You are on page 1of 11

TAHAP-TAHAP PENYEMBUHAN FRAKTUR

Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai berikut :


1. Stadium Pembentukan Hematom
Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang robek
Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)
Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam
2. Stadium Proliferasi sel/inflamasi
sel-sei berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur
Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast
Sel-sel ini aktif tumbuh kearah fragmen tulang
Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang
Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi
3. Stadium Pembentukan Kallus
Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)
Kallus memberikan rigiditas pada fraktur
Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah telah menyatu
Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi
4. Stadium Konsolidasi
Kallus mengeras danerjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu
Secara bertahap menjadi tulang mature
Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan
5. Stadium Remodeling
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur
Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast
Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda penebalan tulang
PENYEMBUHAN FRAKTUR PADA TULANG KORTIKAL
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri dari 5 fase, yaitu :
1. Fase hematoma
Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati
kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan dalam daerah fraktur dan akan
membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh
periosteum. Periosteum akan terdorong dan mengalami robekan akibat tekanan hematoma
yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunannya yang terletak beberapa millimeter dari daerah fraktur akan
kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskular tulang
yang mati pada sisi sisi fraktur segera setelah trauma.
Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 3 minggu.
1. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan.
Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel sel osteogenik yang berproliferasi dari
periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus
interna sebagi aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat
pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferansiasi sel sel mesenkimal yang
berdiferensiasi kedalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini
terjadi penambahan jumlah dari sel sel osteogenik yang memberi penyembuhan yang
cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Jaringan seluler

tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa
minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik.
Pada pemeriksaan radiologist kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu
daerah radioluscen.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada
minggu ke 4 8.
1. Fase pembentukan kalus (Fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang tumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang
berasal dari osteoblast dan kemudian pada kondroblast membentuk tulang rawan. Tempat
osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam
garam kalsium pembentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut moven
bone. Pada pemeriksaan radiolgis kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan
indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
1. Fase konsolidasi (Fase union secara radiology)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan lahan diubah menjadi
tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamellar dan
kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap.
Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4 8 dan berakhir pada minggu ke 8 12 setelah
terjadinya fraktur.
1. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk bagian yang
meyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling
ini perlahan lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetapi terjadi osteoblastik pada
tulang dan kalus eksterna secara perlahan lahan menghilang. Kalus intermediet berubah
menjadi tulang yang kompak dan berisi system haversian dan kalus bagian dalam akan
mengalami peronggaan untuk membentuk susmsum.
Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 12 dan berakhir sampai beberapa tahun
dari terjadinya fraktur.
PENYEMBUHAN FRAKTUR PADA TULANG KANSELOSA
Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi secara cepat karena beberapa factor,
yaitu :
1. Vaskularisasi yang cukup
2. Terdapat permukaan yang lebih luas
3. Kontak yang baik memberikan kemudahan vaskularisasi yang cepat
4. Hematoma memberikan peranan dalam penyembuhan fraktur
Tulang kanselosa yang berlokalisasi pada metafisis tulang panjang, tulang pendek serta
tulang pipih diliputi oleh korteks yang tipis. Peyembuhan fraktur pada tulang kanselosa
melalui proses pembentukan kalus interna dan endosteal. Pada anak anak proses
penyembuhan pada daerah korteks juga memegang peranan penting. Proses osteogenik
peyembuhan sel dari bagian endosteal yang menutupi trabekula, berproliferasi untuk
membentuk woven bone primer di dalam daerah fraktur yang disertai hematoma.
Pembentukan kalus interna mengisi ruangan pada daerah fraktur. Penyembuhan fraktur pada
tulang kanselosa terjadi pada daerah dimana terjadi kontak langsung diantara permukaan
tulang fraktur yang berarti satu kalus endosteal. Apabila terjadi kontak dari kedua fraktur
maka terjadi union secara klinis. Selanjutnya woven bone diganti oleh tulang lamellar dan
tulang mengalami konsolidasi.

