Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Monica Raharjo
030.09.157
Pembimbing :
dr. Harmon Mawardi, Sp.A
lebih dari 4.300 kematian dalam satu tahun disebabkan oleh sepsis. Di negara-negara
berkembang, sepsis menyebabkan > 6.000.000 kematian pada bayi baru lahir dan balita setiap
tahunnya.1 Sepsis merupakan salah satu masalah pada anak yang penting untuk diatasi dilihat
dari tingkat mortalitasnya yang masih tinggi, terutama di negera-negera berkembang seperti
Indonesia. Belum ada data mengenai prevalensi sepsis secara khusus di Indonesia. Sepsis
yang tidak ditangani dengan baik dapat jatuh kedalam keadaan syok septik yang akhirnya
dapat menyebabkan kematian. Penanganan secara dini terhadap syok septik dapat
mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.
Tujuan disusunnya referat ini ialah karena kasus sepsis dirasa penting untuk diketahui
sebagai salah satu bekal untuk menjadi seorang dokter umum yang kompeten. Ini karena pada
kasus sepsis, diperlukan tatalaksana secara dini agar dapat mencegah terjadinya komplikasi
yang dapat berujung kepada kematian. Peran seorang dokter umum ialah sebagai ujung
tombak dari pelayanan primer kesehatan sehingga penting dalam upaya deteksi dini kasuskasus sepsis. Namun, pada anak dengan sepsis seringkali didapatkan gejalan klinis yang
kurang spesifik sehingga perlu suatu pedoman atau kriteria untuk menegakkan diagnosis
sepsis. Maka dari itu, pada referat ini akan dibahas mengenai epidemiologi, definisi, etiologi,
faktor risiko, gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, penegakkan diagnosis, dan akhirnya
tatalaksana dari sepsis pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 EPIDEMIOLOGI
Sepsis masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak.1
Berdasarkan studi yang telah dilakukan, mortalitas akibat sepsis telah berkurang dimana
mortalitas akibat sepsis sekarang ialah sekitar 10%. 2 Namun, sepsis berat masih merupakan
penyebab utama kematian pada anak dimana lebih dari 4.300 anak meninggal setiap tahunnya
2
karena sepsis (7% dari semua kematian pada anak). Biaya perawatan akibat sepsis
diperkirakan mencapai $1.97 biliar dalam setahun.1,3 Insidensi sepsis paling tinggi pada bayi
dibandingkan anak-anak dan 15% lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Infeksi yang paling sering berhubungan dengan sepsis ialah infeksi traktus respiratorius
(37%) dan bakteriemia (25%).3 Tabel berikut (tabel 1) menunjukkan insidensi sepsis dalam
satu tahun di Amerika Serikat:
dibandingkan denyut jantung, gangguan kesadaran, capillary refill time (CRT) lebih dari 2
detik, ekstremitas lembab dan dingin, atau penurunan urine output pada anak dengan infeksi.5
3
Beda dengan populasi dewasa, hipotensi tidak selalu didapatkan pada pasien syok septik
karena pada anak hipotensi merupakan tanda dari late shock atau decompensated shock.
