You are on page 1of 25

1

TIMPANOMETRI

I. PENDAHULUAN

Audiologi adalah ilmu pendengaran yang meliputi pula evaluasi pendengaran


dan rehabilitasi individu dengan masalah komunikasi sehubungan dengan
gangguan pendengaran. Audiologi terbagi atas: audiologi dasar dan audiologi
khusus. Di mana audiologi dasar adalah ilmu pengetahuan mengenai nada murni,
bising, gangguan pendengaran, serta cara pemeriksaannya. Pemeriksaan biasanya
dilakukan dengan tes penala, tes berbisik, dan audio nada murni. Sedangkan
audiologi khusus diperlukan untuk membedakan tuli sensorineural koklea dengan
retrokoklea,

tes

untuk

tuli

anorganik,

audiologi

anak,

audiologi

industri.(Adams,1997)
Pemeriksaan pendengaran dapat meningkatkan presisi dalam mendiagnosis
lokus patologis penyakit-penyakit spesifik.

Pasien-pasien dengan penyakit

berbeda pada daerah yang sama (misal ketulian dan sindrom Meniere, keduanya
melibatkan koklearis) melaporkan pengalaman pendengaran yang berbeda dan
akan memberikan temuan audiometri yang berbeda pula. Itulah perlunya kita
menentukan jenis ketulian melalui tes pendengaran, agar kita dapat mendeteksi
lokalisasi kerusakan bagian telinga yang menjadi penyebabnya.(Adams,1997 dan
Sedjawidada)
Audiometri adalah pengukuran pendengaran dengan audiometer. Audiometer
adalah alat elektro-akustik yang mampu menghasilkan bunyi dengan sifat-sifat
yang dikehendaki oleh pemeriksa.(Sedjawidada)
Terdapat 4 cara pemeriksaan audiometri objektif, yaitu audiometri impedans,
elektrokokleografi (E.Coch.), evoked response audiometry.
emmision (Emisi otoakustik).(Soepardi,2007)

Oto Acoustic

II. ANATOMI TELINGA

Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk
keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu bagian telinga
luar, telinga tengah, dan telinga dalam.(Haris,2009)

Gambar 1. Anatomi telinga.(Ismail,2008)

a. Telinga Luar
Telinga luar dibentuk oleh aurikula dan meatus akustikus eksternus.
Aurikula dibentuk oleh kartilago yang bersatu dengan pars kartilagineus
meatus akustikus eksternus. Fungsi aurikula mengarahkan getaran masuk ke
dalam meatus akustikus eksternus. Sedangkan meatus akustikus eksternus
merupakan suatu saluran, terbuka di bagian luar dan di bagian inferior
dibatasi oleh membran timpani, ukuran panjang 2,5 cm, terdiri dari pars
kartilagineus ( bagian lateral) dan pars osseus di bagian medial ( bagian
medial).

Batas antara pars kartilagineus dan pars osseus menyempit,

dinamakan isthmus. Pars kartilagineus berbentuk konkaf ke anterior. Di


dalam lapisan submukosa terdapat glandula seruminosa yang memproduksi
serumen.(Bauman,1996)

b. Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri dari membran timpani, tuba Eustachius, ossikula
auditiva, antrum dan cellulae mastoidea. Memiliki empat dinding, atap, dan
dasar. Oleh karena itu bisa disederhanakan dalam diagram sebagai kotak
terbuka, dengan:
-

batas luar

: membran timpani

batas depan

: tuba eustachius

batas bawah

: vena jugularis (bulbus jugularis)

batas belakang

: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

batas atas

: tegmen timpani (meningen/otak)

batas dalam

berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi


sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong
(oval window), tingkap bundar (round window) dan
promontorium. ((Faiz,2004 dan Soepardi,2007)

Membran timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan


menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis
normalnya berwarna kelabu mutiara dan translusen.(Nursecerdas,2009)
Tuba auditorius atau tuba Eustachius mempunyai ukuran panjang kira-kira
36 mm, letak melengkung membentuk sudut 45 derajat dengan bidang sagital
dan sudut 30-40 derajat dengan bidang horizontal. Tuba ini terdiri dari pars
ossea dan pars kartilaginis. Pars osseus merupakan bagian dengan panjang
13 mm, berada di bagian lateral (pars lateralis) dan terletak di dalam pars
petrosa tulang temporalis. Pars kartilagineus merupakan bagian dengan
panjang 24 mm, terletak di bagian medial (pars medialis), bermuara ke dalam
nasofaring, membentuk torus tubarius di sebelah dorsal orificium pharingium

tuba auditiva. Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1 mm, panjangnya sekitar
35 mm, menghubungkan telinga ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii
tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan
manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai
drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah
dengan tekanan atmosfer.(Haris,2009 dan Bauman,1996)

