

kontraktilitas

memburuk

dan

membahayakan fungsi ventrikel kiri. Pada umumnya


pasien dengan stenosis aorta mempunyai periods laten
panjang yaitu 30-60 tahun (tergantung penyebab)sebelum
gejala signifikan berkembang.
Pasien dengan stenosis aora mempunyai trias yaitu
dispnea saat aktifitas, angina, dan sinkop ortostatik atau
aktifitas. Gambaran proniinen stenosis aorta adalah
penurunan

kompliansi

ventrikel

kiri

sebagai

akibat

hipcrtropi. Disfungsi diastolik adalah akibat peningkatan


masa

otot

ventrikel,

fibrosis,

atau

iskemia

miokard.

Sebaliknya pada volume end diastolik ventrikel kiri yang


masih

normal

tekanan

end

sampai

penyakit

diatole

ventrikel

yang
kiri

sangat

lama,

meninpkat

awal.

Penurunan gradien tekanan diastolik antara atrirm kiri


dengan ventrikelkiri dibanding pengisian vertrikel yang
menjadi tergantung kontraksi atrial normal. Hilangnya
sistole atiial dapat menyebabkan gagal jantung kongestif
atau hipotensi pada pasien dengan stenosis aorta. Output
jantung

dapat

normal

pada

pasien

simtoniatik

yang

istirahaf tapi secara karakterirtik tidak sesuai dengan


peningkatan Iatihan. Pasien niungkin mengalami angina
walaupun tidak ada CAD. Myokardial oxygen demand
meningkat karena hipertropi ventrikel, sedangkan suplai
oksigen miokard menurun akibat kompresi pembuluh darah
koronaria

intramiokarJ

oleii

karena

tekanan

sistolik

intracavkas yang tinggi (sampai 300 mmHg). Sinkop saat


aktifitas

atau

sinkop

dekat

diperkirakan

karena

ketidakmampuan. toleransi vasodilatasi jaringan dot pada


saat

Iatihan.

Aritmia

memulai

hipoperfusi

berat

dan

mungkin juga sinkop serta kemaiian mendadr.k pada


beberapa

pasien.

Emboli

kalsium

menyebabkan

komplikasi neurelogi.
Menghitung Gradien Katub Aorta dan Transvalvufar
Seperti stenosis mitralis, aren katub diperoleh
dari data kateterisasi karena gradien tramvalvular sesuai
dengan output jantung. Menggunakan persamaan Gorlin :
Area katub = aliran yang melalui katub/K x egradien rerata
transvalvular Aliran katub aorta dituijukkan dalam mL/s,
tekanan sebagai mmHg, dan area katub sebaga: cm2; K

=44. aliran kaiu'c aorta dapat dihitung dari: Aliran katun


aorta = output jantung / (periode ejeksi sistelik x denyut
jantung) Seperti mitral stenosis, gradien tekanan yang
mclalui katub aorta dapat diketahui secara noninvasif
inenggunakan ekokardiografi Copier gelombi.ng kontinu.
cP = 4V2 dirr.ana CP adalah puncak gradien tekanan
(minHg) dan V adalah puncak velociti aliran darah (m/s)
distal ke obstruksi. Puncak velociti leoih dari 4,5 m/s
menunjukkan adanya stenosis berat. Terlebih lagi jika area
proksimal

stenosis

(LVOT)

dapat

diukur,

kelanjutan

persamaan

dapat

diaplikasikan untuk memperkirakan area katub. Walaupun


TVI atau velociti maksimum dapal digunakan : A2 = A1V1/V2
dimana A2 adalah area katub, A 1 adalah area LVOT, Vi
aliran velociti maksimum melalui katub aorta. Adanya
regurgitasi aorta tidak mempengaruhi akurasi perhitungan.
Terapi
Pada pasien tersebut uniuk monitoring iskemia,
preload ventrikel, kontraktilitas, fungsi katub, dan efek
intervensi terapeutik.
C. Pilihan Obat
Pasien

dengan

stenosis

sedang (biasanya asimtematik)

aorta

ringan

sampai

mentoleransi anestesi

spinal atau epidural. Teknik ini sebaiknya dilakukan dengan


sangat hati-hati karena dapat terjadi hipotensi akibat
pengurangan preload, afterload, atau keduanya. Anestesi
epiaural lebih dipilih daripada anestesi spinal karena onset
hipotensi

lebih lambat. Anestesi sp;na! dan epidural

merupakan kontraindikasi pada pasien dengan stenosis


aorta berat.
Pomilihan obat anestesi innum sangat penting
untuk pasien stenosis aorta simtomatis (sedang sampai
berat).

Pada

pasien

ini,

anestesi

dengan

opioid

menyebabkan depresi jantung minimal; obat induksi non


opioid yang aesuai termasuk etomidate dan kombinasi
ketamine dan benzodiazepin. Jika menggunakan obat
volatil, konsentrasi obat harus enar-benar dikontrol untuk
mencegah depresi miokardial berlebih, vasodilatasi, atau
hilangnya sistole atrial normal. Takikardi dan hipertensi
dapat

menyebabkan

iskemia

harus

diterapi

dengan

ireningkatkan kedalaman anetesi. Jika menggunakan obat


(3 adrenergic blocking, lebih dipilih esmolol karena waktu
paruh pendek. Pada umumnya, pasien dengan stenosis
aorta sangat sensitif terhadap vasodilatator. Karena
ketidakseimbangan
oksigen,

supia;

merekatidak

miokardial

yang

mentoleransi

terganti'irg

bahkan

terhadap

hipotensi derajit ringan. Hipotensi sebaiknya diterapi


dengan

fenilefrin

dosis

supraventrikuslr
Lemodinamik
kardioversi.
adanya

kecil

(25-50

intraoperatif
harus

Ektopi

iskemi)

dengan

diterapi
ventrikel

biasanya

mg).

dengan

(sering

kurang

Takikardi
gangguan

sinkronisasi

menggambarkan

ditolerasni

secara

hemodinamik dan sebaiknya diterapi denga.i lidokain


intravena.

Amiodarone

pada

umumnya

aritmia supraventrikel dan ventrikel.


KARDIOMIOPATI HIPERTROFI

efektif

untuk

Pendekatan preoperatif
K.ardiomiopati hipertrfil dapat bersifat herediter
(biasanya dengan penetrasi bervariasi) atau dapat terjadi
sporadik.

Dapat

mengacu

nama

lain

idiopathic

hypertrophic subaortic stenosis, hipertrofi septal as.mctris,


kardiomiopati obstruktif, dan stenosis subaortic mukular.
Ditandai dengan hipertrofi ventrikel kiri heterogen dengan
penyebab

tidak

jelas.

Hipertrofi

otot

secara

khas

menunjukkan susunan seluler abnormal.


Pasien yang menunujukkan disfungsi diastolik yang
direfleksikan oleh peningkatan tekanan end diastolik
ventrikel kiri valaupun fungsi ventrikel hiperdinamik.
Kesulitan diastolik mungkin karena hipertrefi otot abnormal
yang cenderung terletak di atas septum intervenfrikuler di
bawah katub aorta; jurang hanya di apeks ventrikel. Sekitar
25% pasien, hipertrofi menyebabkan obsnuksi dinamik
aliran keluar ventrikel kiri selama sistole. Obstruksi
disebabkan oleh nenyempitnya daerah fubaorta akibat
systolic anterior motion (SAM) katub mitral anterior
melawan hipertrofl septum. SAM mungkin akibat efek
Venturi di katub anterior selama ejeksi cepat dan ventrikel
hipertrofi. Berlawanan dengan obstruksi terfiksir (stenosis
aorta valvular), akibat obstruksi (dan gradien tekanan)
adalah dinamik dan puncak di mid sampai sistole akhir.
Derajat obstruksi befvariasi pada setiap detak. Faktor
yang

cenderung

memperburuk

obstruksi

ada-Iah

kontraktilitas, penurunan volume ventrikel, dan penurunan


aflerload venfWkel kiri, Regurgitasi mitral sekunder sampai
SAM berkaitan dengan kegr.galan katub mitral meiuitup saat

sistolilc akhir sehingga. menyebabkan pancaran regurgitan


di posterior. Stuhi anatomi juga menyebutkan bahwa
kebanyakan pasien mempunyai abnormalitas katub mitral,
leaflet

mitral

terutama

anterior

yang

lebih

panjang

dibanding normal.
Kebanyakan
simtomatis
aktifitas,

pada

fatique,

pasien

asimtomatik.

umumnya
sinkop,

mongeluh

near

sinkop,

Pasien

yang

dispnea

saat

atau

angina.

Slmtom tidak dibutuhkan korelasi dengan adanya atau


keparahan cbstruksi aliran keluar ventrikel kiri. Kematian
mendadaic akibat jantung sering sebagai manifestasi
pertama kelainan pada pasien kurang dari 30 tahun dan
paling

banyak

menyebabkan

kematian.

