Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
peradangan dan pengecilan saluran napas ketika serangan asma dapat dikurangi
secara cepat dengan obat dan teknik penggunaan inhaler yang sesuai.
Obat yang diberikan dengan cara ini absorpsinya terjadi secara cepat
karena permukaan absorpsinya luas, terhindar dari eliminasi lintas pertama di
hati, dan pada penyakit paru-paru misalnya asma bronkial, obat dapat diberikan
langsung pada bronkus. Tidak seperti penggunaan obat secara oral (tablet dan
sirup) yang terpaksa melalui sistem penghadangan oleh berbagai sistem tubuh,
1
seperti eleminasi di hati (Setiawati 1995).
Terapi inhalasi dapat menghantarkan obat langsung ke paru-paru untuk
segera bekerja. Dengan demikian, efek samping dapat dikurangi dan jumlah
obat yang perlu diberikan lebih sedikit dibanding cara pemberian lainnya. Tapi
cara pemberian obat ini diperlukan alat dan metoda khusus yang agak sulit
dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan obatnya sering mengiritasi epitel paru
(Setiawati, 1995).
Terapi inhalasi pada asma dewasa telah banyak digunakan dan
keberhasilannya cukup baik. Penggunaannya pada anak belum banyak atau
apabila diberikan seringkali cara dan jenis obat inhalasi tidak tepat atau bahkan
anak atau orang tua tidak cukup mengerti kapan dan bagaimana
penggunaannya untuk pengobatan asma anaknya. Selain itu jenis terapi inhalasi
yang dipasarkan saat ini dibuat untuk orang dewasa yang kemudian digunakan
juga untuk anak. Untuk menunjang keberhasilan penggunaan pada anak
diperlukan pengetahuan mengenai perbedaan antara dewasa dananak dalam hal
fisiologi dan sistem koordinasi serta tentang teknik inhalasi yang optimal
sehingga penggunaan terapi inhalasi dapat lebih dipahami Dolovich, 2001).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang pemberian obat secara inhalasi
2. Tujuan Khusus
a. Untuk Untuk mengetahui definisi, etiologi, dan prosedur pemberian obat
secara inhalasi.
b. Dapat memberikan piatalaksanaan pada pasien yang menggunakan obat
secara inhalasi
D. Manfaat Penelitian
Penulisan makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi tenaga kesehatan
dalam memberikan obat serta memberikan penyuluhan tentang pemberian obat
secara inhalasi, serta semoga makalah ini bermanfaat bagi masyarakat umum
guna menambah pengetahuan tentang pengobatan secara inhalasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
antara atmosfir dan jalan napas seakan organ ini tidak berfungsi (dead space),
akan tetapi organ tersebut selain sebagai konduksi juga berfungsi sebagai
proteksi dan pengaturan kelembaban udara. Adapun yang termasuk ke dalam
konduksi adalah rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, sinus
bronkur dan bronkiolus nonrespiratorius (Rab, 1996).
Pada gambar II.1 adapun yang termasuk ke dalam konduksi adalah rongga
hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, sinus bronkur dan bronkiolus
nonrespiratorius . Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difus)
yang sering disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris, atrium dan sakus alveolaris (Rab, 1996).
Gambar II.1 Target jalan napas dan anatomi jalan napas (lee, 2009)
Secara histologis epitel yang melapisi permukaan saluran pernapasan
terdiri dari epitel gepeng berlapis berkeratin dan tanpa keratin di bagian
rongga mulut; epitel silindris bertingkat bersilia pada rongga hidung, trakea,
dan bronkus; epitel silindris rendah/kuboid bersilia dengan sel piala pada
napas adalah obat dapat sampai pada organ target dengan menghasilkan
partikel aerosol berukuran optimal agar terdeposisi di paru, onset kerjanya
cepat, dosis obat kecil, efek samping minimal karena konsentrasi obat di
dalam darah sedikit atau rendah, mudah digunakan, serta efek terapeutik
tercapai yang ditandai dengan tampaknya perbaikan klinis (Dolovich, 2001).