Maka dari itu, bila tidak terdapat hipotensi tetap dapat ditegakkan definisi syok septik namun
bila terdapat hipotensi merupakan konfirmasi adanya keadaan syok pada anak. 1 Tanpa
tatalaksana pasien dengan syok septik akan mengalami multiple organ dysfunction syndrome
(MODS) dan akhirnya kematian.2 MODS dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi
gangguan fungsi organ yang memerlukan suatu intervensi.6
untuk parameter denyut jantung, laju pernapasan, hitung leukosit, dan tekanan darah
dibedakan berdasarkan umur anak; disesuaikan dengan nilai normal anak yang berhubungan
dengan fisiologi anak yang berbeda-beda tergantung dari umur anak (tabel 6).1
Tabel 4: Definisi SIRS, Infeksi, Sepsis, Sepsis Berat, dan Syok Septik 1
Tabel 6: Batasan Nilai Normal Tanda Vital dan Hitung Leukosit Berdasarkan Umur 1
Bradikardia pada bayi baru lahir (kurang dari 7 hari) merupakan tanda dari SIRS
namun pada anak diatas 7 tahun tidak dianggap sebagai tanda dari SIRS karena bradikardia
ditemukan sebagai tanda near-terminal event pada anak lebih dari 7 tahun.1
2.3 ETIOLOGI
Sepsis dapat merupakan komplikasi dari suatu infeksi yang lokal maupun dapat
merupakan akibat dari invasi dan kolonisasi patogen yang sangat virulen. Patogen yang dapat
menyebabkan sepsis pada anak bervariasi bergantung pada usia pasien serta status imun
pasien.2-4 Pada neonatus dan bayi kurang dari 2 bulan penyebab sepsis tersering ialah
streptokokus grup B, Escherichia coli, Listeria monocytogenes, enterovirus, dan herpes
simpleks virus. Pada anak yang lebih dewasa penyebab sepsis tersering ialah Streptococcus
pneumonia, Neisseria meningitidis, dan Staphylococcus aureus baik yang sensitif terhadap
methicilin maupun yang resisten terhadap methicilin, Haemophilus influenzae tipe B,
Salmonella sp., dan Streptokokus grup A (community-acquired organisms).1-4 Bakteri gram
negatif seringkali menyebabkan sepsis pada anak dengan status imun yang buruk maupun
anak yang sedang dirawat di rumah sakit (infeksi nosokomial). Bakteri gram negatif yang
dimaksud ialah Escherichia coli, Pseudomonas, Acinetobacter, Klebsiella, Enterobacter, dan
Serratia. Fungi seperti Candida dan Aspergillus juga sering menyebabkan sepsis pada anak
yang immunocompromised. Sepsis yang disebabkan oleh patogen polimikrobial dapat terjadi
pada pasien dengan risiko tinggi seperti pemasangan kateter, penyakit gastrointestinal,
netropenia, maupun penyakit keganasan. Pseudobakteremia dapat terjadi akibat cairan
intravena, albumin, kriopresipitat, atau komponen darah yang terkontaminasi (biasanya oleh
organisme yang water-borne seperti Bukholderia cepacia, Pseudomonas aeruginosa, dan
Serratia).2-3 Tabel berikut (tabel 7) menerangkan bakteri apa saja yang dapat ditemukan pada
populasi umur tertentu pada anak:
Prematuritas 4
Anak dengan usia diantara 3 bulan sampai 3 tahun 2
Anak dengan cedera yang serius (seperti luka bakar yang luas) 2,4
Anak dengan penyakit yang serius (seperti keganasan, galaktosemia, sindroma
nefrotik, kecanduan obat intravena, infeksi gonokokus pada traktus urinarius) 2,4
Anak yang sedang menjalani terapi antimikroba jangka panjang 2
Anak dengan gizi buruk atau malnutrisi 2,4
Anak dengan penyakit yang kronik 2
Anak yang immunocompromised (pasien pasca transplantasi, anak yang mendapat
obat-obatan kemoterapi, anak yang mendapat kortikosteroid, dan anak dengan
defisiensi sistem imun: anak yang menderita agamaglobulinemia, neutropenia
8
HIV-AIDS,
asplenia,
defisiensi
komplemen,
atau
neutrophil
Faktor risiko atau faktor predisposisi yang ditemukan pada anak berhubungan dengan
patogen tertentu seperti tertera pada tabel berikut (tabel 8):
imun humoral. Respons imun tubuh baik selular dan humoral merupakan upaya tubuh tuntuk
mempertahankan suasana fisiologis. Respons imun ini diperantarai oleh substansi atau