Aritnia

supraventrikuier dan ventrikuler biasa teijadi. Pasien


obstruksi mempunyai karakter bising sistolik keras.
ECG menggainbarkan hipertrofi ventrikel kiri dan dalain,
gelombang Q luas. Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan
ekokardicgrafi. Bahkan pasien asimtomatik menunjukkan
defek perfijsi miokardial
Puncak

gradien

dengan thalium

tekanan

dapat

201

diukur

scan.

dengan

ekokardigrafi Dopier dengan inencnlukan puncak velociti


pada LVOT.
Terapi dengan P adrenegik dan calcium channel
blocking. Kedua obat tersebut menurunkan kontraktilitas
dan dapat mencegah meningkatnya
subaortik

pada

blocking

juga

pasien

obstruksi.

memperbaiki

gradien

tekanan

Calcium

channel

kompliansi

diastolik

(relaksasi). Amiodarone; pada umumnya efektif untuk


aritmia supraventrikuler dan ventrikuler. Nitrat, digoksin,

dan

diuretik

dihindari

arena

memperparah

obstruksi

ventrikel kiri. Persiapan miomektomi atau miotomi bagi


pasien dengan gejala sedang sampai berat; TEE adalah
alat bantu yang sangat tidak ternilai.
Managemen Anestesi
Evaluasi pasien kardiomiopati hipertrofi preoperasi
sebaiknya fokus pada evaluasi potensi obstruksi dinamik,
aritmia malignan, dan skemia miokard. Hasil ekokardiografi
(atau angiografi) dan monitoring Holter idealnya dilihat
dan dilkukan
bertujuan

oleh

ahli

untuk

menambah

meminimalisir

volume

hipovolemia,

dan

jantung

(kardiologi). Anstesi
aktifasi

intravaskular

merninimalkan

untuk
penurunan

simpatis,
mencegah
afterload

ventrikel kiri.
Dibutuhkan monitoring untuk obstruksi berat dan
prosedur operasi. Monitor hemodinamik penuh untuk
mengawasi

terapi

cairan

pada

kompliansi

ventrikel

abnormal. Bentuk gelombang tekanan arteri pada pasien


obstruksi mungkin bifida (denyut bisfcrien): puncak initial
nampak

pada

ejeksi

ventrikuler

unobstruksi

awa!

sedangkan puncak kedua serta penurunan berikutnya


sebagai akibat obstruksi dinamik.
Pada pasein dengan obstruksi signifikan, beberapa
derajat depresi miokardial biasanya diperlukan dan dapat
dicapai dengan menggunakan obat anestesi volatile
terutama

lialotan

dan

enfluran.

adrenergik

juga

bermanfaat untuk menetralkan efek aktifasi simpatis dan


penururan obstruksi. Anestesi regi onal mengeksaserbasi

obstruksi aliran keluar ventrikel kiri dengan mening-katkan


preioad dan afterload jantung. Fenilefrin dan agonis
adrenergic murni lainnya merupakan vasopresor ideal
karcna

tidak

meningkatkan

kontraktilitas

tapi

menambah SVR (afterload ventrikel)

RECURGITASI AORTA
Pendekatan preoperatif
Regurgitasi

aorta

biasa

terjadi

perlahan

dan

progrcsif (kronik) tapi juga dapat lorjadi dengan cepat


(akut). Regurgitasi aorta kronik dapat disebabkan oleh
abnormalitas katub aorta, batang ko.ta, atau keduanya.
Abnormalitas katub biasanya kongenital (katub bikuspid)
atau berkaitan dengan demam reumati. Penyakit yang
melibatkan

aorta

ascenden

menyebabkan

regurgitasi

dengan dilatasi anjlus aorta; termasuk di antaranya


adalah sipilis, ektasia anuloaorta, nekrosis medial kistik
(dengan atau tanpa sindrom Marfan), spondilitis ankilosing,
reumatoid, dan artritis psoriatik serta berbagai kelainan
jaringan ikat lain. Insufisiensi aorta akut paling banyak
diikuti endokartrdif is infektif, trauma, atau diseksi aorta.
Pafofisiologi
Tanpa menghiraukan penyebab, regurgitasi aorta
menyebabkan volume ventrikel kiri overload. SV forward
yang efcktifdikurangi karcna aliran darah balik(regurgitan)
ke ventrikel kiri selama diastole. Tekanan distolik arieri

sistemik dan SVR rendah. Penurunan af'erload jantung


menibantu memfasilitasi ejcksi ventrikel. SV total adalah
junilah dari stroke volume eieklif dan volume regurgitan.
Volume

regurgitan

tergantung

detak

jantung

(waktu

diastole) dan gradien tekanan diastole yang melalui katub


aorta (tekanan aorta diastolik dikurangi tekanin end
diastolik

ventrike!

meningkatkan
peningkatan

kiri).

Denyut

regurgitasi
waktu

karena

diastolik

jantung

lambat

ketidakseimbangan

sedangkan

peningkatan

tekanan arteri diastolik menambah volume regnrgitan


dengan meningkatkan gradien tekanan untuk aliran
Dengan

regurgitasi

aorta

kronik,

ventrikel

kiri

dilatasi secara progresif dan menjadi rpertrcpi eksentrik.


Pasien dengan regurgitasi aorta berat mempunyai volume
end diastolik erbesar dari berbagai penyakit jantung;
jantung dilatasi secara masif sering engacu pada antung
bovinum. Peningkatan volume end diatolik menjaga SV
efektif karena volume end iastolik tidak berubah. Berbagai
peningkatan

volume

regurgitan

dikompensasi

oleh

eningkatan volume end diastolik. Tekanan end diastolik


ventrikel

kiri

pada

umumnya

ormal

atau

sedikit

meningkat karena kompliansi ventrikel pada awalnya


meningkat. Seperti erburukan fungsi ventrikel, fraksi ejeksi
menurun

dan

gangguan

pengesongan

ventrikel

ermanifestasi sebagai peningkatan bertahap tekanan end


diastolic ventrikel kiri dan volume id sistolik.
Inkompetensi
menyebabkan

mendadak

dilatasi

katub

kompensatori

aorta
atau

tidak
pertropi

ventrikel kiri. SV efektif secara cepat turun karena

ventrikel berukuran normal tiak dapat mengakomodasi


pembesaran

volume

regurgitan

secara

mendadak.

Peningkatan tekanan end diastolik ventrikel kiri yang


mendadak

ditransmisi

balik

ke

sirkulasi

paru

dan

menyebabkan kongesti paru akut.


Regurgitasi aorta akut ditunjukan dengan adanya
onset edem paru mendadak dan hipotensi sedangkan
regurgitasi kronik biasanya mengalami gagal jantung
kongestif tersembunyi. Gejala biasanya minimal (pada
bentuk kronik) ketika volume regurgitan masih di bawah
40% SV tapi menjadi berat/parah ketika melcbihi 60%.
Angina dapat terjadi bahkan tanpa disertai penyakit
koronaria. Miokardial oxygen demand meningkat akibat
hipertrofi otot dan dilatasi sedang suplai daiah miokard
berkurang oleh tekanan diastolic rendah di aorta sebagai
akibat regurgitasi.
Menghitung Fraksi Regurgitan dan Ukuran Keparahan
lain
Seperti regurgitasi mitral, RSV dan RF untuk
regurgitasi

aorta

dapat

diperkirakan

dengan pulsed

Dopier echocardcgraphy. Stroke volume diukur di taktus


outflow ventrikel kiri
(LVOT) dan katub mitral (MV). Sehingga :
RSV

regurgitasi aorta

= RSV / SV.

= (A

LVOT

X TVI

LVOT

) - (A

MV

X VTI mv)

dan RF

Tekanan waktu paruh (T12 lihat di seksi stenosis


aorta)

pancaran

regurgitan

adalah

parameter

ekokardiografi lain yang berguna untuk menilai derajat


regurgitasi aorta. Waktu paruh lebih pendek merupakan
regurgitasi yang lebih parah; regurgitasi berat cepat
meningkatkan

tekanan

diastole

menghasilkan

keseimbangan

ventrikel

tekanan

kiri

lebih

dan
cepat.

Sayangnya, T dipengaruhi tidak hanya oleh area orifisium


regurgitan tapi juga oleh tekanan aorta dan ventrikel.
Pacaran regurgitasi aorta dengan T kurang dari 240 ms
berhubungan dengan regurgitasi berat.
Terapi
Kebanyakan pasien regurgitasi aorta kronik bersifat
asimtomatik selama 10-20 tahun. Sekali simtorn nampak,
perkiraan

waktu

bertahan

sekitar

tahun

tanpa

penggantian katub. Digitalis, diuretik, dan pengurangan


afterload terutama dengan ACE inhibitor pada umumnya
menguntungkan pasien dengan regurgitasi aorta kronik.
Penurunan tekanan darah arterial mengurangi gradien
diastole regurgitasi. Pasien dengan regurgitasi aorta kronik
sebaiknya dioperasi sebelum terjadi disfungsi ventrikel
ireversibel. dobutamin) dan vasodilatitor (ivtropruside).
Operasi dini diindikasikan untuk pasiep dengan regurgitasi
aorta

akut,

managemen

medis

dengan angka kematian tinggi.


Managemen Anestesi
A. Tujuan

tunggal

berhubungan

Kecepatan jantung hams dijaga di atas batas normal


(80-100

kali/menit).

Bradikardi

dan

peningkatan

SVR

meningkatkan volume regurgitan pada pasien regurgitasi


aorta

sedangkan

takikardi

dapat

mcnyebabkan

iskemi

miokard. Depresi miokard berlebih juga harus dihindari. Harus


dijaga kompensasi yang meningkatkan preload jantnng tapi
penggantian cairan ber'ebih dapat menyebabkan edem
pulmo. ,
B. Monitoring
Monitoring hemodinamik penuh sebaiknya dilakukan
pada semua pasien regurgitasi aorta akut dan regurgitasi
kronik berat. Penutupan prematur katub mitral sering terjadi
selama regurgitasi aorta akut dan mcnyebabkan tekanan
kapiler paru meningkat sehingga memberi perkiraan tekanan
end diastole ventrikel kiri yang salah. Adanya gelombang v
yang bcsar menunjukan regurgitasi mitral sekunder sampai
dilatasi ventrikel kiri. Gelombang tekanan arteri pasien
regurgitasi aorta mempunyai khas tekanan nadi yang sangat
lebar. Denyut bisferies juga nampak pada beberapa pasien dan
diperkirakan akibat ejeksi yang cepat dari SV besar. Color
flow Dopier TEE sangat tidak ternilai dalam menilai derajat
regurgitusi dan memandu terapi intervensi. Aliran balik darah
di aorta sepanjang diastole (holodiaiole) dengan regurgitasi
aorta

berat;

aliran

balik

holodiastole

aorta

terdeteksi,

regurgitasi yang lebih berat.


