Professional Documents
Culture Documents
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Karakteristik Waduk
2.1.1. Umum
Pada umumnya tujuan dari dibangunnya suatu waduk atau bendungan adalah
untuk melestarikan sumber daya air dengan cara menyimpan air disaat kelebihan yang
biasanya terjadi pada saat musim penghujan. Air yang datang melimpah pada musim
penghujan tersebut ditampung dan disimpan serta dipergunakann secara tepat guna
sepanjang tahun. Diharapkan pula banjir dapat dicegah serta kekurangan air pada saat
musim kemarau dapat diatasi.
Karakteristik suatu waduk yang merupakan bagian pokok dari waduk yaitu
volume hidup (live storage), volume mati (dead storage), tinggi muka air (TMA)
maksimum, TMA minimum, dan elevasi mercu bangunan pelimpah berdasarkan debit
rencana. Dari karakteristik fisik waduk tersebut didapatkan hubungan antara elevasi
dan volume tampungan yang disebut dengan lengkung kapasitas waduk. Lengkung
kapasitas tampungan waduk merupakan data yang menggambarkan volume tampungan
air di dalam waduk pada setiap ketinggian muka air.
6
2.1.2. Tampungan-Tampungan dalam Waduk
Bagian-bagian pokok sebagai ciri fisik suatu waduk adalah sebagai berikut:
1. Tampungan berguna (usefull storage) adalah volume tampungan di antara
permukaan genangan minimum (low water level = LWL) dan permukaan genangan
normal (normal water level = NWL).
2. Tampungan tambahan (surcharge storage) adalah volume air diatas genangan
normal selama banjir. Untuk beberapa saat debit meluap melalui pelimpah.
Kapasitas tambahan ini biasanya tidak terkendali, dengan pengertian hanya ada
pada waktu banjir dan tidak dapat dipertahankan untuk penggunaan selanjutnya.
3. Tampungan mati (dead storage) adalah volume air yang terletak dibawah
permukaan genangan minimum, dan air ini tidak dimanfaatkan dalam
pengoperasian waduk.
4. Tampungan tebing (valley storage) adalah banyaknya air yang terkandung di dalam
susunan tanah pervious dari tebing dan lembah sungai. Kandungan air tersebut
tergantung dari keadaan geologi tanah.
5. Permukaan genangan normal (normal water level = NWL) adalah elevasi
maksimum yang dicapai oleh permukaan air waduk.
6. Permukaan genangan minimum (low water level = LWL) adalah elevasi terendah
bila tampungan dilepaskan pada kondisi normal. Permukaan ini dapat ditentukan
oleh elevasi dari bangunan pelepasan yang terendah.
7. Permukaan genangan pada banjir rencana adalah elevasi air selama banjir
maksimum direncanakan terjadi (flood water level = FWL).
8. Pelepasan (realese) adalah volume air yang dilepaskan secara terkendali dari suatu
waduk selama kurun waktu tertentu.
9. Periode kritis (critical periode) adalah periode dimana sebuah waduk berubah dari
kondisi penuh ke kondisi kosong tanpa melimpah selama periode tertentu. Awal
periode kritis adalah keadaan waduk penuh dan akhir periode kritis adalah ketika
waduk pertama kali kosong.
Mercu Pelimpah
Tampungan Efektif
MOL
Saluran Pengambilan
Tampungan Mati
Dasar Sungai
Gambar 2.2. Zona-Zona Tampungan Waduk
Sumber: http://www.freevynou.com
2.1.3. Kapasitas Tampungan Beberapa Waduk Besar
Tabel 2.1. Kapasitas Tampungan Waduk di Indonesia
Vol. Waduk pada Kondisi Tertentu (juta m3)
m.a
m.a
Nama Bendungan
Vol. Mati
Vol. Efektif
Banjir
Normal
1. Saguling
970
875
264
661
2. Cirata
2165
2165
177
796
3. Juanda
2893
2556
960
1790
4. Sutami
390
343
90
253
5. Mrican
50
194
146
47
6. Wonogiri
735
560
120
440
7. Wonorejo
259
122
16
106
8. Kedungombo
986
723
88
635
Sumber: http://pustaka.pu.go.id
No
2.1.4
menampung air dan mendistribusikannya. Usia guna waduk ditinjau dari penuhnya
dead storage oleh sedimen. Waktu pengendapan dari berbagai elevasi dikumulatifkan
untuk mendapatkan usia waduk. Waduk mempunyai suatu tampungan untuk pengendali
banjir dan tidak diharapkan muka air berada dalam tampungan ini untuk periode waktu
yang penting, sebagian akumulasi sedimen harus diendapkan dalam tampungan ini.
