You are on page 1of 34

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mata merupakan organ yang peka dan penting dalam kehidupan, terletak
dalam lingkaran bertulang yang berfungsi untuk memberi perlindungan maksimal
sebagai pertahanan yang baik dan kokoh. Mata mempunyai pertahanan terhadap
infeksi, karena sekret mata mengandung enzim lisozim yang dapat menyebabkan
lisis pada bakteri dan dapat membantu mengeliminasi organisme dari mata. 1
Dalam pengobatan berbagai penyakit dan kondisi pada mata, ada beberapa
jenis obat yang digunakan, salah satunya adalah antibiotik yaitu zat yang dihasilkan
oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi
mikroba jenis lain. Banyak antibiotik yang dibuat secara semisintetik atau sintetik
penuh. Namun dalam praktek sehari-hari antimikroba sintetik yang tidak diturunkan
dari produk mikroba (misalnya sulfonamide dan kuinolon) juga sering digolongkan
sebagai antibiotik. Sedangkan antimikroba adalah obat yang digunakan untuk
memberantas infeksi mikroba pada manusia.2
Saat ini, antibiotika merupakan golongan obat yang paling besar
penggunaanya di dunia.3 Biaya produksi yang semakin murah menyebabkan semakin
banyak macam antibiotika tersedia di pasaran. Begitu banyak macamnya sehingga
kadang-kadang membingungkan bagi dokter yang ingin menggunakannya. Apalagi
dengan adanya tekanan promosi yang sangat gencar, tidak jarang merangsang
pemakaian antibiotika yang menjurus ke arah ketidakrasionalan.4,5
Penggunaan secara tidak rasional dan berlebihan merupakan fenomena yang
terjadi di seluruh dunia terutama di negara-negara berkembang.5 Pada tahun 2004,
World Health Organization melaporkan tingkat penggunaan antibiotika yang tidak
perlu mencapai 50%.6 Studi lain menunjukkan penggunaan antibiotika secara
berlebihan di Indonesia sebesar 43%.5 Hal ini menjadi penyebab utama terjadinya

resistensi antibiotika. Di samping itu, penggunaan secara tidak rasional ini akan
berakibat meningkatnya risiko efek samping, mahalnya biaya pengobatan, dan pada
akhirnya menurunkan kualitas pelayanan kesehatan.7
Prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam penggunaan antibiotika secara
rasional antara lain tepat indikasi, tepat penderita, tepat pemberian jenis antibiotikaa,
tepat dosis, waspada terhadap efek samping, tepat kombinasi bila diperlukan, serta
mempertimbangkan aspek ekonomi.4,8
Salah satu bentuk sediaan obat yang digunakan untuk mata adalah tetes mata.
Obat tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan
dengan meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak dan bola mata.
Menurut khasiatnya, obat mata dikenal antara lain sebagai anestetik topikal, anestetik
lokal untuk suntikan, midriatik & sikloplegik, obat-obat yang dipakai dalam
pengobatan glaukoma, kortikosteroid topikal, campuran kortikosteroid & obat antiinfeksi, obat-obat lain yang dipakai dalam pengobatan konjungtivitis alergika, dan
obat mata anti-infeksi.2,9 Dibawah ini akan dibahas mengenai obat antibiotik yang
digunakan pada mata.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Antibiotik Pada Mata


Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang

mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam


organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotika
khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam
bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap
mutan atau transforman. Antibiotika bekerja seperti pestisida dengan menekan atau
memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri.
Antibiotika berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desifektan membunuh
kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk hidup.
Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk memberantas infeksi mikroba pada
manusia. Sedang antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh
mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara sintetik
yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain.2
Tidak seperti perawatan infeksi sebelumnya, yang menggunakan racun
seperti strychnine, antibiotika dijuluki peluru ajaib: obat yang membidik penyakit
tanpa melukai tuannya. Antibiotik tidak efektif menangani infeksi akibat virus, jamur,
atau nonbakteri lainnya, dan setiap antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam
melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotika yang respon untuk bakteri gram
negatif atau gram positif, ada pula yang spektrumnya lebih luas. Keefektifannya juga
bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut. 8
Antibiotika oral (yang dimakan) mudah digunakan bila efektif, dan antibiotika
intravena (melalui infus) digunakan untuk kasus yang lebih serius. Antibiotika
kadangkala dapat digunakan setempat, seperti tetes mata dan salep.2

Antibiotika dapat digolongkan berdasarkan sasaran kerja senyawa tersebut


dan susunan kimiawinya. Ada enam kelompok antibiotika dilihat dari target atau
sasaran kerjanya:

Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan Penisilin,


Polipeptida dan Sefalosporin, misalnya ampisilin, penisilin G

Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone, misalnya


rifampisin, aktinomisin D, asam nalidiksat

Inhibitor sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik terutama dari


golongan
Makrolida,

Aminoglikosida,

kloramfenikol,

kanamisin,

dan

Tetrasiklin,

streptomisin,

misalnya

tetrasiklin,

gentamisin,

oksitetrasiklin,

eritromisin, azitromisin

Inhibitor fungsi membran sel, misalnya ionomisin, valinomisin

Inhibitor fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa atau sulfonamida, misalnya
oligomisin, tunikamisin

2.2

Antimetabolit, misalnya azaserine.