C. Pilihan Obat
Kebanyakan pasien mentoleransi anestesi spinal dan
epidural

asalkan

volume

intravaskular

terjaga.

Ketika

anestesi

unum

mungkin

tepat

dibutuhakan,
karena

isofluran

berk.iitan

dan

desflurane

dengan

vasodilata.

Teknik.anestesi umum dengan opioid lebih dapat diterima


pasien dengan depresi fungsi ventrikei. Pancuronium adalah
pilihan tepat sebagai muscle rc'aksan dengan teknik yang
terakhir karena sering mencegali bradikardi. Pengurangan
afterload intraoperasi dengan nitropruside membutuhkan
pengawasan penuh terhadap hemodinamik. Efedrin adalah
vasopresor yang dipilih sebagai terapi hipotensi. Fenileff-in
dosis keeii (25-50 mg) dapat digunakan ketika hipotensi jelas
disebabkan oleh vasodilatasi berlebih. Fenilefrin dosis besar
meningkatkan SVR (dan tekanan distolik arteeri) s<. rta
niungkin mengeksaserbasi regurgitasi.

REGURGITASI TRIKUSPID
Pendekatan preoperatif
Sampai

70-90%

pasien

ditemukan

regurgitasi

trikuspid pada ekokardiografi; volume regurgitan pada


kasus ini hampir tidak signifikan. Secara klinis regurgitasi
trikuspid paling senng karena vasodilatasi ventrikel kiri
akibat

hipertensi

pulmoner

yang

disebabkan

oleh

kerusakan ventrikel kiri kronic. Regurgitasi trikuspid juga


dapat menyebabkan endokarditis infektif (biasanya pada
penyalahgunaan obat injeksi), demam reumatik, sindrom
kursinoid, trauma thorax, atau mungkin anomali Ebstein
(letak katub yang salah yaitu ke depan bawah karena
abnor-malitas leaflet katub tambahan).

Patofisiologi
Kerusakan ventrikel kiri kronik sering menyebabkan
peningkatan
aftc:load

tekanan

kronik

vaskuler

menyebabkan

pulmcner.
dilatasi

Peningkatan

progresif

dari

dinding tipis ventrikel kiri dan dilatasi anulus trikuspid


berlebih menye-babkan regurgitasi. Peningkatan volume
end

diastole

menyebabkan

ventrikel

ka-nan

mengkompensasi volume regurgitan dan menjaga aliran


forward efektif. Ka-rena atrium kanan dan vena kava
komplian dan dapat mengakomodasi volume overload,
tekanan rerata atrium kanan dan vena sentrali sedikit
meningkat.

Peningkatan

akut

pulmonaris

meningkatkan

dan

volume

tekanan

arteri

regurgitan

dan

direfleksikan oleh peningkatan tekari,an vena sentral.


Peningkatan mendadak afterload ventrikei kanan secara
tajam

mengurangi

output

ventrikel

kanan

efektif,

mengurangi preload ventrikel kiri, dan dapat menimbulkan


hipotensi sistemik.
Hipertensi

vena

kronik

menimbulkan

hepar

kongestif pasif dan disfungsi heaptik progresilyang dapat


menyebabkan sirosis jantung. Kerusakan ventrikel kanan
berat

dengan

overload

jantung

kiri

mungkin

juga

menghasilkan pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale


yang tertutup tidak sempurna (atau probe paten) schingga
dapat terjadi hipoksemia.
Menghitung Volume RegurfiLin dan Tekanr.n Arteri
Pulmoner

Untuk

menghitung

volume

rcgurgitan,

stroke

volume dihitung di katub trikuspid dan tempat yang tidak


terpengaru/i Iain sepcrti LVOT atau katub mitral.
RSV

renurgitasi trikuspid

(A

TV

x VT

TV

- A

LVOT

x TVI L VO T )

Dimana ATv adalah daerah katub trikuspd dan VTI Tv


adalah integral velociti wak'tu aliran yang melalui katub
trikuspid.

Regurgitasi

trikuspid

berat

sistolik

normal

mengalir masuk ke atrium kiri dibalikan cian kebrlikan


aliran juga dapat diobservasi di pembuluh darah hepatik.
Tekanan

arteri

pulmoier

sistolik

(PAS)

dapat

diperkirakan dari puncak velociti regurgitan : P = 4 x V2


dimuna A P adalah gradien tekanan sistolik (mmHg) antara
ventrikel kanan dengan atrium kanan,

adalah puncak

velositi aliran darah (m/s) pancara regurgitan. Jika lekanan


vena sentral (CVT) uikctahui maka PAS = CVP + P.
Terapi
Regurgitasi trikuspid pada umumnya sangat ditoleransi.
pasien. Ketika tidak ada

hipertensi pulmoner, dapat

inentoleransi eksisi,katub trikuspid komplit. Karena kelainan


dasar

biasanya

lebih

penting

dibanding

regurgitasi

trikuspid sendiri, terapi ditujukan pada proses penyakit


yang

mendasari.

Regurgitasi

sedang

sampai

berat,

anuloplasti trikuspid mungkin dilakukan dengan dibantu


penggantian katub lain.
Managemen Anestesi
A. Tujuan

Tujuan hemodinamik langsung pada penyakit yang


mendasari. Hipovolemi dan faktor-faktor yang menyebabkan
pemngkatan afterload ventrikel kanan seperti hipoksia dan
asidosis harus dihindari untuk tnenjaga SV vemrikel kanan
dan preload ventrikel kiri tetep efektif. Tekanan end skspirasi
positif dan tekanan jalan nafas tinggi tidak diinginkan selama
ventilasi mekanik karsna mengurangi venous return dan
meningkatkan afterload ventrikel kanan.
B. Monitoring
Mengawasi tekanan vena sentral dan arteri pulmoner
sangat bermanfaat. Yang terakhir tidak selalu mungkin,
seperti aliran regurgitan besar membuat pemasangan
kate'er arteri

pulmoner

rulit

melalui

katub trikuspid.

CVP sangat berguna dalam mengetahui rungsi ventikel


kanan

sedangkan

pengukuran

tekanan

afterload

arteri

aan

preload

pulmoner

menuntut

ventrikel

kiri.

CVP

menunjukkan disfungsi ventrikel kanan yang memburuk.


Tidak ada penurunan x dan gelombang cv terdapat pada,
bentuk

gelombang

termodilution

CVP.

seolah-olah

Pengukuran
meningkat

output

karena

jantung

regurgitasi

trikuspid. Coior flow Dopler TEE penting untuk mengevaluasi


keparahan regurgitasi dan abnormalitas lain.
C. Pilihan Obat
Pemilihan
penyakit

yang

obat

anestesi

mendasari.

sebaiknya

Pada

berdasarkan

umumnya,

pasien

mentoleransi ancstesi spinal dan epidural dengan baik.


Koagulopati sekunder sampai disfungsi hepar disingkirkan
sebelum teknik regional. Selama anestesi umum, nitrooksida

mengsksaserbasi Iiipertensi pulmoner dan diberikan dengan


hati-hati.

PENYAKIT JANTUNG KONGENITAL

Pendekatan preoperatif
Penyakit jantung kongenital nampaknya meliputi
daftar abnormalitas yang tak henti-hentinya yang mungkin
terdeteksi pada bayi, masa kanak-kanak awal, jarang pada
dewasa. Insiden penyakit jantung bawaan di seluruh
kelahiran hidup mencapai 1%. Riwayat alami beberapa
efek pada pasien sering bertahan sampai dewasa. Jumlah
orang dewasa yang bertahan dengan penyakit jantung
bawaan

nampaknya

terus

meningkat,

kemungkinar.

Sebagai akibat pemberian terapi medis. Peningkatan jumlah


pasien dengan penyakit jantung bawaan ditemukan selama
operasi non jantung dan rujukan obstetric
Kompleksitas dan variari patofisiologi defek jantung
kongenital

sulit

diklasifikasikan.

Skema

yang

sering

digunakan terdapat di tabel 20-18. Keba-nyakan pasien


terdapat

sianosis,

abnormalitas

kerusakan

asimtomatik.

jantung

Sianosis

kongestif,

akibat

atau

hubungan

intrakardiak abnormal sehingga chrah tanpa oksigcn


mencapai sirkulasi arteri sistemik
kanan).

Gagal

jantung

kongestif

(shunting
paling

kiri

ke

prominen

dengan defek yang mengobstruksi alirn keluar ventrikel

kiri atau meningkatnya aliran darah pulmoner. Kemudian


biasanya

berkaitan

dengan

hubungan

intrakardiak

abnormal dimana mengembalikan darah teroksigenasi ke


jantung kanan (shunting kiri ke kanan). Shunting kanan ke
kiri pada umumnya mengurangi aliran darah pulmoner,
beberapa

lesi

komplek

meningkatkan

aliran

darah

pulmoner bahkan terdapat pirau kanan ke kiri. Pada


banyak kasus terdapat lebih dari 1 lesi. Kenyataannya,
bertahan dengan banyak anomali (transposisi, total
anomalous venous return, atresia pulomoner) tergantung
pada adanya lesi shunting lain (misal patent ductus
arteriosus,

patent

foramen

ovale,

ventriculer

septal

defect). Hipoksemiakronik pada pasien penyakit jantung


sianotik
darah

menvebabkan eritrositosis.