2.1.4.1. Perkiraan Usia Guna Berdasarkan Kapasitas Tampungan Mati (Dead
Storage)
8
Perhitungan ini berdasarkan pada berapa waktu yang dibutuhkan oleh sedimen
untuk mengisi kapasitas tampungan mati. Dengan diketahui besarnya kapasitas
tampungan mati dan besarnya kecepatan laju sedimen yang mengendap, maka akan
diketahui waktu yang dibutuhkan sedimen untuk mengisi pada daerah tampungan mati.
Semakin bertambah umur maka semakin berkurang kapasitas tampungan matinya, yang
kemudian akan mengganggu pelaksanaan operasional waduk. Sehingga hal ini
merupakan acuan untuk memprediksikan kapan kapasitas tampungan mati tersebut akan
penuh.
2.1.4.2
Rangkaian pelepasan
terkendali D (t)
limpahan
Debit, yaitu volume air yang mengalir per satuan waktu melewati suatu
penampang melintang palung sungai, pipa, pelimpah, aquifer dan sebagainya.
Limpasan (run off), yaitu semua air yang bergerak ke luar dari pelepasan (outlet)
daerah pengaliran ke dalam sungai melewati rute, baik di atas permukaan maupun
lewat bawah tanah sebelum municipal sungai tersebut.
Limpasan permukaan (surface run off), yaitu limpasan air yang selalu mengalir
di atas permukaan tanah.
Limpasan bawah tanah (subsurface run off), yaitu limpasan air yang selalu
melewati rute bawah tanah, dan waktu meninggalkan daerah pengaliran pada
pelepasannya berupa aliran permukaan (surface stream).
10
Limpasan bulanan, yaitu volume air selama bulan tertentu atau ekuivalen dengan
suatu titik pada suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan
hidrograf di titik lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri lewat palung sungai atau lewat
waduk.
Tujuan penelusuran banjir adalah sebagai berikut:
1.
2.
Perhitungan hidrograf satuan pada berbagai titik sepanjang sungai dari hidrograf
satuan di suatu titik si sungai tersebut.
3.
4.
aliran tidak tunak (non steady flow), sehingga dapat dicari penyelesaiannya. Karena
pengaruh gesekan tidak dapat diabaikan, maka penyelesaian persamaan dasar alirannya
akan sangat sulit. Dengan menggunakan cara karakteristik atau finite element akan
diperoleh penyelesaian yang memadai, tetapi masih memerlukan usaha yang sangat
besar.
Cara penelusuran banjir yang akan diuraikan dalam bab ini tidak didasarkan atas
hukum-hukum dasar hidrolika, yang ditinjau disini hanyalah hukum kontinuitas,
sedangkan persamaan keduanya didapatkan secara empiris dari pengamatan banjir. Oleh
karenanya berlakunya cara ini harus diperiksa untuk setiap kasus khusus.
2.1.6.1. Penelusuran Banjir Lewat Palung Sungai
Penelusuran banjir dengan cara Muskingum berlaku dalam kondisi:
11
1.
Tidak ada anak sungai yang masuk ke dalam bagian memanjang palung
sungai yang ditinjau.
2.
Penambahan atau kehilangan air oleh curah hujan, aliran masuk atau
keluar air tanah dan evaporasi, kesemuanya ini diabaikan.
Persamaan kontinuitas yang umum dipakai dalam penelusuran banjir adalah:
I Q
Dengan:
ds
dt
(2.1)
= debit yang keluar dari akhir bagian memanjang palung sungai (m3/dt)
I1 I 2
2
I =
Q1 Q2
2
dS = S2 S1
sehingga rumus (2.1) dapat diubah menjadi:
I
I1 I 2
Q Q2
+ 1
= S2 S1
2
2
(2.2)
penelusuran banjir lewat palung sungai ini terletak pada cara mendapatkan persamaan
kedua ini.
Pada penelusuran banjir lewat waduk, persamaan tersebut lebih sederhana, yaitu
Q2 = f (S2). Tetapi pada penelusuran banjir lewat palung sungai besarnya tampungan
tergantung pada debit masuk dan debit keluar. Persamaan yang menyangkut hubungan S
dan Q pada palung sungai hanya berlaku untuk hal-hal yang khusus, yang bentuknya
adalah sebagai berikut:
S = k {x I + (1-x) Q}
12
k dan x ditentukan oleh hidrograf debit masuk dan debit keluar yang masingmasing diamati pada saat bersamaan, sehingga hanya berlaku untuk bagian memanjang
palung sungai yang ditinjau.