Gambar 2.Membran timpani (Netter,2010)

Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi


ossikula (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke
nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid

tulang temporal. Bagian ini merupakan rongga yang berisi udara untuk
menjaga tekanan udara agar seimbang.(Nursecerdas,2009 dan Haris,2009)

Gambar 3. Cavum Tympani.(Netter,2010)


Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti
rantai yang menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga
tulang tersebut adalah tulang martil (maleus) menempel pada gendang telinga
dan tulang landasan (inkus). Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum
sehingga mereka bergerak sebagai satu tulang. Tulang yang ketiga adalah
tulang sanggurdi (stapes) yang berhubungan dengan jendela oval. Antara

tulang landasan dan tulang sanggurdi terdapat sendi yang memungkinkan


gerakan bebas. Ossikula dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan
ligamen, yang membantu hantaran suara.(Nursecerdas,2009)
Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran.
Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya
berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah
tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke
lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tangkai maleus terus
menerus tertarik ke dalam oleh ligamentum dan oleh M. tensor timpani, yang
mempertahankan membran timpani berada dalam tegangan. Hal ini
memungkinkan getaran suara pada bagian membran timpani manapun
dihantarkan ke maleus yang tidak akan terjadi bila membran lemas. Tendo
otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding
posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes, dan
menstabilkan hubungan antara stapedius dengan jendela oval.(Guyton, 2006
dan Pitnariah, 2010)
Ketika bunyi yang bising ditransmisikan melalui sistem ossikular dan
dari sana ke dalam sistem saraf pusat, suatu refleks terjadi setelah periode
laten selama hanya 40 sampai 80 millidetik untuk menyebabkan kontraksi dari
otot stapedius dan, berkurangnya luas otot tensor timpani.

Otot tensor

timpani menarik tangkai malleus ke dalam sementara otot stapedius menarik


stapes ke luar. Kedua gaya ini saling berlawanan satu sama lain dan dengan
demikian menyebabkan seluruh sistem ossikuler mengembangkan rigiditas
yang meningkat, demikian besar mengurangi konduksi ossikuler dari bunyi
frekuensi

rendah,

utamanya

frekuensi

di

bawah

1000

cycle

per

detik(Guyton,2006). Respon ini disebut refleks akustik, yang membantu


melindungi telinga dalam yang rapuh dari kerusakan karena suara. Kedua otot
ini mengurangi proses mekanik telinga tengah. Pengertiannya adalah sebagai
berikut, jika telinga kita menerima suara sangat keras (intensitas > 80 dB)

maka kemungkinan gerakan mekanik osicular chain akan sangat progresif


yang dapat merusak struktur oval window telinga dalam. Sehingga saat
intensitas suara mencapai nilai di atas, otot stapedius secara refleks akan
berkontraksi untuk membatasi gerakan stapes. Meskipun fungsi utama refleks
akustik ini adalah proteksi, ia juga meningkatkan mekanisme kontrol yang
mempertahankan input suara ke telinga dalam (koklea) lebih konstan, dan
memperluas rentang dinamik sistem telinga tengah, sebagai contoh: otot
stapedius tercatat juga berkontraksi saat seseorang mengunyah dan bersuara
(vokalisasi), sehingga dapat mereduksi bising yang timbul akibat gerakangerakan yang berasal dari dalam tubuh sendiri.Otot-otot ini berfungsi protektif
dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.(Ayon,2010 dan
Jusuf,2003)
Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah,
yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki
menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela
bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh
membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis,
atau struktur berbentuk cincin. Anulus jendela bulat maupun jendela oval
mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat
mengalami kebocoran ke telinga tengah, kondisi ini dinamakan fistula
perilimfe.(Nursecerdas,2009)

Gambar 4.Ossikula Auditiva(Netter,2010)

c.

