Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis yang terjadi
secara mendadak, yang disebabkab oleh gangguan peredaran darah otak. Stroke masih
menjadi penyebab kematian dan disabilitas utama di dunia. Dengan kombinasi seluruh tipe
stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga penyebab utama kematian dan
urutan pertama penyebab utama disabilitas. Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang
lebih tinggi terdapat pada stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien
yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.1,2
Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 - 15% dari seluruh stroke dan memiliki
tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark serebral. Literatur lain menyatakan hanya 8 18%
dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun, pengkajian retrospektif terbaru
menemukan bahwa 40.9% dari 757 kasus stroke adalah stroke hemoragik. Namun pendapat
menyatakan bahwa peningkatan presentase mungkin dikarenakan karena peningkatan kualitas
pemeriksaan seperti ketersediaan CT scan, ataupun peningkatan penggunaan terapeutik agen
antiplatelet dan warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan.2
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas dan
menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Salah satu upaya yang
berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengenalan gejala-gejala stroke dan
penanganan stroke secara dini dimulai dari penanganan pra rumah sakit yang cepat dan tepat.
Dengan penanganan yang benar-benar pada jam-jam pertama paling tidak akan mengurangi
kecacatan sebesar 30% pada penderita stroke.1,3,4
Tidak bisa dihindarkan fakta bahwa kebanyakan pasien stroke datang dan dilihat
pertama kali oleh klinisi yang belum memiliki pengalaman yang cukup di semua poin
terpenting dalam penyakit serebrovaskular. Keadaan semakin sulit dikarenakan keputusan
kritis harus segera dibuat mengenai indikasi pemberian antikoagulan, investigasi
laboratorium lebih lanjut, dan saran serta prognosa untuk diberikan kepada keluarga. Oleh
karena itu, karya tulis ini ditujukan untuk mempelajari kasus stroke hemoragik yang
berlandaskan teori guna memahami bagaimana cara mengenali, mengobati, dan mencegah
stroke, termasuk tindakan pada saat akut dan pada tingkat kronis, sehingga dapat
mengoptimalisasi kemampuan dan pelayanan dalam merawat pasien yang menderita stroke
hemoragik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat
gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke
dalam jaringan otak.5, 12
2.2. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan.2 Sekitar 0,2%
dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan meninggal pada
tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan, dan sepertiga sisanya
dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai
penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya.5
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana 1015% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral. Mortalitas dan
morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya
sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu,
ada sekitar 40-80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan
sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita
stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur
lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki
menunjukkan outcome yang lebih buruk.2
2.3. Etiologi
Keterangan
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi
pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali
Hipertensi
Seks
Riwayat keluarga
Penyakit jantung
atrium,
aneurisma
septum
atrium,
dan
lesi
Karotis bruits
Merokok
bahwa
risiko
merokok
stroke
untuk
jelas
segala
menyebabkan
usia
dan
Peningkatan
hematokrit
jumlah
batang
rokok: yang dihisap, dan penghentian merokok
Konsumsi
alkohol
mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti bukan
Ada peningkatan
risikotahun
infark
dan perdarahan
perokok
dalam masa lima
setelahotak,
penghentian.
subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada
Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan,
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati,
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
Kegemukan
:
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi
Diukur dengan
tubuh relatif
atau body
mass indexs,
trombosit
akibat berat
trombositosis.
Perdarahan
Intraserebral
dan
obesitas telah
secara konsisten
meramalkan berikutnya
subarachnoid
kadang-kadang
dapat terjadi.
stroke. Asosiasi
dengan
stroke
dapat dijelaskan
oleh
Tingkat
fibrinogen
tinggi
merupakan
faktor sebagian
risiko untuk
adanya trombotik.
hipertensi dan
diabetes.
Sebuah
berat relatif
lebihjuga
dari
tingkat fibrinogen stroke
Kelainan
sistem
pembekuan
darah
30% dicatat,
di atas
kontributor
independen
dan
kelainan telah
sepertirata-rata
antitrombin
III dan kekurangan
proteinkeC
atherosklerotik
infark
otak berikutnya.
system pembekuan serta
protein S dan
berhubungan
dengan vena thrombotic.