Faktor x merupakan faktor penimbang (weight) yang besarnya berkisar antara 0
dan 1, biasanya lebih kecil dari 0,5 dan dalam banyak hal besarnya kira-kira sama
dengan 0,3 serta tidak berdimensi.
Karena S mempunyai dimensi volume, sedangkan I dan Q berdimensi debit,
maka k harus dinyatakan dengan dimensi waktu (jam atau hari).
Dari persamaan (2.2) dapat dibuat persamaan berikut:
S1 = k {x I1 + (1-x) Q1}
S2 = k {x I2 + (1-x) Q2}
Dari persamaan didapat:
Q2 = c0 I2 + c1 I1 + c2 Q1
dimana
kx 0,5t
c0 = - k kx 0,5t
kx 0,5t
c1 = k kx 0,5t
k kx 0,5t
c2 = k kx 0,5t
dan c0 + c1 + c2 = 1
2.1.6.2. Penelusuran Banjir Lewat Waduk
Penelusuran lewat waduk, dimana penampungannya adalah merupakan fungsi
langsung dari aliran keluar (outflow), maka cara penyelesaiannya lebih eksak.
Berdasarkan rumus (2.2) diperoleh hubungan berikut:
I 1 I 2 Q1 Q2
S 2 S1
2
2
(2.2)
xt S 1 1 xt S 2 2 xt
2
2
2
jika
(2.3)
S 1 Q1
S
Q
I1 I 2
1 2
2
(2.4)
13
I1 dan I2 diketahui dari hidrograf debit masuk ke waduk, jika periode
penelusuran (Flood Routing) t telah ditentukan.
S1 merupakan tampungan waduk pada permulaan periode penelusuran yang
diukur dari datum fasilitas pengeluaran (puncak bangunan pelimpah atau spillway atau
sumbu terowongan outlet).
Q1 adalah debit keluar pada permulaan periode penelusuran kalau fasilitas
pengeluarannya berupa bangunan pelimpah (spillway), maka:
Q C.B.H
3
2
dengan:
C = koefisien debit bangunan pelimpah (1,7 2,2 m1/2/dt)
B = panjang ambang bangunan pelimpah (m)
H = tinggi energi di atas ambang bangunan pelimpah
Pada umumnya kecepatan air di waduk di depan ambang bangunan pelimpah
sangat kecil, sehingga dapat diabaikan. Kalau fasilitas pengeluarannya berupa
terowongan, maka harus diperhitungkan terhadap dua macam keadaan:
1.
Pada saat seluruh panjang terowongan belum terisi penuh oleh air,
sehingga masih berupa aliran bebas atau aliran alur terbuka. Dalam hal ini
digunakan rumus kontinuitas Q = V.A, dimana V menggunakan rumus Manning.
2.
di atas sumbu terowongan di hulu inlet terjadi peralihan dari aliran alur bebas menjadi
aliran tekan. Karena peralihan tersebut tidak dapat ditentukan pada ketinggian yang
tepat.
2.2.
Lengkung Kapasitas Waduk
2.2.1. Umum
Lengkung kapasitas waduk (storage capacity curve of reservoir) merupakan
suatu kurva yang menggambarkan hubungan antara luas muka air (reservoir area),
volume (storage capacity) dengan elevasi (reservoir water level).
14
Dari lengkung kapasitas waduk ini akan diketahui berapa besarnya tampungan
pada elevasi tertentu, sehingga dapat ditentukan ketinggian muka air yang diperlukan
untuk mendapatkan besarnya volume tampungan pada suatu elevasi tertentu, kurva ini
juga dipergunakan untuk menentukan besarnya kehilangan air akibat perkolasi yang
dipengaruhi oleh luas muka air pada elevasi tertentu.
Dari persamaan lengkung kapasitas tinggi dapat ditentukan tinggi muka air
waduk dengan persamaan:
H = Ch. S0,5
(2.5)
dengan:
A
Ch
= koefesien
Jika kehilangan turut diperhitungkan, kehilangan ini dikalikan luasan untuk
(2.6)
dengan:
A
Ca
= koefisien
Tabel 2.2. Kapasitas Tampungan Waduk Wonorejo
Elevasi (m)
114
120
130
140
150
160
170
180
190
Sumber: http://pustaka.pu.go.id
Tabel 2.3. Kapasitas Tampungan Waduk Ir. H. Juanda
Interval Kontur (m)
110
107
105
100
15
Interval Kontur (m)
Luas Permukaan (km2)
95
67.1
90
57.4
85
46.4
80
41.3
75
35.9
70
30.1
65
24.7
60
18.5
55
13.7
50
8.98
45
2.86
40
0.14
37
0.05
Sumber: http://pustaka.pu.go.id
16
Banyaknya presipitasi.
b.
