Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
dr. Januar Rizky Adriani
Pembimbing:
dr. Ismail
Puskesmas Patallassang
Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan
Program Dokter Internship Periode Desember 2013 - Maret 2014
BAB I
PENDAHULUAN
2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada
balita 75 per 100 ribu balita. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di
16 provinsi melaporkan KLB (kejadian luar biasa) diare di wilayahnya.
Jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya
menyebabkan kematian. Hal tersebut, terutama disebabkan rendahnya
ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat.
Untuk Puskesmas Patallassang, penyakit diare masih menjadi
masalah utama. Hal ini terlihat dari laporan setiap tahunnya yang
menyebutkan bahwa diare masih termasuk 10 penyakit terbanyak yang
ditemukan di Puskesmas . Pada tahun 2013, diare masih termasuk 10
penyakit menular terbanyak di Puskesmas Patallassang. Besarnya
prevalensi diare di Puskesmas Patallassang ini mendesak kita untuk segera
menentukan program dalam rangka menurunkan angka kejadian diare
sehingga dapat menekan beban terhadap kesejahteraan masyarakat.
1.2 Deskripsi Masalah
Masalah utama yang ditemukan di Puskesmas Patallassang yaitu
masih tingginya angka kejadian diare. Menurut teori Blomm, terdapat
empat faktor yang mempengaruhi kejadian suatu penyakit dalam
masyarakat, yaitu perilaku, lingkungan, biologis, dan pelayanan kesehatan.
Dalam kejadian diare, faktor-faktor tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut: faktor perilaku yaitu perilaku cuci tangan yang tidak
bersih, kebiasaan membuang sampah sembarangan, persiapan makanan
yang kurang higienis, dan penyimpanan makanan yang tidak higienis telah
mempertahankan angka kejadian diare di sebagian besar wilayah; faktor
lingkungan antara lain kebersihan air yang mengkhawatirkan karena
pencemaran oleh limbah dan sampah, pencemaran ini meningkatkan
kemungkinan infeksi dan diare pada masyarakat; faktor biologis yaitu
infeksi oleh virus, bakteri, dan parasit, serta kekurangan nutrisi berperan
penting dalam seluruh kasus diare; dan faktor layanan kesehatan yaitu
kesalahan diagnosis karena kurangnya pengetahuan untuk membedakan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa
air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali
atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari (Pedoman
Pemberantasan Penyakit Diare tahun 2007).
Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair
lebih dari tiga kali sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak
dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam atau hari.
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Diare
kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari namun tidak terus
menerus dan dapat disertai penyakit lain. Diare persisten merupakan istilah
yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare yang berlangsung 1530 hari dan berlangsung terus menerus.
2.2. Etiologi
Ditinjau dari teori Blum, penyebab diare dibedakan menjadi empat
faktor, yaitu: faktor biologi, faktor pelayanan kesehatan, faktor lingkungan
dan faktor perilaku.
2.2.1 Faktor Biologi
Kuman penyebab diare, antara lain:
1.
2.
3.
5.
ii. Tertelan
organisme
yang
mensekresikan
toksin.
Organisme
ini
organisme
yang
bersifat
enteroinvasif.
Organisme
ini
Vibrio
cholerae,
Campylobacter,
Yersinia
enterocolitica,
Staphylococcus aureus.
Protozoa:
kista
matang
yang
tertelan/terminum.
Misalnya,
e. Cacing:
tertelan
telur
matang/larva
yang
mengkontaminasi
karena
kurangnya
minat
perawat
atau
paramedis
yang
menyertainya menyebabkan posyandu hanyalah menjadi tempat untuk ibuibu mendapatkan imunisasi untuk bayinya. Seringkali posyandu hanya
tempat hidup yang dipandang paling sesuai bagi bibit penyakit lainnya yakni:
reservoir manusia, reservoir hewan, dan rerservoir serangga. Pada reservoir disini
bibit penyakit hidup di dalam tubuh manusia. Timbul atau tidaknya penyakit pada
manusia tersebut tergantung dari sifat-sifat yang dimiliki oleh bibit penyakit
ataupun pejamu.
Hubungan antara pejamu, bibit penyakit dan lingkungan dalam
menimbulkan suatu penyakit amat kompleks dan majemuk. Disebutkan bahwa
ketiga faktor ini saling mempengaruhi, dimana pejamu dan bibit penyakit saling
berlomba untuk menarik keuntungan dari lingkungan. Hubungan antara pejamu,
bibit penyakit dan lingkungan ini diibaratkan seperti timbangan. Disini pejamu
dan bibit penyakit berada di ujung masing- masing tuas, sedangkan lingkungan
sebagai penumpangnya.
