You are on page 1of 23

REFERAT

GANGGUAN BIPOLAR

Disusun Oleh:
Nur Azizah

01.209.5969

Pembimbing:
Dr. Ahmadi NH Sp.KJ

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan bipolar adalah gangguan yang lebih jarang dibandingkan dengan gangguan
depresif berat. Prevalensi gangguan bipolar di Indonesia hanya sekitar 2% sama dengan
prevalensi skizofrenia. Prevalensi antara laki-laki dan wanita sama besar. Onset gangguan
bipolar adalah dari masa anak-anak (usia 5-6 tahun) sampai 50 tahun atau lebih. Rata-rata usia
yang terkena adalah usia 30 tahun. Gangguan bipolar cenderung mengenai semua ras.
Kriteria utama untuk klasifikasi gangguan afektif dipilih berdasarkan alasan praktis, yaitu
untuk memungkinkan gangguan klinis yang lazim ditemukan mudah diidentifikasi. Episode
tunggal dibedakan dari gangguan bipolar dan gangguan yang multiple lainnya oleh karena
sebagian besar dari pasien hanya mengalami satu episode penyakit dan keparahan ditonjolkan
oleh karena implikasinya bagi terapi dan penyediaan pelayanan yang berbeda tingkatannya.
Pembedaan antara kelas keparahan yang berbeda masih merupakan masalah ; ketiga kelas yaitu
ringan, sedang, dan berat ditentukan di sini oleh karena banyak klinisi menginginkannya.
Istilah mania dan depresi berat digunakan dalam klasifikasi ini untuk menunjukkan
kedua ujung yang berlawanan dalam spectrum afektif ;hipomaniadigunakan untuk
menunjukkan suatu keadaan pertengahan tanpa waham, halusinasi atau kekacauan menyeluruh
dari aktivitas normal, yang sering (meskipun tidak semata-mata) dijumpai pada pasien yang
berkembang ke arah mania atau dalam penyembuhan dari mania.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai
oleh gejala-gejala manic, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat
berlangsung seumur hidup. Setiap episode dipisahkan sekurangnya dua bulan tanpa gejala
penting mania atau hipomania. Tetapi pada beberapa individu, gejala depresi dan mania dapat
bergantian secara cepat, yang dikenal dengan rapid cycling. Episode mania yang ekstrim dapat
menunjukkan gejala-gejala psikotik seperti waham dan halusinasi.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab gangguan bipolar multifaktor. Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik
dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa
kanak-kanak, stress yang menyakitkan, stress kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan
banyak lagi faktor lainnya.
1. Faktor Genetik
Penelitian keluarga telah menemukan bahwa kemungkinan menderita suatu gangguan
mood menurun saat derajat hubungan kekeluargaan melebar. Sebagai contoh, sanak saudara
derajat kedua (sepupu) lebih kecil kemungkinannya dari pada sanak saudara derajat pertama.
Penurunan gangguan bipolar juga ditunjukkan oleh fakta bahwa kira-kira 50 persen pasien
Gangguan bipolar memiliki sekurangnya satu orangtua dengan suatu Gangguan mood, paling
sering Gangguan depresif berat. Jika satu orangtua menderita gangguan bipolar, terdapat
kemungkinan 25 persen bahwa anaknya menderita suatu Gangguan mood. Jika kedua orangtua
menderita Gangguan bipolar, terdapat kemungkinan 50-75 persen anaknya menderita Gangguan
mood.
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara Gangguan bipolar dengan
kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom tersebut
3

yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24,
18 sentromer, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita
sindrom Down (trisomi 21) beresiko rendah menderita Gangguan bipolar.
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti
mulai menduga adanya hubungan neurotransmitter dengan Gangguan bipolar. Neurotransmitter
tersebut adalah dopamine, serotonin, noradrenalin. Gen-gen yang berhubungan dengan
neurotransmitter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine oksidase A
(MAOA), tirosin hidroksilase, cathecol-ometiltransferase (COMT), dan serotonin transporter
(5HTT). Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini yaitu
gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah neurotropin
yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis, dan perlindungan neuron otak.
BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom
11p13. Terdapat tiga penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF dengan Gangguan
bipolar dan hasilnya positif.
2. Faktor Biologis
Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat perbedaan
gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic
resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah
substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya
itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada
amygdale dan hippocampus. Korteks prefrontal, amygdale, dan hippocampus merupakan bagian
dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak
penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang
membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila jumlah
oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar.
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang penting dalam
mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi kimiawi, yaitu neurotransmitter yang
4