Tetrasiklin

1. Farmakodinamik
Golongan tetrasiklin bekerja dengan cara menghambat sintesis protein bakteri
pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi dua proses dalam masuknya antibiotik ke
dalam ribososm bakteri. Pertama secara difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua
melalui sistem transpor aktif. Setelah masuk antibiotik berikatan secara reversibel
dengan ribosom 30S dan mencegah ikatan tRNA-aminoasil pada kompleks mRNAribosom. Hal tersebut mencegah perpanjangan rantai peptida yang sedang tumbuh
dan berakibat terhentinya sintesis protein. Tetrasiklin termasuk antibiotika broad
spektrum. Spektrum golongan tetrasiklin umumnya sama, sebab mekanisme kerjanya
sama, namun terdapat perbedaan kuantitatif dari aktivitas masing-masing derivat

terhadap kuman tertentu. Derivat dari tetrasiklin yaitu: demeklosiklin, klortetrasiklin,


doksisiklin, methasiklin, oksitetrasiklin, dan minosiklin.2
Mekanisme resistensi yang terpenting adalah diproduksinya pompa protein
yang akan mengeluarkan obat dari dalam sel bakteri. Protein ini dikode dalam
plasmid dan dipindahkan dari satu bakteri ke bakteri lain melalui proses transduksi
atau konjugasi. Resistensi terhadap satu jenis tetrasiklin biasanya disertai resistensi
terhadap semua jenis tetrasiklin lainnya. 2
2. Farmakokinetik
a. Absorpsi
Sekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam saluran cerna. Absorpsi sebagian
besar berlangsung di lambung dan usus halus. Adanya makanan dalam lambung
menghambat penyerapan, kecuali minosiklin dan doksisiklin. Absorpsi dihambat
dalam derajat tertentu oleh pH tinggi dan pembentukan kelat yaitu kompleks
tetrasiklin dengan suatu zat lain yang sukar diserap seperti aluminium hidroksid,
garam kalsium dan magnesium yang biasanya terdapat dalam antasida, dan juga
ferum. 2
b. Distribusi
Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam
jumlah yang bervariasi. Dalam cairan cerebrospinal (CSS) kadar golongan
tetrasiklin hanya 10-20% kadar dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak
tergantung dari adanya meningitis. Penetrasi ke cairan tubuh lain dan jaringan
tubuh cukup baik. Golongan tetrasiklin menembus sawar uri dan terdapat dalam
ASI dalam kadar yang relatif tinggi. Dibandingkan dengan tetrasiklin lainnya,
doksisiklin dan minosiklin daya penetrasinya ke jaringan lebih baik. 2
c. Metabolisme

Obat golongan ini tidak dimetabolisme secara berarti di hati, sehingga


kurang aman pada pasien gagal ginjal. 2
d. Ekskresi
Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan filtrasi glomerolus
dan melalui empedu. Golongan tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam
empedu mencapai kadar 10 kali kadar dalam serum. Sebagian besar obat yang
diekskresi ke dalam lumen usus ini mengalami sirkulasi enterohepatik, maka obat
ini masih terdapat dalam darah untuk waktu lama setelah terapi dihentikan. Bila
terjadi obstruksi pada saluran empedu atau gangguan faal hati obat ini akan
mengalami akumulasi dalam darah. Obat yang tidak diserap diekskresi melalui
tinja. 2
3. Penggunaan Klinik
a. Indikasi
Penggunaan topikal hanya dibatasi untuk infeksi mata dan kulit saja. Salep
mata golongan tetrasiklin efektif untuk mengobati trakoma dan infeksi lain pada
mata oleh bakteri gram-positif, gram negatif yang sensitive, klamidia dan
mikoplasma. Selain itu juga untuk profilaksis oftalmia neonatorum pada neonatus
akibat Neisseria gonorrhoe atau Chlamydia trachomatis. Penyakit konjungtivitis
inklusi dapat diobati dengan hasil baik selama 2-3 minggu, dengan memberikan
salep mata atau obat tetes mata yang mengandung golongan tetrasiklin. Pada
trakoma pemberian salep mata golongan tetrasiklin yang dikombinasi dengan
doksisiklin oral 2 x 100 mg/hari selama 14 hari memberikan hasil pengobatan
yang baik.10

b. Kontra Indikasi

Hipersensitif terhadap golongan antibiotik tetrasiklin. 10

c. Interaksi Obat
Bila tetrasiklin diberikan dengan metoksifluoran maka dapat menyebabkan
nefrotoksisk.

Bila

dikombinasikan

dengan

penisilin

maka

aktivitas

antimikrobanya dihambat. 2

d. Efek samping
Sensasi terbakar pada mata. 2

e. Sediaan
Suspensi 10mg/cc dan salep mata tetrasiklin hidroklorida 1% 10mg/g. 11

f. Dosis
Lapisan tipis salep mata tiap 2-4 jam atau 1 tetes suspensi tiap 6-12 jam (dapat
digunakan lebih sering); dosis tunggal digunakan untuk pencegahan oftalmia
neonatorum. 10
2.3 Kloramfenikol
1.

Farmakodinamik
Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik yang memiliki mekanisme kerja

menghambat sisntesis protein bakteri pada tingkat ribosom. Obat ini terikat pada

ribosom

subunit

50S.

Kloramfenikol

menyekatkan

ikatan

persenyawaan aminoacyl dari molekul tRNA yang bermuatan ke situs aseptor


kompleks mRNA ribosom. Kegagalanaminoacyl untuk menyatu dengan baik pada
situs aseptor menghambat reaksi transpeptidase yang dikatalisasi oleh peptidyl
transferase. Peptida yang ada pada situs donor pada kompleks ribosom tidak
ditransfer ke asam amino aseptornya, sehingga sintesis protein terhenti. 10
Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi
kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu.
Kloramfenikol emiliki spektrum luas. Spektrum antibakteri kloramfenikol meliputi
Salmonella spp, Clamydia, Haemophillus, D. pneumoniae, S. pyogens, S. viridans,
Neisseria, Bacillus spp, C. diphtheriae, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema dan
kebanyakan kuman anaerob. 10

2.