PROSES REMODELLING FRAKTUR TULANG


Hematoma
Hematoma timbul beberapa detik setelah gaya yang menyertai trauma menyebabkan fraktur
dan kerusakan pembuluh darah yang kemudian menimbulkan perdarahan, baik di sekitar
tulang maupun di ujung-ujung fragmen fraktur itu sendiri Di samping itu pula jaringan
lunak, otot, dan periosteum mengalami kerusakan. Pembuluh darah yang ruptur tersebut
akan mengalami vasokonstriksi akibat dilepaskannya katekolamin, brandykinin, dan
serotonin oleh sel Mast yang berada di jaringan sekitarnya 8 Akibat pelepasan faktor-faktor
pembekuan oleh trombosit maka terbentuklah benang-benang fibrin yang akan membentuk
hematoma pada celah di antara fragmen-fragmen fraktur, medulla tulang dan di bawah
periosteum yang terangkat. Sedangkan tulang pada bagian ujung-ujung fragmen fraktur
tersebut akan mengalami nekrosis sampai ke tempat terdapatnya pembuluh darah kolateral
yang terdekat. Sel-sel yang nekrosis tersebut mengeluarkan pula enzim lisosom yang
menyebabkan degenerasi sel lebih lanjut*5*7
Bersamaan dengan proses ini reaksi inflamasi mulai timbul dengan dilepaskannya berbagai
mediator oleh trombosit, sel-sel yang mati dan mengalami kerusakan. Mediator-mediator
tersebut menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, dan eksudasi cairan plasma yang berisi
sel-sel inflammasi yang masuk ke bagian yang mengalami fraktur tersebut 6 Sel-sel
inflammasi tersebut meliputi sel-sel lekosit PMN, yaitu terutama pada tahap 24 jam pertama
serta makrofag dan limfosit pada tahap selanjutnya 6 Di samping itu pula sel-sel mesenkim
(sel-sel "osteoprogenitor") yang berasal dari periosteum, endosteum, transformasi sel-sel
endotil dari medulla dan osteoinduksi jaringan otot dan lunak di sekitarnya turut
bermigrasi.6 Eksudat yang terbentuk mempunyai peranan yang sangat penting di dalam
migrasi, mitosis, dan diferensiasi sel-sel tersebut. Hal ini disebabkan di dalam eksudat itu
pula terdapat senyawa hyaluronat dan fibronectin yang merangsang migrasi dan proliferasi
sel.6 Pada tahap ini pula lingkungan di sekitar fraktur bersifat asam yang mempengaruhi
aktivitas sel-sel di dalamnya. Tekanan oksigen di tempat hematoma pun rendah sedangkan
aliran darahnya ('1)lood flow") menurun Keadaan relatif hipoksia tersebut baik bagi
pembentukan tulang seperti yang telah dibuktikan secara invitro.2'6'7
Mediator-mediator kimiawi yang berperanan dalam proses inflamasi tersebut berupa
"cytokine" , zat morfogenik dan zat-zat eicosanoid seperti prostaglandin (PGE 2). "Cytokine"
yang dilepaskan oleh trombosit yang berada di dalam bekuan darah tersebut adalah "platelet
derived growth factor" (PDGF),"transforming growth factor -P" (TGF-beta) yang berfungsi
untuk merangsang sel-sel mesenkim yang terutama terdapat pada periosteum dan belum
berdiferensiasi untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel fibroblast, osteoblast dan
chondrocyte.16,8 TGF-p membentuk pula jenis cytokine lainnya yang bersifat osteokonduktif
dan osteoindusif yaitu "bone morphogenic protein (BMP)" dan "osteogenic protein-1 (OP1)" yang berfungsi mempercepat proses penyembuhan tulang.6 BMP adalah noncollagenous glikoprotein yang berada di dalam tulang dan berfungsi menstimulasi sel
mesenkim untuk berdifferensiasi menjadi osteoblast. Diferensiasi tersebut dirangsang pula
oleh berbagai jenis mediator juga dilepaskan oleh sel-sel inflammasi yang berkumpul di