Telinga Dalam
Telinga dalam mengandung labyrinthus dan terdiri dari tiga buah
kanalis semisirkularis di posterior, vestibulum di tengah dan koklea di
anterior. Pada telinga tengah terdapat meatus akustikus internus dan porus
akustikus internus. Labyrinthus memiliki bagian vestibuler (pars superior)
yang berhubungan dengan keseimbangan dan bagian koklear (pars inferior)
yang merupakan organ pendengaran. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuli di bagian atas, skala timpani di bagian bawah, dan skala media
di antaranya. Pada skala media terdapat bagian berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria. Bagian atas adalah skala vestibuli yang berisi perilimfe
dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh membran Reissner yang tipis.
Bagian bawah adalah skala timpani yang juga mengandung perilimfe dan
dipisahkan dari duktus koklearis oleh lamina spiralis osseus dan membran
basillaris.(Bauman,1996)

III. FISIOLOGI PENDENGARAN


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi
getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membran timpani dan tingkap lonjong. Fisiologi fungsional jendela oval dan
bulat memegang peran yang penting. Jendela oval dibatasi oleh anulare fieksibel
dari stapes dan membran yang sangat lentur, memungkinkan gerakan penting,
dan berlawanan selama stimulasi bunyi, getaran stapes menerima impuls dari
membran timpani bulat yang membuka pada sisi berlawanan duktus koklearis
dilindungi dari gelombang bunyi oleh membran timpani yang utuh, jadi
memungkinkan gerakan cairan telinga dalam oleh stimulasi gelombang suara.
Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa,
sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran
tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut sebagai transduser mekanis, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan

proses

depolarisasi

sel

rambut,

sehingga

melepaskan

neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada


saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.(Soepardi,2001 dan Berne, 2004)

10

Gambar 5. Fisiologi Pendengaran(McWilliams,2010)

Berbeda dengan sistem hantaran telinga luar yang berupa pipa penyalur bunyi
ke membran tympani, sistem hantaran telinga tengah di samping merambatkan,
juga memperkuat daya dorong getaran bunyi(Haris,2009). Perkuatan daya
dorong getaran bunyi oleh sistem hantaran atau sistem konduksi dihasilkan oleh
2 mekanisme, yaitu:
1. Rasio antara membran timpani dibanding luas fenestra ovalis sebesar 17:1,
yang memberikan perkuatan sebesar 17 kali dari bunyi aslinya di udara.
2. Efek pengungkit dari maleus dan inkus yang menyumbangkan momentum
perkuatan daya sebesar 1,3 kali.(Soepardi,2001 dan Grimes,1997)
Pada membran timpani utuh yang normal, suara merangsang jendela oval
dulu, dan terjadi jeda sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela bulat.
Namun waktu jeda akan berubah bila ada perforasi pada membran timpani yang
cukup besar yang memungkinkan gelombang bunyi merangsang kedua jendela
oval dan bulat bersamaan. Ini mengakibatkan hilangnya jeda dan menghambat
gerakan maksimal motilitas cairan telinga dalam dan rangsangan terhadap sel-sel

11

rambut

pada

organ

Corti.

Akibatnya

terjadi

penurunan

kemampuan

pendengaran.(Haris,2009)
Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui
telinga luar dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara
yang dihantarkan melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara
konduksi tulang. Normalnya, konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien;
namun adanya defek pada membrana timpani atau terputusnya rantai osikulus
akan memutuskan konduksi udara normal dan mengakibatkan hilangnya rasio
tekanan-suara dan kehilangan pendengaran konduktif.(Haris,2009)

IV. TIMPANOMETRI

Pada tahun 1946, Otto Metz secara sistematis mengevaluasi akustik imitans
dari telinga normal dan abnormal. Metz menerangkan dengan jelas perubahanperubahan akustik imitans yang dihubungkan dengan gangguan-gangguan di
telinga tengah. Pengembangan alat elektroakustik sederhana oleh Terkildsen dan
Scott-Nielson pada tahun 1960 telah memberikan banyak kemajuan, sehingga
alat pengukur ini dapat digunakan dengan mudah di klinik. Selanjutnya pada
awal 1970, pengukuran imitans mulai dimasukkan ke dalam rangkaian tes
audiometri rutin.(Hidayat,2009)
Istilah akustik imitans digunakan untuk merujuk kepada baik masuknya
akustik (Kemudahan dengan yang mana energi mengalir melalui suatu sistem)
atau impedansi akustik (perlawanan total terhadap aliran energi udara).
Pengukuran akustik imitans digunakan secara klinis baik sebagai alat screening
dan diagnostik untuk identifikasi dan klasifikasi gangguan perifer (khususnya
telinga tengah) dan sentral dan dapat digunakan sebagai alat untuk
memperkirakan sensitivitas pendengaran secara obyektif. Pengukuran akustik
imitans yang paling sering digunakan secara klinis termasuk timpanometri dan

