Professional Documents
Culture Documents
MODUL C
JEMBATAN MENERUS TIGA BENTANG
KELOMPOK 6
Alvina Mayora Nilasari
(1206237580)
Randy Dharmawan
(1206247650)
Diana Laurentia
(1206240392)
(1206260551)
Tanggal Praktikum
: 11 Oktober 2014
Asisten Praktikum
: Junaidi Sidiq
Tanggal Disetujui
: 17 Oktober 2014
Nilai
Paraf Asisten
I.
TUJUAN
Percobaan 1
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan ketepatan analisa matematika dari
jembatan menerus tiga bentang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Selain itu juga
untuk membandingkan garis pengaruh yang didapat dari percobaan sebagai hasil dari
reaksi perletakan dengan garis pengaruh secara teoritis.
Percobaan 2
Tujuan dari lanjutan percobaan ini adalah untuk memperlihatkan analisa model
dengan menggunakan metode displacement kecil dan untuk membandingkan hasilnya
dengan pengukuran langsung dari reaksi.
II.
TEORI
Jembatan adalah suatu konstruksi yang dibangun untuk melewatkan suatu
massa atau traffic dari suatu penghalang (sungai, jalan raya, waduk, jalan kereta api
dan lain lain).
A
B
LAB
C
LBC
D
LCD
b) Kestabilan
Batang T1, T2, T3 bertemu di titik simpul T dengan sambungan kaku, maka
syarat : Keseimbangan
Kestabilan
b. Perletakan jepit dan perletakan sendi tidak dapat bergerak vertikal maupun
horizontal, sedangkan perletakan rol hanya dapat bergerak satu arah yaitu searah
bidang perletakan.
c. Batang dibatasi oleh dua titik simpul, sehingga pergerakan titik simpul searah
batang sama.
Dari konsep tersebut dapat dirumuskan :
n = 2 j (m + 2f + 2 h + r)
Dimana : n = jumlah derajat kebebasan dalam pergoyangan.
j = joint, titik simpul termasuk perletakan
m = member, jumlah batang yang dibatasi oleh dua joint.
f = fixed, jumlah perletakan jepit.
h = hinge, jumlah perletakan sendi.
r = rol, jumlah perletakan rol
Apabila n < 0, struktur tidak dapat bergoyang. Untuk menghitung variabel yang
ada, disusun persamaan-persamaan sejumlah variabel yang ada, dari dua ketentuan
syarat sambungan kaku seperti yang disebutkan diatas yaitu :
a. Jumlah momen-momen batang yang bertemu pada satu titik simpul sama dengan
nol.
b. Rotasi batang-batang yang bertemu pada satu titik sama, besar dan arahnya. Dan
kalau ada variabel D perlu persamaan keseimbangan struktur
Apabila n > 0, maka struktur dapat bergoyang. Jika terdapat perpindahan
gambarkan bentuk pergoyangan dan tentukan arah rotasi batang batang akibat
pergoyangan tersebut. Dalam menggambarkan bentuk pergoyangan ada dua
ketentuan yang harus diperhatikan yaitu :
a. Batang tidak berubah panjang, Suatu batang ( ij ) kalau joint i bergerak kekanan
sebesar , maka joint j juga akan berpindah ke kanan sebesar .
III.
PERALATAN
D
C
HST. 1902 Kolom kolom jembatan dengan penyangga berjalan, alat pengukur
reaksi dan kompensator perata
IV.
CARA KERJA
Percobaan I
-
Memindahkan beban silindris sejauh 12.5 cm, 25 cm, 56.25 cm, 87.5 cm, 100
cm, dan 112,5 cm dari perletakan A, melakukan kalibrasi ulang dial gauge dan
melakukan pembacaan keempat dial gauge setiap melakukan perpindahan
beban.
Percobaan II
-
Meletakkan dial gauge yang berada diatas jembatan menerus tiga bentang
tepat diatas perletakan A, dan kemudian melakukan kalibrasi dial gauge.
Kemudian memindahkan dial gauge sejauh 12.5, 25, 56.25, 82.5, 100, dan
112.5 cm dari perletakan A. Sebelum memindahkan dial gauge, tuas pada
perletakan D diputar kembali menjadi nol dan melakukan kalibrasi ulang.
V.