mediator-mediator inflamasi. Mediator endogen yang telah teridentifikasi ialah TNF,
interleukin 1 (IL-1), IL-2, IL-4, IL-6, IL-8, platelet activating factor (PAF), interferon-,
eicosanoids (leukotrienes B4, C4, D4, and E4; thromboxane A2; prostaglandins E2 and I2),
granulocyte-macrophage colony-stimulating factor, endothelium-derived relaxing factor,
endothelin-1, complement fragments C3a and C5a, toxic oxygen radicals, proteolytic
enzymes dari polymorphonuclear neutrophils, platelets, transforming growth factor-,
vascular permeability factor, macrophage-derived procoagulant dan inflammatory cytokine,
bradykinin, thrombin, coagulation factors, fibrin, plasminogen activator inhibitor (PAI-1),
myocardial depressant substance, -endorphin, heat shock proteins, and adhesion molecules
(endothelin-derived adhesion molecule [E-selectin]; intercellular adhesion molecule-1
[ICAM]; vascular adhesion molecule-1 [VCAM]). Bila produksi mediator inflamasi
berlebihan maka hal tersebut akan merugikan bagi tubuh.2,4
Pada sepsis, multiplikasi mikroorganisme patogen yang tidak terkendali mencapai
puncaknya dan menyebabkan induksi yang hebat dari sistem imunitas tubuh sehingga terjadi
kaskade inflamasi. Produksi mediator inflamasi berlebihan (terjadi imbalans antara produksi
mediator pro-inflamasi dan mediator anti-inflamasi) sehingga menyebabkan disfungsi
mikrosirkulasi tubuh. Disfungsi mikrosirkulasi yang dimaksud ialah kerusakan endotel
pembuluh darah, pengeluaran substansi yang bersifat vasoaktif, perubahan tonus pembuluh
darah, serta obstruksi kapiler akibat agregasi komponen seluler. Aktivasi sistem komplemen
juga terjadi sebagai respons host terhadap infeksi. Aktivasi dari sistem komplemen
menyebabkan pengeluaran mediator vasoaktif yang menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler, vasodilatasi, serta agregasi trombosit. Efek merugikan dari mediator endogen adalah
sebagai berikut:
vasodilatasi
Leukotriene: menyebabkan vasokonstriksi, bronkokonstriksi, serta peningkatan
permeabilitas kapiler
Myocardial depressant factors: menyebabkan depresi kerja otot jantung
Endogenous opiates seperti -endorfin: menyebabkan depresi aktivitas saraf simpatis,
mengurangi kontraktilitas miokardium, dan menyebabkan vasodilatasi
10
Akibatnya, terbentuk thrombin yang membantu deposisi fibrin pada mikrosirkulasi yang
memperburuk disfungsi mikrosirkulasi.3
Akibat dari kaskade inflamasi banyak antara lain demam, produksi asam laktat, serta
syok. Demam terjadi karena adanya pirogen baik yang eksogen maupun yang endogen.
Pirogen eksogen yang dimaksud ialah patogen penyebab infeksi, toksin, maupun endotoksin
yang akan masuk ke dalam tubuh mencetuskan respons inflamasi sehingga dihasilkan pirogen
endogen seperti TNF, interleukin, serta metabolit asam arakhidonat tromboksan,
prostaglandin, serta leukotriene. Pirogen endogen akan merangsang pusat pengaturan suhu
yang terletak di hipotalamus sehingga terjadi peningkatan thermostat suhu tubuh. Akibatnya
terjadi kontraksi otot tubuh, aktivitas metabolisme yang meningkat, serta vasokonstriksi
perifer. Ketiga hal ini akan mengkonservasi panas dalam tubuh sehingga terjadi demam.2
Pengeluaran mediator-mediator inflamasi menyebabkan kebutuhan metabolik jaringan
meningkat sedangkan terjadi gangguan perfusi perifer akibat agregasi trombosit dan
komponen seluler lainnya yang menyebabkan obstruksi kapiler dan mengganggu
mikrosirkulasi. Hal ini berakibat terjadi suatu metabolisme anaerobik sebagai respons untuk
mempertahankan kadar ATP dalam tubuh. Metabolisme anaerobik berakibat produksi asam
laktat yang meningkat. Hal ini dapat berakibat terjadinya asidosis metabolik.2
Kaskade inflamasi yang tidak ditangani juga dapat berakibat terjadinya syok septik.