Meskipun saluran napas mempunyai beberapa mekanisme antara lain
refleks batuk, bersin serta klirens mukosilier yang akan melindungi terhadap
masuk dan mengendapnya partikel obat sehingga akan mengeliminasi obat
inhalasi. Namun dengan memperhatikan metode untuk menghasilkan aerosol
serta cara penyampaian/delivery obat yang akan mempengaruhi ukuran
partikel yang dihasilkan dan jumlah obat yang mencapai berbagai tempat di
saluran napas maka diharapkan obat terdeposisi secara efektif (Newman,
1997).
Pada gambar II.2 menunjukkan mekanisme deposisi di jalan napas yaitu
berupa impaksi, sedimentasi dan difusi. Ukuran partikel akan mempengaruhi
sampai sejauh mana partikel menembus saluran napas. Partikel berukuran >
15 mm tersaring oleh filtrasi rambut hidung sedangkan > 10 mm akan
mengendap di hidung dan nasofaring. Partikel yang besar ini terutama
mengendap karena benturan inersial bila terdapat aliran udara yang cepat
disertai perubahan arah atau arus turbulen. Partikel berukuran 0,5 5 mm
10
fibrosis kistik, bronkiektasis, keadaan atau penyakit lain dengan sputum yang
kental dan lengket (Rasmin, 2001).
Menurut Setawati (1995), penggunaan obat ini terbatas hanya untuk obatobat yang berbentuk gas atau cairan yang mudah menguap dan obat lain yang
berbentuk aerosol. Pada penyakit Asma dan Chronic Obstructive pulmonal
disease (COPD = PPOK & PPOM) terapi inhalasi merupakan terapi pilihan
(Rab, 1996).
Dengan terapi inhalasi obat dapat masuk sesuai dengan dosis yang
diinginkan, langsung berefek pada organ sasaran. Dari segi kenyamanan
dalam penggunaan, cara terapi MDI banyak disukai pasien karena obat dapat
mudah di bawa ke mana-mana. Kemasan obat juga menguntungkan karena
dalam satu botol bisa dipakai untuk 30 atau sampai 90 hari penggunaan
(Rasmin, 2001).
E. Kontra Indikasi Terapi Inhalasi
Kontra indikasi mutlak pada terapi inhalasi tidak ada. Indikasi relatif pada
pasien dengan alergi terhadap bahan atau obat yang digunakan (Rasmin,
2001).
F. Alat terapi inhalasi:
1. Metered Dose Inhaler (MDI) dengan spacer
2. Metered Dose Inhaler (MDI) tanpa Spacer
Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat dengan mulut,
sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang. Hal ini
mengurangi pengendapan di orofaring (saluran napas atas). Spacer ini berupa
tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk
11
lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml. Penggunaan spacer ini
sangat menguntungkan pada anak
cara inhalasi yang memerlukan teknik inhalasi tertentu agar sejumlah dosis
obat mencapai saluran pernafasan. Pada inhaler ini bahan aktif obat
disuspensikan dalam kurang lebih 10 ml cairan pendorong (propelan) dan
yang biasa digunakan adalah kloroflurokarbon (chlorofluorocarbon =
CFC) pada tekanan tinggi. Akhir-akhir ini mulai dikembangkan
penggunaan bahan non-CFC yaitu hidrofluroalkana (HFA) yang tidak
merusak lapisan ozon (Leach, 1997; Bleecker, 1997).