Peningkatan

sel

merah dikarenakan sekresi eritropoetin dari ginjal

meningkat, untuk mengembalikan konsentrasi oksigen


jaringan menjadi normal. Sayangnya, viskositas darah
juga dapat meningkat sampai titik

dimana mengganggu

pengangkutan oksigen. Defisiensi

besi mengeksaserbasi

hiperviskositas dengan membuat sel darah merah lebih


rigid dan kurang berbentuk dalam mikroshkulasi. Ketika
oksigenasi jaringan kembali normal, hematokrit stabil
(biasanya <65%) dan tidak terdapat simtom srndrom
hiperviskositas,

pasien

dikatakan

mempunyai

eritrositosit terkompensasi. Pasien dengan eritrositosis


tidak terkqmpensasi tidak menentukan keseimbangan ini,
mereka mengalami gejala hiperviskositas dan mungkin
berisiko komplikasi trombotik terutama stroke. Bertambah
buruk dengan adanya dehidrasi dan defisiensi besi. Faktorfektor yang menyebabkan stroke pada orang dewasa

adalah plebotomi dan aspirin atau terapi

antikoagulan

berlebih. Plebotomi umumnya tidak direkomendasikan


jika tidak didapatkan gejala hiperviskcsitas dan hematokrit
<65%.
Abnormalitas
dengan

penyakit

koagulasi
jantung

biasanya

sianosis.

pada

pasien

Jumlah

platelet

cenderung rendah-normal dan banyak pasien dengan


defek

koagulasi

yang

jelas.

memperbaiki

hemostasis

Hiperurisemi

sering

reabsorbsi
Arthritis

sekunder

Plebotomi

pada

terjadl
urat

beberapa
karena

sampai

pasien.

peningkatan

hipoperfusi

renal.

gout jarang tapi hiperurisemi dapat menye

babkan gangguan renal progresif.


Dopier

mungkin

preoperasi

membantu

Ekokardiografi

menemukan

anatomi

defek, mengkonfirmasi atau menyingkirkan eksistensi


lesi lain atau komplikasi, signifikasi fisiologi, dan efek
berbagai terapi intervensi.
Managemen Anestesi
Populasi pasien dalam 4 kelompok yaitu menjalani
operasi koreksi jantung dan tidak membutuhkan operasi
lagi; hanya menjalani operasi paliatif; belum menjalani
operasi jantung sama sekali; dan kondisi yang tidak
memungkinkan operasi serta

menunggu

transplantasi

jantungJi Walau managemen pada kelompok pertama sama


seperti orang normal (kecuali pada kondisi terapi antibiotik
orofilaksis),

perawatan

kelompok

lain

membutuhkan

pengertian patofisiologi defek ini. Pahkan pasien yang


mendapat operasi koreksi jantung mudah mendapat

masalah

perioperasi.

mengeliminasi
meningkatkan

resiko
resiko

Beberapa
endokarditis
melalui

prosedur

operasi

sedangkan

lainnya

penggunaan

katiib

atau

saluran prostetik atau pembuatan saluran baru. Pasien


dengan ostiu sekundum ASD dan stenosis pulmonal ringan
mempunyai resiko paling rendah.
Managemen pasien untuk operasi jantung dan
selama obstetri dirujuk didiskusikan di bab 21 dan 43.
Managemen umum pasien pediatrik didiskusikan di bab 44.
Untuk

tujuan

manajemen

anestesi,

defek

jantung

kongenital dibagi menjadi lesi obstruksi,. shunting kiri ke


kanan, atau shunting kanan ke kiri.. Kenyatannya, shunting
dapat dua arah dan berkebalikan tergantung kondisi.

1.

Lesi Obstruksi
Stenosis aorta kongenital telah didiskusikan di atas

dan koartasio aorta didiskusikan dibab21.


Stenosis Pulmonal
Stenosis katub pulmoner menghambat aliran keluar
ventrikel kanan dan menyebabkan hipertrofi ventrike kanan.
Obstruksi berat terdapat pada periode neonatal seedangkan
derajat lebili rendah tidak terdeteksi sampai dewasa. Katub
tidak terbentuk baik bikuspid maupun trikuspid. Katub sering
menyatu sebagian dan menunjukkan kubah sistolik pada
ekokardiografi. Ventrikel kanan mulai hipertrofi dan dilatasi
poststenotik arteri pulmoner sering terjadi. Gejala pasien

termasuk fatique, dispnea, dan sianosis perifer dengan


usaha

akibat

aliran

darah

pulmoner

terbatas

dan

peningkatan ekstraksi oksigen oleh jaringan Stenosis berat,


gradien katub pulmonal melebihi 60-80 mmHg, tergantung
usia pasien. Pirau kanan ke kiri juga terjadi pada pasien
dengan patent foramen ovale atau atrial septal defect.
Output jantung sangat tergan-tung peningkatan detak
jantung tapi melebihi pcnivigkatan dapat memba-hayakan
pengisian ventrikel. Volvuloplasti balon percuian umumnya
sebagai

pilihan

pendekatan

awal

bagi

pasien

dengan

stenosis pulmonal simtomatik. Managemer. anestesi untuk


pasien yang menjalani operasi sebaiknya menjaga denyut
jantung normal atau sedikit meningkat meniperbesar preload,
dan menghindari faktor yang meningkatkan PVR.

2.

Shunt kiri ke kanan (simpel).


Pirau simpel adalah huhimgan abnormal antara sisi

jantung kanan dan kiri. Karena tekanan secara normal lebih


tinggi di sisi kiri, darah biasa mengalir dari kiri ke kanan dan
alirar, darah melalui jantung lanan dan paru meningkat.
Tergantung ukuran dan lokasi lubang, ventrikel kanan menjadi
tujuan tekanan sisi kiri yang lebih tinggi, menyebabkan
overload tekanan dan volume. Afierload ventrikel kanan
normalnya 5% ventrikel kiri sehingga meskipun kecil gradien
tekanan kiri ke kanan dapat menyebabkan peningkatan aliran
darah pulmoncr. Rasio pulmoner dengan aliran darah sistemik
dapat dihitung dari saturasi oksigen saat dikateterisasi
dengan persamaan berikut:'

QF/QS = (Cao2 - CvO2)/Cpvo2 - Cpao2) dimana Cao2 adalah


aliran darah arteri sistemik, CV02 adalah aliran darah vena
campuran, Cpvo2 adalah darah vena pulmoner berisi oksigen,
dan Cpao: adalah darah artei pulmoner berisi oksigen.
Rasio lebih dari 1 biasanya menunjukkan adanya
shunting

kiri

ke

kanan

sedang

rasio

kurang

dari

menunjukkan shunting kanan ke kiri. Rasio 1 menunjukkan


tidak ada shunting atau shunting dua arah.
Peningkatan

aliran

darah

pulmoner

menyebabkan

kongestif vaskuler pulmoner dan peningkatan cairan paru


ekstravaskuler. Kemudian mengganggu pertukaran gas,
menurunkan kompliansi

paru,

dan meningkatkan

kerja

perna-fasan. Pembesaran atrium kiri juga menekan bronkus


kiri sedang pembesaran pembuluh darah pulmoner menekan
bronki kecil.
Setelah pelatihan beberapa tahun, kronik meningkat,
dalam aliran darah pulmoner

menyebabkan

perubahan

vaskuler yang ireversibel meningkatkan PVR. Peningkatan


afterload

ventrikel

kanan

menyebabkan

hipertrofi

dan

secara progresif menimbulkan tekanan jantung sisi kanan.


Tekanan dalam jantung kanan dapat melebihi jantung kiri.
Pada kondisi tersebut, shunting intrakardiak triembalik dan
menjadi kanan ke kiri (sindrom Eisenmenger).
Jika lubang kecii, aliran shunting tergantung pada
ukuran lubang (shunting restriksi). Jika lubarg besar (shunting
ncnrestriktif),

aliran

shunting

tergantung

keseimbangan

relative antara PVR dengan SVR. Kenaikan SVR relatif ke


PVR menyerupai shunting kiri ke kanan sedang kenaikan

PVR relatif ke SVR menyerupai shunting kanan ke kiri.


Banyak lesi bilik (misal atrium tunggal, ventrikel tunggal,
truncus

arteriosus)

menunjukkan

bentuk

shunting

non

restriktif ekstrem; aliran pirau dengan lesi te/sebut adalah


dua arah dan total tergantung perubahan relatif aiverload
ventrikel.
Adanya aliran shunting antara jantung kiri dan kanan,
tanpa memperhatikan arah aliran darah, mengeluarkan
gdembung udara atau bekuan dari cairan Lntravena dengan
teliti

untuk

mencegah

emboli

paradoksial

ke

merupakan

tipe

sirkulasi

serebral atau koronaria.

Atrial Septal Defect


Ostium

sekundum

ASD

paling

banyak dan biasa terjadi dari lesi di daerah fosa ovalis.


