You are on page 1of 8

Denaturasi dapat dikatakan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, ikatan garam,

atau bila susunan ruang atau rantai polipeptida suatu molekul protein berubah. Dengan
perkataan lain denaturasi, Denaturasi adalah terjadi karena kerusakan struktur sekunder.
tersier, dan kuartener, tetapi struktur premier (ikatan peptida) masih utuh. (Simanjutak.
2003)

Faktor Penyebab

Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya Denaturasi pada protein. Suhu pada


lingkungan, pH, tekanan, Aliran listrik dan adanya campuran bahan kimia pada senyawa
yang terdapat pada protein tersebut. Proses denaturasi berlangsung secara tetap, dan
tidak berubah, suatu protein yang mengalami proses denaturasi akan mengalami
perubahan viskositas atau berkurangnya kelarutan cairan sehingga mudah mengendap.

Mekanisme

Denaturasi akibat panas menyebabkan molekul-molekul yang menyusun protein


bergerak dengan sangat cepat. sehingga sifat protein yaitu hidrofobik menjadi
terbuka. Akibatnya, semakin panas, molekul akan bergerak semakin cepat dan
memutus ikatan hidrogen didalamnya. Perebusan dapat meningkatkan mutu
bahan sumber protein tetapi panas yang berlebihan dapat mengurangi nilai
proteinnya.
Denaturasi akibat asam / basa terjadi ketika adanya penambahan kadar asam
atau basa pada garam protein yang dapat memutus kandungan struktur dari
protein tersebut karena terjadi subtitusi ion negatif dan positif pada garam
dengan ion positif dan negatif pada asam atau basa.
Denaturasi akibat campuran logam berat pada protein, hal ini terjadi karena
ikatan sulfur pada protein tertarik oleh ikatan logam berat sehingga proses
denaturasi terjadi dengan adanya perubahan struktur kandungan senyawa pada
protein tersebut saat ion pada protein bereaksi dengan ion logam berat yang
tercampur didalamnya. (Vladimir. 2007)

Efek yang terjadi pada Produk

Denaturasi dengan suhu panas yang dilakukan pada buah-buahan akan mengakibatkan
berkurangnya kadar air dan bertambahnya viskositas atau kekentalan kadar protein yang
tertanam pada buah yang mengalami denaturasi akibat suhu panas.
Koagulasi Protein

Faktor Penyebab

Faktor-faktor penyebab terjadinya koagulasi adalah :


1. Panas
2. Pengocokan
3. pH
4. Gula dan garam

Mekanisme

Koagulasi merupakan proses lanjutan yang terjadi ketika molekul protein yang
didenaturasi membentuk suatu massa yang solid. Cairan telur (sol) diubah menjadi
padat atau setengah padat (gel) dengan proses air yang keluar dari struktur membentuk
spiral-spiral yang membuka dan melekat satu sama lain. Koagulasi ini terjadi selama
rentang waktu temperatur yang lama dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah
disebutkan sebelumnya seperti panas, pengocokan, pH, dan juga menggunakan gula dan
garam. Hasil dari proses koagulasi protein biasanya mampu membentuk karakteristik
yang diinginkan. Yaitu mengental yang mungkin terjadi pada proses selanjutnya setelah
denaturasi dan koagulasi. Kekentalan hasil campuran telur mempengaruhi keinginan
untuk menyusut atau menjadi lebih kuat. (Vickie. 2008)

Efek yang terjadi pada Produk

Hasil dari proses koagulasi protein biasanya mampu membentuk karakteristik yang
diinginkan. Yaitu mengental yang mungkin terjadi pada proses selanjutnya setelah
denaturasi dan koagulasi. Kekentalan hasil campuran telur mempengaruhi keinginan
untuk menyusut atau menjadi lebih kuat. (Vickie. 2008)
Browning non-Enzymatic Protein
Pencoklatan non-Enzimatik (non-Enzymatic Browning) adalah pencoklatan yang
disebabkan oleh degradasi gula oleh panas (Karamelisasi) atau reaksi antara gula
reduksi dan gugus amino bebas dari asam amino atau protein yang terutama disediakan
oleh residu lisin. Reaksi ini pertama kali ditemukan oleh Maillard pada tahun 1912 yang
banyak terjadi pada makanan (Djarir, 2006).