X (cm)
0
12.5
25
56.25
87.5
100
112.5
P= 25 N
RA(N) RB(N) RC(N)
15.6
10.5
-1.2
11.7
11.7
0.015
4.9
17.6
2.25
-6
23.8
2.05
-0.7
5.2
20.5
0.2
-0.2
12
-0.6
-4
13.6
Rata-rata
RD(N)
-0.5
0
0
8
4.2
13
15.9
Jumlah
(N)
24.4
23.415
24.75
27.85
29.2
25
24.9
25.645
VI.
a1
= x
b1
= (25 x)
l1 + a1 = (25 + x)
= =
= =
Persamaan 1
=
. 1 . 1 . (1 + 1 ) . 1
. 2 . 2
+
=
+
6 . . 1
3 .
3
6
+ 50 = 125 + 62,5
25
(25 )(25 + )
= 175 + 62,5
25
Persamaan 2
=
. 2 . 2 . 3
=
6
3
3
. 62,5 . 62,5 . 25
=
6
3
3
62,5 = 175
=
175
62,5
=
62,5
175
Persamaan 1 & 2
(25 )(25 + )
62.5
= 175 + 62,5 (
)
25
175
175. (25 )(25 + )
=
667968,75
(25 )(25 + )
175
= 175 (
) + 62,5
25
62.5
(25 )(25 + )
=
10687,5
1
2
3
x (cm)
P = 25 N
MB (Ncm)
0
12.5
25
0
38.377
0
MC
(Ncm)
0
13.706
0
Reaksi Perletakan
(25 )
25
25
=
+
+
+
25
25
62,5 62,5
=
=
62,5 62,5 25
25
x (cm)
RA (N)
RB (N)
RC (N)
RD (N)
25
2
3
12,5
25
10.965
0
14.868
25
-1.382
0
0.548
0
a2
= (x 25)
b2
= (87,5 x)
l2 + a2 = (37,5 + x)
l2 + b2 = (150 x)
= =
= =
Persamaan 1
=
. 1 . 2 . 2 . (2 + 2 ) . 2 . 2
=
3 .
6 . . 2
3
6
.25 . ( 25) . (87,5 ). (150 ) . 62,5 . 62,5
=
3
6 62,5
3
6
50 =
Persamaan 2
=
. 2 . 2 . (2 + 2 ) . 2 . 2
. 3
+
+
=
6 . . 2
6
3
3
x (cm)
P = 25 N
MB (Ncm)
MC (Ncm)
154.194
0
154.194
0
56.25
87.5
Reaksi Perletakan
25
. (87,5 )
=
+
+
25
62,5
62,5 62,5
=
. ( 25)
+
+
62,5
62,5 62,5 25
25
x (cm)
RA (N)
RB (N)
RC (N)
4
5
56.25
87.5
-6.168
0
18.668
0
18.668
25
RD
(N)
-6.168
0
a3
= (x 87,5)
b3
= (112,5 x)
l3 + b3 = (137,5 x)
= =
= =
Persamaan 1
=
. 1 . 2 . 2
=
3 .
3
6
.25 . 62,5 . 62,5
3
3
6
50 = +125 62,5
175 = 62,5
=
62,5
175
175
62,5
Persamaan 2
=
. 2 . 2
. 3 . 3 . 3 . (3 + 3 )
+
=
+
6
3
3
6 . . 3
. 62,5 . 62,5
. 25 . ( 87,5) . (112,5 ). (137,5 )
+
=
+
6
3
3
6 25
175 62,5 =
Persamaan 1 & 2
175 62,5 [
175 [
62,5
. ( 87,5) . (112,5 ). (137,5 )
] =
175
25
175 . ( 87,5) . (112,5 ). (137,5 )
=
667968,75
175
. ( 87,5) . (112,5 ). (137,5 )
] 62,5 =
62,5
25
=
x (cm)
P = 25 N
MB (Ncm)
MC (Ncm)
13.706
0
38.377
0
100
112.5
Reaksi Perletakan
25
25
62,5 62,5
=
. (112,5 )
+
+
+
62,5 62,5
25
25
. ( 87,5)
+
25
25
x (cm)
RA (N)
RB (N)
RC (N)
RD (N)
100
0.548
-1.382
14.868
10.965
112.5
25
1
2
3
4
5
6
7
x
(cm)
0
12.5
25
56.25
87.5
100
112.5
RA (N)
Teori
25
10.965
0
-6.168
0
0.548
0
RB (N)
Praktik
15.6
11.7
4.9
-6
-0.7
0.2
-0.6
Teori
0
14.868
25
18.668
0
-1.382
0
Praktik
10.5
11.7
17.6
23.8
5.2
-0.2
-4
RC (N)
Teori
0
-1.382
0
18.668
25
14.868
0
Praktik
-1.2
0.015
2.25
2.05
20.5
12
13.6
RD (N)
Teori
0
0.548
0
-6.168
0
10.965
25
RA (N)
No
RA Teori
10
RA Praktik
5
0
0
20
40
60
-5
-10
jarak (cm)
80
100
120
Praktik
-0.5
0
0
8
4.2
13
15.9
25
20
RB (N)
15
RB Teori
10
RB Praktik
5
0
0
20
40
60
80
100
120
-5
-10
jarak (cm)
RC (N)
20
15
RC Teori
10
RC Praktik
5
0
0
-5
20
40
60
jarak (cm)
80
100
120
25
20
RC (N)
15
RD Teori
10
RD Praktik
5
0
0
20
40
60
80
100
120
-5
-10
jarak (cm)
VII.