sekitar jaringan hematoma tersebut.1,6,7 Di antara mediator-mediator tersebut adalah
"cytokine" interleukin-1. Mediator ini mempunyai efek sistemik maupun lokal. Efek
sistemik adalah produksi reaktan pada fase akut di hepar, peninggian laju endap darah,
febris melalui ''mid brain", resorpsi tulang, dan produksi serta migrasi limfosit ke tempat
trauma. Sedangkan efek lokalnya adalah atrofi otot, peningkatan sekresi prostaglandin
(PGE2) dari sel-sel otot, peningkatan kecepatan mitosis di sumsum tulang dan thymus
setelah fraktur dan trauma jaringan lunak, dan peningkatan jumlah osteoclast pada metafisis
yang tidak rusak sesudah suatu fraktur.6'7 TGF-beta tersebut akan terus dihasilkan oleh
osteoblast dan chindrocyte selama proses penyembuhan berlangsung. 1

Prostaglandin (PGE2) dihasilkan oleh tulang mengalami fraktur dan jaringan otot di
sekitarnya. Prostaglandin meningkatkan pembentukan tulang melalui pelepasan "cyclic
adenosine monophosphate" (cAMP), cGMP, dan "growth factor" yang mengatur proses
resorpsi dan deposisi tulang pada proses remodelling. Salah satu "growth factor" yang
dirangsangnya adalah TGF-J3 yang berfungsi menginduksi pembentukan jaringan
granulasi. Prostaglandin pun mempunyai efek merangsang migrasi sel dan pembentukan
pembuluh darah. "Insulin growth factor (IGF)" pun dirangsang produksinya oleh
prostaglandin. IGF berfungsi untuk menstimulasi proliferasi sel-sel tulang dan matriks
kartilago. Produksi prostaglandin pada tulang dapat dihambat oleh obat anti inflamasi non
steroid yaitu indomethacin. Pemberian obat ini akan menyebabkan kallus yang terbentuk
menjadi lemah. Namun demikian, ibuprofen, satu jenis lain obat anti inflamasi non steroid,
tidak berpengaruh terhadap sintesa prostaglandin.7
Hematoma diduga pula berfungsi sebagai media atau ruang yang dibentuk oleh spasme dan
kontraktur jaringan sekitar fraktur sehingga nantinya callus akan menempati tempat
tersebut. Ukuran besarnya hematoma menentukan pula ukuran callus yang terbentuk, di
samping faktor stabiliti (pergerakan) ujung-ujung fragmen fraktur. Reaksi inflamasi ini akan
berlangsung dalam waktu antara 4 hari sampai satu minggu. ''
Jaringan granulasi
Setelah fase inflamasi selesai pada hematoma maka selanjutnya akan terbentuk jaringan
granulasi.5,8 Bersamaan dengan tahap ini, sel-sel yang nekrotik dan eksudat akan diresorpsi
dan akan digantikan oleh sel-sel osteoprogenitor yang telah berdiferensiasi seperti sel-sel
fibroblast, fibrocyte, sel-sel mononuklear, dan endotil pembuluh darah kapiler. Jaringan
granulasi lebih kuat dan kaku dari pada hematoma. Jaringan granulasi dapat menahan
pemanjangan sebanyak dua kali panjangnya dan kekuatan maksimalnya adalah 0,1 Nm/mm2 sebelum menjadi ruptur. Sedangkan modulus elastisitasnya adalah E = 0,05 Nm/mm.2'3
Pada tahap ini proses neovaskularisasi berlangsung dengan dengan bantuan "angiogenetic
factor". Sel-sel endotil pembuluh darah didaerah fraktur maupun di jaringan otot dan lunak
sekitarnya akan mengalami penonjolan sitoplasma sehingga pembuluh darah baru terbentuk
dengan cara migrasi dan reduplikasi. Pembuluh darah yang terbentuk ini berjalan paralel
satu sama lainnya dan dan tegak lurus terhadap fraktur. Pada fase awal neovaskularisasi
tersebut lebih banyak terdapat di sekitar pembuluh darah periosteum, sedangkan pada fase
selanjutnya pembuluh darah arteri nutricia dari medulla lebih memegang peranan penting.