berfungsi sebagai pembawa pesan komunikasi antar neuron di otak. jika neurotransmitter ini
berada pada tingkat yang normal, otak akan bekerja secara harmonis.
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam metabolit amin
biogenik di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinalis pada pasien dengan gangguan mood.
Kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan depresi.
Di satu sisi, jika neurotransmiter ini berlebih dapat menjadi penyebab gangguan manik. Selain
itu antidepresan trisiklik dapat memicu mania. Data yang dilaporkan paling konsisten dengan
hipotesis bahwa gangguan mood adalah berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin
biogenic.
Amin biogenik. Dari amin biogenik, norepinefrin, serotonin dan dopamin merupakan
neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Di samping itu,
bukti-bukti mengarahkan juga pada disregulasi asetil-kolin dalam gangguan mood.
NOREPINEFRIN. Korelasi yang dinyatakan oleh penelitian dasar antara regulasi turun
(down-regulation) reseptor adrenergic-beta dan reseptor antidepresen klinik kemungkinan
merupakan bagian data yang paling memaksakan yang menyatakan adanya peranan langsung
sistem noradrenergic dalam depresi. Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan presinaptik
reseptor adrenergic-alfa2 dalam depresi, karena aktivasi dari reseptor tersebut mengakibatkan
penurunan jumlah norepinefrin yang dilepaskan. Presipnatik reseptor adrenergic juga berlokasi di
neuron serotonergik dan mengatur jumlah serotin yang dilepaskan.
SEROTONIN. Serotonin adalah neurotransmitter aminergic yang paling sering
dihubungkan dengan depresi. Ini dibuktikan dengan efek besar yang telah diberikan oleh
Serotonin-Specific Reuptake Inhibition dalam pengobatan depresi, Penurunan serotonin dapat
menimbulkan depresi. Pada pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin
yang rendah di cairan serebrospinalnya. Pada penggunaan antidepresen jangka panjang terjadi
penurunan jumlah tempat ambilan kembali serotonin di trombosit.
DOPAMIN. Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi.
Data menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan meningkat pada mania.
Pada penggunaan obat yang menurunkan kadar dopamin seperti reserpine dan pada penyakit
yang mengalami penurunan dopamin seperti Parkinson disertai juga dengan gejala depresi. Obat5

obat yang meningkatkan konsentrasi dopamine seperti tyrosine, amphetamine dan bupropion
menurunkan gejala depresi. Dua teori terakhir tentang hubungan dopamine dan depresi adalah
disfungsi jalur dopamin mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamine tipe 1 (D1) yang
ditemukan pada depresi.
Obat-obatan

yang

mempengaruhi

siste

neurotransmitter

seperti

kokain

akan

memperparah mania. Agen lain yang dapat memperburuk mania termasuk L-dopa, yang
berpengaruh pada reuptake dopamine dan serotonin. Calcium channel blocker yang digunakan
untuk mengobati mania dapat mengganggu reguasi kalsium di neuron. Gangguan regulasi
kalsium ini dapat menyebabkan transmisi glutaminergik yang berlebihan dan iskemia pembuluh
darah.
Faktor neurokimiawi lain. Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif
seperti vasopresin dan opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan mood.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua( second messenger ) seperti
adenylate cyclase, phosphatidylinositol

dan regulasi kalsium mungkin memiliki relevansi

dengan penyebab gangguan mood.