Syok septik merupakan kombinasi dari ketiga tipe klasik dari syok yakni syok hipovolemik,
syok kardiogenik, dan syok distributif. Permeabilitas kapiler yang meningkat menyebabkan
suatu capillary leak sehingga cairan intravascular keluar dari pembuluh darah dan terjadi
hipovolemia. Mediator inflamasi juga menyebabkan kerja otot jantung berkurang sehingga
terjadi penurunan daripada cardiac output (CO) atau curah jantung. Mediator inflamasi juga
berakibat vasodilatasi kapiler sehingga resistensi vaskular sistemik berkurang. Akibat dari
hipovolemia, penurunan CO, dan penurunan resistensi vascular menyebabkan disfungsi
sistem sirkulasi yang disebut sebagai syok septik. Pada fase awal, tubuh masih dapat
mempertahankan tekanan darah melalui aktivasi jalur simpatis sehingga terjadi peningkatan
denyut jantung serta vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Namun, lama kelamaan,
11
12
13
oleh manifestasi perdarahan lainnya maka perlu dicurigai suatu disseminated intravascular
coagulation (DIC). Ektima gangrenosum ditemukan pada infeksi Pseudomona aeruginosa.2,4
Ikterus dapat dijumpai pada beberapa pasien sebagai suatu tanda infeksi atau bila
sudah terjadi MODS.2
Pada pasien dengan asidosis metabolik akan terlihat sesak napas dengan pernapasan
yang cepat dan dalam atau disebut pernapasan Kussmaul.2
Gejala klinis lainnya tergantung dari infeksi fokal yang terjadi pada anak. Anak
dengan meningitis, pneumonia, arthritis, selulitis, serta pielonefritis akan memberikan
gambaran klinis yang berbeda-beda.2
Dari pemeriksaan fisik dapat dinilai beberapa parameter dan ditentuk risiko sepsis
pada pasien baru (tabel 9).8
15
2. Takikardia: denyut jantung rata-rata > 2 SD diatas denyut jantung normal untuk umur
tanpa stimulus eksternal, obat-obatan, atau stimulus nyeri ATAU elevasi persisten
denyut jantung tanpa sebab yang jelas selama 0.5 hingga 4 jam ATAU pada anak
kurang dari 1 tahun terjadi bradikardia persisten selama 0.5 jam dimana denyut
jantung rata-rata < persentil ke-10 untuk usia tanpa adanya reflex vagal, penggunaan
obat-obatan beta-blocker, atau kelainan jantung kongenital
3. Takipnue: laju pernapasan > 2 SD diatas laju pernapasan normal untuk umur ATAU
dibutuhkan bantuan ventilasi mekanis yang tidak berhubungan dengan penyakit
neuromuskular ataupun penggunaan anastesi umum
4. Hitung leukosit meningkat atau menurun: Hitung leukosit meningkat atau menurun
dari nilai normal untuk umur, bukan akibat dari penggunaan kemoterapi ATAU
netrofil batang > 10%
Adanya lesi kulit seperti petekie dan purpura merupakan gambaran klinis yang sugestif
sepsis. Untuk membuktikan adanya suatu infeksi, dilihat dari gejala klinis (anamnesis dan
pemeriksaan fisik) anak selain itu juga perlu ditunjang oleh pemeriksaan penunjang seperti
foto thoraks, pemeriksaan darah, analisa cairan, serta pemeriksaan kultur.2
Standar baku diagnosis sepsis adalah dengan ditemukannya bakteri dalam darah
ditambah dengan gejala klinis berupa gangguan multi organ.7 Ditemukannya bakteri dalam
darah atau hasil kultur yang positif menandakan adanya bakteriemia. Bakteriemia merupakan
suatu diagnosis laboratorik.6 Pada pasien dengan sepsis tidak selalu didapatkan hasil kultur
yang positif.4
2.9 ALAT SKRINING SEPSIS
Pada pasien baru dapat digunakkan alat bantu untuk skrining terhadap sepsis. Alat
skirining pada gambar berikut dibuat oleh BC Childrens hospital pada tahun 2011 (Gambar
4).8
18
19
2.11 TATALAKSANA
Prinsip tatalaksana dari suatu sepsis ialah early recognition/ deteksi dini, early
antimicrobial therapy/ pemberian antibiotika secara dini, serta early goal-directed therapy/
terapi tertuju lainnya secara dini. Tatalaksana dini ialah yang terbaik untuk mencegah
komplikasi daripada sepsis dan menurunkan angka mortalitas akibat sepsis. Tatalaksana yang