Banyaknya evapotranspirasi.
2. Faktor-faktor DAS
a.
b.
1. Faktor-faktor meteorologis
a.
Presipitasi.
b.
c.
d.
17
e.
f.
g.
Topografi.
b.
Geologi.
c.
Tipe tanah.
d.
Vegetasi.
e.
Jaringan drainasi.
3. Faktor-faktor manusiawi
a.
Struktur hidrolik.
b.
Teknik-teknik pertanian.
c.
Urbanisasi.
Debit Andalan
Debit andalan adalah besarnya debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan
air dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. Dalam perencanaan proyek
proyek penyediaan air terlebih dahulu harus dicari debit andalan (dependable
discharge), yang tujuannya adalah untuk menentukan debit perencanaan yang
diharapkan selalu tersedia di sungai (Soemarto, 1987).
Tabel 2.4 Besarnya Andalan untuk Berbagai Kegunaan
Kegunaan
1. Penyediaan air minum
2. Penyediaan air indutri
3. Penyediaan air irigasi untuk
Daerah iklim setengah lembab
Daerah iklim kering
4. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA)
Sumber: C.D. Soemanto, Hidrologi Teknik
Keandalan
99 %
95 98 %
75 85 %
80 95 %
85 90 %
18
Ada berbagai cara untuk menentukan debit andalan, masing-masing cara
mempunyai ciri khas sendiri-sendiri. Pemilihan metode yang sesuai umumnya
didasarkan atas pertimbangan data yang tersedia, jenis kepentingan dan pengalaman.
Metode-metode untuk analisis debit andalan tersebut antara lain berikut:
a)
Tahun normal, jika debit rata-rata tahunannya sama dengan atau mendekati debit
rata-rata dari tahun ke tahun.
Tahun kering, jika debit rata-rata tahunannya di bawah debit rata-rata dari tahun
ketahun.
Tahun basah, jika debit rata-rata tahunannya diatas debit rata-rata dari tahun
ketahun.
b)
yang minimum.
Menurut Suyono Sosrodarsono (1980:204), terminologi debit dinyatakan
sebagai berikut:
1.
Debit air cukup (affluent), yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit
sebanyak 95 hari dalam setahun (peluang keandalan 26,02%).
2.
Debit air normal, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak
185 hari dalam setahun (peluang keandalan 50,68%).
19
3.
Debit air rendah, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak
275 hari dalam setahun (peluang keandalan 75,34%).
4.
Debit air kering, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak
355 hari dalam setahun (peluang keandalan 97,30%).
2.4.
yaitu model deterministik, model probabilistik dan model stokastik. Model stokastik
mampu mengisi kekosongan di antara kedua model tersebut, yaitu mempertahankan
sifat-sifat peluang yang berhubungan dengan runtun waktu kejadiannya. Termasuk
dalam model stokastik adalah proses perpanjangan runtun data.
Sedangkan dasar-dasar teknik pembangkitan data dapat dijelaskan seperti
berikut, dasar proses perpanjangan runtun data (generated) adalah bahwa prosesnya
tidak berubah, dalam arti sifat-sifat statistik proses terhadap runtun data historis tidak
berubah terhadap waktu sehingga sifat-sifat kejadian sesungguhnya dapat dipakai untuk
membuat runtun data sintetis yang panjang. Kegunaan pembangkitan data debit sungai
adalah:
1.
2.
3.
yang saling bersangkut paut dan menimbulkan pengaruh bertindak menghasilkan suatu
rangkaian waktu (time series). Proses terbaik adalah yang sesuai dengan karakteristik
fisik dari rangkaian waktu tersebut. Sedangkan dari segi pandang stokastik, aliran
sungai bisa dipandang dari empat komponen yaitu:
1.
2.
3.
4.
(2.8)
20
2.4.1. Bilangan Random
Data debit historis dan sintetik memiliki urutan terjadi berdasarkan proses acak,
serta terletak dalam interval waktu tertentu. Urutan nilai ini sering disebut rangkaian
waktu (time series). Secara umum nilai ke-i dari variabel X yang merupakan anggota
dari suatu rangkaian waktu adalah jumlah dari 2 komponen.