Faktor Penyebab

Proses browning non-Enzymatic ini disebabkan oleh 3 hal:


1. Suhu dan lama pemanasan (pemanggangan) yang terjadi

2. Reaksi yang terjadi didahului oleh keton atau aldehid


3. Pencokelatan akibat kadar asam yang tercampur.

Mekanisme

Pertama-tama gula dan amino bereaksi membentuk aldosilamin yang kemudian


mengalami pengaturan kembali Amadori menjadi Ketosa Amin. Senyawa ini lalu
mengalami suatu reaksi kompleks yang akhirnya menghasilkan polimer berwarna
cokelat yang disebut Melanoidin. Laju pencokelatan meningkat cepat seiring dengan
meningkatnya suhu dan pH diatas 6,8. Reaksi ini dapat menciptakan warna dan cita rasa
yang diinginkan dalam bahan makanan, misal pada hasil masakan pemanggangan
seperti roti (Djarir, 2006)

Efek pada yang terjadi pada Produk

Pada proses pencokelatan atau browning non-Enzimatik yang biasa dilakukan pada
Roti, memiliki dampak negatif yang bisa dan kemungkinan terjadi, yaitu menurunkan
nilai biologis protein terutama untuk asam amino lisin, yang berpotensi menciptakan
cita rasa yang tidak diinginkan saat membuat produk yang melalui proses nonEnzymatic Browning atau Pencokelatan non-Enzimatik (Djarir. 2006) .
Daftar Pustaka
Djarir, Makfoeld (Tim Penulis Laboratorium Kimia Biokimia Pangan Teknologi Hasil
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta) dkk.
2006. Kamus Istilah Pangan Dan Nutrisi. Kanisius : Yogyakarta
Fredman M,and Pert.I.M. 1990. Inhioction of Broeving by Sulfur Amino Acid apple and
potatoes. Food Chemistry : New York
Simanjutak, M.T dan J. Silalahi.2003. Penuntun Praktikum Biokimia hal.3 . Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Farmasi Universitas Sumatera Utara
Stoker, H. Stephen. 2010. General, Organic, And Biological Chemistry Fifth Edition
Page 684 . Cengage Learning : Belmont, CA USA
Uversky, Vladimir. N. 2007. Conformational Stability, Size, Shape and Surface of
Protein Molecules . Nova Science : New York
Vaclavik, Vickie. A dan Elizabeth W. Cristian. 2008. Essential of Food Science Third
Edition. Springer Science + Business Media : New York
Wahyuningsih. 2009. Pengaruh Tirosin, Asan Askorbat ,Enzim Polifenol, Xidase (PPO)
Terhadap Perubahan Warna Kentang. Program Diploma III Teknik Kimia Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro

Faktor-faktor penyebab terjadinya denaturasi pada protein antara lain :


1.

Suhu pada lingkungan

2.

pH

3.

tekanan

4.

aliran listrik

5.

adanya campuran bahan kimia

6.

alkohol

7.

agen pereduksi
(Sultanry dan Kaseger, 2005)
Proses denaturasi berlangsung secara tetap, dan tidak berubah, suatu protein
yang mengalami proses denaturasi akan mengalami perubahan viskositas atau
berkurangnya kelarutan cairan sehingga mudah mengendap. Senyawa kimia seperti urea
dan garam dapat memecah ikatan hidrogen yang menyebabkan denaturasi protein
karena dapat memecah interaksi hidrofobik dan meningkatkan daya larut gugus
hidrofobik dalam air. Deterjen atau sabun dapat menyebabkan denaturasi karena
senyawa pada deterjen dapat membentuk jembatan antara gugus hidrofobik dengan
hidrofilik sehingga terjadi denaturasi. Selain deterjen dan sabun, aseton dan alkohol
juga dapat menyebabkan denaturasi (Winarno, 2008).

B.

MEKANISME DENATURASI
1. Denaturasi karena Panas
Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik
non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan
menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga
mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan
terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi
protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna
protein tersebut. Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga
kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan

mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein
tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini
biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit.
2. Denaturasi karena Asam dan basa
Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph isoelektris
yaitu ph dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah
protein mengalami denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya
gumpalan. (Anna, P., 1994). Asam dan basa dapat mengacaukan jembatan garam
dengan adanya muatan ionik. Sebuah tipe reaksi penggantian dobel terjadi sewaktu ion
positif dan negatif di dalam garam berganti pasangan dengan ion positif dan negatif
yang berasal dari asam atau basa yang ditambahkan. Reaksi ini terjadi di dalam sistem
pencernaan, saat asam lambung mengkoagulasi susu yang dikonsumsi.
3. Denaturasi karena logam berat
Garam logam berat mendenaturasi protein sama dengan halnya asam dan basa.
Garam logam berat umumnya mengandung Hg+2, Pb+2, Ag+1 Tl+1, Cd+2 dan logam
lainnya dengan berat atom yang besar. Reaksi yang terjadi antara garam logam berat
akan mengakibatkan terbentuknya garam protein-logam yang tidak larut (Ophart, C.E.,
2003). Protein akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion logam.
Pengendapan oleh ion positif (logam) diperlukan ph larutan diatas pi karena protein
bermuatan negatif, pengendapan oleh ion negatif diperlukan ph larutan dibawah pi
karena protein bermuatan positif. Ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein
adalah; Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++ dan Pb++, sedangkan ion-ion negatif yang dapat
mengendapkan protein adalah; ion salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan sulfosalisilat.
4. Denatursi karena alkohol
Alkohol juga dapat mendenaturasi protein. Alkohol seperti kita ketahui umumnya
terdapat kadar 70% dan 95%. Alkohol 70% bisa masuk ke dinding sel dan dapat
mendenaturasi protein di dalam sel. Sedangkan alkohol 95% mengkoagulasikan protein
di luar dinding sel dan mencegah alkohol lain masuk ke dalam sel melalui dinding sel.
Sehingga yang digunakan sebagai disinfektan adalah alkohol 70%. Alkohol
mendenaturasi protein dengan memutuskan ikatan hidrogen intramolekul pada rantai
samping protein. Ikatan hidrogen yang baru dapat terbentuk antara alkohol dan rantai
samping protein tersebut.
5. Agen pereduksi merusak ikatan disulfida
Ikatan disulfida terbentuk dengan adanya oksidasi gugus sulfhidril pada sistein.
Antara rantai protein yang berbeda yang sama-sama memiliki gugus sulfhidril akan
membentuk ikatan disulfida kovalen yang sangat kuat. Agen pereduksi dapat
memutuskan ikatan disulfida, dimana penambahan atom hidrogen sehingga membentuk
gugus tiol; -SH . (Williams, 1950)

C. EFEK YANG TERJADI PADA PRODUK AKIBAT ADANYA DENATURASI


1.

Denaturasi dengan suhu panas yang dilakukan pada buah-buahan akan mengakibatkan
berkurangnya kadar air dan bertambahnya viskositas atau kekentalan kadar protein yang
tertanam pada buah yang mengalami denaturasi akibat suhu panas.

2.

Dampak lain yang ditimbulkan karena proses denaturasi adalah misalnya pada produk
daging, Perubahan pH menyebabkan sebagian protein terdenaturasi dan perubahan
muatan protein. Perubahan muatan protein akan mengubah jarak antar serat-serat daging
sehingga mempengaruhi kemampuannya dalam menyerap dan memantulkan cahaya
yang akan mempengaruhi penampakan (warna) daging secara visual (Chayati, 2009).

D. CONTOH DENATURASI PROTEIN PADA KEHIDUPAN SEHARI-HARI


1.

Denaturasi protein pada susu


Protein susu terdiri dari dua protein utama: casein (~ 80%) dan protein whey.
Kasein sangat stabil pada pemanasan, sementara protein whey tidak stabil dengan
adanya panas. Karenanya, protein whey lah yang terdenaturasi ketika susu dipanaskan
selama pasteurisasi. Protein whey terkoagulasi oleh panas dan membentuk partikelpartikel kecil. Karena jumlah partikel-partikel kecil ini sangat sedikit, pengendapan
jarang terjadi.
Peristiwa denaturasi protein whey mempengaruhi warna putih susu.Susu
menjadi lebih putih setelah dipasteurisasi. Peningkatan warna putih pada susu ini
disebabkan adanya perubahan indeks bias yang disebabkan oleh denaturasi protein
whey.
Ketika susu dipanaskan, air menguap pada permukaan susu menyebabkan
pengendapan protein susu yang tidak dapat balik. Hal ini juga disebabkan oleh lemak
susu yang menempel pada pengendapan protein. Membran ini tampaknya terdiri dari
70% lemak dan 20-25% protein (terutama laktalbumin dari protein whey). Membran ini
kaya akan rasa dan kandungan gizinya karena mengandung lemak dan protein.Susu
kadang-kadang menggumpal oleh panas dan asam. Pada kedua kasus ini, penggumpalan
disebabkan oleh adanya denaturasi protein susu.