Farmakokinetik
Setelah

pemberian

kloramfenikol

melalui

mata,

absorpsi

obat

melalui kornea dan konjunctiva, selanjutnya menuju humor aquos. Absorpsi terjadi
lebih cepat bila kornea mengalami infeksi atau trauma. Absorpsi sistemik dapat
terjadi melalui saluran nasolakrimal. Jalur ekskresi kloramfenikol utamanya melalui
urin. Obat ini mengalami inaktivasi di hati. Proses absorpsi, metabolisme dan
ekskresi dari obat untuk setiap pasien, sangat bervariasi, khususnya pada anak dan
bayi. Resorpsinya dari usus cepat. Difusi kedalam jaringan, rongga, dan cairan tubuh
baik sekali, kecuali ke dalam empedu. Plasma-t1/2-nya rata-rata 3 jam. Didalam hati,
zat ini dirombak 90% menjadi glukoronida inaktif. Bayi yang baru dilahirkan belum
memiliki enzim perombakan secukupnya maka mudah mengalami keracunan dengan
akibat fatal. Ekskresinya melalui ginjal, terutama sebagai metabolit inaktif dan lebih
kurang 10% secara utuh. 2
3.

Penggunaan Klinik
a. Indikasi

Untuk terapi infeksi superficial pada mata yang disebabkan oleh bakteri,
blepharitis, post operasi katarak, konjungtivitis bernanah, traumatik keratitis,
trakoma dan ulseratif keratitis. 2

b. Kontraindikasi
Pada pasien yang hipersensitif terhadap kloramfenikol dan pada neonatus. 2

c. Interaksi Obat
Dapat menghambat respon terhadap terapi vitamin B12 atau asam folat. 2

d. Efek Samping
Rasa pedih dan terbakar mungkin terjadi saat aplikasi kloramfenikol pada
mata. Reaksi hipersensitivitas dan inflamasi termasuk mata merah, dan edema.
Neuritis optikus, penglihatan kabur selama beberapa menit setelah penggunaan.
Pada terapi jangka panjang ditemukan kasus anemia aplastik. 2

e. Sediaan

Tetes mata kloramfenikol 1 %; botol 5 mL.

Salep mata kloramfenikol 1 % (10mg/g); tube 5 g. 2

f. Dosis

Tetes mata 1-2 tetes atau sedikit salep mata setiap 3-6 jam. 2

2.4 Gentamicin
1. Farmakodinamik
Aktivitas antibakteri terutama tertuju pada basil gram Negatif yang aerobik.
Aktivitas terhadap mikroorganisme anaerobik atau bakteri fakultatif dalam kondisi
anaerobik rendah sekali. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan kenyataan bahwa
transpor gentamisin (golongan aminoglikosida) membutuhkan oksigen (trasnpor
aktif). Aktivitas terhadap bakteri Gram-positif sangat terbatas. Gentamisin aktif
terhadap enterokokus dan streptokokus lain tetapi efektivitas klinis hanya dicapai bila
digabung dengan penisilin. Walaupun in vitro 95% galur S. aureus sensitif terhadap
gentamisin tetapi manfaat klinik belum terbukti sehingga sebaiknya obat ini jangan
digunakan tersendiri untuk indikasi tersebut. Galur resisten gentamisin cepat timbul
selama pajanan tersebut. 10
Mekanisme kerja aminoglikosida berdifusi lewat kanal air yang dibentuk oleh
porin protein pada membran luar dari bakteri gram negatif masuk ke ruang
periplasmik. Sedangkan transpor melalui membran dalam sitoplasma membutuhkan
energi. Fase transpor yang tergantung energi ini bersifat rate limitting, dapat di blok
oleh Ca2+ dan Mg2+, hiperosmolaritas, penurunan pH dan anaerobik suatu abses
yang bersifat hiperosmolar. Setelah masuk sel, aminoglikosid terikat pada ribosom
30S dan menghambat sintesis protein. Terikatnya aminoglikosid pada ribosom ini
mempercepat transpor aminoglikosid ke dalam sel, diikuti dengan kerusakan
membran sitoplasma, dan disusul kematian sel. Yang diduga terjadi adalah miss
reading kode

genetik

yang

mengakibatkan

terganggunya

sintesis

protein.

Aminoglikosida bersifat bakterisidal cepat. Pengaruh aminoglikosida menghambat


sintesis protein dan menyebabkanmiss reading dalam penerjemahan mRNA, tidak
menjelaskan efek letalnya yang cepat. 10
2. Farmakokinetik

10

Gentamisin sebagai polikation bersifat sangat polar, sehingga sangat sukar


diabsorpsi melalui saluran cerna. Gentamisin dalam bentuk garam sulfat yang
diberikan IM baik sekali absorpsinya. Kadar puncak dicapai dalam waktu sampai 2
jam. Sifat polarnya menyebabkan aminoglikosid sukar masuk sel. Kadar dalam sekret
dan jaringan rendah, kadar tinggi dalam korteks ginjal, endolimf dan perilimf telinga,
menerangkan toksisitasnya terhadap alat tersebut. 2
Ekskresi gentamisin berlangsung melalui ginjal terutama dengan filtrasi
glomerulus. Gentamisin diberikan dalam dosis tunggal menunjukkan jumlah ekskresi
renal yang kurang dari dosis yang diberikan. Karena ekskresi hampir seluruhnya
berlangsung melalui ginjal, maka keadaan ini menunjukkan adanya sekuestrasi ke
dalam jaringan. Walaupun demikian kadar dalam urin mencapai 50-200 mg/mL,
sebagian besar ekskresi terjadi dalam 12 jam setelah obat diberikan. 2
Gangguan fungsi ginjal akan menghambat ekskresi gentamisin, menyebabkan
terjadinya akumulasi dan kadar dalam darah lebih cepat mencapai kadar toksik.
Keadaan ini tidak saja menimbulkan masalah pada penyakit ginjal, tetapi perlu
diperhatikan pula pada bayi terutama yang baru lahir atau prematur, pada pasien yang
usia lanjut dan pada berbagai keadaan, yang disertai dengan kurang sempurnanya
fungsi ginjal. Pada gangguan faal ginjal t gentamisin cepat meningkat. Karena
kekerapannya terjadi nefrotoksisitas dan ototoksitas akibat akumulasi gentamisin,
maka perlu penyesuaian dosis pada pasien gangguan ginjal. 2

3.

