You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1, 2, 6
Atresia biliaris adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan dari
sistim bilier ekstra hepatik. Karakteristik dari atresia biliarias adalah tidak
terdapatnya sebagian sistim bilier antara duodenum dan hati sehingga
terjadi hambatan aliran empedu dan menyebabkan gangguan fungsi hati
tapi tidak menyebabkan Kern icterus karena hati masih tetap membentuk
konjugasi bilirubin dan tidak dapat menembus blood brain barier. Atresia
bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu dari 10.000
anak-anak dan lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada anak
laki-laki dan pada bayi baru lahir Asia dan Afrika-Amerika daripada di
Kaukasia bayi baru lahir. Penyebab atresia bilier tidak diketahui, dan
perawatan hanya sebagian berhasil.

(Santoso, Agus.2010. Health

Academy).
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia bilier
adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan
traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu.
Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu
dan peningkatan bilirubin direk. Hanya tindakan bedah yang dapat
mengatasi atresia bilier. Bila tindakan bedah dilakukan pada usia 8
minggu, angka keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila pembedahan
dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 36%.
Oleh karena itu diagnosis atresia bilier harus ditegakkan sedini mungkin,
sebelum usia 8 minggu (Dr. Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu
Kesehatan Anak FK UI).

Atresia Bilier Extrahepatik

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi 1, 2, 3, 6
Atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian
atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan
aliran empedu. Hal ini terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu.
Kelainan ini merupakan salah satu penyebab utama kolestasis yang
harus segera mendapat terapi bedah bahkan transplantasi hati pada
kebanyakan bayi baru lahir. Jika tidak segera dibedah, maka sirosis bilier
sekunder dapat terjadi. Pasien dengan Atresia Bilier dapat dibagi menjadi
2 kelompok yakni, Atresia Bilier terisolasi (Tipe perinatal) yang terjadi
pada 65-60% pasien, namun menurut Hassan dan William, presentasenya
dapat mencapai 85-90% pasien (bukti atresia diketahui pada minggu ke 28 pasca lahir), dan pasien yang mengalami situs inversus atau
polysplenia/asplenia dengan atau tanpa kelainan kongenital lainnya (Tipe
Janin), yang terjadi pada 10-35% kasus (bukti atresia diketahui < 2
minggu pasca lahir). Atresia Bilier adalah alasan paling umum untuk
transplantasi hati pada anak-anak di Amerika Serikat dan sebagian besar
dunia Barat.

Gambar 1: Atresia Biliaris (Medscape.com : Steven M Schwarz)

Atresia Bilier Extrahepatik

Kelainan patologi sistem bilier ekstrahepatik berbeda-beda pada


setiap pasien. Namun jika disederhanakan, maka kelainan patologis itu
dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi atresia yang sering ditemukan :
-

Tipe 1: terjadi atresia pada ductus choledocus

Tipe II:

terjadi atresia pada ductus hepaticus communis, dengan

stuktur kistik ditemukan pada porta hepatis


-

Type III (ditemukan pada >90% pasien): terjadi atresia pada ductus
hepaticus dextra dan sinistra hingga setinggi porta hepatis.
Varian-varian di atas tidak boleh disamakan dengan hipoplasia bilier

intrahepatis yang tidak dapat dikoreksi meskipun dengan pembedahan


sekali pun.
2.2 Embriologi 2, 3
Cikal bakal saluran empedu dan hati adalah sebuah penonjolan
sebesar tiga milimeter di daerah ventral usus depan. Bagian kranial
tumbuh menjadi hati, bagian kaudal menjadi pankreas, sedangkan bagian
sisanya menjadi kandung empedu. Dari tonjolan berongga yang bagian
padatnya kelak jadi sel hati, diantara sel hati tersebut tumbuh saluran
empedu yang bercabang-cabang seperti pohon.
Primordium hati muncul pada pertengahan minggu ketiga sebagai
suatu tonjolan epitel endodermis di ujung distal usus depan, pertumbuhan
keluar ini, divertikulum hati atau tunas hati, terdiri dari sel-sel yang
berpoliferasi cepat yang menembus septum transversum, yaitu lempeng
mesoderem di antara rongga perikardiumdan tangkai yolk sac. Sementara
sel-sel hati terus menembus sputum, hubungan antara divertikulum hati
dan usus depan (duodenum)menyempit, membentuk duktus biliaris
(kantumg empedu). saluran empedu ini membentuk sebuah tonjolan
vertikal kecil, dan pertumbuhan keluar ini kemudian menjadi kantung
empedu dan duktus sistikus. Selama perkembangan selanjutnya, kordakorda hati epitel bercampur dengan vena umbilikalis dan vena vitelina
yang membentuk sinosoid hati. Korda-korda hati berdiferensiasi menjadi