No
1
2
3
4
5
6
7
0
12.5
25
56.25
87.5
100
112.5
Jumlah (N)
Kesalahan
Relatif
Teori
Praktik
(%)
25
24.4
2.4
25
23.415
6.3396
25
24.75
1
25
27.85
11.4
25
29.2
16.8
25
25
0.0004
25
24.9
0.4
Rata-rata
5.477
ANALISIS I
Analisis Percobaan
Praktikum modul c ini bertujuan untuk menentukan ketepatan analisa dari
jembatan menerus tiga bentang terhadap keadaan yang sebenarnya. Praktikum ini
terbagi menjadi dua bagian. Pada bagian pertama bertujuan untuk membandingkan
besar reaksi perletakan yang didapat berdasarkan teori dan berdasarkan praktikum.
Terdapat beberapa alat yang digunakan pada praktikum ini, yaitu rangkaian
jembatan menerus tiga bentang yang setiap perletakannya terdapat dial gauge yang
akan dibaca oleh praktikan dan juga beban silindris sebesar 25 N.
Hal pertama yang harus dilakukan dalam praktikum ini adalah mengkalibrasi
dial gauge yang berada pada setiap perletakan menjadi nol. Selanjutnya beban
silindris sebsar 25 N diletakkan di titik pertama yang berada diatas perletakan A atau
berjarak 0 cm dari perletakan A dan dilakukan pembacaan dial gauge yang berada
di setiap perletakan. Kemudian beban silindris dipindahkan ke titik lain yang sudah
ditentukan yaitu sejauh 12.5 cm, 25 cm, 56.25 cm, 87.5 cm, 100 cm, dan 112,5 cm
dari perletakan A. Sebelum memindahkan beban silindris ke titik yang lain terlebih
dahulu dilakukan kalibrasi ulang dial gauge dan setelah beban diletakkan pada jarak
yang telah tentukan pembacaan dial gauge disetiap perletakan kembali dilakukan.
Analisis Hasil
Setelah melakukan praktikum jembatan menerus tiga bentang praktikan
mendapatkan data berupa pembacaan dial gauge pada saat beban silindris diletakkan
pada titik yang telah ditentukan. Data yang didapatkan pada praktikum merupakan
besar reaksi perletakan praktikum. Selanjutnya praktikan mencari besar reaksi
perletakan teori dengan menggunakan metode clapeyron atau persamaan tiga
momen.
A
B
LAB
C
LBC
D
LCD
Penggunaan putaran sudut pada metode ini dikarenakan pada struktur statis tak
tentu dibutuhkan persamaan tambahan untuk mengetahui reaksi perletakannya,
akibat dari beban luar dan momen akan menimbulkan putaran sudut yang kemudian
digunakan sebagai persamaan kompatibilitas untuk mengetahui besar reaksi
perletakan pada struktur statis tak tentu. Sedangkan penggunaan M= 0 dikarenakan
terdapatnya momen pada perletakan yang disebabkan oleh penggunaan balok
menerus pada struktur jembatan menerus tiga bentang, pada balok menerus beban
pada suatu bentang dapat menyebabkan timbulnya reaksi seperti momen dan juga
kelengkungan pada bentang tempat beban diletakkan dan pada bentang yang
lainnya.