ditujukkan terhadap mediator-mediator inflamasi yang terlibat dalam SIRS masih dalam
tahap penelitian namun belum ada hasil yang memuaskan.2
Bila diagnosis sepsis sudah ditegakkan, pasien sebaiknya dirawat di ruangan unit
intensive care dimana dapat dilakukan monitoring secara kontinu, serta pemasangan central
venous pressure (CVP) dan arterial blood pressure bila diperlukan. Monitoring pasien
dengan syok septik meliputi monitoring terhadap kesadaran, tanda vital, capillary refill time,
saturasi oksigen, CVP, dan urine output setiap jam. Bila didapatkan kelainan pada parameter
tersebut maka perlu dilakukan resusitasi hingga didapatkan capillary refill time kurang dari 2
detik, denyut nadi normal dan sama kuat dengan denyut jantung, ekstremitas hangat, urine
output > dari 1 ml/kgBB/jam, tekanan darah normal, dan pasien sadar.2
Administrasi antimikroba secara dini dapat menurunkan angka mortalitas. Tujuan dari
pemberian antimikroba ialah untuk pengendalian dari infeksi Pemilihan jenis antimikroba
tergantung dari faktor risiko pasien serta gejala klinis pasien. Pola resistensi bakteri juga
perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis antimikroba.2,4,6 Beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan antimikroba ialah sebagai berikut:
alat bantu yang berada dalam tubuh, ditemukan kokus gram positif pada darah, atau
dicurigai infeksi S. aureus yang resisten terhadap metisilin dapat ditambahkan
empirik.
Area yang endemis terhadap tick atau dicurigai infeksi rikettsia: Tambahkan
Antibiotika yang digunakan untuk tatalaksana sepsis pada anak beserta dengan dosisnya
dapat dilihat pada tabel berikut ini (tabel 11)10:
21
inotropik,
koreksi
status
metabolik,
pemberian
kortikosteroid,
serta
cardiac output
yang rendah akibat disfungsi miokardium yang progresif dan hal ini
berhubungan dengan mortalitas yang lebih tinggi. Obat pilihan utama ialah dopamin
diberikan 2-5 mcg/kgBB/menit, namun bila syok resisten dopamin dapat diberikan epinefrin
atau norepinefrin. Dobutamin diberikan bila cardiac output rendah. Bila syok resisten
epinefrin atau norepinefrin dapat diberikan nitroprusside, milrinone, atau arginine
vasopressin.2-3 Obat-obat vasopressor yang digunakkan pada sepsis beserta dosisnya dapat
dilihat pada tabel berikut (tabel 12) 10:
berupa
metilprednisolon
30
mg/kgBB/dosis
atau
deksametason
mg/kgBB/dosis secara IV 15-20 menit setelah diagnosis syok septik ditegakkan dan dapat
diulang 4 jam kemudian. Kortikosteroid dihentikkan bila tidak ada respons terhadap obat.4
Bantuan pernapasan diberikan pada pasien dengan acute respiratory distress
syndrome. Ini karena overdistensi paru-paru dapat berakibat dihasilkannya sitokin-sitokin
23
yang dapat memperburuk kaskade inflamasi. 2 Bila tidak didapatkan tanda ARDS maka cukup
dipastikan bahwa jalan napas terbuka dan diberikan oksigen.4
Renal replacement therapy dapat dipertimbangkan pada anak-anak dengan anuria,
oliguria, atau overload cairan yang hebat.2
Terapi lainnya yang perlu diberikan bersifat suportif berupa pemberian obat-obatan
untuk proteksi lambung dan pemberian obat antipiretik untuk menurunkan demam. Obatobatan untuk proteksi lambung diberikan untuk mencegah terbentuknya stress ulcer. Obat
yang dapat diberikan berupa antasida, H2-reseptor blocker, atau sukralfat. Pemberian
antipiretik ditujukan untuk menurunkan demam karena demam meningkatkan konsumsi
oksigen dan kebutuhan metabolik yang dapat memperburuk perfusi oksigen ke jaringan
perifer, selain itu demam juga dapat meningkatkan ambang kejang pada anak, sehingga
demam perlu diturunkan dengan pemberian antipiretik.3
Pasien dengan sepsis tidak harus dipuasakan kecuali bila ada tanda-tanda kegawatan
seperti penurunan kesadaran dan sesak napas yang berat. Sebaiknya makanan tetap diberikan
