Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1.2 Klasifikasi
Menurut ciri anatomisnya miopia dibagi menjadi :
a. Miopia refraktif, dimana bertambahnya indeks bias media penglihatan
seperti yang terjadi pada katarak intumensen dimana lensa menjadi lebih
cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau
miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan
kornea dan lensa yang terlalu kuat.
b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata dengan
kelengkungan kornea dan lensa yang normal. (Ilyas, 2012)
Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :
a. Miopia ringan, dimana miopia kecil dari pada 1-3 dioptri.
b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri.
c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri.
Menurut perjalanan penyakitnya miopia dikenal dalam bentuk :
a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa
akibat bertambah panjangnya bola mata
c. Miopia maligna, miopia berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan Miopia pernisiosa =
miopia maligna = miopia degeneratif. Miopia degeneratif atau miopia
maligna biasanya bila miopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada
fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk
stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai
dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah
terjadi atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch
2.1.1.3 Patofisiologi
Struktur refraktif mata yang paling penting dalam kemampuan refraktif
mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea yang melengkung, struktur
pertama yang dilewati oleh sinar sewaktu sinar tersebut memasuki mata
berperan paling besar dalam kemampuan refraktif total mata karena perbedaan
dalam densitas pada pertemuan udara-kornea jauh lebih besar daripada
perbedaan dalam densitas antara lensa dan cairan disekitarnya. Kemampuan
refraktif kornea seseorang tidak pernah berubah. Sebaliknya, kemampuan
refraktif lensa dapat diubah-ubah dengan mengubah kelengkungannya sesuai
dengan kebutuhan untuk melihat dekat atau jauh (Sherwood, 2007).
Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa dikenal sebagai akomodasi.
Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang selanjutnya dikendalikan
oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah suatu cincin melingkar otot polos yang
melekat pada lensa melalui ligamentum suspensorium. Pada mata normal, otot
siliaris melemas dan lensa menjadi gepeng untuk melihat jauh, tetapi saat
melihat dekat otot ini berkontraksi agar lensa menjadi lebih konveks dan lebih
kuat (Sherwood, 2007).
Pada miopia, karena bola mata terlalu panjang atau lensa terlalu kuat,
maka sumber cahaya dekat dibawa ke fokus di retina tanpa akomodasi
(meskipun akomodasi dalam keadaan normal digunakan untuk melihat benda
dekat), sementara sumber cahaya jauh terfokus di depan retina dan tampak
kabur ( Sherwood, 2007).
Pada aktivitas melihat dekat seperti saat membaca, menonton TV, dan
bermain video game yang terlalu lama dapat menyebabkan miopia melalui efek
fisik langsung secara terus menerus, hal ini disebabkan oleh mata terlalu lama
berakomodasi pada saat melihat dekat sehingga otot siliaris akan terus
berkontraksi yang menyebabkan tonus otot siliaris menjadi tinggi dan lensa
menjadi cembung (Medicinesia, 2013). Namun berdasarkan teori terbaru
aktivitas melihat dekat yang lama menyebabkan terbentuknya bayangan buram
di retina (retinal blur) yang terjadi selama fokus dekat. Bayangan buram ini
memulai proses biokimia pada retina untuk menstimulasi perubahan biokimia
dan struktural pada sklera dan koroid yang menyebabkan pemanjangan axis
bola mata (Fredrick, 2002).
pembentukan
proteoglikan.
Meningkatnya
jumlah
proteoglikan
2.1.1.4 Prevalensi
Insiden miopia dalam populasi sering bervariasi sesuai dengan usia, ras,
jenis kelamin, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan faktor lainnya. Di beberapa
daerah, seperti Cina, India dan Malaysia, memiliki prevalensi miopia sebesar
41% dari populasi orang dewasa. Sebuah penelitian terbaru di inggris yang
melibatkan mahasiswa tahun pertama menemukan bahwa 50% dari mahasiswa
inggris yang berkulit putih dan 53,4% mahasiswa British Asia menderita
miopia. Di Australia, prevalensi keseluruhan miopia telah diperkirakan 17%.
Dalam satu studi baru, kurang dari 8,4% anak-anak Australia antara usia 4 dan
12 ditemukan memiliki miopia lebih dari -0,5 dioptri. Prevalensi miopia telah
dilaporkan setinggi 70-90% di beberapa negara Asia, 30-40% di Eropa dan
Amerika Serikat, dan 10-20% di Afrika. Di Yunani, ditemukan 36,8% anak
yang berusia 15 sampai 18 tahun menderita miopia. (Medical News, 2012)
2.1.1.5 Tatalaksana
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata
maupun lensa kontak sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi dengan -3.0
memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi S-3.25 maka
sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar memberikan istirahat mata dengan
baik sesudah dikoreksi (Ilyas, 2012).