Xi = di + ei
(2.9)
(2.10)
dengan:
t1 dan t2
u1,u2,u3
Metode lain untuk memperoleh bilangan acak normal dengan persamaan Box
Muller, yaitu:
2 . ln(U i ) Cos (2 . . U i 1 )
(2.11)
N i 1
2 . ln(U i ) Sin ( 2 . . U i 1 )
(2.12)
Ni
dengan:
N1 dan N2
u1,u2,u3
Xi, b
i 1
dengan:
X
= debit rata-rata.
n = jumlah tahun.
Xi,b
(2.13)
21
2. Perhitungan standar deviasi
2
1 b
Xi X
Sd =
n 1 i 1
1/2
(2.14)
3. Perhitungan koefisien korelasi antar aliran dalam waktu i. dan waktu i.-1
n
rj =
X
i 1
i, b
, X i, b 1 n.X b .X b 1
(2.15)
Sd b .Sd b 1. n 1
Xb
rb. Sd b
q i, b 1 X b 1 + t i, b . Sd b . 1 rb2
Sd b 1
(2.16)
dengan:
qi,b
Xb , Xb-1
rb , rb-1
Sdb , Sdb-1
ti,b
qi,b-1
22
Prinsip uji hipotesis ini adalah membandingkan variansi gabungan antara
kelompok sampel (variance between group) dengan varian kombinasi seluruh
kelompok.
F hitung =
S12
, (S12 S22)
S2 2
F hitung =
S2 2
, (S12 S22)
S12
dengan:
S12
S2
n 1Sd 12
n 1 1
n 1Sd 22
= variansi sampel 2 (debit sintetis) =
n 2 1
n 1 n x i x
k
F1 =
x
k
i 1
i 1 j1
ij
xi x j x
k 1 k x j x
k
F2 =
x
k
i 1 j1
ij
(2.17)
i 1
xi x j x
(2.18)
23
dengan:
XI
Xj
Xij
= banyak bulan.
2.4.3.2. Uji T
Uji T termasuk jenis uji untuk sampel kecil. Sampel kecil adalah dimana ukuran
sampel n < 30. Untuk mengetahui apakah 2 sampel x1 dan x2 berasal dari populasi yang
sama, maka dihitung t score dengan rumus:
x1 x2
t
1
1
N1 N 2
N1 1 s12 N 2 1 s2 2
N1 N 2 2
(2.19)
(2.20)
dengan:
x1 = rerata dari sampel x1
x 2 = rerata dari sampel x2
s1
s2
=N1+N22 dan = (Level of Significance). Apabila t score < t tabel, maka H0 diterima,
dan jika sebaliknya maka H0 ditolak.
2.5.
Simulasi Pola Operasi di Waduk
2.5.1. Umum
Pola Operasi waduk adalah patokan operasional bulanan suatu waduk dimana
debit air yang dikeluarkan oleh waduk harus sesuai dengan ketentuan agar elevasinya
24
terjaga sesuai dengan rencana. Pola operasi waduk disepakati bersama oleh para
pemanfaat air dan pengelola melalui Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA).
Tujuan dari disusunnya pola operasi waduk adalah untuk memanfaatkan air
secara optimal demi tercapainya kemampuan maksimal waduk dengan cara
mengalokasikan secara proporsional sehingga tidak terjadi konflik antar kepentingan.
Pengoperasian waduk secara efisien dan optimal merupakan permasalahan yang
kompleks karena melibatkan beberapa faktor seperti:
Debit inflow yang akan masuk ke waduk yang tergantung dari ketepatan
perencanaan debit yang akan masuk ke waduk tersebut.
Keandalan peralatan monitoring tinggi muka waduk, debit aliran dan curah hujan.
Kemampuan Operasional.
25
(2.21)
dengan:
t
St
St+1
Qt
Dt
Et
Lt
pemenuhan 100%.
2.5.4. Simulasi Luas Lahan yang Dapat Diairi
Simulasi luas lahan yang dapat diairi diizinkan dengan peluang kegagalan
maksimum sebesar 20%, untuk pemenuhan seluruh kebutuhan air dari kapasitas
tampungan yang ada.
Dengan mempertimbangkan luas genangan waduk yang bervariasi terhadap
waktu, maka lebih lanjut persamaan ditulis sebagai berikut (Sudjarwadi, 1990):
St + 1 = St + Qt + Rt(A) Ot Et Pt SPt(A)
(2.22)
dengan:
Rt(A)
Ot
Et(A)
Pt
26
sebagai fungsi luas permukaan waduk, dapat diabaikan.
2.6.
