Professional Documents
Culture Documents
TETRAPARESE
Oleh :
MINI OKTAVIANI
08101017
Pembimbing :
dr. Elvina Zuhir, Sp.S
BAB 1
PENDAHULUAN
atau
kelemahan yang
dapat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Parese adalah suatu kondisi yang ditandai oleh berkurangnya fungsi
motorik pada suatu bagian tubuh akibat lesi pada mekanisme saraf atau otot.
Kelemahan merupakan hilangnya sebagian fungsi otot pada satu atau lebih
kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena.
Sedangkan Tetraparese adalah kelumpuhan atau kelemahan yang menyebabkan
hilangnya sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak. Hal ini
diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat
tertinggi (khususnya pada vertebra servikalis), kerusakan sistem saraf perifer,
kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. Penyebab khas pada kerusakan ini
adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau karena
2. EPIDEMIOLOGI
Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera pada medula
spinalis. Menurut Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National
Spinal Cord Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru
cedera medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi
paralisis komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk,
dengan angka tetraparese 200.000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor
merupakan penyebab utama cedera medula spinalis.2
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan inkomplet
berdasarkan ada atau tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.
Pembagian
ini
penting
untuk
meramalkan
prognosis
dan
selanjutnya.3.4
3. ETIOLOGI
Berikut ini adalah penyebab umum dari tetraparase, yaitu :
3
penanganan
Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira setinggi L1-L2 dan
dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri
dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke
ekstremitas, badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula
spinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang menghubungkan saraf-saraf
medula spinalis ke tubuh adalah sistem saraf perifer. Medula spinalis terdiri atas
traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti
rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang
membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh).2
6
1. Sistem Piramidal
-
Di
kornu
anterior
medula
spinalis
melalui
traktus
kortikospinalis
mempersarafi sel-sel motorik batang otak secara bilateral, kecuali nervus VII
dan XII yang berfungsi untuk menyalurkan impuls motorik untuk gerakangerakan tangkas otot-otot tubuh dan anggota gerak.
Cedera Traumatik
Terjadi ketika benturan fisik eksternal seperti yang diakibatkan oleh kecelakaan,
jatuh atau kekerasan yang dapat merusak medula spinalis.
Cord Injury Medicine, cedera medula spinalis traumatik mencakup fraktur,
dislokasi dan kontusio dari kolum vertebra.
Terjadi akibat penyakit, infeksi atau tumor mengakibatkan kerusakan pada medula
spinalis.
Faktor penyebab dari cedera medula spinalis mencakup penyakit motor neuron,
myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan inflamatori, penyakit neoplastik,
penyakit vaskuler, kondisi toksik dan metabolik dan gangguan kongenital dan
perkembangan.
6. PATOGENESIS
9
a. Penyakit infeksi
- Mielitis transversa
Dapat menyebabkan satu sampai dua segmen medula spinalis yang rusak
sekaligus. Istilah mielitis tidak hanya digunakan jika medula spinalis mengalami
peradangan, namun juga jika lesinya mengalami peradangan dan disebabkan oleh
proses patologik yang mempunyai hubungan dengan infeksi. Serabut-serabut
asenden dan desenden panjang dapat terputus oleh salah satu lesi yang tersebar
luas, sehingga dapat menimbulkan kelumpuhan parsial dan defisit sensorik yang
tidak masif di seluruh tubuh atau yang dikenal dengan istilah tetraparese.
-
Poliomielitis
Merupakan peradangan pada daerah medula spinalis yang mengenai
substantia grisea. Jika lesi mengenai medula spinalis setinggi servikal atas maka
dapat menyebabkan kelemahan pada anggota gerak atas dan bawah.
b. Polineuropati
Merupakan kelainan fungsi yang berkesinambungan pada beberapa saraf
perifer di seluruh tubuh. Kekurangan gizi dan kelainan metabolik juga bisa
menyebabkan polineuropati. Kekurangan vitamin B bisa mengenai saraf perifer
di seluruh tubuh, penyakit yang bisa menyebabkan polineuropati kronik
(menahun) adalah diabetes, gagal ginjal dan kekurangan gizi (malnutrisi) yang
berat. Polineuropati kronik cenderung berkembang secara lambat (sampai
beberapa bulan atau tahun).