Peningkatan
Hemoglobinopathy
Sickle-cell disease :
Infeksi meningeal
dapat
mengakibatkan
infark
trombosis
vena kortikal.
Keseluruhan
kejadian
strokeserebral
dalam
melalui pengembangan
inflamasi dalam dinding
Sickle-cell
disease adalahperubahan
6-15%.
pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis
dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia
Paroxysmal
Hemoglobinuria
Predisposisi Nocturnal
trombosis arteri
atau vena di: otak. Estimasi risiko
atau
Penyalahgunaan
obat
homosistinuria
Migrain
Suku bangsa
Lokasi geografis
Sirkadian
faktor
2.5. Patogenesis
A. Perdarahan Intraserebral
6
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis melemahkan
arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat
menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa
orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak.
Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan
perdarahan.7
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka, tumor,
peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan
dalam dosis yang terlalu tinggi.
B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena cedera
kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.7
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu,
ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh.
Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah
arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding
arteri itu.7
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat
kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah
hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak.
Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya
diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup
jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.7
2.6. Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20
detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit.
Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke).
Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia.
Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.8
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+
dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K + ekstrasel sehingga menimbulkan
depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan
kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat
kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.8
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi,
yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi
yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.8
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan
otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus
lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia,
gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan
hemineglect.8
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior
dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan
bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem
limbik.8
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan
kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.8
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang
disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia
8
basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan
terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan
menyebabkan defisit sensorik.8
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan
otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan
infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan
tergantung dari lokasi kerusakan:8
Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia
(traktus piramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),
singultus (formasio retikularis).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf
okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran
tetap dipertahankan).
biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan
tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.2
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,
kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong,
dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah
sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan
memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan
pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.2
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi
batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea,
dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain:
ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis,
hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang
mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia,
wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.2,9
A Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita,
serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua,
sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada.
kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu
sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu
atau hilang.
Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,
muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik
untuk menit.2,9
B Perdarahan Subaraknoid
10
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada
saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:2,9
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut
sakit kepala halilintar)
Penglihatan ganda
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu
harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.2,9
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran
singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit.
Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun,
merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin
menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 2,9
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi
lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala
terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 2
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan pada
bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 2,9
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau jam.
Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan
subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: 2,9
11
Akibatnya,
tekanan
dalam
Hydrocephalus
mungkin
akan
stroke
iskemik,
seperti
sisi
tubuh,
12
13
GCS Score
15
13-14
13-14
7-12
+ or -
3-6
+ or -
Fisher grade
Dari keempat grading tersebut yang dipakai dalam studi cedera kepala yaitu modified
Hijdra score dan Fisher grade. Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH
primer akibat rupturnya aneurisma. 10
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita
14
stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan
kadar serum glukosa.2
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah
langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan.
Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi
komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non
kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari
stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial
lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter
lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan
daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular
yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk
memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki
kejadian signifikan dengan stroke.2
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis,
meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan subaraknoid,
hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic
Attack (TIA).2
2.9. Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a
stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
15
pengendalian kejang
pemeriksaan penunjang
Terapi hemostatik 1
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor
VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi
yang normal.
Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant,
tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 1
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan
ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90g/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus
16
17
Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: 1
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat
darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas
yang adekuat.
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian
status neurologi.
Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,
banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak
berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien
dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan
klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi
klinik khusus.
Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara
oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti
memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium
antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
19
Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasienpasien yang gagal dengan terapi konvensional.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering dipakai
adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis
6-12 g/hari.1
6. Antihipertensi 1
a
Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik
(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum
tindakan operasi aneurisma clipping).
Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari
90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
20
Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.
Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan
NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan
tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,
kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang
disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis
100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis
terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang
tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai
faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri
serebri media.1
21
9. Hidrosefalus 1
a
Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase
eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang dan
infeksi.
b
Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer
Analgesik:
Asetaminofen -1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
Antagonis H2
Antasida
2.11. Pencegahan
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi
berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi
yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1
23
Menghentikan rokok
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti
hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.1
24