"Fibroblast growth factor"(FGF) adalah mediator yang terpenting pada proses angiogenesis
penyembuhan fraktur tulang dan dihasilkan oleh makrofag. Apabila fraktur yang terjadi
adalah fraktur yang direk dan disertai kerusakan jaringan lunak serta otot yang luas, maka
pembentukan neovaskularisasi tersebut akan terganggu sehingga dapat terjadi delayed atau
non union pada penyembuhan fraktur tulang. Sedangkan bila frakturnya disebabkan oleh
trauma yang indirek, kerusakan jaringan lunak yang ditimbulkan tidak masif sehingga
pembuluh darah dan sel-sel osteoprogenitor akan tumbuh dengan baik. u'6FGF ini juga pada
fase-fase selanjutnya akan dihasilkan oleh sel-sel osteoblast dan Chondrocyte 1
Salah satu jenis protein yang terdapat di dalam pembuluh darah yaitu laminin, juga akan
meningkat di sekitar jaringan granulasi. Protein ini berperanan di dalam pembentukan
jaringan granulasi. Kemudian osteoclast pun mulai dengan aktif meresorpsi sel-sel yang
nekrotik. Proses resorpsi ini banyak dipengaruhi oleh prostaglandin dengan cara
meningkatkan aktivitas osteoclast dan penambahan jumlah sel-sel osteoclast. 2
Jaringan ikat

Proses penyembuhan atau regenerasi tulang berlangsung terus dan jaringan granulasi akan
mengalami transformasi menjadi jaringan ikat yang terdiri dari serabut-serabut kolagen. 5
Jaringan ikat ini akan lebih kuat lagi dibandingkan jaringan granulasi dan kekuatannya
bervariasi tergantung kepada jenis jaringan ikatnya. Kekuatan tegangan ("tensile strength")
bervariasi di antara 2 dan 60 N-m/mm 2 dan kekuatan perubahan panjang sampai dengan
ruptur diantara 5% dan 17%.5
Fase ini juga dikenal sebagai fase mesenkimal karena sel-sel yang dominan pada tahapan ini
adalah sel-sel fibroblast, chondroblast, dan makrofag. "Chondrocyte" yang pertama kali
terbentuk adalah yang terletak di dekat tulang kortikal dan berasal dari diferensiasi sel-sel
mesenkim yang berasal dari lapisan periosteum Serabut kolagen yang disintesa adalah
kolagen tipe I dan tipe II. Sedangkan fibroblast mensintesa serabut kolagen tipe III dan tipe
V yang didapatkan pada daerah jaringan ikat yang bersama dengan pembuluh darah. Pada
tahap ini serabut kolagen tipe I yang dominan. Di samping kolagen jaringan ini juga terdiri
dari matriks yang meliputi glycosaminoglycans dan proteoglycans.7
Pada fase ini kadar "alkaline phosphatase" dan protein spesifik pada tulang akan terus
meningkat. Protein tulang yang spesifik ini meliputi "proteoglycan core protein", kolagen
tipe II, "bone Gla protein", dan osteocalcin. Kadar air dan lipid berada dalam konsentrasi
yang tinggi pada stadium ini.7
Jaringan fibrokartilago
Secara biomolekuler fase ini merupakan kelanjutan dari fase mesenkimal yaitu fase
chondroid dan chondroid-osteoid. Setelah jaringan ikat terbentuk maka secara bertahap selsel mesenkim yang telah berdiferensiasi berubah menjadi chondroblast yang kemudian
mendeposisi matriks kolagen dan berubah menjadi chondrocyte yang merupakan sel yang
dominan di sekitar fraktur maupun lapisan kambium periosteum. Serabut kolagen yang
dominan disintesa pada tahap ini adalah kolagen tipe II dan IX. Kolagen Cipe II akan
dideposisi pada area kartilago yang telah matur, sedangkan tipe IX berfungsi menstabilisasi
serabut-serabut kolagen II. Hexosamine, hydroxyproline, dan hydroxylisine mencapai
puncak konsentrasinya pada fase ini, yang kemudian akan berkurang pada fase selanjutnya.