Kelainan pada saraf perifer dijumpai sebagai berikut : tiga sampai empat
hari pertama pembengkakan dan menjadi irreguler dari selubung myelin. Hari ke
lima terjadi desintegrasi myelin dan pembengkakan aksis silinder. Pada hari ke
sembilan timbul limfosit, hari ke sebelas timbul fagosit dan pada hari ketiga belas
proliferasi Schwan sel. Kesemutan, mati rasa, nyeri terbakar dan ketidakmampuan
untuk merasakan getaran atau posisi lengan, tungkai dan sendi merupakan gejala
utama dari polineuropati kronik. Nyeri seringkali bertambah buruk di malam hari
dan bisa timbul jika menyentuh daerah yang peka atau karena perubahan suhu.
Ketidakmampuan untuk merasakan posisi sendi menyebabkan ketidakstabilan
ketika berdiri dan berjalan. Pada akhirnya akan terjadi kelemahan otot dan atrofi
(penyusutan otot). Kelumpuhan biasanya timbul sesudah tidak ada panas,
kelumpuhan otot biasanya bilateral dan simetris dengan tipe "lower motor
12
neuron dengan penyebaran kelumpuhan yang bersifat ascending yaitu mulai dari
ekstrimitas bawah yang menjalar ke ekstrimitas atas, tetapi bisa pula descending
yaitu mulai dari ekstrimitas atas yang turun ke ekstrimitas bawah.
c. Sindrom Guillain Barre (SGB)
Adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang mengenai radiks
spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang juga saraf kranialis, yang biasanya
timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu
kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron dari otot-otot ekstremitas.
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe
lower motor neuron. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari
kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenden ke badan, anggota
gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak
dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis.
Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau
arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat
dari bagian distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat
dari bagian proksimal.
d. Miastenia Grafis
Miastenia grafis adalah penyakit neuromuskular yang menyebabkan otot
skelet menjadi lemah dan mudah lelah. Kelelahan atau kelemahan ini disebabkan
karena sirkulasi antibodi yang memblok acetylcholine receptors pada post sinaptik
neuromuscular junction, stimulasi penghambatan ini berpengaruh pada.
neurotransmiter asetilkolin. Manifestasi klinisnya dapat berupa kelemahan pada
otot yang mengatur pergerakan mata, kelemahan otot pada lengan dan tungkai,
perubahan ekspresi wajah, disfagia, dan disartria .
14
Pemeriksaan Radiologis
Selain anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboraturium yang
mengarahkan ke diagnosis tetraparese tipe lower maupun upper motor neuron,
maka diperlukan pemeriksaan radiologi untuk menyingkirkan penyebab yang lain.
16
10. PROGNOSIS
Sekitar 60-70% pasien dengan tetraparalisis dapat sembuh tanpa cacat.
Faktor-faktor lain diduga berhubungan dengan prognosis pasien. Pasien yang
berusia 50 tahun atau lebih tua memiliki sekitar 30% pemulihan tanpa adanya
kecacatan. Pasien yang lebih muda memiliki pemulihan tanpa adanya kecacatan
lebih besar.
BAB III
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. A
Umur
: 27 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
17
Alamat
: Dusun Sialang
Pekerjaan
: Satpol PP
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Belum Menikah
No. RM
: 060361
Tanggal Masuk
: 16 Juni 2015
Tanggal Periksa
: 22 Juni 2015
B. ANAMNESIS
I.
Keluhan Utama
Lemah keempat anggota gerak sejak 1 minggu yang lalu.
II.
III.
Sekitar 3 bulan sebelum masuk rumah sakit psien pernah mengalami keluhan
lemah keempat anggota gerak, awalnya pasien merasakan ujung jari-jari
tangan dan kaki terasa kebas, pasien mengaku kedua tangan terasa kesemutan
lebih dahulu kemudian menjalar hingga kaki, keluhan ini dirasakan pasien
IV.
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat menderita keganasan
- Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat batuk lama dan
mendapatkan pengobatan selama 6 bulan
V.
Riwayat pekerjaan sebagai satpol PP, riwayat minum alkohol (-), dan merokok
(+).
C. PEMERIKSAAN FISIK
I.
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
Kesadaran
Kooperatif
: Baik
Keadaan gizi
: Baik
Tinggi Badan
: 165 cm
Berat Badan
: 65 kg
Tanda Vital
-
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi Pernafasan
Suhu
Rambut
:
:
:
:
120/80 mmHg
80 x/menit
20 x/menit
36,4oC
19
a. Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi
Perkusi
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/b. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Palpasi
:Nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-), hati dan limpa
Ekstremitas
II.