secara enteral untuk mencegah atrofi traktus gastrointestinal.3
Tatalaksana yang ditujukan terhadap sistem imunitas tubuh dan mediator-mediator
inflamasi sedang dalam tahap penelitian namun memberikan hasil yang memuaskan untuk
dilakukan secara klinis. Terapi yang dimaksud ialah sebagai berikut:
Intravenous immune globulin (IVIG): IVIG baik yang monoklonal maupun yang
poliklonal diberikan secara intravena dan mengandung antibody terhadap berbagai
endotoksin. Dengan penggunaan IVIG diharapkan dapat menekan kaskade inflamasi
dengan cara menghambat kerja dari endotoksin. Sebuah penelitian telah dilakukan
dimana ditemukan bahwa mortalitas pada pasien yang mendapatkan IVIG lebih
rendah dibandingkan pasien yang hanya mendapatkan plasebo. Namun, beberapa
penelitian yang telah dilakukan pada populasi dewasa menunjukkan bahwa
penggunaan IVIG tidak memiliki efek yang signifikan dibandingkan dengan plasebo.
Terapi dengan antibodi monoklonal
Activated protein C: Pemberian Activated protein C telah diteliti memiliki efek
menghambat thrombosis dan inflamasi pada pasien dengan sepsis. Pemberian dari
activated protein C terbukti menurunkan morbiditas pada pasien dengan sepsis
meningokokus namun belum ada data mengenai pemberian pada sepsis yang bukan
disebabkan oleh meningokokus. Namun, pemberian activated protein C berhubungan
yang pelaksanaannya bertempat di IGD atau PICU. 11 Tabel berikutnya (tabel 13) merupakan
rekomendasi surviving sepsis campaign mengenai tatalaksana sepsis pada anak.12-13
25
Pasien yang telah mendapatkan antibiotika secara intravena untuk sepsis atau
bakteriemia dapat dipulangkan dan antibiotika diganti dengan rute oral bila:
2.12 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan sepsis atau syok septik ialah
sebagai berikut:
2.13 PROGNOSIS
Tingkat mortalitas pada pasien dengan sepsis sekitar 10% tergantung dari letak fokus
infeksi, patogen penyebab infeksi, adanya MODS atau tidak, serta respons imun host
terhadap infeksi. Pasien dengan berat badan lahir rendah dan penyakit kronis memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk terjadi sepsis berat yang merupakan salah satu penyebab kematian
utama pada anak.2 Angka kematian pada keadaan syok septik berkisar antara 40-70% dan
27
pada keadaan MODS meningkat 90-100%.4 Durasi perawatan rata-rata untuk pasien dengan
diagnosis sepsis ialah 31 hari untuk anak dan 53 hari untuk neonatus dan balita.2
2.14 PENCEGAHAN
Pencegahan terjadinya sepsis ialah melalui imunisasi dan pemberian antibiotika
profilaksis bagi anak dengan risiko tinggi. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah
sepsis pada anak ialah sebagai berikut:
disfungsi limpa (penderita sickle cell disease dan anak yang asplenik)
Profilaksis antibiotika pada pasien yang mengalami kontak dengan penderita infeksi
BAB III
KESIMPULAN
28
Sepsis merupakan suatu masalah yang serius pada bayi dan anak. Mortalitas akibat
sepsis di negera-negara berkembang masih sangat tinggi dimana setiap tahunnya lebih dari
6.000.000 bayi dan balita meninggal akibat sepsis. Definisi sepsis pada anak sekarang telah
disusun oleh para pakar dalam bidang sepsis dari 5 negara yang berbeda dalam bentuk
consensus reference dimana definisi sepsis pada anak sedikit berbeda dengan kriteria sepsis
pada dewasa. Parameter penilaian sepsis pada anak dan dewasa sama yakni suhu, denyut
jantung, laju pernapasan, dan hitung leukosit namun nilai-nilai normal pada anak berbeda
dengan nilai dewasa disesuaikan dengan umur anak. Juga telah dibuat kriteria mengenai
disfungsi organ dan batasan-batasan dari infeksi, SIRS, sepsis berat, dan syok septik. Dengan
adanya batasan ini dapat membantu seorang dokter menegakkan diagnosis juga memberikan
batasan bagi penelitian yang akan dilakukan mengenai sepsis agar tidak terjadi kerancuan
dalam hasil penelitian.