Menurut Sutomo 1995, sanitasi lingkungan adalah bagian dari kesehatan
masyarakat secara umum yang meliputi prinsip-prinsip usaha untuk meniadakan
atau menguasai faktor-faktor lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit
melalui kegiatan- kegiatan yang ditujukan untuk :
a. Sanitasi air
b. Sanitasi Makanan
c. Pembuangan Sampah
d. Sanitasi Udara
e. Pengendalian vektor dan binatang mengerat
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
pengawasan
berbagai
faktor lingkungan
yang
mempengaruhi
derajat
kasar,
penggunaan
sikat
yang
menghabiskan
waktu dan
lokasi wastafel yang jauh dimana tangan harus berkali-kali dicuci menggunakan
sabun dan dikeringkan sehingga merepotkan.
Pencucian tangan khusus dalam lingkungan medis biasanya membutuhkan
banyak sekali sabun dan air untuk memperoleh busa dan saat telapak tangan
digosok secara sistematis dalam kurun waktu 15-20 detik dengan teknik mengunci
antar tangan, setelah tangan dikeringkan pun para tenaga medis tidak
diperkenankan untuk mematikan air atau membuka pegangan pintu, apabila hal ini
mereka harus lakukan, tangan harus dilidungi dengan kertas tisyu atau handuk
kering bersih.
Pada lingkungan pemukiman yang padat dan kumuh, kebiasaan mencuci
tangan secara benar dengan sabun dapat menurunkan separuh dari penderita diare.
Komunitas yang mendapatkan intervensi dan komunitas pembanding yang mirip
tapi tidak mendapatkan intervensi menunjukkan bahwa jumlah penderita diare
berkurang separuhnya.
Keterkaitan perilaku mencuci tangan dengan sabun dan penyakit diare,
penelitian intervensi, kontrol kasus, dan lintas sektor dilakukan menggunakan data
elektronik dan data yang terkumpul menunjukkan bahwa risiko relatif yang
didapat dari tidak mencuci tangan dari percobaan intervensi adalah 95 persen
menderita diare, dan mencuci tangan degan sabun dapat mengurangi risiko diare
hingga 47 persen.
b. Tidak memberikan ASI (Air Susu lbu) secara penuh 4-6 bulan pada
pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk
menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan
kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.
10
c. Menggunakan
botol
susu,
penggunaan
botol
ini.
Memudahkan
kuah sayur.
Mengobati dehidrasi ringan dan sedang dengan pemberian oralit.
Apabila terdapat dehidrasi berat maka sebaiknya dirujuk ke Rumah
Sakit.
Tetap memberi makanan sebagai sumber gizi. Cairan dan makanan
yang diberikan sesuai anjuran seperti ASI, susu formula, anak usia 6
11
12
1. Lihat
Keadaan Umum
Baik, sadar
*Gelisah, rewel
Mata
Normal
Cekung
Sangat cekung
Air mata
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Basah
Kering
Sangat kering
Rasa haus
Minum biasa,
Haus, ingin
tidak haus
Minum banyak
Kembali cepat
*Kembali lambat
*Kembali sangat
Dehidrasi
lambat
Dehidrasi berat.
ringan/sedang.
2. Periksa
Turgor kulit
3. Derajat
Tanpa dehidrasi
Dehidrasi
Rencana terapi A
Rencana terapi C
3. Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3
hari atau menderita sebagai berikut
Buang Air besar cair lebih sering
Muntah berulang-ulang
Rasa haus yang nyata
Makan atau Minum sedikit
Demam
Tinja berdarah
Anak harus diberi oralit di rumah bila :
14
ke petugas
kesehatan
merupakan
kebijaksaan
pemerintah
Jika akan diberi larutan oralit di rumah, tunjukkan kepada ibu jumlah
oralit yang diberikan setiap habis buang air besar dan diberikan oralit
yang cukup untuk 2 hari.
TERAPI
UNTUK
TERAPI
DEHIDRASI
RINGAN/SEDANG
Oralit yang diberikan dihitung dengan mengalikan berat badan penderita
(kg) dengan 75 ml. Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk
memudahkan di lapangan berikan oralit sesuai tabel dibawah ini
15
Bila anak menginginkan lebih banyak oralit berikanlah. Bujuk ibu untuk
meneruskan ASI. Untuk bayi dibawah 6 bulan yang tidak mendapat ASI
berikan juga 100 200 ml air masak selama masa ini
Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit.
lebih tua
Periksa dari waktu bila ada masalah
Bila anak muntah tunggu 10 menit dan kemudian teruskan pemberian
Bila tidak ada dehidrasi , ganti ke rencana terapi A, Bila dehidras telah
A
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat ganti dengan rencana terapi C
Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B:
Tunjukkan jumlah orait yang harus dihabiskan dalam terapi 3
jam di rumah
Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti
dirumah
Memberikan oralit atau cairanlain hingga diare berhenti
Memberi makan anak sebagaimana biasanya
Membawa anak ke petugas kesehatan.
16
17
18
Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat
makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna
dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga
pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Tidak ada makanan lain yang
dibutuhkan selama masa ini. ASI adalah makanan bayi yang paling
alamiah, sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dan mempunyai nilai proteksi
yang tidak bisa ditiru oleh pabrik susu manapun juga.
ASI steril, berbeda dengan sumber susu lain. Susu formula atau
cairan lain dapat saja disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang
terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan
atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak
dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.