Outflow Tampungan Waduk
2.6.1. Outflow Melalui Pelimpah
Debit outflow melalui pelimpah dihitung berdasarkan rumus berikut ini:
Q = C . L . H 3/2
dengan:
Q
2.6.2
Kehilangan Air di Waduk Akibat Evaporasi
2.6.2.1. Umum
Evaporasi adalah proses perubahan fisik yang mengubah suatu cairan atau
bahan padat menjadi gas melalui proses perpindahan panas. Besarnya harga evaporasi
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang terkadang tidak merata di seluruh
daerah (Suyono, 1980:57).
Volume kehilangan air di waduk karena evaporasi dihitung dengan rumus:
Vew = Ev(t) x A(t) x t x 10
(2.23)
dengan:
Vew
Ev(t)
A(t)
asumsi bahwa keliling basah pada penampang sungai dalam kondisi jenuh dan bersifat
impermeabel. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Ves = Ev(t) x L(t) x P x t
dengan:
Ves
Ev(t)
L(t)
(2.24)
27
Relatif hanya sedikit waduk-waduk yang mempunyai perhitungan-perhitungan
penguapan yang dapat diandalkan untuk bisa dijabarkan dari budjet air secara kontinyu,
tetapi nilai-nilai dari periode tertentu sering dapat mengecek atau mengkalibrasikan
teknik-teknik lainnya. Bila kondisinya sedemikian rupa sehingga hasil-hasil yang
memuaskan tidak diperoleh dengan menggunakan budjet air, penguapan dari waduk
yang ada dapat ditentukan baik dengan pendekatan aerodinamis empiris maupun budjet
energi. Kedua metode ini sebaiknya dipakai dalam jangka pendek, mengingat mahalnya
biaya yang diperlukan.
Pengoperasian stasiun panci (di dekat waduk, tapi tak cukup dekat untuk
terpengaruh secara materiil olehnya) untuk pengambilan data, relatif tidak mahal dan
akan memberikan hasil-hasil evaporasi waduk yang sebenarnya. Beberapa reabilitas
akan diperoleh jika adveksi waduk bersihnya dihitung, tetapi item ini jarang sangat
penting kecuali evaporasi musiman atau bulanan dari penguapan tahunannya
diperlukan.
Untuk studi-studi desain waduk, semua data yang berhubungan bagi daerah
tersebut harus dianalisa dengan menggunakan semua teknik untuk mana datanya cocok
bila aspek-aspek ekonomi perencanaan sangat memungkinkan, jarang terdapat alasanalasan yang dapat dibenarkan untuk membangun waduk yang besar sebelum diperoleh
pengumpulan data yang sekurang-kurangnya 1 atau 2 tahun dari panci dan data
meteorologi yang berhubungan dengan lokasi proyek.
2.6.3
Kebutuhan Air Irigasi
2.6.3.1. Umum
Kebutuhan air irigasi adalah adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman
dengan memperhatikan jumlah air yang disediakan oleh alam melalui hujan dan
kontribusi air tanah.
Penggunaan air irigasi ditetapakan dalam peraturan pemerintah no. 23 pasal 4
dan pasal 7 tahun 1992 tentang irigasi yaitu air irigasi digunakan untuk mengairi
tanaman, selain itu digunakan untuk pemukiman, ternak dan sebagainya. Untuk
memperoleh hasil produksi yang optimal pemberian air harus sesuai dengan jadwal
dengan jumlah dan waktu yang diperlukan tanaman.
Dalam pembangunan proyek irigasi banyaknya air diperlukan untuk pertanian
harus diketahui dengan tepat, sehingga pemberian air irigasi dapat diefisienkan dengan
maksimal.
28
Faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya pemakaian air irigasi adalah:
Jenis tanaman.
Jenis tanah.
Pengolahan tanah.
WR.A.T
Ki.1000
(2.25)
dengan:
DR
WR
Ki
(2.26)
Cu
Pd
(2.27)
29
NR
Re
(2.28)
(2.29)
dengan:
Etc
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
2.6.4
air tertentu bagi pemakaian tertentu sering disebut kriteria. Kriteria mutu air adalah
nilai-nilai yang didasarkan pada pengalaman dan kenyataan ilmiah yang dapat
dipergunakan oleh pemakainya untuk menetapkan manfaat-manfaat relatif dari air
tertentu, sedangkan baku mutu air biasanya untuk menetapkan taraf-taraf batas bagi
berbagai bahan kandungan yang dapat disetujui sesuai dengan tujuan pemanfaatan atau
pemanfaatan-pemanfaatannya.
Baku mutu air biasanya didasarkan pada salah satu atau beberapa hal dibawah
ini:
1.
30
2.
3.
4.
Percobaan-percobaan.