Penggunaan Klinik
a. Indikasi
Konjungtivitis, Blefaritis, Keratitis, Keratokonjungtivitis, Dakriosistitis, Ulkus
Kornea, Meibomianitis akut, Episkleritis akut, Blefarokonjungtivitis. 10 mg dapat
disuntikan secara subkonjungtiva untuk infeksi mata yang berat. 11

11

b. Kontra Indikasi
Alergi terhadap Gentamisina serta penderita yang hipersensitif terhadap salah
satu antibiotik golongan aminoglikosid. 11

c. Efek Samping
Hipersensitivitas dan alergi dapat terjadi meskipun jarang, iritasi. 10

d. Interaksi Obat
Gentamisin mengalami inaktivasi jika dicampur dengan karbenisilin. 2

e. Sediaan

Salep mata 0,3 % (3 mg/g) ; tube 3,5 g.

Tetes mata 0,1 %; botol 5 mL.

Tetes mata 0,3 % (3 mg/cc); botol 5 mL.

Larutan steril dalam vial atau ampul 60 mg/1.5 mL, 80 mg/2mL, 120 mg/3
mL, 280 mg / 2mL. 11

f. Dosis

Salep mata 2-3 kali sehari.

12

Tetes mata 1-2 tetes setiap 2-4 jam, dinaikkan 2 tetes setiap jam untuk
infeksi berat. 10

2.5 Tobramicin
1. Farmakodinamik
Tobramisin tidak jauh berbeda sifatnya dengan gentamisin, termasuk
spektrum antimikrobanya. Karena itu, tobramisin digunakan sebagai pengganti
gentamisin. Aktivitas tobramisin yang superior terhadap P. aeruginosa dibanding
gentamisin menyebabkan obat ini terpilih untuk mengatasi infeksi oleh kuman
tersebut. Obat ini tidak memperlihatkan sinergisme dengan penisilin terhadap
enterokok dan inaktif terhadap mycobacterium. Dibandingkan terhadap gentamisin,
terdapat petunjuk bahwa tobramisin bersifat kurang nefrotoksik, tetapi hal ini belum
terbukti secara klinis. 2
2.

Farmakokinetik
a. Absorbsi
Diabsorpsi dengan baik setelah pemberian intramuscular (IM). Absorpsi
minimal setelah pemberian topikal. 2

b. Distribusi
Didistribusikan secara luas ke cairan ekstrasel setelah pemberian IM atau IV,
dapat menembus plasenta dan penetrasi buruk ke CSS. 2

13

c. Metabolisme dan Ekskresi


Ekskresi terutama melalui ginjal (>90%). Penyesuaian dosis diperlukan untuk
setiap penurunan fungsi ginjal. Dimetabolisme oleh hati dalam jumlah minimal. 2
3.

Penggunaan Klinik
a. Indikasi
Pengobatan infeksi mata superficial, seperti konjungtivitis, Blefaritis,
Keratitis, Keratokonjungtivitis, Dakriosistitis, Ulkus Kornea, Meibomianitis akut,
Episkleritis akut, Blefarokonjungtivitis. Intramuskular dan intravena dapat
digunakan untuk pengobatan infeksi basiler gram negatif dan infeksi akibat
stafilokokus

bila

penisilin

atau

obat

yang

kurang

toksik

lainnya

dikontraindikasikan atau telah terjadi resistensi terhadap gentamisin. 2

b. Kontra Indikasi
Alergi terhadap Tobramisin serta penderita yang hipersensitif terhadap salah
satu antibiotik golongan aminoglikosid. 2

c. Efek Samping
Hipersensitivitas dan alergi dapat terjadi meskipun jarang, rasa terbakar atau
tersengat pada mata. Pada ginjal dapat menyebabkan nefrotoksik. 10

d. Interaksi Obat

14

Diinaktivasi oleh penisilin bila diberikan bersamaan. 2

e. Sediaan

Tetes mata 3mg/cc; Salep 3mg/g.

Obat ini tersedia sebagai larutan 80mg/2ml untuk suntikan IM.

Untuk infus tobramisin dilarutkan dalam dekstrose 5% atau larutan NaCl


isotonis dan diberikan dalam 30-60 menit. Jangan diberikan lebih dari 10
hari. 2

f. Dosis

Semua dosis setelah dosis pembebanan awal harus ditentukan berdasar


fungsi ginjal/kadar dalam darah.

Dewasa dan anak-anak : 1 cm lapisan salep 2-3 kali sehari (tiap 3-4 jam
untuk infeksi berat) atau 1-2 tetes larutan tiap 4 jam (tiap 30-60 menit
untuk infeksi berat).

IM, IV (Dewasa) : 0,75-1,25 mg/kg tiap 6 jam atau 1-1,7 mg/kg tiap 8 jam
(sampai 8 mg/kg/hari dalam dosis terbagi)

IM, IV (Bayi dan anak-anak) : 1,5-1,9 mg/kg tiap 6 jam atau 2-2,5 mg/kg
tiap 8-16 jam. 10

2.6 Obat Antibiotik Tetes Mata


Tetes mata adalah sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi yang
digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak

15

mata dari bola mata. Tetes mata adalah seringkali dimasukkan ke dalam mata yang
terluka atau kecelakaan atau pembedahan dan mereka kemudian secara potensial
lebih berbahaya daripada injeksi intavena. Tetes mata adalah cairan steril atau larutan
berminyak atau suspensi yang ditujukan untuk dimasukkan ke dalam saccus
conjungtival. Mereka dapat mengandung bahan-bahan antimikroba seperti antibiotik,
bahan antiinflamasi seperti kortikosteroid, obat miotik seperti fisostigmin sulfat atau
obat midriatik seperti atropin sulfat.10
Larutan mata merupakan cairan steril atau larutan berminyak dari alkaloid
garam-garam alkaloid, antibotik atau bahan-bahan lain yang ditujukan untuk
dimasukkan ke dalam mata. Larutan harus isotonik, larutan mata digunakan untuk
antibakterial, anstetik, midriatikum, atau miotik. Larutan ini disebut juga tetes mata
dan collyria (singular collyrium).10
Obat yang dimasukkan ke dalam mata harus diformulasi dan disiapkan
dengan pertimbangan yang diberikan untuk tonisitas, pH, stabilitas, viskositas dan
sterilisasi. Sterilisasi ini diinginkan karena kornea dan jaringan bening ruang anterior
adalah media yang bagus untuk mikroorganisme dan masuknya larutan mata yang
terkontaminasi ke dalam mata yang trauma karena kecelakaan atau pembedahan
dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.9
Dengan definisi resmi larutan untuk mata adalah larutan steril yang dicampur
dan dikemas untuk dimasukkan dalam mata. Selain steril preparat tersebut
memerlukan pertimbangan yang cermat terhadap faktor-faktor farmasi seperti
kebutuhan bahan antimikroba, isotonisitas, dapar, viskositas dan pengemasan yang
cocok.10
1.

Syarat-syarat Tetes Mata


Faktor-faktor dibawah ini sangat penting dalam sediaan larutan mata :

Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan

16

Sterilitas akhir dari collyrium dan kehadiran bahan antimikroba yang efektif
untuk menghambat pertumbuhan dari banyak mikroorganisme selama

penggunaan dari sediaan


Isotonisitas dari larutan
pH yang pantas dalam pembawa untuk menghasilkan stabilitas yang
optimum.9

2.

Keuntungan Tetes Mata


Secara umum larutan berair lebih stabil daripada salep, meskipun salep

dengan obat yang larut dalam lemak diabsorpsi lebih baik dari larutan/salep yantg
obat-obatnya larut dalam air.Tidak menganggu penglihatan ketika digunakan.Dengan
definisi, semua bahan-bahan adalah lengkap dalam larutan, keseragaman tidak
menjadi masalah, hanya sedikit pengaruh sifat fisika dengan tujuan ini.Salep mata
menghasilkan bioavailabilitas yang lebih besar daripada larutan berair.12
3. Kerugian Tetes Mata
Kerugian yang prinsipil dari larutan mata adalah waktu kontak yang relatif
singkat antara obat dan permukaan yang terabsorsi.
Bioavailabilitas obat mata diakui buruk jika larutannya digunakan secara
topical untuk kebanyakan obat kurang dari 1-3% dari dosis yang dimasukkan
melewati kornea. Sampai ke ruang anterior. Sejak boavailabilitas obat sangat lambat,
pasien mematuhi aturan dan teknik pemakaian yang tepat. 12
4. Penggunaan Tetes Mata
Cuci tangan
Dengan satu tangan, tarik perlahan-lahan kelopak mata bagian bawah
Jika penetesnya terpisah, tekan bola karetnya sekali ketika penetes

dimasukkan ke dalam botol untuk membawa larutan ke dalam penetes


Tempatkan penetes di atas mata, teteskan obat ke dalam kelopak mata bagian
bawah sambil melihat ke atas jangan menyentuhkan penetes pada mata atau
jari.

17

Lepaskan kelopak mata, coba untuk menjaga mata tetap terbuka dan jangan

berkedip paling kurang 30 detik


Jika penetesnya terpisah, tempatkan kembali pada botol dan tutup rapat
Jika penetesnya terpisah, selalu tempatkan penetes dengan ujung menghadap

ke bawah
Jangan pernah menyentuhkan penetes denga permukaan apapun
Jangan mencuci penetes
Ketika penetes diletakkan diatas botol, hindari kontaminasi pada tutup ketika

dipindahkan
Ketika penetes adalah permanen dalam botol, ketika dihasilkan oleh industri
farmasi uunutk farmasis, peraturan yang sama digunkahn menghindari

kontaminasi
Jangan pernah menggunakan tetes mata yang telah mengalami perubahan

warna
Jika mempunyai lebih dari satu botol dari tetes yang sama, buka hanya satu

botol saja
Jika menggunakan lebih dari satu jenis tetes pada waktu yang sama, tunggu

beberapa menit sebelum menggunakan tetes mata yang lain


Sangat membantu penggunaan obat dengan latihan memakai obat di depan

cermin
Setelah penggunaan tetes mata jangan menutup mata terlalu rapat dan tidak
berkedip lebih sering dari biasanya karena dapat menghilangkan obat tempat
kerjanya.12

1.

5. Karakteristik Sediaan Mata


Kejernihan
a. Larutan mata adalah dengan definisi bebas adari partikel asing dan jernih
secara normal diperoleh dengan filtrasi, pentingnya peralatan filtrasi dan
tercuci baik sehingga bahan-bahan partikulat tidak dikontribusikan untuk
larutan dengan desain peralatan untuk menghilangkannya. pengerjaan
penampilan dalam lingkungan bersih.9
b. Penggunaan Laminar Air Flow dan harus tidak tertumpahkan akan
memberikan kebersamaan untuk penyiapan larutan jernih bebas partikel
18