2. Denaturasi protein pada daging


Proses pemanasan dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi protein pada daging
yang menyebabkan perubahan pada struktur daging yaitu menjadi kering, kandungan air
berkurang, dan menjadi kenyal.
Pemanasan dapat menyebabkan serabut protein daging menjadi liat oleh karena
koagulasi dan penyusutan protein myofibrillar dan jaringan ikat. Proses pemasakan
cepat akan membuat daging menjadi liat karena selama pemanasan terjadi denaturasi
protein dan denaturasi collagen, yang diikuti dengan penyusutan dan penegangan
jaringan ikat, sehingga daging menjadi liat. Peliatan terjadi saat protein mengalami
denaturasi pada suhu 50-800C.Perubahan struktur ini tergantung pada waktu pemanasan,
suhu, dan jumlah collagen yang ada pada daging. Proses pemasakan yang cukup lama
hingga mencapai suhu yang melampaui suhu penyusutan collagen (60-65 0C), akan
membuat daging menjadi empuk karena collagen diubah menjadi gelatin. Proses
pengempukan atau collagen terhidrolisa menjadi gelatin terjadi bila suhu pemasakan
mencapai lebih dari 750C.
Panas tersebut digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi
hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi
kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat
sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Pemanasan akan membuat protein
bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi
karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada
pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa
ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit.
3.

Denaturasi protein pada telur


Pemanasan putih telur pada suhu sekitar 60 C-70 C mengakibatkan albumin
membuka lipatannya dan menghasilkan suatu endapan berupa zat padat putih. Endapan
ini tidak dapat kembali ke bentuk semula. Begitu pula dengan enzim yang dipanaskan
pada suhu tinggi. Enzim tersebut menjadi tidak aktif dan tidak dapat berfungsi lagi
sebagai biokatalis.

4.

Denaturasi protein pada rambut


Protein pada rambut manusia terdiri dari unsur sistin , yaitu senyawa asamamino
yang memiliki unsur sulfida , dalam jumlah presentase yang cukup tinggi .Jembatan
disulfida -S-S- dari sistin merupakan salah satu faktor utama yangbertanggung jawab
atas berbagai bentuk dari rambut kita . Rambut lurus atau keriting dikarenakan keratin
mengandung jembatan disulfidayang membuat molekul mampuuntuk mempertahankan
bentuk- bentuk tertentu.
Proses rebonding melibatkan proses kimiawi yang mengubah struktur protein dalam
rambut. Proses rebonding menghasilkan perubahan permanen pada rambut yang terkena
aplikasi. Namun rambut baru yang tumbuh dari akar rambutakan tetap mempunyai

bentuk rambut yang asli. Jadi, rebonding bukan pelurusan rambut biasa yang hanya
menggunakan perlakuan fisik, tapi juga menggunakan perlakuan kimiawi yang
mengubah struktur protein dalam rambut secara permanen. Proses rebonding melalui
proses pencatokan yang menggunakan panas. Pemanasan mengakibatkan putusnya
ikatan-ikatan penyusun protein, antara lain putusnya ikatan hydrogen.
5.

Penggunaan Antibiotik
Protein terdapat dalam bentuk tiga dimensi dan berlipat-lipat, yang ditentukan
dengan ikatan disulfide kovalen intramolekul dan sejumlah ikatan nonkovalen seperti
ikatan ionic, hidrofobik, dan hydrogen. Bentuk ini disebut struktur tersier protein, yang
mudah terganggu oleh sejumlah agen kimia atau fisika, menyebabkan protein menjadi
tidak berfungsi. Contoh antibiotic yang akan menyebabkan denaturasi protein yaitu:
Grup tetrasiklin, Grup makrolida.

DAFTAR PUSTAKA

http://sintak.unika.ac.id/staff/blog/uploaded/5812002253/files/pengetahuan_bahan_2011
/daging.pdf
Anna Poedjiadi. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press
Chayati, I. 2009. Bahan Ajar Ilmu Pangan. Fakultas Teknik UNY. Yogyakarta
Hasanah, Nurul. 2013. Denaturasi Protein Rambut Akibat Proses Rebonding.
http://www.scribd.com/doc/118879623/Denaturasi-Protein-Rambut-Akibat-ProsesRebonding . Diakses pada tanggal 30 November 2014
Putri, Annisa Risdianika. 2012. Skripsi; Pengaruh Kadar Air Terhadap Tekstur dan
Warna Keripik Pisang Kepok. Universitas Hasanuddin. Makasar.
Stoker, H. Stephen. 2010. General, Organic, And Biol
Sumardjo Damin. 2006. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Winarno, F. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor : MBrio Press.

You might also like