You are on page 1of 20

TURKI USMANI

(Kejayaan, Kemunduran, dan Kejatuhannya)

Disusun Oleh:
Faridatuz Zakiyah
F14224254

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ali Mufrodi, MA.

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A;

Latar Belakang Masalah

Turki Usmani merupakan salah satu dari tiga kerajaan besar dalam sejarah
Islam. Kerajaan Turki Usmani telah banyak memberikan kontribusi bagi
perkembangan peradaban Islam. Puncak kejayaan kerajaan Turki Usmani diraih
dibawah kepemimpinan Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M). Kejayaan
yang diraih oleh Sultan Sulaiman merupakan kelanjutan dari kejayaan pada masa
Muhammad II (1451-1484 M). Ia tidak hanya mengarahkan ekspansinya ke salah
satu arah timur dan barat, tetapi ke seluruh wilayah yang berada di sekitar Turki
Usmani, yaitu Asia kecil. Kemajuan dan perkembangan kerajaan Turki Usmani
diantaranya dalam bidang kemiliteran, bidang pemerintahan, bidang ilmu bidang
pengetahuan, bidang budaya, dan bidang keagamaan.
Setelah wafatnya Sultan Sulaiman Al-Qanuni, kerajaan Turki Usmani
mengalami kemunduran. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
perebutan kekuasaan dan pengganti Sultan Sulaiman yang memiliki sifat buruk
dan lemah. Seorang sultan yang kuat saja bisa memperlambat kehancuran suatu
dinasti, apalagi jika sultannya lemah dan bersifat buruk. Kemunduran kerajaan
Turki Usmani menyebabkan perekonomian semakin memburuk dan sistem
pemerintahan juga kacau. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas lebih
detail tentang kejayaan, kemunduran dan kejatuhan kerajaan Turki Usmani.
B;

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang diangkat adalah

sebagai berikut:
Bagaimana dan apa saja yang diraih oleh kerajaan Turki Usmani
semasa kejayaan?
2; Bagaimana dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi
kemunduran dan kejatuhan kerajaan Turki Usmani?
1;

BAB II
PEMBAHASAN
A;

Masa Kejayaan Turki Usmani

Kejayaan Turki Usmani ini dimulai dengan perluasan wilayah,


Usman menyerang perbatasan Bizantium dan menguasai Broessa pada
tahun 1317 M, yang kemudian pada tahun 1326 M dijadikan ibukota
kerajaan. Pada masa pemerintahan Orkhan (1326-1359 M), kerajaan Turki
Usmani menaklukan Azmir (1327 M), thawasyanli (1330 M), Uskandar
(1338 M), Ankara (1354 M), dan Gallipoli (1327 M). Daerah-daerah itulah
yang pertama kali diduduki kerajaan Usmani, ketika Murad I, pengganti
Orkhan berkuasa (1359-1389 M). Selain memantapkan keamanan dalam
negeri, ia melakukan perluasan daerah ke benua Eropa. Ia dapat
menaklukkan Adnanopel yang kemudian dijadikan ibukota kerajaan yang
baru.
Kejayaan kerajaan Turki Usmani diikuti pula oleh kemajuankemajuan dalam bidang-bidang berikut ini:
1; Bidang Perluasan Wilayah
Usman menyerang perbatasan Bizantium dan menguasai
Broessa pada tahun 1317 M, yang kemudian pada tahun 1326 M
dijadikan ibukota kerajaan. Pada masa pemerintahan Orkhan (13261359 M), kerajaan Turki Usmani menaklukan Azmir (1327 M),
thawasyanli (1330 M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M), dan
Gallipoli (1327 M). Daerah-daerah itulah yang pertama kali diduduki
kerajaan Usmani, ketika Murad I, pengganti Orkhan berkuasa (13591389 M). Selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan
perluasan

daerah

ke

benua

Eropa.

Ia

dapat

menaklukkan

Konstantinopel yang kemudian dijadikan ibukota kerajaan yang baru.


2;

Bidang Kemiliteran
Para pemimpin kerajaan Turki Usmani adalah orang-orang
yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat
dan luas. Namun, kerajaan Turki Usmani mencapai masa keemasannya
bukan semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya.
Akan tetapi yang terpenting diantaranya adalah keberanian,
ketrampilan, ketangguhan, dan kekuatan militernya yang sanggup
bertempur kapan saja dan dimana saja.