5.
dan kimianya.
Tabel 2.5 Ciri-Ciri Fisik
Ciri-Ciri Fisik
Batas yang Diijinkan
Kekeruhan
1 satuan
Warna
15 satuan
Bau
3 angka ambang bau
Sumber: Drinking Water Standard and Guidelines
Tabel 2.6 Ciri-Ciri Kimiawi dalam Miligram Perliter
Unsur
Atsenikum (As)
Barium (Ba)
Kadmium (Cd)
Klorida (Cl)
Chromium
Tembaga (Cu)
Ekstrak Chloroform Carbon (CCC)
Sianida (CN)
Fluorida (F)
Besi (Fe)
Timah (Pb)
Mangan (Mn)
Mercury (Hg)
Bahan methylene biru aktif
Nitrogen nitrat (NO3 sebagai N)
Selenium (Se)
Perak (Ag)
Sulfat (SO4)
Bahan padat terlarut semua
Seng (Zn)
Aldrin
DDT
Dieldrin
Chlordane
31
Unsur
Endrin
Hepta chlor
Hepta chlor epoxide
Lindane
Methoxy chlor
Toxaphene
0,005
Insektisida organophosphorus
Azodrin
0,003
Dichlorvos
0,01
Dimethoate
0,002
Ethion
0,02
Sumber: Drinking Water Standard and Guidelines
0,0002
0,0001
0,0001
0,004
0,1
2.6.5
Pembangkit Tenaga Listrik
2.6.5.1. Umum
Tujuan utama dari konsep dasar ini adalah dalam aspek pengembangan sumber
daya air seperti pemakaian air, pengaturan waduk dan sistem perencanaan menghasilkan
hal yang positif. Sebelum beberapa aspek tersebut memenuhi sasaran maka konsep
dasar dari teknik tenaga air perlu diketahui lebih dalam.
Perencanaan PLTA umumnya terdiri dari perencanaan dengan tinggi jatuh
rendah, perencanaan dengan tinggi jatuh menengah dan perencanaan dengan tinggi
jatuh tinggi.
Perencanaan dengan tinggi jatuh rendah berkisar antara beberapa feet sampai
kurang lebih 50 feet dengan tujuan mendapatkan debit yang besar. Sedangkan
perencanaan dengan tinggi jatuh menengah berkisar antara 50-200 feet, tentunya dalam
merencanakan dam yang tinggi khusus PLTA adalah cukup mahal sehingga biasanya
perencanaan ini dipilih jika kebetulan pada daerah sungainya ada terjunan. Sedangkan
perencanaan dengan tinggi jatuh tinggi bekisar antara 200-5000 feet. Perencanaan ini
hampir sama dengan perencanaan tipe menengah yaitu menentukan lokasi yang sesuai,
mengalirkan air pada saluran terbuka dengan kemiringan yang kecil sampai mencapai
beda tinggi antara kanal dan sungai bagian bawah tempat rumah turbin sebesar mungkin
sedangkan jarak horisontal antara kanal dan sungai sekecil mungkin.
2.6.5.2. Turbin
Terdapat dua jenis turbin, yaitu turbin impuls dan turbin reaksi. Pada turbin
impuls, pancaran (jet) air bebas mendorong bagian turbin yang terbuka yang
ditempatkan pada tekanan atmosfir. Pada turbin reaksi, aliran air terjadi dengan tekanan
pada ruang tertutup. Meskipun energi yang diberikan pada turbin impuls adalah semata-
32
mata energi kinetik sedangkan turbin reaksi juga memanfaatkan tekanan disamping
energi kinetik, tetapi kedua jenis turbin tersebut tergantung kepada perubahan
momentum dari air, sehingga gaya dinamiklah yang berputar atau runner dari turbin
tersebut.
Untuk PLTA pada umumnya turbin yang dipakai biasanya turbin reaksi. Pada
dasarnya turbin reaksi dibedakan menjadi dua yaitu:
Turbin Francis.
Turbin baling-baling.
Pada turbin Francis yang biasa air masuk kedalam rumah siput dan bergerak
kedalam runner melalui sederet sudut pengatur dengan celah-celah penyempitan yang
mengubah tinggi tekanan menjadi tinggi kecepatan.
Turbin baling-baling adalah suatu mesin yang digerakkan oleh gerakan aksial
dengan runnernya diletakkan di dalam saluran tertutup. Ada satu jenis lagi turbin reaksi
yang sering dipakai yaitu turbin kaplan. Turbin kaplan adalah suatu turbin baling-baling
dengan daun baling-baling yang dapat bergerak dan gerak majunya dapat diatur agar
sesuai dengan kondisi operasi yang baik.