Defek

kadang-kadang

berkaitan

dengan

return

vena

pulmones anomaly sebagian, paling sering pembuluh


darah pulmones atas kanart. ASD sekundum mungkin
akibat dari pembukaan tunggal atau multiple (fenestrata)
antara atrium. Sinus vsnosus jararia terjadi dan ASD
ostium primum bcrhubungandengan abnormalitas jantung
lain. Defek sinus venosus berlokasi ai atas septum
interstitial dekat vena cava superior; satu atau lebih
pambuluh darah peru kanan sering mengalir secara
abnormal ke vena cava superior. Sebaliknya, ASD ostium
primum terletak di bawah septum interatrial dan berada di
katub mitral serta katub trikuspid; kebanyakan pasien juga

mempunyai celah di katub anterior mitral dan katub septal


abnormal pada katub trikuspid.
Kebanyakan

anak

dengan

ASD

mempunyai

simtomatis minimal; beberapa mengalami infeksi pulmo


rekuien. Gagal jantung kongestif dan hipertensi pulmoner
sering bersamaan pada orang dewasa dengan ASD. Pasien
dengan ostium primum: defek sering. mempunyai pirau
lebar oan juga berkembang menjadi regurgitasi mitral.
Tidak adanya gagal jantung, respon anestesi terhadap obat
inhalasi dan intravena umumnya tidak berubah significan
pada pasien ASD. Kenaikan SVR sebaiknya dihindari
karena memperburuk shunting kiri ke kanan

Ventricular Septal Defeit


'Ventricular

Septal

Defect

(VSD)

merupakan

defek jantung kongenital paling banyak, sekitar 25-35%


penyakit

jantung

membrane

kongenital.

septum

Defek

interventrikuler

lebih

sering

(membran

di

atau

infrakristal VSD) di posterior dan anterior septal katub


trikuspid. VSD muskular merupakan tipe lain yang juga
sering terjadi, terletak di tengah atau apikal septum
interven-trikuler dimana mungkin terdapat lesi tungsal atau
pembukaan multiple (rnenyi;rupai keju Swiss). Defek di
septum subpulmoner (suprakristal) sering berhubungan
dengan regurgitasi aorta karena koronaria kanan dapat
prolaps ke VSD. Defek septal di jalan'masuk ventrikel
biasanya sama dengan perkem- bangan dan lokasi AV sepia
1 defek.

Akibat abnormalita? fungsional VSD iergantung


usuran defek, PVR, dan ada tidaknya abnormalitas lain.
VSD kecil terutama tipe muscular sering menutup waktu
anak-anak.

Defek

restriktif

beikaitan

hanya

dengan

shunting kecil kiri ke kanan (rasio aliran arteri istemikpulmoner kurang dari 1,75:1). Defek 6esar menyebabkan
shunting kiri ke kanan (pirau lebih dari 2:1) yang
bervariasi langsung dengan SVR dan tidak langsung
dengan PVR. Infeksi pulmo rekuren dan gagal jantung
kongestif biasa dengan rasio aliran sistemik-pulinoner 35:1. Pasien dengan VSD kecil diterapi medis dan diikuti oleh
elektrokardiografi (untuk tanda hipertrofi ventrikel kanan)
serta ekokardiografi. Penutupan dengan operasi biasanya
dilakukan imtuk pasien dengan VSD besar sebelum
terjadi penyakit vaskuler paru ilan sindrom eisenmenger.
Bersamaan dengan defek atrial, tidak adanya gagal
jantung, respon anesiesi terhadap obat inhalasi dan
intravena

tidak

memperburuk

btrubah

shunting

signifikan.

kiri

ke

kanan.

Kenaikan
Ketika

SVR
terjadi

shunting kanan ke kiri, pcningkatan PVR rrwndadak atau


penurunan SVR kurang ditoleransi.

Atrioventricular Septal Defect


Defek
menyebabkan

bantalan
defek

endoKardial
septal

atrium

(AV
dan

canal)
ventrikel

berkesinambungan sering dengan katub AV yang sangat


abnormal. Sering terjadi pada pasien sindrom Down. Defek
dapat merye-babkan shunting lebar di tingkat atrial dan

ventrikel. Regurgitasi mitral dan trikuspid mengeksaserbsi


overload volume di ventrikel. Pada awalnya pirau dari kiri
ke kanan dengan kenaikan hipertensi pulmoner. Sindrom
Eisen-menger terdapat sianosis nyata.

Patent Ductus Arteriosus


Persistensi hubungan antara arteri pulmones utama
dengan aorta dapat menyebabkan shunting restriktif atau
non

restriktif

kiri

ke

kanan.

Abnormalitas

ini

bertanggungjawab terhadap keburukan kardiopulmoner


dari infant prematur, dan kadang-kadang nampak pada
kehidupan akhir. Tujuan p.nestesi sama dengan defek
septal atrial dan ventrikel

Partial Anomalous Venous Return


Defek ini nampak ketika satu atau lebih aliran
pembuluh darah pulmoner ks jantung kanan; kelainan
pembuluh darah biasanya dari paru kanan. Kemungkinan
anomali masuk 4 dalah atrium kanan, vena cava superior
dan

inferior,

dan

sinus

koronaria.

Abnormalitas

menyebabkan shunting kiri ke ka-nan. Gambaran klinis


dan prognosis biasanya sangat bagus dan sama dengan
ASD sekundum. Sinus koronaria yang besar pada TEE
menunjukkan anomali drainase ke sinus koronaria yang
mungkin mempersulit managemen cardio-plegi selama
operasi jantung.

Shunt kiri ke kanan (komplek).


Lesi kelompok ini (beberapa juga disebut lesi
campur) sering menyebabkan obstruksi aliran keluar
ventrikel

dan

shunting.

Obstruksi

menyerupai

aliran

toward unobstruksi. Ketika obstruksi relatif ringan, jumlah


shunting dipengaruhi oleh rasio SVR-PVR tapi kenaikan
derajat obstruksi menentukan arah dan besar shunting.
Atresia katub jantung menampakan ben-tuk obstruksi
ekstrrem. shunting terjadi proksimal ke katub atrial dan
secara keseluruhan ditetapkan; pertahanan tergantung
shunting distal Ian (pada umumnya PDA, patent foramen
ovale, ASD, atau VSD), dirriana aliran darah di arah
bcrlawanan. Kelompok defek ini dibagi berdasar apakah
mereka

meningkatkan

atau

nenurunkan

aliran

darah

pulmoner.

Tetralogi Fallot
Tetralogi berupa obstruksi ventrikel kanan, hipertrofi
ventrikel kanan, VSD, dan overriding aorta. Obstruksi
vertrikel kanan pada banyak pasien berkaitan dengan
stenosis infundibular yang berhubungan dengan hipertrofi
otot subpulmonik (krista ventrikularis). Sedikitnya 20-25%
pasien mempunyai stenosis pulmonik dan presentase kecil

mengalami obstruksi supravalvular. Katub pulmonik sering


bikuspid

atau

jarang

atretik.

Obstruksi

infundibulum

meningkat oleh tonos simpatis sehingga bersifat dinamik,


obstruksi ini bertanggung jawab atas hipe~sianotik spell
pada

pasien

yang

sangat

muda.

Kombinasi

obstruksi ventrikel kanan dan VSD menyebabkan ejeksi


darah ventrikel kanan tidak

teroksigenasi sedangkan

darah ventrikel kiri teroksigenasi masuk aorta. Shunting


kanan ke kiri pada VSD mempunyai komponen tetap dan
bervariasi. Komponen tetap ditentukan oleh keparahan
obstruksi

ventrikel

kanan

sedang

componen

variable

tergantung SVR dan PVR


Neonatus dengan obstruksi ventrikel kanan berat
rnemburuk dengan cepat karena alran darah pulmoner
rnenurun
intravena

ketika

PDA

mulai

terjadi.

(0,05-C,2mg/kg/menit)

Prostaglandin

digunakan

Ei

untuk

mencegah penutupan duktus di beberapa instansi. Operasi


paliasi dengan shunting kiri ke kanan atau koreksi total
biasa dilakukan. Shunting modifikasi Blalock-Taussig (arteri
pulmones-subclavia kiri) paling sering digunakan untuk
meningkatkan aliran darah pulmones. Pada prosedur ini,
graft sintetis dianastomose antara arteri subclavia dengan
arteri pulmones ipsilateral. Koreksi penuh melibatkan
penutupan

VSD,

pengangkatan

obstruksi

otot

infundibular, dan valvulotomi pulmonial atau valvuloplasti


jika dibutuhkan.
Tujuan

managemen

anestesi

terhadap

pasien

tetralogi Falot adalah menjaga volume intravaskuler dan


SVR. Kenaikan PVR seperti terjadi asidosis atau tekanan

jalan

nafas

berlebih

harus

dihindari.

Ketamine

(intramuskuler atau intravena) sering digunakan sebagai


obat induksi karena menjaga atau meningkatkan SVR
sehingga tidak memperburuk shunting dari kiri ke kanan.
Pasien dengan derajat lebih ringan umumnya mentoleransi
induksi

inhalasi

dengan

halotane.

Oksigenasi

sering

memperbaiki setelah induksi anestesi. Relaksan otot yang


melepas

histamin

diterapi

dengan

harus

dihindari.

Hipersianotik

cairan

intravena

dan

spell

fenilefrin

(5

mg/kg). Propanolol (0,1 mg/kg) juga


efektlf

utnuk

melepaskan

suasme

infundibular.

Natrium

bikarbonat, untuk mengkoreksi asidosis metabolik, juga


mem bantu saat hipokserhia berat dan memanjang.

Atresia Trikuspid
Pada atresia trikuspid, darah dapat mengalir keluar
atrium kanan hanya melalui patent foramen ovale (atau
ASD). PDA (atau VSD) dibutuhkan untuk darah mangalir
dari ventrikel kiri ke sirkulasi pulmonal. Sianosis biasa
terjadi saat kelahiran dan derajat keparahan tergantung
jumlah aliran darah pulmoner yang dicapai. Pertahanan
awal tergantung infus prostaglanuin Ei dengan atau tanpa
perkutan, septostomi atrial balon Rashkind. Sianosis berat
membu-tuhkaii shunting modifikasi Blalock-Taussig awal
kehidupan.