Tabel 8. Reaksi Perletakan pada Masing-masing Perletakan (Teori dan
Praktik)
No
1
2
3
4
5
6
7
x
(cm)
0
12.5
25
56.25
87.5
100
112.5
RA (N)
Teori
25
10.965
0
-6.168
0
0.548
0
Praktik
15.6
11.7
4.9
-6
-0.7
0.2
-0.6
RB (N)
Teori
0
14.868
25
18.668
0
-1.382
0
Praktik
10.5
11.7
17.6
23.8
5.2
-0.2
-4
RC (N)
Teori
0
-1.382
0
18.668
25
14.868
0
Praktik
-1.2
0.015
2.25
2.05
20.5
12
13.6
RD (N)
Teori
0
0.548
0
-6.168
0
10.965
25
Praktik
-0.5
0
0
8
4.2
13
15.9
1
2
3
4
5
6
7
0
12.5
25
56.25
87.5
100
112.5
Jumlah (N)
Kesalahan
Relatif
Teori
Praktik
(%)
25
24.4
2.4
25
23.415
6.3396
25
24.75
1
25
27.85
11.4
25
29.2
16.8
25
25
0.0004
25
24.9
0.4
Rata-rata
5.477
Kesalahan relatif yang didapatkan pada praktikum ini dapat dikategorikan tidak
besar yang berarti tidak terdapat banyak kesalahan yang terjadi pada saat praktikum
berlangsung ataupun pada saat praktikan melakukan pengolahan data. Tetapi tidak
dapat dikatakan bahwa tingkat akurasi percobaan termasuk tinggi, karena pada saat
ditinjau besar reaksi disetiap perletakan masih banyak hasil yang tidak sesuai dengan
teori.
Analisis Kesalahan
Terdapat beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya kesalahan dalam
praktikum momen lentur pada balok-balok, yaitu :
1. Kurang tepatnya praktikan dalam mengkalibrasi dial gauge, sehingga jarum
dial gauge tidak tepat menunjuk angka nol yang dapat menyebabkan data
yang didapat menjadi kurang akurat.
2. Kesalahan pembacaan alat pengukur yaitu dial gauge yang akan
mempengaruhi hasil yang di dapat, dan mengakibatkan semakin besar nilai
kesalahan relatif .
VIII.
KESIMPULAN PERCOBAAN I
1. Praktikum ini dapat digunakan untuk menentukan ketepatan analisa
matematika dari jembatan menerus tiga bentang sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya karena kondisi di praktikum ini dibuat sama dengan
keadaan sebenarnya.
2. Metode clapeyron dapat digunakan untuk mengetahui besar reaksi
perletakan pada suatu struktur tidak tentu, sehingga dapat juga digunakan
untuk mengetahui ketepatan analisa matematika dari jembatan menerus tiga
bentang terhadap keadaan sebenarnya walaupun terdapat perbedaan hasil
praktikum dan teori yang diakibatkan oleh kesalahan yang telah
dicantumkan pada analisa kesalahan.
IX.
X.
No
X (cm)
1
2
3
4
5
6
7
0
12.5
25
56.25
87.5
100
112.5
d=5
mm
-0.3
0
-0.5
0.21
4.35
6.9
9.6
= =
Persamaan 1
=
. 1
. 2 . 2
=
+
3 .
3
6
.25
. 62,5 . 62,5
=
+
3
3
6
50 = 125 + 62,5
175 = 62,5
62,5
175
175
62,5
Persamaan 2
=
. 2 . 2 . 3
=
+
6
3
3
3
. 62,5 . 62,5 . 25 0,5
=
+
6
3
3
25
3
62,5 125 = 50 +
25
175 + 62,5 = +
25
Persamaan 1 & 2
175 [
175
3
] + 62,5 =
62,5
25
= 2,807 104
175 + 62,5 [
62,5
3
] =
175
25
= 7,8596 104
Reaksi Perletakan
= 1,1228 105
25
= 2.829 105
25 62,5 62,5
=
+
+
= 4,8505 105
62,5 62,5 25
= 3,14384 105
25
Persamaan Lendutan
Interval AB (0 x 25 cm)
= .
= 1,1228 105
2
=
= 1,1228 105
2
= 5,614 2 106 + 1
= 1,8713 3 106 + 1 + 2
= 0 ; = 0 2 = 0
= 25 ; = 0 1 = 1,1696 103
=
= 1,7002 105 70,325 105
2
= 87,5 ; = 0;
87,5 1 + 2 = 0,8091
Didapatkan nilai C1 dan C2 sebagai berikut :
1 = 0,0101
2 = 0.0758
Jadi persamaan lendutan untuk interval BC :
= , , + , .