Sedangkan kadar mineral mulai meningkat pula Dengan terbentuknya jaringan kolagen
yang matur dan mulai terbentuknya sel-sel osteoid pada fase chondroid-osteoid yang
mengikuti fase chondroid, maka pada daerah fraktur mulai terbentuk jaringan kallus yang
dapat dibagi menjadi "soft callus" dan "hard callus". Bersamaan dengan itu pula kadar
proteoglycans pada matriks ekstraseluler akan meningkat dan terdiri dari dua jenis yaitu
"dermatan sulfate" oleh fibroblast, dan chondroitin 4-sulfate selama minggu kedua oleh selsel chondrocyte.2'7 Jaringan ini dapat menahan gaya kompressi dan mulai mempunyai gaya
tegangan ("tension"). Kekuatan tegangan ("tensile strength") jaringan ini adalah 4 - 1 9 Nm/mm2 dan modulus elastisitasnya adalah antara 20 - 800 N-m/mm 2. Sedangkan daya
pemanjangannya terhadap ruptur adalah 10% dan 12,8%, yaitu hampir sama dengan
jaringan ikat.5
Kalsium yang mulai terdapat di dalam "fraktur callus" ternyata banyak ditemukan pada
mitochondria sel-sel chondrocyte. Sel-sel ini menjadi reservoir kalsium dan sejalan dengan
dimulainya proses mineralisasi kartilago kalsium secara bertahap akan dilepaskan oleh
mitochondria Kalsifikasi ini dimulai di antara dan pada vesikel matriks, serabut kolagen,
dan agregat proteoglycans yang mulai kolaps atau terpisah (disagregasi) 2'7
"Soft callus" terbentuk pada daerah sentral inflamasi yaitu disekitar medulla dan daerah
interfragmen fraktur dan jaringan kartilago merupakan bagian lebih dominan Daerah-derah
ini memiliki tekanan oksigen yang rendah. Tulang selanjutnya pada bagian ini akan
terbentuk melalui proses ossifikasi endochondral Pada proses ini sel-sel tnesenkim yang
telah bermigrasi dari jaringan lunak sekitar fraktur mengalami diferensiasi menjadi sel-sel
chondroid dan sel-sel ini dikenal sebagai "inducible progenitor cells" (IOPC). 6 Di sini akan

terbentuk kartilago jenis kartilago hyalin. Kemudian pada saat proses mineralisasi
berlangsung maka akan terbentuk "woven bone" (tulang immatur), yang selanjutnya akan
mengalami "remodelling" menjadi "lamellar bone". Perubahan tersebut sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor mekanik, listrik dan humoral serta interaksi antar molekul yang sangat
pula menentukan. Stabiliti fragmen antar fraktur adalah faktor mekanik yang sangat
mempengaruhi jumlah kallus yang terbentuk 2,6'7
"Hard callus" akan terbentuk sebagai respon kallus primer yaitu dengan proses proliferasi
sel-sel osteoprogenitor di daerah periosteum dan sumsum tulang dan sel-sel tersebut dikenal
dengan nama "Determined Osteoprogenitor Cells" (DOPC).6 Sel-sel ini secara langsung
membentuk ossifikasi intramembranosa dan tulang yang terbentuk berupa "mineralised
bone trabeculae" Bila kallus yang terbentuk sangat kurang atau tidak terbentuk sama sekali
maka proses penyembuhan tulang akan gagal 6,7
Pada proses pembentukan kallus enzim "alkaline phophatase", kolagen tipe II, dan protein
spesifik tulang akan terus meningkat konsentrasinya. Agar terbentuk matriks protein pada
kallus fraktur tersebut maka chondrocyte dan osteoblast harus mengaktifkan gen-gen
protein tersebut. Pengaturan ekspresi gen-gen pada sel-sel tersebut sangat menentukan
proses penyembuhan tulang2,7 Proses chondrogenesis, ossifikasi endochondral, dan
ossifikasi intramembranosa pada kallus fraktur ditentukan oleh ekspresi gen-gen yang
dipengaruhi oleh adanya mediator-mediator lokal, dan variasi lingkungan mikro, termasuk
stres. Kompressi menghambat ekspresi gen untuk pembentukan jaringan ikat. Gaya robekan
("shear force") meningkatkan kalsifikasi pada jaringan fibrokolagen dan stress hidrostatik
yang intermiten mengurangi proses tersebut. Mediator lokal yang berpengaruh adalah
"acidic fibroblast growth factor" (FGF), "basic FGF", dan TGF-P yang berfungsi untuk
menstimulasi proliferasi chondrocyte, pembentukan kartilago, proliferasi osteoblast, dan
sintesa tulang. Sintesa TGF-P juga berhubungan dengan hipertrofi kartilago dan kalsifikasi
pada ossifikasi endochondral. Pada keadaan tekanan oksigen yang rendah akan terbentuk