2.6.5.3. PLTA di Waduk
PLTA di waduk adalah PLTA yang mempunyai tampungan air yang ukurannya
cukup untuk memungkinkan penampungan air kelebihan musim hujan guna musim
kemarau yang dimaksud untuk mengatur pastinya aliran air yang lebih dari pada aliran
alamiah minimum. Suatu PLTA aliran sungai biasanya hanya mempunyai kapasitas
waduk yang terbatas dan hanya dapat mempergunakan air bila memang datang.
Suatu pengembangan tenaga air umumnya meliputi sebuah bangunan sadap,
suatu pipa saluran (pipa pesat) untuk mengaliri air ke turbin, turbin-turbin dengan
mekanisme pengaturnya, generator pelengkapan kontrol dan tombol penghubung,
rumah peralatan, transfromator dan jarak transmisi ke pusat-pusat distribusi.
Dalam waduk, biasanya PLTA dibangun dengan dilengkapi pompa untuk
membangkitkan energi untuk beban puncak, tetapi pada waktu-waktu tertentu diluar itu
airnya dipompa dari kolam air buangan ke kolam hulu untuk pemanfataan yang akan
datang. Pompa ini memiliki nilai ekonomis tambahan bagi jaringan daya yang
bersangkutan. Penentuan PLTA di waduk dapat diperhitungkan tanpa memperhatikan
tampungan (ROR = Run Of River) atau dengan memperhatikan tampungan harian:
1.
33
2.
(2.30)
dengan:
Q2 = debit dengan adanya tampungan.
Q1 = debit tanpa adanya tampungan.
= perbandingan jumlah jam operasi tanpa adanya tampungan dengan adanya
tampungan.
Pada waduk yang mempunyai aktif tertentu, waduk membangkitkan daya
PLTA sesuai dengan debit outflow yang tersedia. Rumus pembangkitan tenaga PLTA
adalah sebagai berikut:
Pw = 9,8 EffPLTA . Q . He
(2.31)
dengan:
Pw
He
(2.32)
dengan:
El.MAW
(2.33)
34
kritis adalah waduk dalam keadaan penuh, akhir periode kritis adalah ketika waduk
pertama kali kosong. Jadi hanya satu kali kegagalan yang bisa terjadi selama periode
kritis. Definisi tersebut tidak diterima sepenuhnya, misalnya
Engineer (1975) menetapkan periode kritis mulai dari kondisi penuh melewati
kekosongan dan kembali ke kondisi penuh serta memakai istilah periode muka air surut
kritis (Critical drawdown period) terhadap perubahan tingkat penuh ke tingkat kosong.
Selanjutnya yang dipakai dalam analisa adalah definisi dari U.S. Army Corps of
Engineer.
2.7.3. Probabilitas Keandalan Debit
Probabilitas kejadian suatu peristiwa ditentukan oleh perbandingan antara
banyaknya kejadian terhadap jumlah kejadian yang mungkin dan kejadian yang tidak
mungkin (berpeluang atau yang tidak berpeluang). Kejadian suatu peristiwa biasanya
dinamakan keberhasilan, sedangkan kejadian yang tidak mungkin dinamakan
kegagalan.
Probabilitas keandalan debit adalah suatu kemampuan debit yang tersedia guna
memenuhi suatu perencanaan tertentu sepanjang satu periode, dengan resiko kegagalan
yang telah diperhitungkan.
2.7.4. Probabilitas Keandalan Tampungan
Suatu waduk lazim dikatakan andal apabila waduk tersebut mampu menjamin
kebutuhan minimum yang diperlukan. Penentuan yang didasarkan pada analisa catatan
historis tak dapat memberikan bukti-bukti keandalan suatu waduk.
Adapun probabilitas keandalan tampungan adalah kemampuan suatu tampungan
untuk menyediakan kebutuhan air yang direncanakan guna memenuhi kebutuhan, untuk
lebih jelasnya dapat dipakai kurva-kurva probabilitas lapangan. Kurva tersebut
menunjukan probabilitas bahwa alirannya selama suatu periode dimasa yang akan
datang yang sama dengan panjang rangkaiannya ternyata akan mampu mempertahankan
jumlah kebutuhan yang diingini tanpa mengalami penurunan. Suatu reabilitas 0,99
menunjukan bahwa hanya 1 dari 100 rangkaian yang akan mengalami penurunan,
misalnya suatu waduk dengan kapasitas tertentu memberikan jaminan 99% kesuksesan
pengoperasian selama umur proyek.