3. Faktor Lingkungan
Penelitian telah membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam
Gangguan perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan pada kehidupan
psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress yang dipicu oleh faktor lingkungan. Stress
yang menyertai episode pertama dari Gangguan bipolar dapat menyebabkan perubahan biologik
otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan lama tersebut dapat menyebabkan perubahan
keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberian signal intraneuronal.
Perubahan mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik.
Hasil akhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih
tinggi untuk menderita Gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor eksternal.

2.3 GEJALA KLINIS


6

Terdapat tiga pola gejala dasar pada Gangguan bipolar yaitu, episode manic dan episode
hippomanic, episode depresi.
a) Episode manic:
Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami mood yang elasi,
ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga atau lebih gejala berikut (empat
atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu:

Waham kebesaran atau terlalu percaya diri (Inflated self-esteem or grandiosity)

Berkurangnya kebutuhan tidur

Cepat dan banyaknya pembicaraan

Lompatan gagasan atau pikiran berlomba

Perhatian mudah teralih

Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor

Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan sekolah)

Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan yang matang)

Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran psikotik, hospitalisasi
untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya Gangguan fungsi sosial dan pekerjaan.
Pasien hipomania kadang sulit didiagnosa sebab beberapa pasien hipomania justru memiliki
tingkat kreativitas dan produktivitas yang tinggi. Pasien hipomania tidak memiliki gambaran
psikotik (halusinasi, waham atau perilaku atau pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan
hospitalisasi.

b) Episode hipomanic ditandai oleh gejala-gejala berikut :


7

Penderita mengalami suasana perasaan yang meningkat (elasi), adanya keinginan untuk
keluar rumah, atau mudah marah (iritabel) setidaknya selama 4 hari.Paling tidak terdapat 3 atau
lebih gejala-gejala berikut ini :

Perasaan kebesaran atau mengagumi diri sendiri


gangguan tidur
nada suara tinggi
flight of ideas
menghilangkan bukti kekacauan pikiran
agitasi psikomotor di rumah, tempat kerja atau seksual

mulai melakukan aktivitas dengan resiko tinggi terhadap konsekuensi yang


menyakitkan.

c) Episode depresif ditandai dengan gejala-gejala berikut :


Karena sebab yang sama selama 2 minggu, dengan paling tidak terdapat gejala perasaan
depresi atau ditandai dengan kehilangan kesenangan atau perhatian, setidaknya pada seseorang
terdapat 5 atau lebih gejala berikut ini : Perasaan depresi/tertekan; penurunan perasaan senang
dan minat pada hampir semua aktivitas; penurunan berat badan yang signifikan dan selera;
hipersomnia atau insomnia; retardasi psikomotor atau agitasi; kehilangan energi atau kelemahan;
penurunan daya konsentrasi; preokupasi dengan kematian atau bunuh diri, penderita memiliki
rencana untuk bunuh diri atau telah melakukan bunuh diri tersebut.
Gejala-gejala tersebut menyebabkan kerusakan dan distress. Gangguan suasana perasaan
tersebut bukan disebabkan oleh penyalahgunaan zat atau karena gangguan medis lain.

d) Episode Campuran
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi yang terjadi
secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood disforik), iritabel, marah,
serangan panic, pembicaraan cepat, agitasi, menangis, ide bunuh diri, insomnia derajat berat,
grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-kadang bingung. Kadang-kadang gejala
cukup berat sehingga memerlukan perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain, dapat
disertai gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi personal, social dan pekerjaan.
Siklus Cepat
Siklus cepat yaitu bila terjadi paling sedikit empat episode depresi, hipomania, atau
mania dalam satu tahun. Seseorang dengan siklus cepat jarang mengalami bebas gejala dan
biasanya terdapat hendaya berat dalam hubungan interpersonal atau pekerjaan.
Siklus Ultra Cepat
Mania, hipomania, dan episode depresi bergantian dengan sangat cepat dalam beberapa
hari. Gejala dan hendaya lebih berat bila dibandingkan dengan siklotimia dan sangat sulit diatasi.
Sindrom Psikotik
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang paling sering yaitu:

Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)

Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan waham

nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik tidak serasi dengan mood.
Pasien dengan Gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai skizofrenia. Ciri psikotik biasanya
merupakan tanda prognosis yang buruk bagi pasien dengan Gangguan bipolar. Faktor berikut ini
telah dihubungkan dengan prognosis yang buruk seperti: durasi episode yang lama, disosiasi
temporal antara Gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat penyesuaian social pramorbid
9

yang buruk. Adanya ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan terapi yang penting, pasien
dengan symptom psikotik hampir selalu memerlukan obat anti psikotik di samping anti depresan
atau anti mania atau mungkin memerlukan terapi antikonvulsif untuk mendapatkan perbaikan
klinis.
2.4 KRITERIA
Berdasarkan DSM-IV, Gangguan bipolar digolongkan menjadi 4 kriteria:

Gangguan bipolar I
Terdapat satu atau lebih episode manik. Episode depresi dan hipomanik tidak diperlukan
untuk diagnosis tetapi episode tersebut sering terjadi.

Gangguan bipolar II
Terdapat satu atau lebih episode hipomanik atau episode depresif mayor tanpa episode
manik.

Siklotimia
Adalah bentuk ringan dari Gangguan bipolar. Terdapat episode hipomania dan depresi
yang ringan yang tidak memenuhi kriteria episode depresif mayor.

Gangguan bipolar YTT


Gejala-gejala yang dialami penderita tidak memenuhi kriteria Gangguan bipolar I dan II.
Gejala-gejala tersebut berlangsung tidak lama atau gejala terlalu sedikit sehingga tidak
dapat didiagnosa Gangguan bipolar I dan II.2,5

2.5 DIAGNOSIS
Keterampilan wawancara dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Informasi dari
keluarga sangat diperlukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan criteria yang terdapat dalam
DSM-IV atau ICD-10. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
symptom Gangguan bipolar adalah The Structured clinical Interview for DSM-IV (SCID). The
10

Present State Examination (PSE) dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi symptom sesuai
dengan ICD-10.
Pembagian menurut DSM-IV:
1. Gangguan mood bipolar I

Gangguan mood bipolar I, episode manic tunggal


A. Hanya mengalami satu kali episode manic dan tidak ada rwayat depresi mayor
sebelumnya.
B. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, skizoafektif, Gangguan
waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
C. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medic umum
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau
menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan aspek fungsi penting lainnya.

Gangguan mood bipolar I, episode manic sekarang ini


A. Saat ini dalam episode manic
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode manik, depresi, atau
campuran.
C. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih
dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, atau dengan Gangguan
psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik
umum.
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau
menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan aspek fungsi penting lainnya.

11

Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini


A. Saat ini dalam episode campuran
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik, depresi atau
campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan skizoafektif dan tidak
bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizifreniform, Gangguan waham, atau
Gangguan psikotik yang tidak diklasifikasikan
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat atau kondisi medik
umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau
menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini


A. Saat ini dalam episode hipomanik
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manic atau campuran
C. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau
hendaya social, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya
D. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai skizoafektif
dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham,
dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.

Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini


A. Saat ini dalam episode depresi mayor
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan campuran
12

C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai skizoafektif
dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham,
dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik
umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau
menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

Gangguan mood bipolar I, Episode Yang tidak dapat diklasifikasikan saat ini
A. Criteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik, hipomanik,
campuran atau episode depresi.
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik atau campuran.
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai skizoafektif
dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham,
atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau
menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

2. Ganggguan Mood Bipolar II


Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling sedikit satu episode
hipomanik.
3. Gangguan Siklotimia
A. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan gejala-gejala
hipomania dan beberapa periode dengan gejala-gejala depresi yang tidak memenuhi
criteria untuk Gangguan depresi mayor. Untuk anak-anak dan remaja durasinya paling
sedikit satu tahun.

13

B. Selama periode dua tahun di atas penderita tidak pernah bebas dari gejala-gejala pada
kriteria A lebih dari dua bulan pada suatu waktu.
C. Tidak ada episode depresi mayor, episode manik, episode campuran, selama dua tahun
Gangguan tersebut
Catatan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang tindih dengan manic atau
episode campuran (diagnosis GB I dan Gangguan siklotimia dapat dibuat) atau episode
depresi mayor (diagnosis GB II dengan Gangguan siklotimia dapat ditegakkan)
D.