kartilago yang diduga disebabkan oleh jauhnya letak pembuluh darah, sedangkan pada
tekanan yang lebih tinggi jaringan tulang akan terbentuk.1,2'7
Beberapa "growth factor" lainnya juga ikut berperanan di dalam pembentukan kallus dan
inisiasi mineralisasi pada kallus fraktur. "Collagenase", "gelatinase", dan "stromelysin"
adalah enzim yang menguraikan protein dan menjadi komponen matriks ekstraseluler pada
kallus dan berfungsi di dalam mempersiapkan proses mineralisasi. Interleukin-1 juga
mengatur penghancuran kallus fraktur dan merangsang pembentukan kallus yang
terkalsifikasi. Prostaglandin yang walaupun merangsang aktivitas osteoclast, berperanan di
dalm proses ossifikasi selanjutnya, karena resorpsi tulang adalah prekusor pembentukan
tulang. BMP ("bone morphogenic protein") seperti misalnya BMP-3 atau osteogenin,
berfungsi mengubah fenotip sel mesenkim menjadi Osteoblast, "insulin-like growth factorII"(IGF-II) adalah rantai tunggal polipeptida yang berfungsi di dalam menstimulasi
proliferasi sel-sel tulang dan matriks kartilago. Produksi IGF-II distimulasi oleh hormon
parathyroid, dan 1,25 dihidroksi vitamin D3.3'7
Sifat biomekanik kallus fraktur tergantung kepada materi kallus yang terbentuk. Setelah
"soft callus" terbentuk, gambaran radiologis kallus eksternal adalah prediktor yang buruk
bagi kekuatan kallus dan tidak mencerminkan jumlah komponen kimiawi kallus. Perbaikan
kekuatan dan kekakuan tulang yang fraktur ditentukan oleh jumlah tulang yang terbentuk
yang menjembatani fragmen tulang, bukan oleh kallus yang terbentuk Kekuatan kallus
berhubungan dengan kadar kalsium yang tedapat di dalamnya. Kekuatan tegangan ("tensile
strength") kallus berhubungan dengan rasio callus dengan area tulang kortikal. Gerakan
interfragmen sangat berpengaruh terhadap penyembuhan tulang. Gerakan interfragmen akan
semakin berkurang apabila penyembuhan berlangsung dengan baik. Apabila stabilitas
mekanis cukup baik dan ujung-ujung fragmen menempel maka "soft kallus" yang terbentuk

akan minimal, namun "hard callus" yang tipis akan cepat diganti oleh proses pembentukan
sistem Haversi (ossifikasi endochondral) yang cepat. Sebaliknya bila immobilisasi antar
fragmen inadekuat, maka akan terbentuk "exuberant cartilaginous callus". Apalagi jika
keadaan ini disertai juga dengan jarak antar fragmen yang jauh, maka dapat terjadi "non
union " karena jaringan fibrosa yang persisten atau kallus yang tidak membentuk kallus
yang osteogenik.7
Proses minerailisasi dan ossrfikasi
Fase berikutnya adalah fase osteogenik yaitu fase kallus fraktur mengalami mineralisasi.
Proses ini dimulai pada minggu ke tiga setelah fraktur terjadi, yaitu dengan dimulai
dilepaskannya kalsium oleh mitochondria dan mulai berkurangnya proteoglycans beserta
agregat-agregatnya.5,7
Proses mineralisasi kallus fraktur berlangsung dalam suatu urutan berbagai aktivitas sel.
Sel-sel chondrocyte akan mensintesa serabut kolagen tipe I yang mempunyai suatu ruang
yang disebut "hole zone" dan membuat kondisi yang akan mempromosikan deposisi kristalkristal kalsium hidroksiapatit di antara serabut-serabut kolagen. Proses ini memerlukan dua
fungsi sel. Yang pertama adalah menghilangkan matriks "fibrokartilaginous callus" dan
tingginya konsentrasi proteoglycans yang menghambat mineralisasi. Untuk mencapai hal ini
sel-sel chondrocyte akan mensekresikan "neutral proteoglycanases" yang akan
mendegradasi molekul-molekul proteoglycans pada saat mineralisasi Cara yang ke dua
adalah setelah sel-sel mempersiapkan matriks untuk mineralisasi, chondrocyte dan
selanjutnya osteoblast, akan melepaskan "prepackaged" kompleks kalsium fosfat ke dalam
matriks dengan jalan melepaskan kuncup-kuncup vesikel matriks dari membran sel.
Vesikel-vesikel tersebut akan membawa "neutral protease" yang terdiri dari endopeptidase,
Alanyl p-napthylamidase, serta aminipeptidase dan enzim "alkaline phosphatase" yang akan
mendegradasi matriks yang kaya proteoglycans dan menghidrolisa ATP dan ester fosfat
yang kaya energi untuk menyediakan ion fosfat yang berguna bagi pengandapan kalsium.
