Professional Documents
Culture Documents
b. Determinan Appendicitis
Faktor Host
Umur
Appendicitis dapat terjadi pada semua usia dan paling sering pada dewasa muda.
Penelitian Addins (1996) di Amerika Serikat, appendicitis tertinggi pada usia 10-19
tahun dengan
Age Specific Morbidity Rate (ASMR)
23,3 per 10.000
penduduk.Hal ini berhubungan dengan hiperplasi jaringan limfoid karena jaringan
limfoid mencapai puncak pada usia pubertas (Tucker Jeffry, 2010).
Jenis Kelamin
Penelitian Omran et al (2003) di Kanada, Sex Specific Morbidity Rate (SSMR)
pria : wanita yaitu 8,8 : 6,2 per 10.000 penduduk dengan rasio 1,4 : 1. Penelitian
Gunerhan (2008) di Turki didapat SSMR pria : wanita yaitu 154,7 : 144,6 per
100.000 penduduk dengan rasio 1,07 : 1. Kesalahan diagnosa appendicitis 15-20%
terjadi pada perempuan karena munculnya gangguan yang sama dengan
Faktor Agent
Proses radang akut appendiks disebabkan invasi mikroorganisme yang ada di usus
besar. Pada kultur ditemukan kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan Eschericia
coli, Splanchicus sp, Lactobacilus sp, Pseudomonas sp, dan Bacteriodes splanicus.
Bakteri penyebab perforasi yaitu bakteri anaerob 96% dan aerob 4% (Tucker Jeffry,
2010).
Faktor Environment
Urbanisasi mempengaruhi transisi demografi dan terjadi perubahan pola makan
dalam masyarakat seiring dengan peningkatan penghasilan yaitu konsumsi tinggi
lemak dan rendah serat. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran konsumsi
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendicitis. Kebiasaan
konsumsi rendah serat mempengaruhi defekasi dan fekalith menyebabkan obstruksi
lumen sehingga memiliki risiko appendicitis yang lebih tinggi (Tucker Jeffry,
2010).
3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria
yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan limfe,
fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa
merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :
a. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti
oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub
mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1%
diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh
fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith
ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis
akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture
(Syamsuhidajat, 2004).
b. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya
fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat
infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur
didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan
E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.
Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96%
dan aerob <10% (Syamsuhidajat, 2004).
c. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah
terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam
keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan
mengakibatkan obstruksi lumen (Syamsuhidajat, 2004).
d. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit
putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari
Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik.
Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat.
Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola
makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi (Syamsuhidajat,
2004).
e. Faktor infeksi saluran pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan
pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena
penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan
apendisitis (Syamsuhidajat, 2004).
4. Pathway & Patofisiologi
PATHWAY APENDISITIS
PATOFISIOLOGI APENDISITIS
Appendicitis merupakan peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan dinding
organ tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi
mukosa menjadi langkah awal terjadinya appendicitis. Obstruksi intraluminal appendiks
menghambat keluarnya sekresi mukosa dan menimbulkan distensi dinding appendiks.
Sirkulasi darah pada dinding appendiks akan terganggu. Adanya kongesti vena dan
iskemia arteri menimbulkan luka pada dinding appendiks. Kondisi ini mengundang invasi
mikroorganisme yang ada di usus besar memasuki luka dan menyebabkan proses radang
akut, kemudian terjadi proses irreversibel meskipun faktor obstruksi telah dihilangkan
(Syamsuhidajat, 2004).
Appendicitis dimulai dengan proses eksudasi pada mukosa, sub mukosa, dan muskularis
propia. Pembuluh darah pada serosa kongesti disertai dengan infiltrasi sel radang
neutrofil dan edema, warnanya menjadi kemerah-merahan dan ditutupi granular
membran. Pada perkembangan selanjutnya, lapisan serosa ditutupi oleh fibrinoid
supuratif disertai nekrosis lokal disebut appendicitis akut supuratif. Edema dinding
appendiks menimbulkan gangguan sirkulasi darah sehingga terjadi ganggren, warnanya
menjadi hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur. Pada semua dinding appendiks
tampak infiltrasi radang neutrofil, dinding menebal karena edema dan pembuluh darah
kongesti.Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan
dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan
pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali
dan dinyatakan mengalami eksaserbasi (Syamsuhidajat, 2004).