Propelan mempunyai tekanan uap tinggi sehingga di dalam tabung
(kanister) tetap berbentuk cairan. Bila canister ditekan, aerosol
disemprotkan keluar dengan kecepatan tinggi yaitu 30 m/detik dalam
bentuk droplet dengan dosis tertentu melalui aktuator (lubang). Pada ujung
aktuator ukuran partikel berkisar 35 m, pada jarak 10 cm dari kanister
besarnya menjadi 14 m, dan setelah propelan mengalami evaporasi
seluruhnya ukuran partikel menjadi 2,8-4,3 m. Dengan teknik inhalasi
yang benar maka 80% aerosol akan mengendap di mulut dan orofarings
karena kecepatan yang tinggi dan ukurannya besar, 10% tetap berada
12
dalam aktuator, dan hanya sekitar 10% aerosol yang disemprotkan akan
sampai ke dalam paru-paru (Reiser, 1986).
Inhaler dosis terukur atau lebih sering disebut MDI diberikan dalam
bentuk inhaler aerosol dengan/tanpa spacer dan bubuk halus (dry powder
inhaler) yaitu diskhaler, rotahaler, dan turbohaler. Pada umumnya
digunakan pada pasien yang sedang berobat jalan dan jarang dipergunakan
di rumah sakit. Cara ini sangat mudah dan dapat dibawa kemana-mana
oleh pasien, sehingga menjadi pilihan utama pagi penderita asma (Rasmin,
2001).
MDI terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian kotak yang mengandung zat
dan bagian mouthpiece. Bila bagian kotak yang mengandung zat ini dibuka
(ditekan), maka inhaler akan keluar melalui mouthpiece (Rab, 1996).
a. Pemakaian inhaler aerosol.
Pemberian inhaler aerosol yang ideal adalah dengan alat yang
sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai
saluran napas bawah, hanya sedikit yang tertinggal di saluran napas
atas, serta dapat digunakan oleh anak, orang cacat, dan orang tua.
Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapai
(Rasmin, 2001).
Pemakaian inhaler aerosol tanpa ruang antara (spacer).
Menurut Kamps (2000) dan Dolovich (2001) pada cara inhalasi ini
diperlukan koordinasi anatar penekanan canister dengan inspirasi
napas. Berikut cara pemakaian inhaler aerosol tanpa ruang antara
(spacer):
1) Inhaler dikocok lebih dahulu agar obat homogen
2) Tutup inhaler dibuka inhaler dipegang tegak
13
sebelum
digunakan,
dan
terbalik
pemakaiannya.
14
15
plastic coffee cup yang dilubangi dasarnya untuk tempat aerosol. Cara
ini sudah terbukti bermanfaat hanya untuk bronkodilator dan belum
dibuktikan berguna untuk natrium kromoglikat dan steroid (Reiser,
1986).
Berikut adalah cara penggunaan Metered Dose Inhalaer (MDI)
dengan spacer:
1) Inhaler dikocok lebih dahulu dan buka tutupnya
2) Kemudian mulut inhaler dimasukan ke dalam lubang ruang antara
3) mouth piece diletakan di antara kedua bibir, lalu kedua bibir
dikatupkan, pastikan tidak ada kebocoran
4) tangan kiri memegang spacer, dan tangan kanan memegang
kanester inhaler tekan kanester sehingga obat akan masuk ke
dalam spacer,
5) kemudian tarik napas perlahan dan dalam, tahan napas sejenak, lalu
keluarkan napas lagi. Hal ini bisa diulang sampai merasa yakin
obat sudah terhirup habis.
Easyhaler
Easyhaler adalah inhaler serbuk multidosis yang merupakan
alternatif dari MDI. Komponennya terdiri dari plastik dan cincin
stainless steel dan mengandung serbuk untuk sekurang-kurangnya 200
dosis. Masing-masing dosis obat dihitung secara akurat dengan cara
menekan puncak alat (overcap) yang akan memutari silinder (metering
cylindric) pada bagian bawah alat tersebut. Cekungan dosis berisi
sejumlah obat berhubungan langsung dengan mouth piece. Saluran
udara ke arah mouthpiece berbentuk corong dengan tujuan untuk
mengoptimalkan deposisi obat di saluran napas. Terdapat takaran dosis
16
17
memerlukan inspirasi yang cukup kuat. Pada anak yang kecil hal ini
sulit dilakukan mengingat inspirasi kuat belum dapat dilakukan,
sehingga deposisi obat pada saluran pernafasan berkurang. Pada anak
yang lebih besar, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah,
karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan dengan MDI.