asing. Dalam beberapa permasalahan, kejernihan dan streilitas dilakukan


dalam langkah filtrasi yang sama. Ini penting untuk menyadari bahwa
larutan jernih sama fungsinya untuk pembersihan wadah dan tutup.
keduanya, wadah dan tutup harus bersih, steril dan tidak tertumpahkan.
Wadah dan tutup tidak membawa partikel dalam larutan selama kontak
lama sepanjang penyimpanan. Normalnya dilakukan test sterilitas.9
2. Stabilitas
a. Stabilitas obat dalam larutan, seperti produk tergantung pada sifat kimia
bahan obat, pH produk, metode penyimpanan (khususnya penggunaan
suhu), zaat tambahan larutan dan tipe pengemasan.9
b. Obat seperti pilokarpin dan fisostigmin aktif dan cocok pada mata pada pH
6.8 namun demikian, pH stabilitas kimia (atau kestabilan) dapat diukur
dalam beberapa hari atau bulan. Dengan obat ini, bahan kehilangan
stabilitas kimia kurang dari 1 tahun. Sebaliknya pH 5, kedua obat stabil
dalam beberapa tahun. 9
c. Tambahan untuk pH optimal, jika sensitivitas oksigen adalah satu faktor,
stabilitas adekuat diinginkan antioksidan. kemasan plastik, polietilen
densitas rendah Droptainer memberikan kenyamanan pasien, dapat
meningkatkan deksimental untuk kestabilan dengan pelepasan oksigen
menghasilkan dekomposisi oksidatif bahan-bahan obat. 9
3. Buffer dan pH
a. Idealnya, sediaan mata sebaiknya pada pH yang ekuivalen dengan cairan
mata yaitu 7,4. Dalam prakteknya, ini jarang dicapai. mayoritas bahan aktif
dalam optalmologi adalah garam basa lemah dan paling stabil pada pH
asam. ini umumnya dapat dibuat dalam suspensi kortikosteroid tidak larut
suspensi biasanya paling stabil pada pH asam.11
b. pH optimum umumnya menginginkan kompromi pada formulator. pH
diseleksi jadi optimum untuk kestabilan. Sistem buffer diseleksi agar
mempunyai kapsitas adekuat untuk memperoleh pH dengan range stabilitas
untuk durasi umur produk. kapasitas buffer adalah kunci utama, situasi
ini.11

19

4. Tonisitas
a. Tonisitas berarti tekanan osmotik yang diberikan oleh garam-garam dalam
larutan berair, larutan mata adalah isotonik dengan larutan lain ketika
magnefudosifat

koligatif

larutan

adalah

sama.

larutan

mata

dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama dengan 0,9% laritan


NaCl. 11
b. Sebenarnya mata lebih toleran terhadap variasi tonisitas daripada suatu
waktu yang diusulkan. Maka biasanya dapat mentoleransi larutan sama
untuk range 0,5%-1,8% NaCl. Memberikan pilihan, isotonisitas selalu
dikehendaki dan khususnya penting dalam larutan intraokuler. Namun
demikian,

ini

tidak

dibutuhkan

ketika

total

stabilitas

produk

dipertimbangkan. 11
5. Viskositas
a. USP mengizinkan penggunaan bahan pengkhelat viskositas untuk
memperpanjang lama kontak dalam mata dan untuk absorpsi obat dan
aktivitasnya. Bahan-bahan seperti metilselulosa, polivinil alkohol dan
hidroksi metil selulosa ditambahkan secara berkala untuk meningkatkan
viskositas. 11
b. Para peneliti telah mempelajari efek peningkatan viskositas dalam waktu
kontak dalam mata. umumnya viskositas meningkat 25-50 cps range yang
signifikan meningkat lama kontak dalam mata. 11
6. Additives/Tambahan
a. Penggunaan bahan tambahan dalam larutan mata diperbolehkan, namun
demikian pemilihan dalam jumlah tertentu. Antioksidan, khususnya
Natrium Bisulfat atau metabisulfat, digunakan dengan konsentrasi sampai
0,3%, khususnya dalam larutan yang mengandung garam epinefrin.
Antioksidan lain seperti asam askorbat atau asetilsistein juga digunakan.
Antioksidan berefek sebagai penstabil untuk meminimalkan oksidasi
epinefrin. 10
b. Penggunaan surfaktan dalam sediaan mata dibatasi hal yang sama.
surfaktan nonionik, kelas toksis kecil seperti bahan campuran digunakan

20

dalam konsentrasi rendah khususnya suspensi dan berhubungan dengan


kejernihan larutan. 10
c. Penggunaan surfaktan, khususnya beberapa konsentrasi signifikan
sebaiknya

dengan

karakteristik

bahan-bahah.

surfaktan

nonionik,

khususnya dapat bereaksi dengan adsorpsi dengan komponen pengawet


antimikroba dan inaktif sistem pengawet. 10
d. Surfaktan kationik digunakan secara bertahap dalam larutan mata tetapi
hampir invariabel sebagai pengawet antimikroba. benzalkonium klorida
dalam range 0,01-0,02% dengan toksisitas faktor pembatas konsentrasi.
Benzalkonium klorida sebagai pengawet digunakan dalam jumlah besar
dalam larutan dan suspensi mata komersial.2

2.6 Golongan obat tetes mata Antiseptik dan Antiinfeksi


Obat mata golongan antiseptik dan antiinfeksi digunakan pada gangguan mata
karena adanya infeksi oleh mikroba, masuknya benda asing ke dalam kornea mata
atau kornea mata luka/ulkus. Kebanyakan infeksi mata superfisial akut dapat diobati
secara topikal. Blefaritis dan konjungtivitis sering disebabkan oleh stafilokokus;
sedangkan keratitis dan endoftamitis mungkin bisa disebabkan oleh bakteri, virus,
atau jamur. Blefaritis bakterial dapat diobati dengan pemberian salep mata antibakteri
di kantung konjungtiva atau di pelupuk mata.9
Hampir semua kasus infeksi konjungtiva akut dapat sembuh dengan
sendirinya. Antibakteri tetes mata atau salep mata digunakan bila diperlukan tindakan
pengobatan. Respons yang kurang baik terhadap pemberian obat menunjukan
konjungtivitis kemungkinan disebabkan oleh virus atau alergi.1
Konjungtivitis gonokokus diobati dengan antimikroba sistemik dan topikal.
Sementara itu, ulkus kornea dan keratitis perlu penanganan oleh dokter spesialis dan
mungkin membutuhkan penggunaan antimikroba subkonjungtival atau sistemik.
Endoftalmitis adalah kedaruratan medik yang juga membutuhkan penatalaksanaan
oleh dokter spesialis dan sering membutuhkan pengobatan menggunakan antibiotik
parenteral, sub-konjungtival atau sistemik.1
21