Orkhan pemimpin Turki Usmani yang pertama kali


mengorganisasi kekuatan militer dengan baik serta taktik dan strategi
tempur yang teratur. Pada periode ini tentara Islam pertama kali masuk
ke Eropa. Orkhan berhasil mereformasi dan membentuk tiga pasukan
utama tentara. Pertama, tentara Sipahi (tentara reguler) yang
mendapatkan gaji tiap bulannya. Kedua, tentara Hazeb (tentara
ireguler) yang di gaji pada saat mendapatkan harta rampasan perang
(Mal al-Ghanimah). Ketiga, tentara Jenissary atau Inkisyariyah
(tentara yang direkrut pada saat berumur 12 tahun, kebanyakan adalah
anak-anak Kristen yang dibimbing Islam dengan disiplin yang kuat).
Pasukan inilah yang dapat mengubah negara Turki Usmani menjadi
mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat
besar dalam penaklukan negeri-negeri non muslim.
Orkhan juga membenahi angkatan laut karena ia mempunyai
peranan yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki Usmani. Pada
abad ke-16, angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaan,
karena dengan cepat dapat menguasai wilayah yang amat luas baik di
Asia, Afrika, maupun Eropa. Faktor utama yang mendorong kemajuan
di lapangan kemiliteran ini adalah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang
bersifat militer, berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan. Yang mana
tabiat ini merupakan tabiat yang mereka warisi dari nenek moyangnya
di Asia Tengah.
3; Bidang Pemerintahan
Suksesnya Ekspansi Turki Usmani selain karena ketangguhan
tentaranya juga dibarengi pula dengan terciptanya jaringan
pemerintahan yang teratur. Dalam mengelola wilayah yang luas para
raja-raja Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur
pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi dan dibantu oleh
shadr al-azham (perdana menteri) yang membawahi pasya
(gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I, di bawahnya
terdapat beberapa orang al-Zanaziq atau Alawiyah (bupati).
Murad II merupakan seorang penguasa yang saleh dan dicintai
rakyatnya, ia juga seorang yang sabar, cerdas, berjiwa besar, dan ahli
ketatanegaraan. Bahkan, Murad II banyak mendapat pujian dari
sejarawan barat. Selain itu, semasa pemerintahan Sultan Sulaiman I,

beliau mengatur urusan pemerintahan negara dengan menyusun sebuah


kitab undang-undang (Qanun) yang diberi nama Multaqa al-Abhur
yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani.
4; Bidang Ilmu Pengetahuan
Turki Usmani merupakan bangsa yang berdarah militer,
sehingga lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang
kemiliteran. Sementara dalam bidang ilmu pengetahuan tidak begitu
menonjol. Karena itulah, dalam khazanah intelektual Islam kita tidak
menemukan ilmuwan terkemuka dari Turki Usmani.
Namun demikian, mereka banyak berkiprah dalam
pengembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan
masjid yang indah, contohnya masjid Al-Muhammadi atau masjid
Jami Sultan Muhammad Al-Fatih, masjid Agung Sulaiman, dan
masjid Abi Ayyub Al-Anshari. Masjid-masjid tersebut dihiasi pula
dengan kaligrafi yang indah. Ada salah satu masjid yang terkenal
keindahan kaligrafinya, yaitu masjid yang asalnya Gereja Aya Sopia.
Hiasan kaligrafi itu dijadikan penutup gambar Kristiani yang ada
sebelumnya. Selain itu, pada masa sultan Sulaiman I di kota-kota besar
dan kota-kota lainnya banyak di bangun masjid, sekolah, rumah sakit,
gedung, makam, jembatan, saluran air, villa, dan pemandian umum.
5; Bidang Budaya
Pengaruh dari ekspansi wilayah Turki Usmani sangat luas,
sehingga kebudayaannya merupakan perpaduan macam-macam
kebudayaan. Diantaranya adalah kebudayaan Persia, Bizantium, dan
Arab.
Dari kebudayaan Persia, mereka banyak mengambil ajaranajaran tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Dari
Bizantium, mereka menyerap organisasi pemerintahan dan kemiliteran.
Sedangkan dari Arab, mereka banyak menyerap ajaran-ajaran tentang
prinsip-prinsip ekonomi, sosial kemasyarakatan, keilmuan, dan
bahasa/huruf. Orang-orang Turki Usmani memang terkenal sebagai
bangsa yang suka dan mudah berasimilasi dengan bangsa asing dan
terbuka untuk menerima kebudayaan luar.
6; Bidang Perekonomian
Kemajuan dalam perekonomian meliputi bidang-bidang berikut:

Menggunakan sistem desentralisasi dalam mengatur pemungutan


pajak.
b; Menggunakan undang-undang agraria (al-Nidham al-Ithqa)
warisan Bizantium. Undang-undang agraria ini mengurusi tanah
garapan, ada dua tanah garapan yaitu:
1; Al-Iqta al-Ashghar atau Timar. Timar merupakan tanah
garapan terkecil yang diberikan pemilik tanah kepada para
petani untuk diolah. Hasilnya diberikan kepada pemilik tanah
sedangkan petani mendapat bagian yang hanya mampu untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setiap pemilik Timar
berkewajiban menyerahkan dua sampai empat ekor kuda atau
beberapa orang calon tentara angkatan laut kepada pemerintah,
disamping membayar pajak kekayaan. Untuk mengawasi hal
itu pemerintah menempatkan seorang pengawas pada setiap
Timar.
2; Zimat, merupakan tanah garapan yang diberikan pemerintah
kepada para petani untuk diolah. Pemilik tanah atau zaim
mempunyai kewajiban membayar pajak dan mengirimkan
sejumlah calon tentara sesuai dengan luas Zimat yang dimiliki.
c; Melakukan pencetakan mata uang.
a;