Atresia Bilier Extrahepatik

parenkim (sel hati) dan membentuk saluran empedu. Sel hematopoietik,


sel kuffer, dan sel jarinan iikat berasal dari mesoderem septum
transversum.
Ketika sel-sel

hati

menginvasi

seluruh

sputum

transversum

sedemikian sehingga organ menonjol ke arah kaudal ke dalam rongga


abdomen, mesoderm sputum transversum yang terletak antara hati dan
usus depan serta hati dan dinding abdomen ventral menjadi membranosa,
masing-masing membentuk omentum minus dan ligamentum falsiforme.
Bersama-sama, setelah membentuk hubungan peritoneal antara usus
depan dan dinding abdomen ventral, keduanya dikenal sebagai
mesentrium ventrale.
Mesoderm di permukaan hati berdiferensiasi menjadi peritonium
viseralis kecuali di permukaan kranialnya. Dibagian ini, hati tetap
berkontak dengan sisa sputum transversum asli lainnya. Bagian sputum
ini yang terdiri dari mesoderm yang tersusun rapat, akan membentuk
tendon sentral diafragma. Permukan hati yang berkontak dengan bakal
diafragma ini tidak pernah di lapisi oleh peritonium.
Pada minggu ke sepuluh perkembangan, berat hati adalah sekitar 10%
dari berat badan total. Meskipun hal ini sebagian mungkin di sebabkan
oleh besar jumlah sinusoid, faktor penting lainnya adalah fungsi
hematopoietiknya. Di antara sel-sel hati dan dinding pembuluh darah
terdapat sarang-sarang sel proliferatif yang menghasailkan sel darah
merah dan putih. Aktivitas ini secara bertahap mereda selama dua bulan
terakhir kehidupan intrauterus, dan hanya sedikit pulau hematopoiesis
yang tetap ada saat lahir. Berat hati hanyalah 5% dari berat badan total.
Fungsi hati lain yang penting di mulai sekitar pada minggu ke-12, saat
sel hati menghasilkan empedu. Sementara itu, karena kandung empedu
dan duktus sistikus telah terbentuk dan duktus sistikus telah bergabung
dengan duktus hepatikus untuk membentuk duktus biliaris, empedu dapat
masuk ke saluran cerna. Akhirnya, isi saluran cerna menjadi berwarna
hijau tua. Karena perubahan posisi duodenum, muara duktus biliaris
secara bertahap bergeser dari posisi awalnya di anterior ke posisi