12

pengukuran reflex stapedial. Timpanometri mengukur akustik imitans di dalam


kanal telinga sebagai fungsi dari variasi dalam tekanan udara.(Cummings,2005)
Karakteristik imitansi (impedansi dan/atau masuk) dari sistem telinga tengah
dapat disimpulkan secara obyektif dengan teknik elektropsikologi cepat dan
noninvasif dan kemudian terkait dengan pola yang sudah dikenal baik untuk
berbagai temuan jenis lesi telinga tengah. Tympanometry adalah rekaman terusmenerus impedansi telinga tengah sebagaimana tekanan udara di kanal telinga
secara sistematis meningkat atau menurun. Awalnya di pengujian, volume saluran
telinga diperkirakan. Jika melebihi 2 cm3, kemungkinan perforasi dari membran
timpani
dengan

harus

dipertimbangkan.

impedansi

rendah

(masuk

Sebuah
tinggi)

sistem
lebih

telinga
mudah

tengah
menerima

energi akustik, sedangkan telinga tengah dengan impedansi tinggi (masuk rendah)
cenderung untuk menolak energi akustik. Dalam timpanogram itu, pemenuhan
statis (kekakuan yang resiprokal) dari komponen telinga tengah diplot sebagai
fungsi dari tekanan dalam saluran telinga.(Snow,2002)
Pada pemeriksaan audiometri impedans diperiksa kelenturan membrane
timpani dengan tekanan tertentu pada meatus akustikus eksterna. (Soepardi,2007)
Didapatkan istilah:
a. Timpanometri, yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani.
Misalnya ada cairan, gangguan rangkaian tulang pendengaran (ossicular
chain), kekakuan membrane timpani dan membran timpani yang sangat lentur.
b. Fungsi tuba Eustachius (Eustachian tube function), untuk mengetahui tuba
Eustachius terbuka atau tertutup.
c. Refleks stapedius.

Pada telinga normal, refleks stapedius muncul pada

rangsangan 70-80 dB di atas ambang dengar. (Soepardi,2007)


Pada lesi di koklea, ambang rangsang refleks stapedius menurun, sedangkan
pada lesi di retrokoklea, ambang itu naik. (Soepardi,2007)
Audiometri hambatan telah dianggap semakin penting artinya dalam
rangkaian pemeriksaan audiologi. Timpanometri merupakan alat pengukur tak

13

langsung dari kelenturan (gerakan) membrana timpani dan sistem osikular dalam
berbagai kondisi tekanan positif, normal, atau negatif. Energi akustik tinggi
dihantarkan pada telinga melalui suatu tabung tersumbat; sebagian diabsorpsi dan
sisanya dipantulkan kembali ke kanalis dan dikumpulkan oleh saluran kedua dari
tabung tersebut. Bila telinga terisi cairan, atau bila gendang telinga menebal, atau
sistem osikular menjadi kaku, maka energi yang dipantulkan akan lebih besar
dari telinga normal. Dengan demikian jumlah energi yang dipantulkan makin
setara dengan energi insiden. Hubungan ini digunakan sebagai sarana pengukur
kelenturan.(Adams,1997)

Gambar 6. Timpanometer(Grason,2010)

Timpanometer adalah alat yang digunakan dalam pemeriksaan timpanometri.


Pada dasarnya alat pengukur impedans terdiri dari 4 bagian yang semuanya
dihubungkan ke liang telinga tengah oleh sebuah alat kedap suara, sebagai
berikut:
A. Oscilator : Alat yang menghasilkan/memproduksi bunyi/nada bolak-balik
(biasanya 220 Hz), suara yang dihasilkan tersebut masuk ke earphone dan
diteruskan ke liang telinga.
B. Sebuah mikrofon dan meter pencatat sound pressure level dalam liang telinga.
C. Sebuah pompa udara dan manometer yang dikalibrasi dalam milimeter air (600 mmH2O s.d +1.200 mmH2O). Suatu mekanisme untuk mengubah dan
mengukur tekanan udara dalam liang telinga

14

D. Compliancemeter

untuk

menilai

bunyi

yang

diteruskan

melalui

mikrofon.(Khoriyatul,2010 dan Hidayat,2009)