Bersamaan dengan mineralisasi kallus, aktivitas kedua enzim tersebut akan meningkat. 2,7,10
Selama proses mineralisasi berlangsung, ujung-ujung fragmen tulang secara berangsurangsur menjadi diselimuti oleh massa kallus yang fusiformis yang berisi "woven bone"
yang terus meningkat. Semakin banyak mineral yang yang telah dideposisi, semakin keras
pula kallus yang terbentuk. Stabilitas fragmen fraktur terus meningkat dan "clinical union"
terjadi, yaitu bagian yang fraktur menjadi tidak nyeri lagi dan tampak tulang yang
menghubungkan fragmen-fragmen fraktur secara radiologis. Meskipun demikian proses
penyembuhan belum selesai karena bagian ini masih lebih lemah dibandingkan tulang yang
normal. Kekuatan yang sama dengan tuliing normal akan tercapai setelah proses
remodelling berlangsung. xl
Proses Remodelling
Pada tahap akhir penyembuhan tulang akan terbentuk "lamellar bone" dari "woven bone"
yang sudah terbentuk pada fase sebelumnya, disertai dengan resorpsi kallus yang tidak
diperlukan Proses remodelling ini berlangsung bertahun-tahun, lama setelah pasien
memperoleh kembali fungsi yang normal dan secara radiologis sudah tampak "union" yang
lengkap dan terjadi pada periosteum, endosteum, tulang kortikal dan trabeculae. 2"7'9,10
Proses pergantian "woven bone" oleh "lamellar bone" terdiri dari proses resorpsi
osteoclastik pada trabeculae tulang yang berlebihan dan lokasi yang tidak benar dan
pembentukan tulang sesuai dengan garis gaya yang bekerja pada tulang oleh osteoblast pada
daerah yang telah diresorpsi. Di samping itu, kanal medulla mulai terbentuk kembali.
Selanjutnya osteoblast akan tertanam di dalam matriks menjadi osteocyte. "Bone Modelling
Unit (BMU) " adalah satu grup sel-sel yang saling terkait dan berpartisipasi di dalam

"remodelling" pada suatu area tulang tertentu melalui aktivitas sel yang terdiri dari aktivasi,
resorpsi, dan formasi.7
Stabiliti mekanik yang dicapai pada fase ini semakin meningkat. Progresifitas stabiliti
bagian fraktur ini dapat dilukiskan ke dalam empat stadium. Selama stadium I, tulang yang
mengalami penyembuhan dan dikenakan gaya torsi, akan rusak melalui garis fraktur dengan
kekakuan yang rendah ("low stiffhess) dan berbentuk seperti karet ("rubbery pattern"). Pada
stadium II, tulang akan rusak melalui daerah fraktur dengan kekakuan yang tinggi ("high
stiffhess") dan berbentuk seperti jaringan yang keras ("hard tissue pattem"). Pada stadium
III, tulang akan rusak melalui bagian fraktur dan sebagian pada tulang yang intak
sebelumnya dengan kekakuan yang tinggi ("high stiffhess") dan berbentuk jaringan keras
("hard tissue pattern"). Selama stadium IV, bagian yang mengalami kerusakan tidak
berhubungan lokasi fraktur dan terjadi pada bentuk yang sangat kaku ("high stiffhess
pattem"), yang menunjukkan bahwa remodelling telah selesai yang diukur pada restorasi
kekuatan asal mekanisnya.2'7
Berbagai faktor mempengaruhi proses remodelling ini. Rangsang listrik yang disebabkan
oleh adanya stres akibat pembebanan titik berat badan tubuh yang mengikuti hukum Wollf,
menyebabkan proses osteoblastik pada bagian yang dengan muatan listrik negatif dan
osteoclastik pada bagian dengan muatan listrik yang positif2,7,9
Selain rangsang listrik dan mekanik, volume tulang yang terbentuk juga dipengaruhi oleh
keseimbangan antara resorpsi dan deposisi tulang yang diatur oleh kontrol sistemik melalui
hormon parathyroid yang mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat dan faktor lokal yaitu
"growth factor". Sedangkan faktor lokal yang berperanan adalah insuline-like growth factor
II (IGF II), bone morphogenic protein (BMP), dan prostaglandin.

You might also like