5. Klasifikasi
Adapun klasifikasi appendicitis berdasarkan klinikopatologis adalah sebagai berikut :
a. Appendicitis Akut
Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi.
Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan
tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi
menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah
umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada appendicitis
kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan
tidak ada eksudat serosa (Craig Sandy, 2010).
Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang
ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks
dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan,
nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan
pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan
tanda-tanda peritonitis umum (Craig Sandy, 2010).
ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa
terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen (Craig Sandy,
2010).
b. Appendicitis Infiltrat
Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya
(Craig Sandy, 2010).
c. Appendicitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya
di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic (Craig
Sandy, 2010).
d. Appendicitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.
Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik
(Craig Sandy, 2010).
e. Appendicitis Kronis
Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses
radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah,
khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat
ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari
dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara
histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami
fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa,
muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi (Craig Sandy,
2010).
6. Gejala Klinis
Beberapa gejala yang sering terjadi yaitu :
Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen atau di
kuadran kanan bawah merupakan gejala-gejala pertama. Rasa sakit ini samar-samar,
ringan sampai moderat, dan kadang-kadang berupa kejang. Sesudah empat jam
biasanya rasa nyeri itu sedikit demi sedikit menghilang kemudian beralih ke kuadran
bawah kanan. Rasa nyeri menetap dan secara progesif bertambah hebat apabila pasien
bergerak (Tucker Jeffry, 2010).
Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan merupakan
kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan (Tucker Jeffry, 2010).
Demam tidak tinggi (kurang dari 380C), kekakuan otot, dan konstipasi (Tucker Jeffry,
2010).
Appendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan terdapat nyeri
lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita hamil rasa nyeri terasa
lebih tinggi di daerah abdomen dibandingkan dengan biasanya (Tucker Jeffry, 2010).
Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin ditemukan juga di
daerah panggul sebelah kanan jika appendiks terletak retrocaecal (Tucker Jeffry,
2010).
Rasa nyeri ditemukan di daerah rektum pada pemeriksaan rektum apabila posisi
appendiks di pelvic. Letak appendiks mempengaruhi letak rasa nyeri (Tucker Jeffry,
2010).
7. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi pada appendicitis akut tidak ditemukan gambaran yang spesifik dan terlihat
distensi perut
Palpasi pada daerah perut kanan bawah, apabila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan
kunci diagnosa appendicitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri
pada perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Apabila tekanan
di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah yang
disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
Pemeriksaan rektum, pemeriksaan ini dilakukan pada appendicitis untuk menentukan
letak appendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini
terasa nyeri, maka kemungkinan appendiks yang meradang terletak di daerah pelvic.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
letak appendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas
lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,
kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas
mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Pada uji obturator dilakukan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila appendiks
yang meradang kontak dengan obturator internus yang merupakan dinding panggul
kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri.
8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan
meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90% (Sylvia, 2000).
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks
yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 9094% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CTScan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi yaitu 90-100% dan 96-97% (Sylvia, 2000).
9. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis
kelamin
Pada anak-anak balita
Intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis akut.
Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun.
Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan Appendicitis. Nyeri divertikulitis
hampirsama dengan Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada daerah
periumbilikal.Pada pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory mass di daerah
abdomentengah. Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan adalah gastroenteritis
akut,karena memiliki gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, yakni diare,
mual,muntah, dan ditemukan leukosit pada feses (Wilkinson, 2006).