Keadaan seperti ini disebut disusui secara penuh.
Bayi - bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6
bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan
sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan
adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut
19
20
21
Renjatan hipovolemik
Hipoglikemia
BAB III
22
PEMECAHAN MASALAH
23
Tidak memberikan ASI (Air Susu lbu) secara penuh 6 bulan pertama
Faktor lingkungan
Letak jamban atau tangki septik yang berdekatan dengan sumber air
untk kebutuhan sehari-hari
penatalaksanaannya.
Kurangnya penyetahuan masyarakat mengenai pentingnya kebersihan
lingkungan.
Kebiasaan membuang sampah sembarangan yang turut dicontoh oleh
anak-anak.
Enabling factor:
Reinforcing factor:
24
kebersihan lingkungan.
Belum berjalannya penyuluhan
mengenai
diare
dan
cara
penatalaksanaannya.
3.1.5
Rumusan Masalah
1. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang penyakit
diare dan cara pencegahannya.
2. Kurangnya kesadaran masyarakat terutama anak-anak tentang kebersihan
perseorangan.
3. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan
lingkungan dan hubungannya dengan terjadinya diare di wilayah kerja
Puskesmas Patallassang
3.3
Prioritas Masalah
Masalah yang menjadi prioritas utama berkenaan dengan tingginya
angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Patallassang adalah
kurangnya kesadaran masyarakat terutama anak-anak tentang
kebersihan
25
b.
B. Promotif
1. Penyuluhan tentang diare, penanganan awal, dan pencegahan
2. Menyebar informasi melalui media cetak mengenai diare dan
pencegahaannya
3. Menyebar informasi
melalui
media
cetak
mengenai
cara
pembuatan oralit
4. Bekerja sama dengan pemuka masyarakat dan kader desa untuk
menanggulangi diare
C. Kuratif
1. Rencana Terapi A (Terapi diare tanpa dehidrasi di rumah) :
Dalam tatalaksana diare di rumah: Jika anak tidak diberi ASI
maka susu formula tetap diberikan. Jika berumur kurang dari 6
bulan dan belum mendapat makanan padat berikan susu formula
selang-seling dengan Oralit/cairan rumah tangga.
2. Rencana Terapi B (Terapi diare dengan dehidrasi ringan/sedang) :
26
: rujuk ke RS
sanitasi.
27
warga
wilayah
kerja
Puskesmas
28
d. Materi
1) Pengertian Diare
Diare akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat
berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya
(biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang
dari 14 hari (Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare tahun 2007).
2) Mengetahui bahaya diare
Dapat mengakibatkan gizi buruk
Dapat mengakibatkan sistem kekebalan tubuh menurun
sehingga mudah terserang penyakit.
Dapat mengganggu perkembangan dan pertumbuhan anak.
Diare yang tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan
kematian akibat tubuh mengalami kekurangan cairan.
3) Mengetahui gejala diare
Gejala penyakit diare antara lain;
Keluarnya tinja lunak atau cair dengan frekuensi > 3x/ sehari
Terdapat darah atau lendir atau ibu merasakan perubahan
29
menjaga
30
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Diare merupakan masalah global. Indonesia sendiri masih mengalami
tingkat kejadian diare yang besar, 300 per 1000 orang per tahun di tahun
2000.
2. Kejadian diare dipengaruhi oleh berbagai faktor, sesuai teori Blum, faktor-
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Pickering LK and Snyder JD. Gastroenteritis in Nelson Textbook of
Pediatric,17Edition. 2003. page1272-1276
2. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Gastroenterologi. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.1998.
hal 283-293.
3. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. RSMH. 2006
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Apa yang Perlu Diketahui dari Diare Pada
Anak?. No .38. Tahun XXV. 2005
5. Anonim. Diagnosis Diare dan Klasifikasi Dehidrasi. Available at
http://www.medicastore.com/med/index
6. Anonim. Diare Penyebab Utama Kematian Balita : 2009 [dikutip 2010 Jul
21]; Tersedia di http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=1410
7. Anonim. Oralit untuk Diare : 2007 [dikutip 2010 Jul 21]; Tersedia di
http://www.infeksi.com/newsdetail.php?lng=in&doc=3829
8. Anonim. Review Research on The Literature of Diarrhea Disease in
China(1990-2004). 2004 [dikutip 2010 Jul 21]; Tersedia di
http://www.wpro.who.int/internet/resources.ashx/EHE/sanitation/APW_R
EP+ReviewResearchonTheLiteratureofDiarrheaDiseaseinChina+_19902004.pdf
9. Anonim. Pencegahan Diare. 2006 [dikutip 2010 Jul 21]; Tersedia di:
http://www.scribd.com/doc/25421779/pencegahan-diare
10. Anonim. Using Indicators to Measure Progress on Childrens
Enviromental Health. 2003 [dikutip 2010 Jul 21]; Tersedia di
http://www.who.int/ceh/indicators/en/childrens_indicator_reportlow.pdf
32