Superior
Inferior
Status Neurologis
Kaku Kuduk
Brudzinski I
Brudzinski II
Tanda Kernig
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Isokor
Kanan
Normosmia
Normosmia
Kiri
Normosmia
Normosmia
Kanan
Kesan normal
Dalam batas normal
Kesan normal
Tidak dilakukan
Kiri
Kesan normal
Dalam batas normal
Kesan normal
Tidak dilakukan
Kanan
Normal
Tidak ada
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kiri
Normal
Tidak ada
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Bentuk
Refleks cahaya
Rrefleks akomodasi
Refleks konvergensi
Bulat
Bulat
Positif
Positif
Normal
Normal
Normal
Normal
N. IV (N. Trochlearis)
Gerakan mata ke bawah
Sikap bulbus
Diplopia
Kanan
Normal
Normal
Kiri
Normal
Normal
Tidak ada
Tidak ada
N. V (N. Trigeminus)
Kanan
Kiri
Motorik :
-
Membuka mulut
Menggerakkan rahang
21
Menggigit
- Mengunyah
Sensorik :
-
Sensibilitas
Normal
Normal
Divisi Maksila
Refleks masseter
-
Divisi Optalmika
- Refleks kornea
-
Sensibilitas
Divisi Mandibula
-
Sensibilitas
N. VI (N. Abduscen)
Kanan
Normal
Normal
Tidak
Kiri
Normal
Normal
Tidak
Raut wajah
Sekresi air mata
Fisura palpebra
Menggerakkan dahi
Menutup mata
Mencibir/bersiul
Memperlihatkan gigi
Sensasi lidah 2/3 depan
Kiri
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Kanan
Baik
Baik
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
22
Kiri
Baik
Baik
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
- Memanjang
- Memendek
Nistagmus :
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Hiperakusis
N. IX (N. Glossopharingeus)
Kanan
Normal
Normal
Kiri
Normal
Normal
N. X (N. Vagus)
Kanan
Normal
Normal
Bisa
Normal
Normal
78 x/menit
Arkus faring
Uvula
Menelan
Artikulasi
Suara
Nadi
Kiri
Normal
Normal
Bisa
Normal
Normal
78 x/menit
N. XI (N. Assesorius)
Menoleh ke kanan
Menoleh ke kiri
Mengangkat bahu ke kanan
Mengangkat bahu ke kiri
Kanan
Normal
Normal
Normal
Normal
Kiri
Normal
Normal
Normal
Normal
Kanan
Normal
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kiri
Normal
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
23
Tidak dapat
Tes jari-hidung
Dalam Batas
Romberg test
dilakukan
Dalam Batas
Tes jari-jari
Normal
Dalam Baas
Stepping test
Normal
Daam Batas
Tes Tumit-Lutut
Normal
Dalam BataS
Normal
Dalam Batas
Disfagia
normal
Dalam Batas
Rebound phenomen
Normal
Dalam Batas
Supinasi-pronasi
Normal
Dalam Batas
Ataksia
Normal
Dalam batas
Normal
normal
e. Pemeriksaan Fungsi Motorik
A. Berdiri dan Berjalan
Gerakan spontan
Tremor
Atetosis
Mioklonik
Khorea
Bradikinesia
Ekstremitas
Gerakan
Kekuatan
Atrofi
Tonus
Kanan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Superior
Kanan
Kiri
Lemah
Lemah
4,4,4,4
4,4,4,4
Tidak ada
Tidak ada
Hipotoni
Hipotoni
f. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil
Sensibilitas nyeri
Sensibilitas termis
Sensibilitas kortikal
Stereognosis
Pengenalan 2 titik
Kiri
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Inferior
Kanan
Kiri
Lemah
Lemah
3,3,3,3
3,3,3,3
Tidak ada
Tidak ada
Hipotoni
Hipotoni
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
24
Pengenalan rabaan
g. Sistem Refleks
Refleks Fisiologis
Kornea
Berbangkis
Laring
Masseter
Dinding perut
Atas
Bawah
Tengah
Biseps
Triseps
APR
KPR
Bulbokavernosus
Kremaster
Sfingter
Normal
Kanan
Normal
Normal
Normal
Normal
Kiri
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
+
+
+
+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Normal
Normal
Normal
Normal
+
+
+
+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Normal
Refleks Patologis
Lengan
Hoffman-Tromner
Tungkai
Babinski
Chaddoks
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Klonus kaki
h.