Pengobatan miopia dengan menggunakan lensa kontak dari kaca atau
plastik dapat diletakkan di permukaan kornea. Lensa ini dipertahankan di
tempatnya oleh lapisam tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa kontak
dan permukaan depan mata.
Sifat khusus lensa kontak dapat menghilangkan hampir semua pembiasan
yang terjadi di permukaan anterior kornea. Karena air mata mempunyai indeks
bias yang hampir sama dengan kornea menyebabkan permukaan anterior
kornea tidak lagi berperan penting sebagai bagian dari sistem optik mata.
Dengan demikian permukaan luar lensa kontaklah yang lebih berperan penting.
Jadi, pembiasan oleh permukaan lensa kontak ini menggantikan pembiasan
yang biasanya dilakukan oleh kornea. Hal ini penting tetutama pada kelainan
refraksi mata yang disebabkan oleh abnormalitas bentuk kornea, misalnya
bentuk kornea yang aneh dan menonjol yang disebut keratokonus (Guyton,
2008).
Ilmuwan Universitas New South Wales, Australia, menemukan lensa
kontak khusus yang dapat digunakan untuk menyembuhkan miopia.
Lensa khusus tersebut diberi nama lensa kontak Orthokeratology dan hanya
dikenakan pada waktu malam hari. Desain lensa kontak Orthokeratologi
dikenal dengan nama reverse geometri / reverse zone dimana fitting lensanya
adalah flat pada bagian tengahnya. Fitting ini bertujuan untuk menghasilkan
tekanan pada sentral kornea sehingga dapat membentuk kembali atau
meredistribusi lapisan kornea. Lensa kontak tersebut akan menghasilkan
berikut ini jarak aman menonton Televisi berdasarkan rumus tersebut dan
hanya terpaut dari ukuran layar televisi yang populer di Indonesia:
1. 14 inchi = 1,78 meter
2. 17 inchi = 2,16 meter
3. 20 inchi = 2,54 meter
4. 21 inchi = 2,67 meter
5. 29 inchi = 3,67 meter
Diagonal layar adalah jarak ujung layar kiri atas ke ujung layar kanan
bawah.
Inchi (") adalah satuan jarak non standar internasional dimana 1 inch sama
dengan 0.0254 meter.
Untuk ukuran layar Televisi yang lain bisa dihitung dengan mengalikan
diagonal layar dengan 5 lalu dikali lagi 0,0254 (Godam, 2009).
Jarak dan posisi saat membaca sangat erat kaitannya dengan kesehatan
mata. Apabila terbiasa melihat dari jarak dekat (kurang dari 30 cm) secara terus
menerus, maka otot mata akan terus berkontraksi dan bekerja terus menerus,
sehingga akan menyebabkan lensa mata semakin cembung, dan akan
menyebabkan terjadinya miopia, atau mata tidak dapat melihat objek yang
jauh. Menurut Julie, jarak aman (dihitung dari mata ke objek yang dilihat)
untuk membaca minimum 30 cm atau lebih.
Ketajaman penglihatan yang menurun, selain disebabkan karena posisi
membaca atau menonton Televisi yang terlalu dekat, dapat diakibatkan karena
pencahayaan yang kurang. Hal ini bisa saja karena memang lampu yang redup
atau karena posisi pada saat membaca, misalnya sambil berbaring. Kebiasaan
membaca sambil berbaring, akan mengakibatkan mata bekerja lebih keras,
karena cahaya akan terhalang oleh buku atau kepala, sehingga mata kurang
mendapat pencahayaan yang cukup. Maka, posisi yang baik pada saat
membaca adalah duduk (Nestle, 2012).
Crystal
Display
adalah
teknologi
display
yang
sehingga
tampak
sebagai
warna
hitam.
Dengan
pencahayaan
sistem
ini
termasuk
memancarkan setengah cahaya ke bawah dan sisanya keatas. Pada sistem ini
masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui.
D. Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding
bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang
optimal disarankan langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan
baik. Pada sistem ini masalah bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat
dikurangi.
E. Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirect lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding
bagian atas kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar
seluruh langit-langit dapat menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian
dan pemeliharaan yang baik. Keuntungan sistem ini adalah tidak menimbulkan
bayangan dan kesilauan sedangkan kerugiannya mengurangi effisien cahaya
total yang jatuh pada permukaan kerja.