Pada anak-anak usia sekolah
Gastroenteritis, konstipasi, infark omentum
Pada gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis,tetapi
tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan salah satupenyebab nyeri
abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam. Infark omentum juga
dapat dijumpai pada anak-anak dan gejala-gejalanya dapatmenyerupai appendicitis.
Pada infark omentum, dapat teraba massa pada abdomendan nyerinya tidak berpindah
(Wilkinson, 2006).
Pada pria dewasa muda
Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda adalah Crohn`s disease, klitis
ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat
membantumenyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada epididimitis, pasien merasa
sakit padaskrotumnya (Wilkinson, 2006).
Pada wanita usia muda
Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda lebih banyak berhubungan
dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory disease (PID), kista
ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya bilateral dandirasakan pada
abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bilaterjadi ruptur ataupun
torsi (Wilkinson, 2006).
Pada usia lanjut
Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis banding yang
sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari traktusgastrointestinal dan
saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dankolesistitis. Keganasan dapat
terlihat pada CT Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada appendicitis. Pada
orang tua, divertikulitis sering sukar untukdibedakan dengan appendicitis, karena
lokasinya yang berada pada abdomen kanan.Perforasi ulkus dapat diketahui dari
onsetnya yang akut dan nyerinya tidakberpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan
CT Scan lebih berarti dibandingkandengan pemeriksaan laboratorium (Wilkinson,
2006).
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila appendicitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum (Sylvia, 2000).
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang
semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis (Sylvia, 2000).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam masuk rumah sakit,
nomor register, diagnosa, nama orang tua, alamat, umur pendidikan, pekerjaan,
pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa.
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama nyeri yang disebabkan
insisi abdomen.
c. Riwayat penyakit dahulu
Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti hipertensi, operasi
abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat-abatan yang pernah
digunakan apakah mempunyai riwayat alergi dan imunisasi apa yang pernah diderita.
d. Riwayat penyakit keluarga
Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes mellitus, hipertensi,
gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya uapaya yang dilakukan dan bagaimana
genogramnya .
e. Pola Fungsi Kesehatan
Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan olah
raga (lama frekwensinya), bagaimana status ekonomi keluarga kebiasaan merokok
dalam mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.
Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri luka
operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya
setelah pembedahan.
Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik
dalam keluarganya dan dalam masyarakat. Penderita mengalami emosi yang tidak
stabil.
Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, pearaan serta pendengaran,
kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan
tempat.
Pola penanggulangan stress
Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara klien mendekatkan
diri dengan tuhan selama sakit
f. Data Subyektif
Sebelum operasi
Nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah
Mual, muntah, kembung
Tidak nafsu makan, demam
Tungkai kanan tidak dapat diluruskan
Diare atau konstipasi
Sesudah operasi
Nyeri daerah operasi
Lemas
Haus
Mual, kembung
Pusing
g. Data Obyektif
Sebelum operasi
Nyeri tekan di titik Mc. Berney
Spasme otot
Takhikardi, takipnea
Pucat, gelisah
Bising usus berkurang atau tidak ada
Demam 38 - 38,5
Sesudah operasi
Terdapat luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen
Terpasang infuse
Terdapat drain/pipa lambung
Bising usus berkurang
Selaput mukosa mulut kering
2. Diagnosa Keperawatan
a. Sebelum operasi
b. Setelah operasi
Tujuan
diberikan
akut Setelah
berhubungan
asuhan
dengan
distensi
Intervensi
keperawatan
dan
Kaji
Rasional
Berguna
catat
pengawasan
selama x 24 jam
kualitas,
keefektifan
diharapkan
lokasi
tentang
inflamasi
menurun,
kriteria hasil :
persepsi
pasien
nyeri
dengan
dalam
obat,
dan
dan membedakan
durasi nyeri.
karakteristik nyeri.
Gunakan
Perubahan
skala
karakteristik nyeri
dengan
nyeri
menunjukan
pada
pasien dari 0
terjadinya
Skala nyeri 5
(tidak
atau peritonitis
ada
abses
nyeri) 10
(nyeri paling
buruk).