Kandungan obat antiseptik dan antiinfeksi mata selain pembawa yang harus
steril dan inert (tidak menimbulkan efek pada mata atau tidak bereaksi dengan zat
aktifnya/obat) dalam bentuk tetes atau salep, juga zat aktifnya merupakan
antibiotik/antiseptik atau antivirus dengan berbagai golongan.2
Obat antiinfeksi untuk mata dibagi lagi dalam beberapa bagian yakni
antibakteri, antijamur, dan antivirus, yang masing-masing golongan tersebut ada
spesialisasi tersendiri khusus untuk obat-obatnya.1
Golongan senyawa obat khusus untuk antibakteri dan antijamur yakni: asam
fusidat, firamisetin sulfat, gentamisin, kloramfenikol, levofloksasin, neomisin sulfat,
polimiksin B sulfat, ciprofloxacin, tobramisin, dibekasin, oxitetrasiklin, sulfasetamid,
dan tetrasiklin. Sementara golongan senyawa obat yang termasuk antivirus yakni:
asiklovir dan idoksuridin untuk infeksi herpes simpleks seperti ulcer kornea.1
2.6.1

Obat Tetes Mata Antibiotik

1. Gentamisin

Indikasi

Konjungtivitis

Keratitis

Keratokunjungtivitis

22

Tukak kornea

Blefaritis

Sakit mata lainnya yang rentan terhadap gentamisin.2

Efek Samping
Pandangan kabur dan iritasi sementara. Jarang terjadi mata kering, nyeri
okular.2

Dosis
1 tetes pada mata yang sakit diberikan 3 kali sehari. Gunakan berselang
minimal 10 menit. 2

Mekanisme Kerja
Golongan aminoglikosida efektif untuk menghambat bakteri penyebab infeksi
pada mata. 2

Sediaan yang Beredar

Danigen (Dankos) Tetes mata (K)

23

Garexin (Global Multi Pharmalab) Salep mata 3mg/ml; tetes mata


3mg/ml (K)

Genoint (Erela) salep mata 0.3%; tetes mata

Isotict timact (Fahrenheit) tetes mata 0.3%, 0.5% (K)

Sagestam (Sanbe Farma) tetes mata dan tetes telinga 3mg/ml (K)

Ximex konigen (Konimex) tetes mata 0.3% (K). 11

2. Ciprofloxacin

Indikasi
Ulkus kornea yang disebabkan oleh bakteri/ virus. Dan juga untuk
Konjungtivitis (radang selaput ikat mata) yang disebabkan oleh strain bakteri
yang rentan terhadap ciprofloxacin atau golongan kuinolon lainnya. 10

Efek Samping
Rasa terbakar atau rasa tidak enak setempat, gatal-gatal, edema kelopak mata,
mata berair. 10

24

Dosis

Konjungtivitis : 1-2 tetes tiap 2 jam selama 2 hari & 1-2 tetes tiap 4 jam
selama 5 hari berikutnya

Ulkus kornea : 2 tetes tiap 15 menit selama 6 jam pertama, lalu 2 tetes
tiap 30 menit selama sisa hari pertama. Hari kedua : 2 tetes tiap jam. Hari
ke-3 sampai hari ke-14 : 2 tetes tiap 4 jam. 10

Mekanisme Kerja
Ciprofloxacin bekerja dengan cara menghambat subunit A pada DNA-gyrase
(topoisomerase) yang merupakan bagian esensial dalam proses sintesa DNA
bakteri. Ciprofloksasin efektif terhadap bakteri gram-negatif dan grampositif.10

Sediaan yang Beredar

Baquinor (Sanbe Farma) Tetes mata 3mg/ml (K)

Isotic Renator (Fahrenheit) tetes mata 3mg/ml (K)

Ximex Cylowam (Konimex) Tetes mata 0.3% (K). 11

3. Kloramfenikol

25

Indikasi
Blepharitis, catarrhae, conjunctivitis, traumatic keratitis, trachoma, ulcerative
keratitis. 11
Efek Samping
Rasa pedas sementara, laporan yang jarang mengenai anemia aplastic, pasien
yang hipersensitif terhadap golongan obat ini. 2
Dosis
1 tetes pada mata yang sakit 3 kali sehari gunakan berselang minimal 10 menit
dari penggunaan obat penurun tekanan okular yang lain. 2
Mekanisme Kerja
Kloramfenikol memiliki spektrum yang luas sebagai antibakteri sehingga dapat
mengatasi infeksi akibat mikroba/bakteri patogen. 2
Sediaan yang Beredar

Cendofenicol (Cendo) salep mata 1%; tetes mata 0.25%, 0.5%, 1% (K)

Cloramidina (Armoxindo) salep mata 1% (K)

Colme (Interbat) tetes mata 0.5% (K)

26

Erlamycetin (Erela) Salep mata 1%; tetes mata 5mg/ml (K)

Isotic Salmicol (Fahrenheit) tetes mata 0.5% (K)

Kemicetine (Dankos) Salep mata 1%; Tetes mata 10mg/ml (K)

Reco (GMP) tetes mata 0.5% salep mata 1% (K)

Spersanicol (Novartis) salep mata 1%, tetes mata 5mg/ml (K)

Albucetine (Cendo) salep mata, tetes mata (K)

Kloramixin (Armoxindo) tetes mata (K) 11

4. Tobramicin

Indikasi
Terapi infeksi bagian luar mata dan adneksanya disebabkan bakteri yang peka. 10
Efek Samping
Hipersensitif, gatal dan bengkak pada kelopak mata, eritema konjungtiva,
toksisitas okular lokal. 10
27