Dengan cara ini deposisi obat di dalam paru lebih tinggi dan lebih
konstan dibandingkan MDI sehingga dianjurkan diberikan pada anak
di atas 5 tahun. Cara DPI ini tidak memerlukan spacer sebagai alat
bantu sehingga mudah dibawa dan dimasukkan ke dalam saku. Hal ini
yang juga memudahkan pasien dan lebih praktis (Dolovich, 2001).
Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI
memerlukan hirupan yang cukup kuat. Pada anak yang kecil, hal ini
sulit dilakukan. Pada anak yang lebih besar, penggunaan obat serbuk
ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi
dibandingkan MDI. Deposisi (penyimpanan) obat pada paru lebih
tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan. Sehingga dianjurkan
diberikan pada anak di atas 5 tahun.
Pemakaian diskhaler
1) Lepaskan tutup pelindung diskhaler,
2) pegang kedua sudut tajam,
3) tarik sampai tombol terlihat
4) tekan kedua tombol dan keluarkan talam bersamaan rodanya
5) letakkan diskhaler pada roda, angka 2 dan 3 letakkan di depan
bagianmouth piece
6) masukan talam kembali, letakan mendatar dan tarik penutup
sampai tegak lurus dan tutup kembali
18
Pemakaian turbohaler.
1) Putar dan lepas penutup turbohaler
2) pegang turbohaler dengan tangan kiri dan menghadap atas lalu
dengan tangan kanan putar pegangan (grip) ke arah kanan sejauh
mungkin kemudian putar kembali keposisi semula sampai
terdengar suara klik
19
dan
kumur
dengan
menggunakan
air.
Ini
untuk
20
mengambil 8 hisapan sehari, maka obat habis dalam 25 hari. Jika kita mula
menggunakan inhaler pada tanggal 1 Mei, maka gantikan inhaler tersebut
dengan yang baru pada/atau sebelum tanggal 25 Mei. Tulis tanggal mula
menggunakan inhaler pada botol obat untuk menghindari kesalahan
(Rasmin, 2001).
Kandungan inhaler juga boleh diperkirakan dengan cara memasukkan
botol obat ke dalam air. Kedudukan botol obat di dalam air
menggambarkan kandungan obat dalam inhaler.
2. Penguapan (Nebulizer)
Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi
aerosol terus menerus, dengan tenaga yang berasal dari udara yang
dipadatkan, atau gelombang ultrasonik. Aerosol yang berbentuk dihirup
penderita melalui mouth piece atau sungkup Bronkodilator yang diberikan
dengan nebulizer . memberikan efek bronkodilatasi (pelebaran bronkus)
yang bermakna tanpa menimbulkan efek samping. Hasil pengobatan
dengan nebulizer lebih banyak bergantung pada jenis nebulizer yang
digunakan. Ada nebulizer yang menghasilkan partikel aerosol terusmenerus, ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya timbul pada
saat penderita melakukan inhalasi, sehingga obat tidak banyak terbuang
(Bertrand, 2001).
Keuntungan terapi inhalasi menggunakan nebuliser adalah tidak atau
sedikit memerlukan koordinasi pasien, hanya memerlukan pernafasan
tidal, beberapa jenis obat dapat dicampur (misalnya salbutamol dan
21
22
23
dalam masa yang pendek pada pasien dengan sputum yang kental. Alat
ini juga menghasilkan aerosol melalui osilasi frekuensi tinggi dari
piezo-electric crystal yang berada dekat larutan dan cairan memecah
menjadi aerosol. Keuntungan jenis nebuliser ini adalah tidak
menimbulkan suara bising dan terus menerus dapat mengubah larutan
menjadi aerosol sedangkan kekurangannya alat ini mahal dan
memerlukannbiaya perawatan lebih besar.
d. Antomizer nebulizer, partikel yang dihasilkan cukup besar, yakni
antara 10 30 mikron. Digunakan untuk pengobatan laring, terutama
pada pasien dengan intubasi trakea.