Observasi
Dengan
tanda-tanda
mengobservasi
vital
TTV
dapat
diketahui
tingkat
perkembangan
pasien
Ajarkan dan
Meningkatkan
bantu pasien
relaksasi
teknik
meningkatkan
relaksasi dan
kemampuan
distraksi
Bantu posisi
koping pasien
pasien untuk
dan
Mengurangi
rasa
nyeri
kenyamanan
optimal
Pertahankan
pasien puasa
Menurunkan
ketidaknyamanan
sebelum
pada
pembedahan
usus
analgetik
Hipertermia
Setelah
diberikan
berhubungan
asuhan
keperawatan
dini
dan
iritasi
Kolaborasi :
pemberian
peristaltic
gaster/muntah
Mengurangi
rasa
nyeri
Pantau suhu
tubuh pasien
Untuk mengetahui
dengan
selama x 24 jam
Berikan
perubahan
respon
diharapkan
kompres
pasien
inflamasi
akan mempertahankan
suhu
pasien
yang
tubuh
hangat
Kolaborasi:
pemberian
anti piretik
Suhu
tubuh
demam
dalam
Untuk
mengurangi
demam
-37,5 C
aksi
Risiko
asuhan
keperawatan
kekurangan
selama x 24 jam
peningkatan
volume
diharapkan
suhu,
cairan
akan mempertahankan
peningkatan
berhubungan
keseimbangan cairan
frekwensi
terhadap
pasien
Tanda
yang
membantu
mengindentifikasi
volume
intravascular
hipotensi tiap
4 jam
Auskultasi
bising usus,
membran
catat
lembab
kelancaran
kulit
nadi,
sentralnya
Kontrol TTV
diberikan
berikut :
dengan
pada hipotalamus
Setelah
Turgor
membantu
mengurangi
Mukosa
Dapat
suhu
baik,
flastus
tidak kering
kembalinya
dan
peristaltic,kesiapan
gerakan usus
Pasang infus
dan
Indikator
untuk pemasukan
peroral
pipa
lambung
sesuai
Mempertahankan
dengan
volume
program
dan
sirkulasi
memperbaiki
medik
Kontrol
ketidakseimbangan
cairan keluar
dan masuk
informasi tentang
Berikan
status
sejumlah
cairan/volume
kecil
sirkulasi
minuman
dan lanjutkan
dengan
Memberikan
diet
dan
kebutuhan
Menurunkan iritasi
gaster/muntah
sesuai
untuk
toleransi
meminimalkan
Kaji
kehilangan cairan
pemahaman
pasien
Setelah diberi asuhan
tentang
keperawatan x 24
diagnosis,
Ansietas
jam,
prosedur
berhubungan
pasien
dengan
meningkatkan
ritunitas
perubahan
pengetahuannya
preoperasi
status
dengan
dan program
kesehatan
diharapkan
bedah,
akan
kriteria
evaluasi:
Pasien
mengungkapkan
pengetahuan tentang
prosedur
pembedahan
termasuk persiapan
Mengetahui dasar
pengetahuan
pasien
yang
memungkinkan
membuat
pascaoperasi
Jelaskan
untuk
pilihan
informasi
yang
tentang
diberikan
diagnosa dan
prosedu
pembedahan
sesuai
Menurunkan
akan
preoperasi
dan
sensasi
dan
peristiwa
Mendemonstrasikan
preoperasi
latihan pascaoperasi
menggunakan
alat
sebelum
pada
Jelaskan
aktivitas,
prosedur
latihan
pembedahan
kecemasan
tentang
perawatan operasi
dan
kebutuhan
Jelaskan
Dengan
mengetahui,
dan
atau
kewaspadaan
diharapkan
kedaruratan
pascaoperasi.