Bila seorang pasien dicurigai menderita sepsis, perlu dicari faktor risiko dari sepsis
dan juga dipertimbangkan umur pasien karena etiologi sepsis pada setiap kelompok umur
berbeda-beda. Manifestasi klinis sepsis tidak spesifik tergantung dari fase sepsis dan infeksi
yang mendasari. Secara umum, dapat ditemukan gangguan pengaturan suhu (demam atau
hipotermia), takikardia, dan takipnue. Bila terdapat hipotensi merupakan tanda dari sudah
terjadinya suatu syok septik. Dari pemeriksaan tanda vital dan status generalis dapat
ditentukan risiko sepsis pada pasien-pasien baru. Untuk menegakkan diagnosis suatu sepsis
dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium. Peningkatan LED/ erythrocyte sedimentation
rate, C-reactive protein (CRP), base deficit (BE), interleukin-6, dan kadar prokalsitonin
menunjang kearah diagnosis sepsis. Standar baku diagnosis sepsis ialah bila ditemukan
bakteri atau patogen dalam pemeriksaan kultur darah.
Prinsip tatalaksana ialah early recognition/ deteksi dini, early antimicrobial therapy/
pemberian antibiotika secara dini, serta early goal-directed therapy/ terapi tertuju lainnya
secara dini. Tatalaksana dini ialah yang terbaik untuk mencegah komplikasi daripada sepsis
dan menurunkan angka mortalitas akibat sepsis. Tatalaksana yang ditujukkan terhadap
mediator-mediator inflamasi yang terlibat dalam SIRS masih dalam tahap penelitian namun
belum ada hasil yang memuaskan. Pemilihan antimikroba untuk pengobatan empirik sepsis
pada anak mempertimbangkan usia anak dan faktor risiko anak. Early goal-directed therapy
merupakan prinsip tatalaksana untuk pasien yang mengalami syok septik, meliputi resusitasi
cairan, transfusi produk darah, pemberian obat vasopressor/ inotropik, koreksi status
metabolik, pemberian kortikosteroid, serta pertimbangan bantuan pernapasan atau terapi
pengganti ginjal.
29
DAFTAR PUSTAKA
30
at:
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0CDMQFjAC&
url=http%3A%2F%2Fwww.childhealthbc.ca%2Fguidelines%2Fcategory%2F67sepsis-guidelines%3Fdownload%3D232%253Asepsisguideline&ei=GMHJU9WyK4yPuASXhoKoCg&usg=AFQjCNGvD2WJLwB973Z5
LpMLFNJ3be9XKA&sig2=KQzAVC1f1AiXW_IrbaBMjQ. Accessed 13 July, 2014.
9. Arifin MRA. Hubungan Antara Hiperglikemia dan Mortalitas Pada Anak dengan
Sepsis di Ruang Rawat Inap Intensif RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal
Kedokteran Indonesia 2011; 2(1): 34-8.
10. Simmons ML, Durham SH, Carter CW. Pharmacologic Management of Pediatric
Patients With Sepsis. AACN Advanced Critical Care 2012; 23(4): 437-48.
11. El-wiher N, Cornell TT, Kissoon N, Shanley TP. Management and Treatment
Guidelines for Sepsis in Pediatric Patients. The Open Inflammation Journal 2011; 4:
101-9.
31
12. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al.
International Guideline for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012.
Critical Care Medicine Journal 2013; 41(2): 613-9.
13. Khilnani P, Singhi A, Lodha R, Santhanam I, Sachdev A, Chugh K, et al. Pediatric
Sepsis Guidelines: Summary for resource-limited countries. Indian J Crit Care Med
2010; 14(1): 41-52.
32