Atresia Bilier Extrahepatik

posterior, dan karena itu, duktus billiaris berjalan menyilang di belakang


duodenum.
2.3 Anatomi fisiologi kandung dan saluran empedu 1, 2, 4, 5
Sistem bilier ekstrahepatik dibentuk oleh:
a. Vesica Fellea
Adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar
50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan.
Panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau
gelap yang disebabkan warna cairan empedu yang dikandungnya.
Terdiri atas fundus, corpus dan collum.
Fundus vesica fellea berproyeksi didepan dinding abdomen
terdapat pada perpotongan dari arcus costalis dextra (cartilago ke9) dilateralnya ada m. rectus abdominis dextra atau linea mediana
dextra.
Corpus-nya berhubungan dengan facies visceralis hepar.
Collum akan melanjutkan diri sebagai ductus cysticus, juga
memiliki tonjolan seperti kantung yang disebut Hartmanns pouch.
Ductus cysticus kemudian akan bertemu dengan ductus hepaticus
communis.
b. Ductus Cysticus
Ductus Cysticus merupakan lanjutan dari vesica fellea, terletak
pada porta hepatis. Panjangnya kira-kira 3 4 cm. Pada porta hepatis
ductus cysticus mulai dari collum vesicae fellea, kemudian berjalan ke
postero-caudal di sebelah kiri collum vesicae fellea. Lalu bersatu
dengan ductus hepaticus communis membentuk ductus choledochus.
Mucosa ductus ini berlipat-lipat terdiri dari 3 12 lipatan, berbentuk
spiral yang pada penampang longitudional terlihat sebagai valvula,
disebut valvula spiralis [Heisteri].
c. Ductus Hepaticus
Ductus hepaticus berasal dari lobus dexter dan lobus sinister
bersatu membentuk ductus hepaticus communis pada porta hepatis
dekat pada processus papillaris lobus caudatus. Panjang ductus
hepaticus communis kurang lebih 3 cm. Terletak di sebelah ventral

Atresia Bilier Extrahepatik

a.hepatica propria dexter dan ramus dexter vena portae. Bersatu


dengan ductus cysticus menjadi ductus choledochus.
d. Ductus Choledochus
Ductus Choledocus mempunyai panjang kira-kira 7 cm, dibentuk
oleh persatuan ductus cysticus dengan ductus hepaticus communis
pada porta hepatis. Di dalam perjalanannya dapat di bagi menjadi tiga
bagian, sebagai berikut :
Bagian yang terletak

pada

tepi

bebas

ligamentum

hepatoduodenale, sedikit di sebelah dextro-anterior a.hepatica


communis dan vena portae;
Bagian yang berada di sebelah dorsal pars superior duodeni,
berada di luar lig.hepatoduodenale, berjalan sejajar dengan vena
portae, dan tetap di sebelah dexter vena portae ;
Bagian caudal yang terletak di bagian dorsal caput pancreatik, di
sebelah ventral vena renalis sinister dan vena cava inferior. Pada
caput pancreatik ductus choledochus bersatu dengan ductus
pancreaticus Wirsungi membentuk ampulla, kemudian bermuara
pada dinding posterior pars descendens duodeni membentuk
suatu tonjolan ke dalam lumen, disebut papilla duodeni major.

Atresia Bilier Extrahepatik

Gambar 2. Anatomi dari Kantung empedu, Vesica biliaris

Fungsi Vesica Fellea


a. Menyimpan empedu.
Dalam keadaan normal, musculus sphincter ductus choleidochi dan
muskulus sphincter ampula berkontraksi sehingga empedu yang
disekresi dari hepar secara terus-menerus akan mengalami refluks atau
masuk ke dalam kandung empedu melalui ductus cysticus.
b. Konsentrasi empedu.
Kandung empedu melakukan konsentrasi cairan empedu dengan cara
menyerap cairan dan elektrolit melalui mukosanya.
c. Mekanisme kontrol.

Atresia Bilier Extrahepatik

Pengeluaran cairan empedu dikontrol oleh cholecystokinin. Masuknya


lemak ke dalam mucosa duodenum. Hormon ini akan merangsang
kontraksi otot dari dinding kantung empedu. Peningkatan tekanan ini
akan

menyebabkan

terbukanya

sphincter

ductus

choledochus

disamping juga karena adanya penurunan tonus otot sphincter karena


aktivitas nervus vagus, sehingga cairan empedu akan masuk ke
duodenum.
2.4 ETIOLOGI 2, 3, 6
Etiologi dari .Atresia Bilier belum diketahui secara pasti, cukup banyak
spekulasi mengenai hal tersebut. Teori dasar yang berkembang adalah
kesalahan