Dosis

Berat: 2 tetes per jam hingga sembuh

Ringan atau sedang: 1-2 tetes setiap 4 jam. 11

Mekanisme Kerja
Antibiotika kelompok aminoglikosida yang larut dalam air dan spektrum luas
yang aktif terhadap bakteri patogen Gram-negatif dan Gram-positif pada mata. 10
Sediaan yang beredar

Bralifex (Sanbe Farma) tetes mata (K)

Isotic Tobryne (Fahrenheit) tetes mata (K)

Tobrex (Alcon) tetes mata 0.3%, salep mata 0.3% (K)

Bralifex Plus (Sanbe) tetes mata 3mg/ml (K)

Tobradex (Alcon) tetes mata, salep mata (K). 11

5. Dibekasin/Dibekasin Sulfat

28

Indikasi
Ulkus kornea, infeksi glandula tarsal, kordeolum, blefaritis, dakriosistitis,
konjungtivitis, keratitis, episkleritis. 9
Efek Samping
Iritasi atau sensitisasi.10
Dosis dan Mekanisme kerja
Sehari 4 kali diberikan sebanyak 2 tetes dan bersifat sebagai antimikroba dan
antibiotik. 9
Sediaan yang beredar

Dibekacin Meiji (Meiji) tetes mata 3mg/ml (K). 11

6. Oksitetrasiklin/Oksitetrasiklin HCL

29

Indikasi dan Efek Samping


Infeksi okular superfisial yang mengenai konjungtiva dan/ kornea, efek
sampingnya adalah reaksi alergi. 2
Dosis
Oleskan dalam sehari 4-6 kali ke kantong konjungtiva.1
Mekanisme Kerja
Oxytetracycline bersifat bakteriostatik dengan cara menghambat sintesis protein
bakteri. 2
Sediaan yang beredar

Terramycin (Pfizer) salep mata 1% (K)

Terracortril (Pfizer) Salep mata (K).2

7. Sulfasetamid/Sulfasetamid Natrium

30

Indikasi
Tukak

kornea,

blefaritis,

blefarokonjungtivitis,

konjungtivitis

kronik,

dakriosistitis, trakom, pencegahan infeksi pada abrasi kornea, laserasi atau


terbakar, pengeluaran benda asing dari mata.1
Efek Samping
Reaksi alergi dan infeksi.10
Dosis
1-2 tetes dam diulangi paling sedikit 4 kali sehari selama beberapa hari.1
Mekanisme Kerja
Aktivitas antimikroba dengan spektrum luas, dapat mencegah pertumbuhan dan
perkembangan berbagai jenis bakteri, baik gram positif maupun gram negatif.1
Sediaan yang beredar

Albucid (Nicholas) tetes mata (T)

Albuvit (Cendo) tetes mata 10% (T)

Bleph-10 Allergan (Darya Varia) tetes mata (K)

Cendocetamide (Cendo) salep mata 100mg/g, tetes mata 10%, 15% (T)

Dansemid (Dankos) tetes mata 15% (K)


31

Cendocetapred (Cendo) tetes mata, salep mata (K)

Albucetine (Cendo) salep mata, tetes mata (K).9

8. Tetrasiklin/Tetrasiklin HCL

Indikasi
Infeksi superfisial oleh bakteri gram positif dan negatif, protozoa, virus dan
ricketsia.2
Efek Samping
Pada individu tertentu dapat menimbulkan reaksi alergi seperti urtikaria, edema
palpebra serta menjadi peka terhadap cahaya (fotosensitasi kulit). 2
Dosis
Sehari 3-4 kali, dioleskan pada bagian mata yang sakit. 2
Mekanisme Kerja
Menghambat sintesis protein bakteri dan bersifat bakteriostatik, bersifat
menghambat baik untuk bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif. 2
Sediaan yang Beredar

Erlacyclin (Erela) Salep mata (K)

Enkacyclin (Kimia Farma) Salep mata (K).10

9. Obat Tetes Mata Antibiotik dengan Steroid

Tobramycin + Dexamethasone eye susp

32

Untuk terapi hordeolum, konjungtivitis flikten, KI: infeksi jamur sistemik, ibu
menyusui atau ibu hamil.1

Neomycin + Polymixin +dexamethasone eye drop


Untuk terapi kalazion, blefaritis, pterigium, trauma okuli, post operasi pada
mata, KI: infeksi jamur sistemik, ibu menyusui atau ibu hamil.1

33

BAB III
PENUTUP

Obat mata berdasarkan khasiatnya dikenal antara lain sebagai anestetik


topikal, anestetik lokal untuk suntikan, midriatik & sikloplegik, obat-obat yang
dipakai dalam pengobatan glaukoma, kortikosteroid topikal, campuran kortikosteroid
& obat anti-infeksi, obat-obat lain yang dipakai dalam pengobatan konjungtivitis
alergika, dan obat mata anti-infeksi. Salah satunya adalah antibiotik. Penggunaan
antibiotika khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam
bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap
mutan atau transforman. Antibiotika bekerja dengan menekan atau memutus satu
mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri.
Berbagai antibiotika ada yang respon untuk bakteri gram negatif atau gram
positif, ada pula yang spektrumnya lebih luas. Keefektifannya juga bergantung pada
lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut. Antibiotika oral
(yang dimakan) mudah digunakan bila efektif, dan antibiotika intravena (melalui
infus) digunakan untuk kasus yang lebih serius. Antibiotika kadangkala dapat
digunakan setempat, seperti tetes mata dan salep. Salah satu bentuk sediaan obat yang
digunakan untuk mata adalah tetes mata. Obat tetes mata adalah sediaan steril berupa
larutan atau suspensi yang digunakan dengan meneteskan obat pada selaput lendir
mata disekitar kelopak dan bola mata.
Prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam penggunaan antibiotika secara
rasional antara lain tepat indikasi, tepat penderita, tepat pemberian jenis antibiotik,
tepat dosis, waspada terhadap efek samping, tepat kombinasi bila diperlukan, serta
mempertimbangkan aspek ekonomi.
34

You might also like