Managemen

operasi

yang

dpilih

adalah

prosedur Fontan dimanan atrium kanan dia-nastomosekan


dengan arteri pumoner kanan. Pada beberapa senter, vena
cava

superior

menjaga

shunting

atteri

pumonalis

(bidirectional

Glenh)

dilakukan

sebelum

atau

selama

prosedur Fontan. Dengan kedua prosedur darah dari/


pembuluh darah sistemik mangalir ke atrium kiri sebagai
akibat gradien teka-nan. Kesuksesan prosedur tergantung
tekanan vena sistemik tinggi dan menjaga aliran PVR
rendah serta tekanan atrium kiri rendah. Transplantasi
jantung dibutuhkan jika prosedur Fontan gagal.

Transposisi Arteri Besar


Pasien dengan transposisi arteri besar (TGA), aliran
enous return sistemik dan pulmoner normalnya kembali
ke atrium kiri dan kanan tapi aorta muncul dari ventrikel
kanan den arteri pulmoner muncul dari ventrikel kiri.
Darah deoksigenasi kembali masuk ke sirkulasi sitemik dan
darah teroksigenasi kembali ke paru. Bertahan hanya
mungkin melalui pencampura darah teroksigenasi dengan
deoksigenasi melalu foramen ovale dan PDA. Adanya VSD
meningkatkan pencampuran dan mengurangi hipoksemia.
Biasanya dibutuhkan infus prostaglandiri E1. septostomi
Rashkin mungkin diperlukan jika operasi koreksi terlambat
dilakukan,

Terapi

operasi

koreksi

meliputi

prosedur

perubahan arteri dimana aorta dibagi dan di reanastomose


ke ventrikel kiri dan arteri pumonalis dibagi dan di
reahastomose ke ventrikel kanan. Arteri kornaria juga
harus direimplantasi ke batang arteri ipulmonaris lama.
Jika terdapat VSD maka ditutup. Prosedur perubahan
atrial (Senning) dilakukan jika perubahan arterial tidak
memungkinkan. Pada prosedur ini, intraatrial dibuat dari

dinding atrial dan darah dari pembuluh darah pulmoner


mengalir melalui ASD ke ventrikel kanan, dimana akan
diejeksikan ke dalam sirkulasi sistemik.
TGA mungkin terjadl dengan VSD dan stenosis
pulmonal. Kombinasi defek
mempengaruhi

ventrikel

tetralogi Falot, obstruksi

kiri

bukan

ventrikel

kanan.

Operasi koreksi melibatkan penutupsn VSD, langsung


mengalirkan ventrikel kiri ke aorta, ligasi arteri pulmonal
proksimal, dan menghubungkan ventrikel kanan ke arteri
pu'monal dengan sebuah saluran katub (prosedur Rastelli).

Total Anomalous Venous Return


Tidak adanya hubungan langsung antara pembuluh
darah paru dengan atrium kiri paoa total anomalous
venous return. Campuran darah teroksigenasi dengan
deoksigenasi

pada

atau

sebelum

atrial

kanan

menyebabkan pembuluh darah pulmonal mengalir ke vena


cava superior atau inferior, sinus koronaria, atau duktus
stenosus. Darah biasanya mencapai atrium kiri melalu
foramen ovale atau ASD. Obstruksi alran balik vena
puimoner yang terjadi ketika darah mengalir ke duktus
vna dan mulai menutup, menyebabkan kongestif paru
bcrat.

Operasi

koreksi

ineliputi

reanastomose

pulmoner langsung ke atrium kiri dan pe/uiupan ASD.

Truncus Arteriosus

vena

Defek truncus arteriosus, badan aretri tunggal


mensuplai sirkulasi sitemik dan puimoner. Truncus selalu
mengesampinghkan VSD, menyebabkan kedua ventrikel
menyembur ke dalamnya. PVR menurun bertahap setelah
kelahiran,

aliran

darh

puimoner

meningkat

cepat

menyebabkan gagal jantung. Jika tidak diterapi, PVR


meningkat

dan

terjadi

Eisenmenger.

Operasi

memisahkan

arteri

sianosis
koreksi

dengan

sindrom

penutupan

puimoner

vgSD,

dari

trunkus

danmenghubungkan dengan ventrikel kanan ke arteri


pulmoner dengan safuren (perbaikan Rastelli).

Hypoplastic Left heart Syndrnrre


Sindrom

ini

menggambarkan

kelompok

defek

ditandai dengan ventrikel kin yang tidak berkembang. Ini


sering dikaitkan dengan anorr.aii kongenital non jantung
lain. vertrikel kanan adalah bilik pompa utama utnuk
sirkulasi sistemik dan pulmoner. Dipancarkan secara
normal kedalam arteri pulmonal dan semua (hampir
semua) darah mengalir masuk aorta biasanya berasal dari
PDA. Pilihan opcrasi bersifat paliatif dengan

prosedur

Norwood atau transplantasi jantung yang sangat komplikasi.


Prosedur Norwood dilakukan melalui 3 stadium.

PASIEN DENGAN TRANSPLANTASI JANTUNG


Pendekatan preoperatif

Jumlah

pasien

dengan

transplantasi

jantung

meningkat karena kenaikan rekuensi transplantasi dan


perbaikan angka pertahanan. Pasien tersebut menjalani
operasi

awal

periode

post

operasi

untuk

sksplorasi

mcdiastinal atau retransplantasi, atau mereka menjalani


incisi dan drainasc infeksi, operasi ortopedi, alau prosedur
yang tidak ada hubungan.
Transplantasi
sehingga

tidak

jantung

ada

terdapat

pengaruh

denervasi

autonomik

total

langsung.

Pembentukan impuls jantung dan konduksi normal tapi tidak


ada pengaruh vagal sehingga denyut jantung meningkat
(100-120 kali/menit). Meskipun saraf simpatis di potong,
respon terhadap katekolamin yang berada di sirkulasi
adalah normal atau bahkan tinggi

karena dencrvasi

sensitifitas (densitas reseptor naik). Reinervasi sebagian


terjadi pada beberapa pasien setelah beberapa lama.
Output

jantung

cenderung

rendah-normal

dan

naik

lambat dalam merespon iatihan/ olah raga karena respon


tergantung peningkatan katekolamin. Karena hubungan
Starling antara volume end diastole dengan output
jantung

normal,

dikatakan

transplantasi

tergantung

preload.

jantung

juga

Autoregulasi

sering

koronaria

dipertahankan.
Evaluasi preoperatif harus fokus pada pemeriksaan
status

fungsional

organ

yang

ditransplantasikan

dan

mendeteksi. komplikasi imunosupresan. Insiden penolakan


tertinggi terjadi dalam 3 bulan pertama; kemudian angka
penolakan sekitar 1 pasien / tahun. Penolakan nampak dari
aritmia (dalam 6 bulan pertama) atau penurunan toleransi

olahraga/latihan

dari

pemburukan

miokardial

secara

progresif. Pemeriksaan ekokardiografi secara berkala biasa


dilakukan untuk mengetahui penolakan tapi teknik paling
dapat diandalkan adalah biopsi endomiokardial. Akselerasi
aterosklerosis pada grail sangat sering dan menjadi
masalah

serius

yang

membatasi

hidup

transplant.

Iskemi dan infark miokard paling sering tidak nampak


karena

denervasi.

menjalani.

Oleh

pemeriksaan

sebab

itu,

berkala

pasien

harus

termasuk angiografi

untuk aterosklerosis koronaria.


Terapi imunosupresi biasa termasuk siklosporin,
azathioprine,
termasuk

dan

prednison.

nefrotoksisitas,

Efek

samping

penting

supresi

sunsum

tulang,

hepatotoksisitas, infeksi oportunisttk dan osteoporosis.


Mipertensi

dan

membutuhkan

retensi
terapi

cairan
diuretik

sering
dan

terjadi

ACE

dan

inhibitor.

Kortikosteroid diperlukan ketika pasien menjalani prosedur


besar.

Managemen Anestesi
Hampi semua teknik anestesi termasuk anestesi
regional digunakan dengan sukses bagi pasien yang
menjalani transplantasi. Preload tergantung fungsi graft
mempertahankan oreload jantung normal atau tinggi.
Tidak adanya reflek meningkatkan denyut jantung dapat
menyebabkan pasien sensitif terhadap vasodilatasi cepat.
Vasopresor tidak langsung seperti efedrin dan dopamine
kurang cfcktif dibanding obat vasopresor langsung karena

tidak ada cadangan katekolamin di neuron miokardial.


Isoproterenol atau efedrin terdilusi (10 mg/ml) harus siap
tersedia

utnuk

(meningkatkan

denyut

jantung

jika

diperlukan. Tidak didapatkan bradikardi. sekunder karena


opioid dan inhibitor kolinesterase. Peningkatan detak
jantung tidak nampak setelah pemberian antikolinergik,
pancuronium,

atau

meperidine.

Antikolinergik

harus

tetap diberikan untuk relaksan otot cadangan untuk


menghambat efek muskarinik non kardiak dari asetilkolin.
Dlbutuhkan monitoring EKG jntuk iskemia. EKG
biasanya

menunjukkan

gelombang

P,

satu

menggambarkan nodus SA resipien (yang masih intak) dan


lainnya menggambarkan nodus SA donor. Nodus SA
resipien masih tetap dipengaruhi oleh antonom tapi tidak
mempengaruhi fungsi jantung. Monitoring tekanan arteri
langsung,

vena

sentral,

dan

arteri

pulmonal

harus

dilakukan untuk operasi besar; asepsis tepat sebaiknya


diobservasi selama penggantian.