embryogenik

yang

menetap

pada

oklusi

bilier

cabang

ekstrahepatik, namun terbantahkan dengan tidak adanya penyakit kuning


pada kelahiran, dan bukti histologis saluran bilier paten yang semakin
menghilang selama bulan-bulan pertama kehidupan. Sebagian ahli
menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan
adanya kelainan kromosom trisomi 17,18 dan 21; serta terdapatnya anomali
organ pada 10 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis
berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang
merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.
Ada 2 tipe Atresia Bilier yakni bentuk "janin", yang muncul segera
setelah lahir dan biasanya memiliki kongenital anomali pada organ lainnya
seperti pada hati, limpa, dan usus, dan bentuk "perinatal", terlihat ikterik
beberapa minggu setelah kelahiran yang lebih khas dan akan jelas terlihat
pada minggu kedua sampai keempat pasca kelahiran.
Atresia bilier bukanlah penyakit keturunan. Hal ini dibuktikan dengan
adanya kasus bayi lahir kembar identik dengan hanya satu anak yang
memiliki penyakit ini. Atresia bilier paling mungkin disebabkan oleh suatu
peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar waktu kelahiran.
Kemungkinan untuk "memicu" hal tersebut bisa saja salah satu atau
kombinasi dari faktor-faktor berikut:
infeksi virus atau bakteri, implikasi reovirus

Atresia Bilier Extrahepatik

masalah dengan sistem kekebalan tubuh


komponen abnormal empedu
kesalahan dalam perkembangan hati dan saluran empedu
KLASIFIKASI ATRESIA BILIER
Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :
Klasifikasi
I

IIa

II

Atresia Bilier Extrahepatik

Penjelasan

Gambar

Atresia (sebagian atau


total)
duktus
bilier
komunis,
segmen
proksimal paten.

Obliterasi duktus
hepatikus
komunis
(duktus bilier
komunis,
duktus
cystikus, dan
kandung
empedu
semuanya
normal)
Obliterasi duktus
bilierkomunis,
duktus
hepatikus
komunis,
duktus
cystikus.
Kandung
empedu
normal.

III

Semua sistem duktus


bilier
ekstrahepatik
mengalami
obliterasi,
sampai ke
hilus.

Gambar 3: Gambaran klasifikasi Atresia Bilier menurut Kasai


(Medscape.com : Steven M Schwarz)
2.5 PATOFISIOLOGI 2, 3, 6
Patofisiologi Atresia bilier juga belum diketahui dengan pasti.
Berdasarkan gambaran histopatologik, diketahui bahwa atresia bilier terjadi
karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan duktus bilier
ekstrahepatik mengalami kerusakan secara progresif. Pada keadaan lanjut
proses inflamasi menyebar ke duktus bilier intrahepatik, sehingga akan
mengalami

kerusakan

yang

progresif

pula.

Meskipun

gambaran

histopatologik atresia bilier sudah dipelajari secara ekstensif dalam specimen


bedah yang telah dieksisi dari system bilier ekstrahepatik bayi yang telah
mengalami portoenterostomy, namun pathogenesis kelainan ini masih belum
sepenuhnya dipahami.
Hasil penelitian terbaru telah mempostulasikan malformasi kongenital
pada sistem ductus bilier sebagai penyebabnya. Tapi bagaimana pun juga
kebanyakan bayi baru lahir dengan Atresia Bilier, ditemukan lesi inflamasi
progresif yang menandakan telah terjadi suatu infeksi dan/atau gangguan
agen toksik yang mengakibatkan terputusnya duktus biliaris.
Pada tipe III, varian histopatologis yang sering ditemukan, sisa jaringan
fibrosis mengakibatkan sumbatan total pada sekurang-kurangnya satu bagian
sistem bilier ekstrahepatik. Duktus intrahepatik, yang memanjang hingga ke
porta hepatis, pada awalnya paten hingga beberapa minggu pertama

Atresia Bilier Extrahepatik

10

kehidupan tetapi dapat rusak secara progresif oleh karena serangan agen
yang sama dengan yang merusak ductus ekstrahepatik maupun akibat efek
racun empedu yang tertahan lama dalam ductus ekstrahepatik.
Peradangan aktif dan progresif yang terjadi pada pengrusakan sistem
bilier dalam penyakit Atresia Bilier merupakan suatu lesi dapatan yang tidak
melibatkan satu faktor etiologik saja. Namun agen infeksius dianggap lebih
memungkinkan menjadi penyebab utamanya, terutama pada kelainan atresia
yang

terisolasi.