Gejala-gejala pada criteria A bukan skizoafektif dan tidak bertumpangtindih dengan


skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak
dapat diklasifikasikan.

E. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medic
umum
F. Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau
menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya.
Pembagian menurut PPDGJ III:
F31 Gangguan Afek bipolar

Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) dimana
afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari
peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan
pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas
(depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode.
Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsug antara 2 minggu sampai
4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan)
meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode
itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental lainnya
(adanya stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis).

14

Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif


Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30)

F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Klinik Hipomanik

Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk hipomania (F30); dan

Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik , depresif,
atau campuran) di masa lampau.

F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala Psikotik

Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala psikotik
(F30.1); dan

Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif, atau
campuran) di masa lampau.

F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala psikotik

Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala psikotik
(F30.2); dan

Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau
campuran) di masa lampau

F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang

Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan (F32.0)
atau pun sedang (F32.1); dan

Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran di
masa lampau

15

F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala
psikotik (F32.2); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran di
masa lampau
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan
gejala psikotik (F32.3);dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran
dimasa lampau
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran
Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan depresif yang
tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomania dan depresif yang
sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan
telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran di
masa lampau
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi

Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan terakhir
ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik
atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif
lain (hipomanik, manik, depres if atau campuran)

F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya


F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT
16

2.6 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS


Terdapat beberapa gangguan mental lainnya yang memiliki gejala yang sama dengan gangguan
bipolar seperti skizofrenia, skizoafektif, intoksikasi obat, gangguan skizofreniform, dan
gangguan kepribadian ambang.

2.7 PENATALAKSANAAN
Penentuan Kegawatdaruratan
Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya, seperti
depresi atau manik, dan derajat keparahan fase tersebut. Contoh, seseorang dengan depresi yang
ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri memerlukan/mengindikasikan pengobatan rawat
inap. Sebaliknya, seseorang dengan depresi moderat yang masih dapat bekerja, diobati sebagai
pasien rawat jalan.
a) Rawat Inap
i.

Berbahaya untuk diri sendiri

Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat terlihat dengan resiko yang signifikan
untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang serius dan idea spesifik dengan rencana
menghilangkan bukti, memerlukan observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan. Namun,
bahaya bagi penderita bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang penderita
depresi yang tidak cukup makan beresiko kematian.
ii.

Berbahaya bagi orang lain

Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa orang lain, contohnya seorang penderita
yang mengalami depresi yang berat meyakini bahwa dunia itu sangat suram/gelap, sehingga ia
berencana untuk membunuh anaknya untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan dunia.
iii.

Hendaya Berat

Adakalanya depresi yang dialami terlalu dalam, sehingga orang tidak dapat melakukan fungsinya
sama sekali, meninggalkan orang seperti ini sendirian sangat berbahaya dan tidak
menyembuhkannya.
17

iv.

Kondisi medis yang harus dimonitor

Contohnya penderita gangguan jiwa yang disertai gangguan jantung harus berada di lingkungan
medis, dimana obat psikotropik dapat dimonitor dan diobservasi.
b) Rawat inap parsial atau program perawatan sehari
Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun memiliki tingkat pengendalian
dan lingkungan hidup yang stabil.
Contohnya, penderita dengan depresi berat yang berpikir akan bunuh diri tapi tidak berencana
untuk melakukannya dan dapat memiliki tingkat motivasi yang tinggi bila diberi banyak
dukungan interpersonal, terutama sepanjang hari dan dengan bantuan dan keterlibatan dari
keluarga. Keluarga harus selalu berada di rumah setiap malam dan harus peduli terhadap
penderita. Rawat inap parsial juga menjembatani untuk bisa segera kembali bekerja. Kembali
secara langsung ke pekerjaan seringkali sulit bagi penderita dengan gejala yang berat, dan rawat
inap parsial memberi dukungan dan hubungan interpersonal.
c) Rawat jalan
Pengobatan rawat jalan memiliki 4 tujuan utama.
i.