DISKUSI KASUS : FRAKTUR HIP PADA WANFTA PARUH


BAYA
Wanita berusia 71 tahun dengan reduksi terbuka
dan fiksasi internal karena fraktur hip kiri. la mempunyai
riwayat dua episode kepala ringan beberapa hari sebelum ia
jatuh. Ketika dhanyakan bagaimana ia terjatuh, ia hanya
dapat mengingat berdiri di kamar mardi saat gosok gigi

dan terbangun di lantai dengan nyeri pangkal paha. EKG


preoperasi menunjukan ritme sinus dengan interval PR
220ms dan pola RBBB.

Mengapa Anestesiologis Harus

Memperhatikan Riwayat

Sinkop?
Riwayat sinkop pada pasien lanjut usia selalu
menimbulkan kemungkinan aritinia dan penyakit jantung
organik

yang

diakibatkan

mendasari.

oleh

aritmia

Sinkop
mendadak

jantung

biasanya

sehingga

output

jantung mendadak buruk dan gangguan perfusi serebral.


Kepala ringan, presinkop, mungkin menggambarkan derajat
lebih ringan dari gangguan serebral. Bradiaritmia dan
takiaritmia dapat menyebabkan aritmia (lihat bab 19). Tabel
20-20 mendata penyakit jantung dan non jantung lain yang
menyebabkan sinkop.

Bagaimana Bradiaritmia Timbul?


Bradiaritmia muncul aktot disfungsi nodus SA
atau fungsi konduksi AV impuls jantung abnormal. Impuls
lambat atau torhambat dapat terjadi dimanapun antara
nodus SA dan distal sistem His Purkinie. Abnormalitas
reversibel

mungkin

abnormal,
obat,hipotermi,

berkaitan

abnormalitas
atau

iskemi

dengan

tonus

vagal

elektrolit,

keracunan

rniokard.

Abnormalitas

irevesibel yang pada awaJnya hanya intermiteri sebelum


akhirnya menjadi permanen menunjukkan abnonnalitas
sitem konduksi atau penyakit jantung yang mendasari
(paling sering adalah hipertensi, penyakit arteri kororaria
atau penyakit katub jantung).

Bagaimana Patofisiologi Disfungsi Nodus Sinus?


Pasien dengan disfungsi nodus sinus mungkin
mempunyai EKG normal tapi aktifitas nodus SA berhenti
mendadak

(sinus

arrest)

atau

hambatan

intermiten

konduksi impuls SA ke jaringan sekitar (exit block). Gejala


biasa nampak ketika pemberhentian memanjang (> 3detik)
atau kecepatan ventrikel kurang dari 40kali/menit. Pasien
mungkin

mengalami

pusing

intermiten,

sinkop,

kebingungan, fatique, atau nafas pendek. Gejala disungsi


nudus SA atau sick sinus syndrom sering diketahui oleh
obat penghambat P adrenergik, calcium channel riocker,
digoksin, atau kuinidine. Istilah sindrom takikardi-bradikardi
sering digunakan ketika pasien mengalami takiaritmin
paroksimal (debaran atau flbrilasi atrium) yang diikuti
sela sinus atau bradikardi. Kemudian bradikardi mungkin
menunjukkan kegagalan nodus SA mengembaliKan ke
normal secara otomatis setelah supresi oleh takiaritmia.
Diagnosis harus berdasarkan EKG yang dibuat selama
gejala

(monitoring

Halter)

atausetelah

tes

provokatif

(stimulasi baroreseptor carotid atau rapid atria pacing).

Bagaimana Abnormalitas Koriduksi AvBermanlfestasidi 12


lead EKG?
Abnormalitas

konduksi

AV

biasanya

dimanifestasikan olch depolarisasi ventrikel abnormal


(bundle, brach block), interval PR memanjang (AV block
derajat pertama), kegagalan beberapa impuls atrial untuk
mendepolarisasi ventrikel (AV block derajat kedua), atau
disosiasi AV (AV block derajat tiga yang juga disebut
complete heart block).

Bagaimana Mengetahui Abnormalitas Konduksi?


Signifikansi

abnormalitas

sistem

konduksi

tergantung lokasi, kemungkwian progresif menuju blok


jantung komplit dan tempat pacemaker distal akan dapat
dipertahankan stabil dan rltme adekuat (> 40kali/menit).
His bundle normalnya di daerah sistem konduksi terbawah
yang dapat mempertahankan ritme stabil (biasanya 40-60
kali/menit). Ketika konduksi gagal dimanapun di atasnya,
his bundle normal dapat mengambil alih fungsi pacemaker
jantung dan menjaga QRS komplek normal kecuali kalau
terdapat defek konduksi intraventrikuler distal. Saat ritme
muncul

lebih

jauh

dari

sistem

His

purkinje,

ritme

biasanya melambat (<40 kali/menit) dan sering tidak


stabil; ini menyebabkan komplek QRS lebar.
Apakah Signifikasi Bundle Branch Block Degan Interval PR
Normal?

Konduksi lambat atau terhambat di berkas bundle


kanan menimbulkan pola khas QRS RBBB pada EKG (M
shape atau rSR di VI) dan abnormalitas kongeifital atau
penyakit jantung organik yang mendasari/ sebaliknya,
hambatan bundle branch kiri menimbulkan pola QRS LBBB
(R lebar dengan upstroke lambat di V5) dan hampir selalu
menampakan penyakit jantung yang mendasari. Istilah
hemiblok sering digunakan jika hanya 1 dari 2 fasikel budle
ranch kiri terhambat (hemiblok posterior atau anterior).
Ketika

interval

PR

normal

dan

tidak

ada infark miokard akut, hambatan konduksi baik di


bundle kiri maupun kanan jarang menyebabkan hambat
jantung komplit.

Apakah Tempat Blok Av Selalu Ditentukan Dari 12 lead EKG?


Tidak. Blok AV derajat pertama (interval PR > 200
ms) dapat merefleksikan konduksi abnormal dimanapun
antara atria dengan sistem his purkinje distal. Mobitz tipe
1 blok AV derajat dua yang ditandai dengan peinanjangan
interval

PR

progresif

sebelum

gelombang

tidak

terkonduksi (QRS tidak mengikuti gelombang P) biasanya


berhubungan

dengan

blok

lodus AV dan dapat disebabkan oleh keracunan digitalis


atau iskemia miokard; Blok AV derajat tiga progresif jarang
terjadi.
Pasien dengan Mobitz tipe 2- Blok AV derajat 2,
impuls atrial secara periodik tidak nengkonduksi ventrikel
tanpa pemanjangan interval PR yang progresi. Hambatan

konduksi hampir selalu pada atau di di bawah berkas his


dan

sering

progresif

menjadi

komplit,

terutama

VTI

anteroseptal akut. QRS lebar.


Pasien dengan Blok AV derajat tiga, kecepatan atrial
dan

depolarisasi

ventrikel

independent

(disosiasi

AV)

karena impuls atrial gagal mencapai ventrikel. Jika tempat


hambatan di nodus AV, ritme berkas his stabil akan
terjadi dengan komplek QRS normal dan kecepatan
ventrikel akan sering meningkat setelah pemberian atropin.
Jika

hambatan

melibatkan

berkas

his, asal ritme ventrikel lebih distal, menyebabkan komplek


QRS lebar. Komplek QRS lebar tidak penting kecuali beras
his normal, ini menunjukkan hambatan di bawah dari
cabang berkas his.
Dapatkah Disosiasi AV Terjadi Tanpa Blck AV?
Ya. Disosiasi AV sering terjadi selama anestesi
dengan obat volatile tanpa hambatan AV dan disebabkan
dari sinus bradikardi atau akselerasi ritme junction AV.
Selama disosiasi isoritrnik, detak atria dan ventriktl hampir
sama.

Gelom-bang

mengikuti

komplek

dipertahankan.

sering
QRS

Interferensi

hanya
dan

mendahului

hubungan

disosiasi

AV

atau

mereka

akibat ritme

junctional yang lebih cepat dari kecepatan sinus- sehingga


impuls sinus selalu ditemukan nodus AV refraktori.

Bagaimana Terjadi Blok Bifasikiler Dan Trifasikuler?

Blok bifasikuler terrjadi ketika dua dari tiga berkas


his utama (kanan, kiri anterior, kiri posterior) sebagian atau
sepenuhnya terhambat. Jika 1 fasikel terhambat penuh dan
lainnya

terhambat

sebagian,

pola

hambatan

cabang

berkas berkaitan dengan blok AV derajat 1 dan 2.


Jika ketiganya terpengaruhi muka dikatakan terjadi
blok trifasikuler. Blok lambat atau sebagian pada 3 fasikel
menyebabkan interval PR memanjang (blok AV derajat 1)
atau I..BBB dan RBBB yang bergantian. Hambatan total di
ketiga. fasikel menyebabkan blok AV derajat

Bagaimana Signifikasi Penemuan EKG Pada Pasien Ini ?


Penemuan EKG ( blok Av derajat I dan RBBB)
menyatakan adanya blok bifasikuler. Penyakit ekstensif
dari sistem konduksi. Sinkop pasien dan episode sinkop
dekat mendukung resiko bradiaritmia yang mengancam
jiwa (Blok AV derajat 3). EKG intrakardia akan penting untuk
mengkonfirmasi tempat konduksi yang terlambat.

Apa Managemen Tepat Untuk Pasien Ini?


Pemeriksaan jantung dibutuhkan karena gejala
blok

bifasikuler.

Satu

dari

dua

pendekatan

dapat

direkomendasikan, tergantung kedaruratan operasi Jika


operasi benar-benar darurat,, kateter pacing transver.a
temporer diindikasikan terutama untuk induksi anestesi
uinum atau regional. Jika operasi dapat ditunda 24-48 jam

(seperti pada kasus ini), monitoring EKG terus, EKG 12


lead serial, dan pengukuran isoenzim jantung dibutuhkan
untuk menyingkirkan iskemi atau infark miokard dan untuk
mencoba mencatat penemuan selama gejala. Laporan
singkat

dari

studi

mungkindapat

tentang

membantu

berkas

his

menentukan

intrakardia
kebutuhan

pacemaker permanen jika diagnosis klinis dari gejala


bradikardi tidak dapat dibuat. jika interval HV normal atau
60-100 ms, pacing permanen mungkin tidak diindiasikan
tapi akses vena sentralis (jugulatis interna) dan akses
untuk pacing masih disarankan karena riwayat sinkop.