Gambar 7.Skema Alat yang Digunakan untuk Pemeriksaan


Timpanometri(Hidayat,2009)

Energi akustik tinggi dihantarkan pada telinga melalui suatu tabung


bersumbat, sebagian diabsorbsi dan sisanya dipantulkan kembali ke kanalis dan
dikumpulkan oleh saluran dari kedua tabung tersebut.(Khoriyatul,2009)
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi telinga tengah. Gambaran
timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negatif di telinga
tengah)

merupakan

petunjuk

adanya

gangguan

pendengaran

konduktif.(Soepardi,2007)

V. CARA PEMERIKSAAN
Probe, setelah dipasangi tip yang sesuai, dimasukkan ke dalam liang
telinga sedemikian rupa sehingga tertutup dengan ketat. Mula-mula ke dalam
liang telinga yang tertutup cepat diberikan tekanan 200 mmH2O melalui

15

manometer. Membrana timpani dan untaian tulang-tulang pendengaran akan


mengalami tekanan dan terjadi kekakuan sedemikian rupa sehingga tak ada
energi bunyi yang dapat diserap melalui jalur ini ke dalam koklea. Dengan kata
lain, jumlah energi bunyi yang dipantulkan kembali ke dalam liang telinga luar
akan bertambah.(Sedjawidada,1978)
Tekanan kemudian diturunkan sampai titik di mana energi bunyi diserap
dalam jumlah tertinggi; keadaan ini menyatakan membran timpani dan untaian
tulang pendengaran dalam compliance yang maksimal. Pada saat compliance
maksimal ini dicapai, tekanan udara dalam rongga telinga tengah sama dengan
tekanan udara dalam liang telinga luar. Jadi tekanan dalam rongga telinga tengah
diukur secara tak langsung.(Sedjawidada,1978)
Tekanan dalam liang telinga luar kemudian diturunkan lagi sampai -400
mmH2O. Dengan demikian akan terjadi lagi kekakuan dari membrana timpani
dan untaian tulang-tulang pendengaran, sehingga tak ada bunyi yang diserap, dan
energi bunyi yang dipantulkan akan meningkat lagi.(Sedjawidada,1978)
Timpanometri merupakan salah satu dari 3 pengukuran imitans yang banyak
digunakan dalam menilai fungsi telinga tengah secara klinis, di samping imitans
statik dan ambang refleks akustik.(Hidayat,2009)

Cara Kerja Impedans Meter


Cara kerja timpanometri adalah alat pemeriksaan (probe) yang dimasukkan ke
dalam liang telinga memancarkan sebuah nada dengan frekuensi 220 Hz. Alat
lainnya

mendeteksi

respon

dari

membran

timpani

terhadap

nada

tersebut.(Hidayat,2009)
Secara bersamaan, probe yang menutupi liang telinga menghadirkan berbagai
jenis tekanan udara. Pertama positif, kemudian negatif ke dalam liang telinga.
Jumlah energi yang dipancarkan berhubungan langsung dengan compliance.
Compliance menunjukkan jumlah mobilitas di telinga tengah. Sebagai contoh,
lebih banyak energi yang kembali ke alat pemeriksaan, lebih sedikit energi yang

16

diterima oleh membran timpani. Hal ini menggambarkan suatu compliance yang
rendah. Compliance yang rendah menunjukkan kekakuan atau obstruksi pada
telinga tengah. Data-data yang didapat membentuk sebuah gambar 2 dimensi
pengukuran mobilitas membran timpani. Pada telinga normal, kurva yang timbul
menyerupai gambaran lonceng.(Hidayat,2009)
Penghantaran bunyi melalui telinga tengah akan maksimal bila tekanan udara
sama pada kedua sisi membran timpani. Pada telinga yang normal, penghantaran
maksimum terjadi pada atau mendekati tekanan atmosfir. Itulah sebabnya ketika
tekanan udara di dalam liang telinga sama dengan tekanan udara di dalam kavum
timpani, imitans dari sistem getaran telinga tengah normal akan berada pada
puncak optimal dan aliran energi yang melalui sistem ini akan maksimal.
Tekanan telinga tengah dinilai dengan bermacam-macam tekanan pada liang
telinga yang ditutup probe sampai sound pressure level (SPL) berada pada titik
minimum. Hal ini menggambarkan penghantaran bunyi yang maksimum melalui
telinga tengah. Tetapi bila tekanan udara dalam salah satu liang telinga lebih dari
(tekanan positif) atau kurang dari (tekanan negatif) tekanan dalam kavum
timpani, imitans sistem akan berubah dan aliran energi berkurang. Dalam sistem
yang normal, begitu tekanan udara berubah sedikit di bawah atau di atas dari
tekanan udara yang memproduksi imitans maksimum, aliran energi akan
menurun dengan cepat sampai nilai minimum.(Hidayat,2009)
Pada tekanan yang bervariasi di atas atau di bawah titik maksimum, SPL nada
pemeriksaan di dalam liang telinga bertambah, menggambarkan sebuah
penurunan