Mencari stressornya dan mencari cara untuk menanganinya. Stressor ini dapat berasal
dari keluarga atau pekerjaan, dan bila terkumpul dapat mendorong penderita menjadi
depresi. Hal ini merupakan bagian dari psikoterapi.

ii.

Memonitor dan mendukung pemberian obat. Pengobatan membuat perubahan yang luar
biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan mencegah efek samping. Penderita
memiliki rasa yang bertentangan dengan pengobatan mereka. Mereka mengetahui bahwa
obat membantu dan mencegah mereka untuk dirawat inap, namun mereka juga
menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu, harus dibantu untuk mengarahkan
perasaan mereka dan membantu mereka untuk mau melanjutkan pengobatan.

iii.

Membangun sekumpulan orang yang peduli. Hal ini merupakan satu dari banyak alasan
bagi para praktisi setuju dengan ambivalensi penderita tentang pengobatan. Seiring
perjalanan waktu, kekuatan sekumpulan orang yang peduli membantu mempertahankan
gejala penderita dalam keadaan minimum dan membantu penderita tinggal dan diterima
di masyarakat.
18

iv.

Edukasi. Klinisi harus membantu edukasi bagi penderita dan keluarga tentang penyakit
bipolar. Mereka harus sadar dan waspada terhadap bahaya penyalahgunaan zat, situasi
yang mungkin memicu kekambuhan, dan peran pengobatan yang penting. Dukungan
kelompok bagi penderita dan keluarga memiliki arti penting yang sangat luar biasa.

Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan oleh para praktisi,
termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah endokrin, infeksi, komplikasi sistem urinari,
dan gangguan keseimbangan elektrolit.
Farmakoterapi
a) Terapi Farmakologi
Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang dialami penderita.
Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan
gangguan tidur. Antipsikosis atipikal semakin sering digunakan untuk episode manik akut dan
sebagai mood stabilizer. Antidepresan dan ECT juga dapat digunakan untuk episode depresi akut
(contoh, depresi berat). Selanjutnya, terapi pemeliharaan/maintenance dan pencegahan juga
harus diberikan.
Pengalaman klinis menunjukkan bahwa jika diterapi dengan obat mood stabilizer, penderita
gangguan bipolar akan mengalami lebih sedikit periode manik dan depresi. Obat ini bekerja
dengan cara menstabilkan mood penderita (sesuai namanya), juga dapat menstabilkan manik dan
depresi yang ekstrim. Antipsikosis atipikal seperti ziprasidone, quetiapine, risperidone,
aripiprazole dan olanzapine, kini juga sering digunakan untuk menstabilkan manik akut, bahkan
untuk menstabilkan mood pada depresi bipolar.

b) Terapi Non Farmakologi


Psikoterapi
19

Disamping pengobatan medikamentosa, psikoterapi adalah salah satu terapi yang efektif
untuk gangguan bipolar. Terapi ini memberikan dukungan, edukasi, dan petunjuk untuk seorang
dengan gangguan bipolar. Beberapa jenis psikoterapi yaitu:
1. Cognitive behavioral therapy (CBT) membantu penderita gangguan bipolar untuk
mengubah pola pikir dan perilaku negative.
2. Family-focused therapy melibatkan anggota keluarga. Terapi ini juga memfokuskan pada
komunikasi dan pemecahan masalah.
3. Interpersonal and social rhythm therapy membantu penderita gangguan bipolar
meningkatkan hubungan sosial dengan orang lain dan mengatur aktivitas harian mereka.
Psychoeducation mengajarkan pada penderita gangguan bipolar mengenai penyakit yang
mereka derita beserta dengan penatalaksanaannya. Terapi ini membantu penderita mengenali
gejala awal dari episode baik manik maupun depresi sehingga mereka bisa mendapatkan
terapi sedini mungkin
Diet
Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), tidak ada diet khusus
yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak merubah asupan garam, karena peningkatan
asupan garam membuat kadar litium serum menurun dan menurunkan efikasinya, sedangkan
mengurangi asupan garam dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas.
Aktivitas
Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan olahraga/aktivitas fisik. Jadwal
aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik aktivitas fisik dan jadwal yang reguler meupakan
kunci untuk bertahan dari penyakit ini. Namun, bila aktivitas fisik ini berlebihan dengan
peningkatan respirasi dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas
litium.