menurunkan
Izinkan
kecemasan
selama
periode
pascaoperasi
pasien
-
kembali
kecemasan
mendemonst
rasikan
dan
alat
latihan
berikut
dengan
cepat:
Napas
dalam dan
latihan
batuk
Gerakkan
naik turun
dari
tempat
tidur
Berikan
waktu
Menurunkan
pada
pasien untuk
dapat
mengajukan
pertanyaan
dan
mengekspres
Meningkatkan
ikan
perasaan
mengambil
keputusan
dan
menurunkan
kecemasan
Setelah Operasi
Dx
Nyeri
Tujuan
Intervensi
diberikan
akut Setelah
berhubungan
asuhan
keperawatan
dengan
selama x 24 jam
pasien
nyeri
Tentukan
Rasional
karakteristik
membedakan
dan
karakteristik
lokasi
nyeri
terkontrol
dengan
membantu
kriteria
membedakan nyeri
evaluasi:
Pasien
terjadinya
meringis
Skala
komplikasi
nyeri
menjadi 2
Pasien
Observasi
TTV
TTV stabil
Dapat
diketahui
tingkat
perkembangan
tampak
pasien
rileks
Untuk
Motivasi
Mempertahankan
pasien untuk
peredaran
darah
mobilisasi
sehingga
dapat
secara
mempercepat
bertahap
penyembuhan
Beri
posisi
yang nyaman
Ajarkan
Mengurangi
rasa
nyeri
Mengurangi
teknik
ketegangan
relaksasi dan
sehingga
distraksi
berkurang
Kolaborasi :
Mengurangi
pemberian
nyeri
nyeri
rasa
analgetik
Risiko
perubahan
Setelah
diberikan
nutrisi
asuhan
keperawatan
kurang
dari
24
jam
kebutuhan
diharapkan kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
dengan
evaluasi:
penurunan
intake
per
oral
Masukan
peroral
Mengurangi
kebersihan
mulut pasien
Delegatif
Meningkatkan
dalam
nafsu
pemberian
pasien
obat
adekuat
dengan baik
kriteria
Pertahankan
Untuk
makan
membantu
Kolaborasi
memenuhi
dalam
kebutuhan pasien
pemberian
Kadar
albumin
dalam
batas
cairan
parenteral
normal
Risiko
infeksi
berhubungan
dengan
tempat
masuknya
organism
Setelah
diberikan
asuhan
keperawatan
infeksi
tidak
dengan
ada
kriteria evaluasi :
Anjurkan
Mencegah
keluarga
berkembangnya
untuk
kuman penyakit
menjaga
kebersihan
luka
bekas
sekunder
operasi
akibat
dalam
batas
pasien
pembedahan
normal
(36,50-
dan masukan
37,50)
cuci
Push (-)
yang baik
parenteral
Tingkatkan
tangan
Kaji
Melindungi pasien
dari infeksi
tanda-
tanda infeksi
Untuk mengetahui
secara dini adanya
infeksi
Batasi
Mencegah
prosedur
kontaminasi
invasive atau
gunakan
operasi
teknik septik
aseptik
dalam
melakukan
tindakan
Pantau TTV
Peningkatan
dan
suhu
nadi
tubuh
mengindikasikan
terjadinya infeksi
Kolaborasi :
Menghambat
pemberian
tumbuh
antibiotic
kembangnya
kuman
4. Evaluasi
Sebelum operasi
Dx
Nyeri
Evaluasi
akut S
berhubungan
oleh inflamasi
Hipertermia
berhubungan
dengan
inflamasi
Risiko
kekurangan
volume
:-
berhubungan
dengan
mual
dan muntah
Ansietas
berhubungan
dengan
Setelah operasi
Dx
Evaluasi
Nyeri
akut S
berhubungan
dengan
insisi bedah
Risiko
perubahan
nutrisi
dari
:-
kurang
tubuh
berhubungan
dengan
penurunan
intake per oral
Risiko
infeksi S
berhubungan
dengan
organism
sekunder akibat
pembedahan dan
parenteral
masuknya
masukan
:-