dalam

penghantaran

bunyi

yang

melalui

telinga

tengah.(Hidayat,2009)

VI. INTERPRETASI

Timpanogram adalah suatu penyajian berbentuk grafik dari kelenturan relative


sistem timpanoosikular sementara tekanan udara liang telinga diubah-ubah.

17

Kelenturan maksimal diperoleh pada tekanan udara normal, dan berkurang jika
tekanan udara ditingkatkan atau diturunkan. Individu dengan pendengaran
normal atau dengan gangguan sensoneural akan memperlihatkan sistem timpaniosikular yang normal.(Adams,1997)
Liden (1969) dan Jerger (1970) mengembangkan suatu klasifikasi
timpanogram.

Tipe-tipe

klasifikasi

yang

diilustrasikan

adalah

sebagai

berikut(Adams,1997):
1.

Tipe A

terdapat pada fungsi telinga tengah yang normal.

mempunyai bentuk khas, dengan puncak imitans berada pada titik


0 daPa dan penurunan imitans yang tajam dari titik 0 ke arah
negatif atau positif. Kelenturan maksimal terjadi pada atau dekat
tekanan udara sekitar, memberi kesan tekanan udara telinga tengah
yang normal.

Gambar 8.Timpanogram Normal(Hidayat,2009)

2.

Tipe As.

Terdapat pada otosklerosis dan keadaan membran timpani yang


berparut.

18

Timpanogram kelihatan seperti tipe A (normal), di mana puncak


berada atau dekat titik 0 daPa, tapi dengan ketinggian puncak yang
secara signifikan berkurang.

Huruf s di belakang A berarti

stiffness atau shallowness.

Kelenturan maksimal terjadi pada atau dekat tekanan udara sekitar,


tapi kelenturan lebih rendah daripada tipe A. Fiksasi atau kekauan
sistem osikular seringkali dihubungkan dengan tipe As.

Gambar 9.Timpanogram Tipe As(Hidayat,2009)


3.

Tipe Ad.

Terdapat pada keadaan membran timpani yang flaksid atau


diskontinuitas

(kadang-kadang

sebagian)

dari

tulang-tulang

pendengaran.

Timpanogram kelihatan seperti tipe A (normal), tetapi dengan


puncak lebih tinggi secara signifikan dibandingkan normal. Huruf
d di belakang A berarti deep atau discontinuity.

Kelenturan maksimum yang sangat tinggi terjadi pada tekanan


udara sekitar, dengan peningkatan kelenturan yang amat cepat saat

19

tekanan diturunkan mencapai tekanan udara sekitar normal. Tipe


Ad dikaitkan dengan diskontinuitas sitem osikular atau suatu
membrana timpani mono metrik.

Gambar 10.Timpanogram Tipe Ad(Hidayat,2009)


4.

Tipe B

Timpanogram tidak memiliki puncak melainkan pola cenderung


mendatar, atau sedikit membulat yang paling sering dikaitkan
dengan cairan di telinga tengah (kavum timpani), misalnya pada
otitis media efusi. ECV dalam batas normal, terdapat sedikit atau
tidak ada mobilitas pada telinga tengah. Bila tidak ada puncak
tetapi ECV > normal, ini menunjukkan adanya perforasi pada
membran timpani.

20

Gambar 11.Timpanogram Tipe B(Hidayat,2009)

5.

Tipe C

Terdapat pada keadaan membran timpani yang retraksi dan


malfungsi dari tuba Eustachius.

Tekanan telinga tengah dengan puncaknya di wilayah tekanan


negatif di luar -150 mm H2O indikatif ventilasi telinga tengah
miskin karena tabung estachius disfungsi. Pola timpanometrik,
dalam kombinasi dengan pola audiogram, ijin diferensiasi antara
dan klasifikasi gangguan telinga tengah.

