Professional Documents
Culture Documents
Refleksi Kasus
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Oleh :
Rizal Lutfi Auliya A.
Bobby Chandra Kusuma
Dwi Akbarina Yahya
Indah Ria Rezeki
Pembimbing :
dr. M. Darwis Toena, Sp. KK, FINSDV, FAADV
HERPES ZOSTER
ABSTRAK
Herpes zoster merupakan penyakit kulit yang bercirikan timbulnya ruam
kulit dengan distribusi dermatomal dan disertai rasa nyeri yang hebat. Insiden
herpes zoster meningkat seiring bertambahnya usia, di mana lebih dari 2/3 kasus
terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan kurang dari 10% di bawah 20 tahun.
Seorang Pasien laki-laki berumur 45 tahun dating dengan keluhan muncul bintil
berair di sisi kiri lehernya sejak 4 hari sebelum datang ke rumah sakit. Bintil
dirasakan pasien sangat nyeri dan panas. Bintil berisi cairan yang jernih.
Sebelumnya pasien mengeluhkan adanya demam dan menggigil 2 minggu yang
lalu disertai nyeri kepala hebat pada sisi kiri.. Status lokalis pada regio kolli
sinistra tampak vesikel berkelompok dan bula dengan dasar kulit yang eritema,
tampak daerah erosi akibat vesikel yang sudah pecah. pasien mendapat terapi
asiklovir, asam mefenamat, sefadroksil, metilprednisolon, alprazolam, pregabalin,
dan gentamisin krim
Kata kunci :
herpes zoster, asiklovir
ABSTRACT
Shingles is a skin disease that is characterized by the onset of skin rash
with dermatomal distribution and accompanied by great pain. Herpes zoster
incidence increases with age, in which more than two thirds of cases occur in
persons older than 50 years and less than 10% under 20 years old. 45-year-old
patient appearing vesicles and bullae in the left side neck since 4 days before
coming to the hospital. Patient felt the vesicles are very painful and hot. Vesicles
contains clear fluid. Previously, patient complained of fever and chills 2 weeks
ago accompanied by severe headache on the left side. Localist status in the region
of the left colli looks vesicles and bullae based erythematous skin, vesicles visible
area due to erosion that has been broken.The patient get the theraphy such as
hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak
mata bengkak dan sukar dibuka 2.
Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII),
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit 2.
Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit 2.
Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit2.
Herpes zoster lumbalis
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit2.
Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit2.
Secara umum, seluruh jenis penyakit herpes dapat menular melalui kontak
langsung. Namun pada herpes zoster, seperti yang terjadi pada penyakit cacar,
proses penularan bisa melalui bersin, batuk, pakaian yang tercemar dan sentuhan
keatas gelembung/lepuh yang pecah. Seseorang yang telah mengalami cacar air
kemudian sembuh, sebenarnya virus tidak 100% hilang dari dalam tubuhnya,
melainkan bersembunyi didalam sel ganglion dorsalis sistem saraf sensoris
penderita. Ketika daya tahan tubuh melemah, virus akan kembali menyerang
dalam bentuk herpes zoster dimana gejala yang ditimbulkan sama dengan
penyakit cacar air3. Bagi seseorang yang belum pernah mengalami cacar air,
apabila terserang virus varicella zoster maka tidak langsung mengalami penyakit
herpes akan tetapi mengalami cacar air telebih dahulu1.
4
menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang
dengan defisiensi imun. Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan
digaruk dan memakai baju yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga
kebersihan badan2.
Pengobatan Khusus
Sistemik
Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya
valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase
pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir
sebaiknya diberikan pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral
yang dianjurkan adalah 5800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena
biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromais atau penderita
yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes
zoster adalah valasiklovir. Valasiklovir diberikan 31000 mg/hari selama 7 hari,
karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai.
Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir
diberikan 3200 mg/hari selama 7 hari 3.
Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh
virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis
asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga
dipakai seperlunya ketika nyeri muncul2.
Contoh analgesik yang sering digunakan adalah krim yang mengandung
senyawa kalamin, kapsaisin, dan xilokain. Antidepresan trisiklik dapat aktif
mengurangi sakit akibat neuralgia paskaherpetik karena menghambat penyerapan
kembali neurotransmiter serotonin dan norepinefrin. Contoh antidepresan trisiklik
yang digunakan untuk perawatan herpes zoster adalah amitriptilin dan
nortriptilin,. Untuk mengontrol sakit neuropatik, digunakan antikonvulsan seperti
fenitoin, karbamazepin, dan gabapentin3.
Menurut FDA, obat pertama yang dapat diterima untuk nyeri neuropatik ialah
pregabalin. Obat tersebut lebih baik daripada obat gaba karena efek sampingnya
lebih sedikit, lebih poten (2-4 kali), kerjanya lebih cepat,serta pengaturan dosisnya
lebih sederhana. Dosis awalnya 2x75 mg bisa dinaikan menjadi 2x150 mg bila
kurang. Maksimum 600 mg sehari3.
Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt.
Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa
diberikan ialah prednison dengan dosis 320 mg/hari, setelah seminggu dosis
diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan
tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus4.
Pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium
vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel
agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau
terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik4.
Komplikasi
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi
yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang
persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40
tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari
ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi
herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi
karena keganasan atau pengobatan imunosupresi 3.
Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai
beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,
persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur
penderita maka semakin tinggi persentasenya3.
Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi HIV, keganasan, atau
berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan
jaringan nekrotik3.
Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis
paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik3.
Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan
kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan3.
Paralisis motorik
Secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang
berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi.
Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh,
ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.
LAPORAN KASUS
Seorang pasien laki-laki berusia 45 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUD. A. Wahab Sjahranie Samarinda dengan keluhan utama bintilbintil berair yang timbul di sisi kiri wajah dan lehernya.