Beberapa bentuk jet nebulizer dapat pula diubah sesuai dengan keperluan,
sehingga dapat digunakan pada ventilator dan IPPB, dimana dihubungkan
dengan gas kompresor.
24
aerosol Dewasa dan anak > 16 tahun: 100-250 g, 2 kali sehariAnak 4-16
tahun; 50-100 g, 2 kali sehari
25
26
Aerosol adalah gas yang dihasil kan melalui proses dispersi (pemecahan)
atau suspensi partiel padat maupun cair. Keberhasilan pengobatan aerosol ini
tergantung pada beberapa faktor, yaitu (Rab, 1996):
1. Ukuran partikel.
Partikel dengan ukuran 8 15 mikron dapat sampai ke bronkus dan
bronkiolus, sedangkan partikel dengan ukuran 2 mikron dapat sampai le
alveolus. Akan tetapi partikel dengan ukuran 40 mikron hanya dapat
sampai di bronkus utama. Partikel yang banyak digunakan pada terapi
aerosol adalah partikel yang berukuran antara 8 15 mikron.
2. Gravitasi (gaya berat).
Semakin besar suatu partikel, maka akan semakin cepat pula partikel
tersebut menempel pada saluran pernapasan. Akan tetapi keadaan ini juga
tergantung pada viskositas dari bahan pelarut yang dipakai.
3. Inersia
Inersia menyebabkan partikel didepositkan. Molekul air mempunyai massa
yang lebih besar daripada molekul gas di dalam saluran pernapasan.
Partikel yang ada di bronkus lebih mudah bertabrakan daripada parti.kel
yang ada di saluran pernapasan yang besar. Semakin kecil diameter saluran
pernapasan, maka akan semakin besar pula pengaruh dari inersia gas.
4. Aktivitas kinetic
Keadaan ini dialami oleh partikel yang lebih kecil dari 0,5 mikron.
Semakin besar energi kinetik yang digunakan, maka akan semakin besar
kemungkinan terjadinya tabrakan di antara aerosol dan akan semakin
mudah terjadinya kolisi dan selain itu juga akan semakin mudah partikel
tersebut bergabung.
5. Sifat-sifat alamiah dari partikel.
27
Perubahan anatomi
Bagaimana efek perubahan anatomi pada awaltahun kehidupan tidak jelas.
Saluran pernapasan anak relatif lebih kecil dibandingkan dewasa sehingga
aliran udara inspirasi lebih rendah yang menyebabkan deposit obat
28
menggunakan alat inhalasi jenis dry powder inhaler (DPI) dan hanya
sedikit yang bisa menggunakan pMDI
3. Pola pernapasan bayi
Pola pernapasan bayi dan anak akan mempengaruhi seberapa banyak
aerosol yang diinhalasi ke dalam paru-paru. Pernapasan pada bayi dan
anak menunjukkan volume pernapasan tidal yang kecil sehingga
mengurangi delivery obat, pola pernapasan bervariasi luas dengan aliran
udara inspirasi (inspiratory flow rates=IFR) bervariasi antara 0 sampai 40
L/menit. Aliran udara yang cepat akan menyebabkan deposit pada saluran
napas yang lebih proksimal.
4. Anak yang menangis mempunyai IFR tinggi dan terjadi pernapasan mulut
sehingga seharusnya akan meningkatkan delivery obat ke paru-paru.