=
= 3,144 105 + 3,537 103
2
= 87,5 ; = 0;
87,5 1 + 2 = 10,03
= 112,5 ; = 0,5;
112,5 1 + 2 = 15,154 5,124
Didapatkan nilai C1 dan C2 sebagai berikut :
1 = 0,205
2 = 7,9075
Jadi persamaan lendutan untuk interval CD :
= , + , , + ,
Tabel 11. Lendutan (Teori dan Praktik)
x (cm)
Lendutan
Teori (mm)
Praktik
(mm)
-0.3
12.5
0,131
25
-0.5
56.25
-1,14
0.21
87.5
-0,1175
4.35
100
-3,225
6.9
112.5
-4,83
9.6
Lendutan (mm)
10
8
6
Teori
Praktikum
2
0
0
-2
20
40
60
Jarak (cm)
80
100
120
XI.
ANALISIS II
Analisis Percobaan
Percobaan kedua modul c ini bertujuan untuk membandingkan besar lendutan
yang didapatkan berdasarkan teori dengan lendutan yang didapatkan berdasarkan
praktikum. Peralatan yang digunakan pada percobaan kedua ini hampir sama dengan
peralatan yang digunakan pada percobaan pertama, yaitu rangkaian jembatan
menerus tiga bentang dan dial gauge yang berada diatas rangkaian jembatan. Nilai
yang didapatkan dari pembacaan dial gauge adalah besar lendutan praktikum yang
dihasilkan.
Hal pertama yang harus dilakukan pada percobaan kedua adalah memindahkan
dial gauge yang berada diatas rangkaian jembatan sehingga berada tepat tegak lurus
di atas perletakan A. Setelah itu melakukan kalibrasi dial gauge dan kemudian
memindahkan perletakan D sebesar 5 mm dengan cara memutar tuas yang berada
dibawah peletakan D. Pada saat melakukan pembacaan dial gauge harus
diperhatikan arah jarum pada dial yang menunjukkan besar lendutan bernilai positif
ataupun 27egative.
Selanjutnya dial gauge dipindahkan ke titik lain yang telah ditentukan, yaitu
sejauh 12.5, 25, 56.25, 82.5, 100, dan 112.5 cm dari perletakan A dan dilakukan
kembali pembacaan dial gauge akibat perpindahan perletakan D sebesar 5 mm.
Analisis Hasil
Setelah melakukan percobaan kedua didapatkan data berupa pembacaan dial
gauge pada saat perletakan D mengalami perpindahan sebesar 5 mm, yang
merupakan besar lendutan praktikum. Selanjutnya data tersebut akan dibandingkan
dengan besar lendutan teori yang didapatkan dengan menggunakan metode
clapeyron, dan dipatkan hasil sebagai berikut :
Lendutan
Teori (mm)
Praktik
(mm)
-0.3
12.5
0,131
25
-0.5
56.25
-1,14
0.21
87.5
4.35
100
3,77
6.9
112.5
4,83
9.6
Lendutan (mm)
10
8
6
Teori
4
Praktikum
2
0
0
-2
20
40
60
80
100
120
Jarak (cm)
Analisis Kesalahan
Terdapat beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya kesalahan dalam
praktikum momen lentur pada balok-balok, yaitu :
1. Kurang tepatnya praktikan dalam mengkalibrasi dial gauge, sehingga jarum
dial gauge tidak tepat menunjuk angka nol yang dapat menyebabkan data
yang didapat menjadi kurang akurat.
2. Kesalahan pembacaan alat pengukur yaitu dial gauge yang akan
mempengaruhi hasil yang di dapat, dan dapat mengakibatkan kesalahan
relatif semakin besar.
3. Kurang tepatnya praktikan pada saat meletakkan dial gauge diatas titik
yang jaraknya telah ditentukan, dan juga penempatan dial gauge yang tidak
tepat tegak lurus.
XII.
KESIMPULAN PERCOBAAN II
1. Praktikum ini dapat digunakan untuk menentukan ketepatan analisa matematika
dari jembatan menerus tiga bentang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
karena kondisi di praktikum ini dibuat sama dengan keadaan sebenarnya.
2. Dengan menggunakan metode clapeyron dapat diketahui besar lendutan setiap
perletakan pada suatu struktur tidak tentu, sehingga dapat digunakan untuk
mengetahui ketepatan analisa matematika dari jembatan menerus tiga bentang
terhadap keadaan sebenarnya walaupun terdapat perbedaan hasil praktikum dan
teori yang diakibatkan oleh kesalahan yang telah dicantumkan pada analisa
kesalahan.
XIII.
REFERENSI
Pedoman Praktikum Analisa Struktur, Laboratorium Struktur dan Material,
Departeman Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Indonesia : Depok, 2009.
Rachmayani, Khairul Maulana. Metode Clapeyron.
LAMPIRAN
D
C