Pasien mengeluhkan muncul bintil di sisi kiri wajah dan lehernya sejak 4
hari sebelum datang ke rumah sakit. Pertama kali bintil muncul di daerah pipi kiri
kemudian menyebar ke telinga, leher sebelah kiri, lalu bahu kiri. Bintil dirasakan
pasien sangat nyeri dan panas. Bintil berisi cairan yang jernih. Sebelumnya pasien
mengeluhkan adanya demam dan menggigil 1 minggu yang lalu disertai nyeri
kepala hebat pada sisi kiri.
kepalanya di IGD RSUD A.W. Sjahranie namun pasie memilih pulang karena
keluhan berkurang. Pasien belum pernahmelakukan pengobatan ke Poli Kulit dan
Kelamin RSUD. A. Wahab Sjahranie. Adanya riwayat penyakit serupa
sebelumnya disangkal oleh pasien. Riwayat keluhan serupa pada keluarga dan
teman kantornya juga disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis dan keadaan
umum sehat. Pemeriksaan tanda vital dan status generalis pasien dalam batas
normal.
Status
dermatologis
menunjukkan
efloresensi
berupa
vesikel
berkelompok dan bula yang telah pecah dengan permukaan yang erosi, dasar kulit
yang eritematosa dan edema di regio fasialis sinistra, aurikula sinstra, dan kolli
sinistra.
didiagnosis sebagai herpes zoster. Diagnosis banding pada pasien ini adalah
dermatitis venenata.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini berupa terapi asiklovir 6 x
800 mg selama 7 hari, asam mefenamat 3x500 mg, sefadroksil 3x500 mg,
metilprednisolon 1x16 mg, alprazolam 1x1 mg, pregabalin 2x150 mg, dan
gentamisin salep 2x ue. Prognosis pada pasien ini secara vitam, sanasionam, dan
kosmetikan adalah bonam.
PEMBAHASAN
Diagnosis herpes zoster pada kasus ini didasarkan pada anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Anamnesis pada pasien laki-laki usia 45 tahun didapatkan
keluhan berupa bintil-bintil cair yang timbul di sisi kiri wajah dan lehernya sejak
4 hari sebelum masuk rumah sakit. Bintil-bintil ini disertai rasa sangat nyeri dan
panas. Secara teori, herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral
serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi
serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus
kranialis.3,4
Pasien mengaku mengalami demam dan menggigil sekitar satu minggu
lalu disertai nyeri kepala hebat pada sisi kiri. Sesuai dengan teori, infeksi diawali
dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti
lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsung satu sampai empat hari
sebelum kelainan kulit timbul2 dan pada pasien ini gejala prodromal berlangsung
selama tiga hari sebelum munculnya kelainan kulit.
Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan efloresensi berupa vesikel
berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema di region fasialis
sinistra, aurikula sinistra, dan koli sinistra. Berdasarkan teori, herpes zoster
merupakan radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel
unilateral, sesuai dengan dermatomnya (persarafannya).4
Diagnosis banding kasus ini adalah dermatitis venenata. Dermatitis
venenata merupakan dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang
pada malam hari. Pasien dengan dermatitis venenata baru merasakan pedih
keesokan harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi
10
vesikel atau bahkan nekrosis. Pada anamnesa pasien tidak didapatkan adanya
gejala yang muncul tiba-tiba pada keesokan hari. Pada dermatitis venenata juga
tidak didahului dengan gejala konstitusi, sedangkan pasien ini mengalami gejala
konstitusi sekitar kurang dari satu minggu sebelum muncul bintil berisi cairan
tersebut. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan percobaan Tzanck yang
merupakan pemeriksaan penunjang untuk herpes zoster karena keterbatasan
peralatan yang tidak memadai.
Pada pasien ini mendapatkan terapi asiklovir 6x800mg selama 7 hari,
asam mefenamat 3x500mg sebagai anti nyeri, antibiotik sefadroksil 3x500mg,
metilprednisolon 1x16mg, alprazolam 1x1 mg, pregabalin 2x150mg, dan salep
gentamisin 2x sehari untuk penggunaan luar. Literatur menyebutkan pasien herpes
zoster mendapatkan terapi sistemik antivirus, yang biasa digunakan ialah asiklovir
dan modifikasinya.3 Pasien herpes zoster juga diberikan analgetik. Pilihan
analgetik yang biasa digunakan adalah asam mefenamat 1500mg/hari dalam dosis
terbagi atau saat nyeri muncul.2 Analgesik lain yang dapat diberikan yaitu
antidepresan trisiklik yang dapat aktif mengurangi sakit akibat neuralgia. Untuk
mengontrol
sakit
neuropatik,
digunakan
antikonvulsan
seperti
fenitoin,
karbamazepin, dan gabapentin. Menurut FDA, obat pertama yang dapat diterima
untuk nyeri neuropatik ialah pregabalin.3 Pemberian kortikosteroid dilakukan
sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis.4 Pengobatan topikal
diberikan bergantung pada stadiumnya, jika masih stadium vesikel diberikan
bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi
infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka, bila terjadi ulserasi dapat
diberikan salep antibiotik.4
Prognosis pasien ini secara vitam, sanasionam, dan kosmetikam adalah
bonam. Berdasarkan literatur, prognosis herpes zoster umumnya baik.3
KESIMPULAN
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti
gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya) 4.
Diagnosis herpes zoster pada kasus ini didasarkan pada anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang sesuai dengan literatur.
11
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu
Penyakit kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.
2. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus.
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius. 2000,128-9.
3. DjuandaA,Djuanda S, Hamzah M.,Aisah S.,editor.2010. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin.Edisi Kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran Indonesia.
4. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta:
Hipokrates, 2000; 92-4.
13