21

Gambar 12.Timpanogram Tipe C(Hidayat,2009)

Suatu timpanogram berbentuk huruf W dihubungkan dengan parut atrofik pada


membrana timpani atau dapat pula suatu adhesi telinga tengah, namun biasanya
membutuhkan

nada

dengan

frekuensi

yang

didemonstrasikan.(Snow,2002 dan Hidayat,2009)

lebih

tinggi

sebelum

dapat

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997. p. 30,46
2. Sedjawidada R. Uraian Singkat Audiologi. Bagian Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung, dan Tenggorokan. Fakultas Kedokteran Unhas. Makassar. Hal 14,13-16.
3. Grimes T, et al. Audiologi: Ballenger J.J. In: Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorokan, Kepala, Leher. Binarupa Aksara. Grogol, Jakarta. Indonesia.
1997. p. 273-280.
4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta; Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p 15-18,27
5. Haris. Anatomi makhluk hidup [online] 2009 November 20th [cited 2010
November 4th]. Available from URL:
http://anatomimakhlukhidup.blogspot.com/
6. Ismail K. Pendengaran [online] 2008 [cited on 27 Januari 2010]. Available
from URL : http://kumpulanfakta.blogspot.com/search?q=pendengaran
7. Bauman R, Dutton S. Human Anatomy and Physiology. Whittier Publications
Inc. Lido Beach New York. 1996. p. 187-190.
8. Nursecerdas. Anatomi Fisiologi Telinga [online] 2009 February 5th [cited
2010

November

4th].

Available

from

URL:

http://nursecerdas.wordpress.com/2009/02/05/217/
9. Netter. Atlas of Netter [online] 2010 [cited on 2010 November 6th]. Available
from URL: http://www.netterimages.com/image/265.htm
10. Faiz, O. & Moffat, D. At a Glance Anatomi. Erlangga Medical Series. Jakarta.
2004. p. 153
11. Netter. Atlas of Netter [online] 2010 [cited on 2010 November 6th]. Available
from URL: http://www.netterimages.com/image/439.htm .

23

12. Guyton

&

Hall.

Textbook

of

Medical

Physiology

Eleventh

Edition.Mississippi; Elsevier Saunders; 2006. p. 652


13. Pitnariah. Fisiologi Pendengaran (Penentuan Tinggi Nada dan Penentuan
Keras Suara [online] 2010 [cited 2010 November 10th].Available from URL:
http://abhique.blogspot.com/2009_07_01_archive.html
14. Jusuf AA. Diktat Kuliah Sistem Pendengaran. Bagian Histologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2003. p. 3.
15. Ayon. Anatomi Fisiologi Telinga [online] March 5th 2010 [cited on November
10th 2010]. Available from URL:
http://ayoncrayon.blogspot.com/2010/03/anatomi-fisiologi-telinga.html
16. Berne RM, Levy BM, Stanton BA. Physiology Fifth Edition. Mosby.
Virginia. 2004. p.133.
17. McWilliams T., Bass J. Earsn [online] 2010 [cited 2010 November 12th].
Available from URL:
http://asweknowit.net/MIDDLE_SCH/DWA%205%20ears.htm
18. Hidayat, B. Hubungan Antara Gambaran Timpanometri dengan Letak dan
Stadium Tumor pada Penderita Karsinoma Nasofaring di Departemen THTKL RSUP H. Adam Malik Medan [online] 2009 [cited 2010 November 4th].
Available

from

URL:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6424/1/09E01722.pdf
19. Cummings CW, Flint PW, Harker LA, et al. Cummings Otolaryngology
Head & Neck Surgery Fourth Edition.
20. Snow JB. Diagnostic Audiology, Hearing Aids, and Habilitation Options. In:
Ballengers Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. BC
Decker. Hamilton. London. 2002. p. 3-4
21. Grason-Stadler.GSI TympStar Version 2 Middle-Ear Analyzer [online] 2010
[cited

2010

November

4th].

http://www.msrwest.com/gsi/tstar.pdf

Available

from

URL:

24

22. Khoriyatul. Timpanometri [online] 2010 [cited on November 9th 2010].


Available from URL: http://khoriyatulj.multiply.com/journal
23. Sedjawidada R., Manukbua A.,Mangape D. Audiometri Impedans. Himpunan
Naskah Lokakarya Audiologi, Ujungpandang. Bagian THT FK-UH.1978.

25

DAFTAR
LAMPIRAN:

You might also like