-
Fungsi Otonom
Miksi
Defekasi
Sekresi keringat
Kanan
Kiri
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
: Normal
: Normal
: Normal
i. Fungsi Luhur
Kesadaran
Reaksi bicara
Fungsi intelek
Reaksi emosi
Baik
Baik
Baik
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
25
Tanda Demensia
Reflek glabella
Reflek snout
Reflek menghisap
Reflek memegang
Refleks palmomental
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Darah lengkap
Hb : 10,4 gr%
Leukosit : 9.103/mm3
Hematokrit : 43%
Trombosit : 250.000
Gula darah sewaktu : 110 mg/dl
Elektrolit
Chlorida 94 mEq/L (Rendah)
Kalium 2,7 mEq/L (Rendah)
Natrium 124 mEq/L (Rendah)
E. MASALAH
DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis
: Tetraparese flacsid
Diagnosis Topik
: Lesi di Otot
Rontgen thoraks
Foto Rontgen thorakolumbal
MRI
TERAPI
Medikamentosa
Edukasi
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal S
23/06/20 Tangan
15
Tanggal
24/06/20
15
O
T: 120/80 mmHg
N: 84 x/menit
dan kaki S: 36,5 C
lemah (+) P: 20 x/menit
A
Tetraparese
etcausa
hipokalemi
NaCL 0,9%,
KSR 1x1
Omeprazol 1x20mg
Propepsa Syrup 3x1
Fisioterapi
S
Tangan
dan kaki
lemah (+)
A
Tetraparese
etcausa
hipokalemi
NaCL 0,9%,
KSR 1x1
Omeprazol 1x20mg
Propepsa Syrup 3x1
Fisioterapi
O
T: 130/70 mmHg
N: 82 x/menit
S: 35,9 C
P: 18 x/menit
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang pasien laki-laki usia 27 tahun dengan keluhan lemah keempat
anggota gerak sejak 1 minggu yang lalu. Kedua tangan dan kedua kaki terasa
lemah ketika digerakan. Pasien juga mengalami keluhan muntah, frekuensi
muntah sebanyak lebih dari 3 kali dalam sehari, yang dimuntahkan adalah
makanan yang dimakan oleh pasien, setiap makanan yang masuk selalu
dimuntahkan, keluhan ini semakin sering sehingga pasien dibawa ke rumah sakit
RSUD Bangkinang. Pasien juga mengalami keluhan nyeri ulu hati. Demam tidak
ada. Keluhan lemah pertama kali dirasakan pasien sekitar 3 bulan sebelum masuk
rumah sakit, dimana pasien merasakan ujung jari-jari tangan dan kaki terasa
kebas, keluhan ini dirasakan pasien setelah berolahraga lari. Pasien kemudian
berobat ke dokter didekat rumahnya dan diberikan obat, tapi pasien lupa nama
27
obatnya, namun keluhan tidak berkurang. Riwayat kebiasaan pola makan tidak
teratur. Pada pemeriksaan fisik ditemukan parase atau kelemahan pada keempat
anggota ektremitas dan pada pemeriksaan neurologis ditemukan pemeriksaan
nervus kranialis dalam batas normal, kurangnya koordinasi dan keseimbangan
tubuh, refleks fisiologis menurun, refleks patologis tidak ditemukan, serta pada
pemeriksaan motorik ditemukan gerakan dan kekuatan otot lemah pada ektremitas
superior dan inferior, atrofi otot tidak ditemukan dan hipotoni pada keempat
anggota gerak. Pada pemeriksaan penunjang seperti darah rutin tidak ada
ditemukan tanda-tanda infeksi dan pada pemeriksaan elektrolit tubuh ditemukan
kalium, natrium dan chlorida rendah. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik pada pasien ini ditegakkan diagnosis sebagai tetraparase flaksid lesi di otot
yang mempunyai gejala seperti kekuatan otot yang berkurang, hilangnya refleks
tendon,
tidak
adanya
refleks
patologis,
dan
tonus
otot
menghilang.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono M, Sidharta P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat. Hal 30-3.
2. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi Saraf. 2008. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi sebelas. Jakarta : EGC. Hal 55-62.
3. Lumbantobing SM. 2010. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal
20-5.
4. Harsono. 2010. Buku Ajar Neurologi Klinis. Jakarta : Gadjah Mada
University Press. Hal 44-7.
5. Priguna Sidharta M D Phd. 2008. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum.
Jakarta : Dian Rakyat. Hal 44-8
6. Sylvia A Price, Lorraine M Wilson . 2008. Buku ajar patofisiologi. Edisi
keenam. Jakarta : EGC. Hal 95-7.
29