Beberapa

penelitian

terbaru

telah

mengidentifikasi

peningkatan titer antibodi terhadap retrovirus tipe 3 pada pasien - pasien


yang mengalami atresia. Peningkatan itu terjadi pula pada rotavirus dan
sitomegalovirus.
2.6 PENATALAKSANAAN 2, 6
a. Terapi medikamentosa
Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama
asam empedu (asamlitokolat), dengan memberikan :
Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase (untuk
mengubah

bilirubin

indirek

menjadi

bilirubin

direk);

enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+


ATPase (menginduksi aliranempedu).

Kolestiramin 1 gram/

kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu.


Kolestiraminmemotong

siklus

enterohepatik

asam

empedu

sekunder
Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam
ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam
ursodeoksikolatmempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam
litokolat yang hepatotoksik.
Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
Pemberian makanan yang mengandung

medium

chain

triglycerides (MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan


mempercepat metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang

Atresia Bilier Extrahepatik

11

dipercepat akan secara efisien segera dikonversi menjadi energy


untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang
digunakan

sebagai

lemak

dalam

tubuh.

Makanan

yang

mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega, minyak

kelapa, dan lainnya.


Penatalaksanaan defisiensi

vitamin

yang

larut

dalam

lemak. Seperti vitamin A, D, E, K


b. Terapi bedah
Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang
mengalirkan empedu keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin
dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia bilier dan
langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan
pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini
hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu
dilakukan pencangkokan hati.
Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk
atresia bilier dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara
dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah organ
satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan
fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak
dengan atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa
bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi transplantasi
telah

juga

meningkatkan

kemungkianan

untuk dilakukannya

transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier. Di masa lalu,


hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi
karena ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan
untuk

menggunakan

disebut"reduced

size"

bagian

dari

atau

"split

hati
liver"

transplantasi pada anak dengan atresia bilier.


c. Berdasarkan treatment yang diberikan
Palliative treatment

Atresia Bilier Extrahepatik

12

orang

dewasa,

transplantasi,

yang
untuk

Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan


mempertahankan fungsi hati dan mencegah komplikasi kegagalan
hati.
Supportive treatment
Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang
berperan dalam pembekuan darah dan apabila kekurangan vitamin
K dapat menyebabkan perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam
penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada selada, kubis, kol, bayam,
kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua adalah sumber
terbaik vitamin ini.
Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia
bilier mengalami obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga
menyebabkan lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat
diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan makanan yang mengandung
medium chain triglycerides (MCT) seperti minyak kelapa.
Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik
yang menyebar ke dalam darah dan kulit yang mengakibatkan
gatal (pruiritis) pada kulit.
Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga
turut membantu dalam memberikan stimulasi perkembangan dan
pertumbuhan klien.

Atresia Bilier Extrahepatik

13

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak
terbentuk atau tidak berkembang secara normal. Fungsi dari sistem empedu
adalah membuang limbah metabolik dari hati dan mengangkut garam empedu
yang diperlukan untuk mencerna lemak di dalam usus halus.
Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke
kandung empedu. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati,
yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal.

Atresia Bilier Extrahepatik

14

DAFTAR PUSTAKA
1. Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Cecily Lynn betz & Linda A.Gowden. 2009. Fisiologi sistem pencernaan.
Jakarta : EGC
3. Sadler, T.W. 2012. Langman Embriologi Kedokteran edisi 10. Jakarta :
EGC (hlm 251-254).
4. Sheerwood L. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 2nd ed. Jakarta:
EGC.
5. Guyton & Hall. 2012. Buku Ajar : Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
6. Sudarti. 2010. Kelainan Dan Penyakit Pada Bayi dan Anak. Nuha
Medika. Yogyakarta.

Atresia Bilier Extrahepatik

15

Atresia Bilier Extrahepatik

16

You might also like