Namun, kenyataannya jumlah obat yang diinhalasi ke paruparu berkurang
karena kurang baiknya masker muka menempel dan pada waktu menangis
pernapasan pendek dan cepat.
Steroid
seperti
beklometason
(Ventide),
triamnisolon
29
dari cara pemberian lain, sementara itu pengaruh sistemiknya hampir tidak
ada. Oleh karena itu cara pengobatan ini adalah merupakan cara yang paling
optimal (rab, 1996).
Salah satu terapi inhalasi yang paling banyak digunakan adalah terapi
inhalasi pada asma. yaitu tata laksana serangan dan tata laksana jangka
panjang. Seorang anak yang telah didiagnosis asma harus ditentukan
klasifikasinya. Berdasarkan Konsensus Nasional Penanganan Asma (KNAA)
klasifikasi asma di luar serangan adalah asma episodik jarang, episodic sering,
dan asma persisten (UKK Pulmunologi IDAI, 2000).
Pada asma episodik jarang, tidak diperlukan obat pengendali (controller)
untuk tata laksana jangka panjangnya sedangkan pada asma episodik sering
dan asma persisten harus diberikan obat pengendali. Obat pengendali dari
golongan
antiinflamasi
yang
sering
digunakan
adalah
budesonid,
30
Pereda
pMDI / dengan spacer
nebuliser
pMDI / dengan spacer
nebuliser
pMDI / dengan spacer DPI
nebuliser
Pengendali
pMDI / dengan spacer nebuliser
pMDI / dengan spacer nebulizer
DPI
pMDI / dengan space DPI
31
32
33
BAB VII
34
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi inhalasi adalah pemberian obat ke dalam saluran napas dengan
cara inhalasi.Terapi inhalasi merupakan satu teknik pengobatan penting dalam
proses pengobatan penyakit respiratori (saluran pernafasan) akut dan kronik.
Terapi inhalasi dapat menghantarkan obat langsung ke paru-paru untuk
segera bekerja. Dengan demikian, efek samping dapat dikurangi dan jumlah
obat yang perlu diberikan adalah lebih sedikit dibanding cara pemberian
lainnya. Sayangnya pada cara pemberian ini diperlukan alat dan metoda
khusus yang agak sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan sering obatnya
mengiritasi epitel paru.
Karena terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan
absorpsinya terjadi secara cepat dibanding cara sistemik, maka penggunaan
terapi inhalasi sangat bermanfaat pada keadaan serangan yang membutuhkan
pengobatan segera dan untuk menghindari efek samping sistemik yang
ditimbulkannya. Seperti untuk mengatasi bronkospasme, meng-encerkan
sputum, menurunkan hipereaktiviti bronkus, serta mengatasi infeksi.
Pemberian per inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke
dalam saluran napas melalui hirupan. Pada asma, penggunaan obat secara
inhalasi dapat mengurangi efek samping yang sering terjadi pada pemberian
parenteral atau per oral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan jenis
lainnya.Untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal, obat yang diberikan
35
per inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran napas.
Obat yang digunakan biasanya dalam bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel
dalam gas.
Penggunaannya terbatas hanya untuk obat-obat yang berbentuk gas
atau cairan yang mudah menguap dan obat lain yang berbentuk aerosol.
38
Kontra indikasi mutlak pada terapi inhalasi tidak ada. Kontra indikasi relatif
pada pasien dengan alergi terhadap bahan atau obat yang digunakan
Ada beberapa cara dalam terapi inhalasi, yaitu (1) inhaler dosis terukur
(MDI, metered dose inhaler), (2) penguapan (gas powered hand held
nebulizer), (3) inhalasi denganintermitten positive pressure breathing (IPPB),
serta (4) pemberian melalui intubasi pada pasien yang menggunakan
ventilator.
Obat/zat yang biasanya digunakan secara aerosol pada umumnya
adalah
beta
simpatomimetik,
kortikosteroid,
antikolinergik,
dan
B. Saran
36