Edukasi

20

Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal dan lanjutan. Tujuan edukasi
harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga melalui keluarga dan sistem
disekitarnya. Fakta menunjukkan edukasi tidak hanya meningkatkan ketahanan dan pengetahuan
mereka tentang penyakit, namun juga kualitas hidupnya.
oPenjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini mengurangi perasaan
bersalah dan mempromosikan pengobatan yang adekuat.
oMemberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit terutama tanda awal,
pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan terhadap adanya perubahan memudahkan
langkah-langkah pencegahan yang baik.
oMembantu penderita mengidentifikasi dan mengatasi stressor di dalam kehidupannya.
oInformasi tentang kemungkinan kekambuhan penyakitnya.
PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada penggunaan obat-obatan dengan dosis yang tepat,
pengetahuan komprehensif mengenai penyakit ini dan efeknya, hubungan positif dengan dokter
dan therapist, kesehatan fisik. Semua faktor ini merujuk ke prognosis bagus.
Akan tetapi prognosis pasien gangguan bipolar I lebih buruk dibandingkan dengan pasien
dengan gangguan depresif berat. Kira-kira 40%-50% pasien gangguan bipolar I memiliki episode
manik Kedua dalam waktu dua tahun setelah episode pertama. Kira-kira 50 60 % penderita BP
I dapat dikontrol dengan litium terhadap gejalanya.Pada 7% dari semua pasien gangguan bipolar
I tidak menderita gejala rekurensi, 45% mengalami episode berulang, dan 40% menderita
gangguan kronis( menetap ). Pasien mungkin memiliki 2 sampai 30 episode manik, walaupun
angka rata-rata adalah 9 episode. Kira-kira 40% dari semua pasien menderita lebih dari 10
episode.
Faktor-faktor yang membuat prognosis menjadi lebih buruk antara lain : Riwayat kerja yang
buruk; penyalahgunaan alkohol; gambaran psikotik; gambaran depresif diantara episode manic
dan depresi; adanya bukti keadaan depresif, jenis kelamin laki-laki.

21

Indikator prognosis yang baik adalah sebagai berikut : fase manic (dalam durasi pendek); Onset
terjadi pada usia yang lanjut; pemikiran untuk bunuh diri yang rendah; gambaran psikotik yang
rendah; masalah kesehatan (organik) yang rendah.

22

BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. American

Psychiatric

Association.

Mood

Disorders.Dalam:

Diagnostic

and

StatisticalManual of Mental Disorders, 4thEd, Text Revision, DSM-IV-TR, Washington


DC, 2005.
2. Kaplan HI,Saddok BJ.Mood Disorder.Synopsis of psychiatry.Baltimore,USA,William &
Wilkin,1988.
3. Schneck

CD,

Miklowitz

DJ,

Miyahara

S,

Araga

M,

Wisniewski S, Gyulai L, Allen MH, Thase ME, Sachs GS. The prospective course of
rapid-cycling bipolar disorder: findings from the STEP-BD. Am J Psychiatry.
2008 Mar.
4. Goodwin

FK,

Jamison

KR.

(2007)

Manic-Depressive

Illness: Bipolar Disorders and Recurrent Depression, Second Edition. Oxford


University Press:New York.
5. Bizzarri

JV,

Sbrana

A,

Rucci

P,

Ravani

L,

Massei

GJ,

Gonnelli C, Spagnolli S, Doria MR, Raimondi F, Endicott J, DellOsso L, Cassano


GB. The spectrum of substance abuse in bipolar disorder: reasons for use,
sensation seeking and substance sensitivity. Bipolar Disord. 2007
6. Dr.Maslim Rusdi.Diagnosis Gangguan jiwa PPGDJ III Buku Saku,Gangguan Afektif
Bipolar.Jakarta 2003

23

You might also like