Apakah Perioperatif Umum.Indikasi Untuk Pacing Temporer?


Indikasi yang disarankan adjlah bradiaritmia, blok
berkas his baru, blok AV derajat 2, atau blok AV derajat 3
yang berkaitan dengan Mf, blok bifasikuler pada pasien
koma

(kontroversial),

refraktori.

Tiga

dan

takiaritmia

indikasi

supraventrikuler

pertama

umumnya

membutuhkan pacing ventrikel sedang 4 indikasi lain


membutuhkan elektroda pacing atrial dan pemograman
cepat pemicu denyut atrial.

Bagaimana Dapat Menetukan Pacing Jantung Temporer?


Pacing

dapat

dilakukan

dengan

transvena,

transcutan, epikardial, atau electrode transesofageal.


Metode

yang

paling

baik

adalah

elektrode

pacing

trasvena dalam bentuk kawat atau balon kateter pacing.


Kawat pacing selalu diposisikan secara fluoroskopi tapi
aliran kateter pacing langsung dapat juga diletakan di
ventrikel kanan di bawah pengawasan. Kawat pacing harus
xiigunakan ketika aliran darah berhenti. Jika pasien memiliki
ritme,

rekaman

peningkatan

EKG

segmen

intrakardiak
ST

saat

mcnunjukkan

elektrode

kontak

dengan endokardium ventrikel kanan menkonfirmasikan


letak elektrode.

Kateter arteri

pulmonal mempunyai

tempat ekstra untuk dilalui kawat pacing ventrikel kanan.


Kateter terutama berguna pada pasien dengan LBBB yang
dapat berkembang menjadi blok jantug komplit selama
peletakan

kateter.

Pacing

ventrikel

transkutan

juga

mungkin dilakukan melalui lapisan adesif stimulasi besar


yang diletakan di dada dan sebaiknya dipakai ketika
pacing transvena tidak tersedia. Elektrode epicardial biasa
digunakan selama operasi jantung. Pacing atrium kiri
melalui elekcrode esofageal, merupakan teknik yang
mudah, non invasive tapi hanya berguna jika gejalanya
sinus

bradikaidi

dan

untuk

termihasi

takiaritmia

supraventrikuler.
Sekali diletakkan, elektrode pacing dihubungkan
dnegan generator denyut elektrik yang seoara periodik
mengirim impuls dengan kecepatan dan jarak yang sudah
diatur. Pembangkit pacemaker dapat juga merasakan
aktifltas elektrik jantung secara spontan (biasa ventrikuler).
Ketika akdfitas terdeteksi, pembangkit mensupresinya.
Pembangkit pacemaker dapat berfungsi sebagai mode
tetap

(usinkrom)

meningkatkan

atau

sensitiftas).

mode

pilihan

Elektrode

(dengan

terendah

)ang

dapat

depolarisasi

miokardium

disebut

ambang

(biasanya < 2 mA untuk elektrode transvena). Pola LBBB


diobservasi ketika elektrode pacing di dalam ventrikel
kanan karena ventrikel Kanan didepolarisasi langsung.
Sedangkan ventrikel kiri didepolarisasi kemudian oleh
konduksi yang melalui miokardium, bukan sistem konduksi
normal.

Apakah AV Sequential Pacing?


Pacing ventrikel sering menurunkan output jantung
karena kontribusi atrial kc pengisiari ventrikel menghilang.
Saat sistem konduksi AV mengala kelainan, kohtraksi atrial
dapdt dipertahankan oleh stimulasi
mernisahkan
pR

dapat

elektrode atrial
bervaiiasi

sekuensial

dengan

dengan ventrikel. Interval

dengan

mengatur

kelambatan

antara impute atrial dengan ventrikel (biasanya 150200ms).

Bagaimana Pacemaker Diklasifikasikan?


Pacemaker dikategorikan olch 5 kode, berdasar letak
bilik, bilik rasa, respon merasa, programabilitas, dan fungsi
aritmia. 2 pacing yang paling sering digu-nakan adalah WI
dan DDD. Jika pacemaker diletakan pada pasien ini

bagaimana dapat mengevaluasi fungsi?


Jika

ritme

yang

mendasan

lebih

lambat

dari

pengaturan kecepatan pacemaker, puncak pacing tampak


di

EKG.

Puncak

kecepatan

perlu

diketahui

utnuk

diprogramkan (pacemaker permanen biasanya 72/menit)


atau pengaturan pacemaker temporer; kecepatan lebih
lambat menunjukan baterai lemah. Setiap puncak pacing
diikuti komplek QRS. Setiap impuls diikuti denyut arteri
yang teraba. Jika pasien me;npunyai pacemaker temporer,
ritme daat ditetapkan secara temporer memperlambat
kecepatan pacing atau menurunkan output.
Ketika detak jantung pasien lebih cepat, puncak
pacing

sebaiknya

merasakan

tidak

dengan

diobservasi

benar.gambaran

jika

pembangkit

ventrikel

tidak

dievaluasi kecuali jika kecepatan pacemaker meningkat;


atau penurunan denyut jantung mendadak. Yang terakhir
mungkin

disebabkan

oleh

peniugkatan

tonus

vagal

(manuver valsava atau stimulasi karotid). Foto thorax


berguna untuk menyingkirkan fraktur atau pemindahan
lead pacing. Jika diduga terdapat mal-fungsi pacemaker,
dibutuhkan konsultasi ke kardiologis

Apakah

Kondisi

Pacemaker ?

IntraoperatifMenyebabkan

Malfungsi

Interferensi, elektrik dari unit elektrokauter operasi


dapat

diinterprestasikan

miokardial
Masalah

dan

dapat

dengan

sebagai

supresi

aktiftas

generator

olektrokauter

elektrik

pacemaker.

diminimalisir

dengar

pembatasan pemakaian , membatasi output kekuatan,


meletakan lempeng di tanah ssbisa mungkin jauh dari
generator pacemaker dan menggunakan kauter bipolar.
Monitoring

kontinu

dari

gelombang

denyut

arteri

(tekanan, pletismogram, atau sinyal oksimetri) untuk


memastikan perfusi selama elektrokauter. Miopotensial
berkaitan dengan suksinilkolin menginduksi fasikulasi atau
menggigil

post

pacemaker.

operasi

dapat

Hipokalemia

mensupresi

dan

venerator

hiperkalemia

dapat

mengubah ambang elektrode pacing untuk depolarisasi


miokardium dan dapat menyebabkan kegagalan impuls
pacing untuk depolarisasi ventrikel. Iskemi miokard, infark,
atau jaringan parut dapat mningkatkan kegagalan ventrikel.

ApakahTepat Mengukur Jika Pacemaker Gagal Intraoperasi?


Jika

pacemaker

temporer

gagal

intraoperasi,

konsentrasi oksigen inspirasi ditingkatkan sampai 100%.


Hubungan dan baterai harus dicek. Kebanyakan unit
mempunyai indicator baterai dan lampu menyala tiap
impuls. Generator diatur pada mode asinkron dan output
ventrikel diatur maksimum. Eiektrode transvena temporer
gagal memfoto ventrikel berkaitan dengan peletakan
elektrode jauh dari endokardium ventrikel. Managemen
farmakologi

(atropin,

isoproterenol,

atau

epinefrin)

mungkin bermanfaat sampai masalah diatasi. Jika tekanan


darah arterial adekuat tidak dapat dipertahankan dengan
adrenergik, resusitasi kardiopulmoner dilakukan sampai
elektrode pacing lain diletakan atau generator barn
tersedia. Jika malfungsi pacemaker permanen (seperti
elektrokauter),

sebaiknya

dikonversi

menjadi

mode

asinkron. Beberapa unit akan reprogram otomatis ke


mode asinkron jika terdeteksi malfungsi. Pacemaker lain
harus direprogram dengan meletakan magnet eksternal.
Efek magnet ekstcrnal pada beberapa pacemaker terutama
selama elektrokauter tidak dapat diduga dan sebaiknya
ditentukan sebelum operasi.

Obat Anestesi Manakah Yang Sesuai Untuk Pasien Dengan


Pacemaker?
Semua
pasien

yang

obat

anestesi

menggunakan

aman

digunakan

pacemaker.

unutk

Bahkan obat

volatile tidak menunjukkan efek pada ambang elektrode


pacing. Anestesi lokal biasa digunakan dengan sedasi infra
vena ringan untuk peletakan pacemaker permanen.

Kapan-Lead

Pacemaker

Transvena

Permanen

Diletakan,

Bagaimana Menilai Fungsi Mereka?


Fungsi lead permanen pada posisi akhir mereka
diketahui dengan tes eksternal dengan mengukur ambang
voltage, impedensi lead, dan amplitude) potensial. Output

voltage inisial 5mV dan durasi denyut 0,5 ms. kecepatan


pacing meningkat sampai 100%. Pada poin tersebut,
output voltage turun lambat untuk menentukan voltage
minimum yang menyababkan 100% (ambang voltage).
Ambang voltage ventrikel sebaiknya < 0,8 mV dan ambang
voltage

atrial

sebaiknya

250-1000

pada

output

5V.Amplitude) potensia1 biasanya > 6mV dan >2 mV


untuk elektrode ventrikel dan atrial

You might also like