Kebijakan ketika terjadi inflasi: menambahkan nilai mata uang


emas dan perak, menambah gaji pasukan jenissari dan keperluan
istana.
7; Bidang Keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki Usmani mempunyai
peranan besar dalam lapangan sosial dan politik. Masyarakat digolonggolongkan berdasarkan agama dan kerajaan sendiri sangat terikat
dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku.
Pada masa pemerintahan Sulaiman al-Qanuni rakyat muslim
diwajibkan harus sholat lima kali dan berpuasa di bulan Ramadhan.
Jika ada yang melanggar tidak hanya dikenai denda namun juga sanksi
badan. Sehingga sultan Sulaiman al-Qanuni bukan hanya sultan yang
paling terkenal di kalangan Turki Usmani, akan tetapi pada awal ke 16
beliau adalah kepala negara yang paling terkenal di dunia. Beliau
d;

seorang penguasa yang shaleh, dan juga berhasil menerjemahkan AlQuran dalam bahasa Turki. Bahkan, pada saat terjadi pertentangan
antara katolik di Eropa, mereka diberi kebebasan dalam memilih
agama dan diberikan tempat di Turki Usmani. Lord Cerssay
mengatakan, bahwa pada zaman dimana dikenal ketidakadilan dan
kedzaliman Katolik Roma dan Protestan, maka Sultan Sulaiman yang
paling adil dengan rakyatnya meskipun ada yang tidak beragama
Islam.
Tarekat juga mengalami kemajuan semasa kerajaan Turki
Usmani. Tarekat yang paling terkenal adalah tarekat Bektasyi dan
tarekat Maulawi. Kedua Tarekat itu banyak dianut oleh kalangan sipil
dan militer. Tarekat Bektasyi mempunyai pengaruh yang sangat
dominan di kalangan Jenissary, sehingga mereka sering disebut dengan
tentara Bektasyi. Sementara tentara Maulawi mendapat dukungan dari
para penguasa dalam mengimbangi Jenissary Bektasyi.
Di lain pihak, kajian-kajian ilmu keagamaan seperti: Fiqh,
ilmu kalam, Tafsir, dan Hadist boleh dikatakan tidak mengalami
perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih cenderung untuk
menegakkan satu paham (Madzab) keagamaan dan menekan Madzab
lainnya. Misalnya, Sultan Abdul Al-Hamid II begitu fanatik terhadap
aliran Ash-Ariyah. Akibat kelesuan di bidang ilmu keagamaan dan
fanatik yang berlebihan, maka ijtihad tidak berkembang.
Berikut adalah nama-nama penguasa kerajaan Usmani:
Nama-nama Penguasa Kerajaan Usmani
(1299-1924)
Periode Pertama
1. Usman I

1299-1324

2. Orkhan bin Usman

1324-1359

3. Murad bin orkhan

1359-1389

4. Bayazid I bin Murad I

1389-1402

Periode Kedua
5. Muhammad I bin Bayazid I

1403-1421

6. Murad II bin Muhammad I

1421-1451

7. Muhammad II al-Fatih bin Murad II

1451-1481

8. Bayazid II bin Muhammad II

1481-1512

9. Salim I bin Bayazid II

1512-1520

10. Sulaiman al-Qanuni bin Salim I

1520-1566

Periode Ketiga
11. Salim II bin Sulaiman I

1566-1574

12. Murad III bin Salim II

1574-1595

13. Muhammad III bin Murad III

1595-1603

14. Ahmad I bin Muhammad III

1603-1617

15. Mustafa I bin Muhammad III

1617-1618

16. Usman II bin Ahmad I

1618-1622

17. Mustafa I untuk ke-2

1622-1623

18. Murad IV bin Ahmad I

1623-1640

19. Ibrahim bin Ahmad I

1640-1648

20. Muhammad IV bin Ibrahim

1648-1687

21. Sulaiman II

1687-1691

22. Ahmad II bin Ibrahim

1691-1695

23. Mustafa II bin Muhammad IV

1695-1703

Periode Keempat
24. Ahmad III bin Muhammad IV

1703-1730

25. Mahmud I bin Mustafa II

1730-1754

26. Usman III bin Mustafa II

1754-1757

27. Mustafa III bin Ahmad III

1757-1774

28. Abdul Hamid I bin Ahmad III

1774-1789

29. Salim III bin Mustafa III

1789-1807

30. Mustafa IV bin Abdul Hamid I

1807-1808

31. Mahmud II bin Abdul Hamid I

1808-1839

Periode Kelima

32. Abdul Majid bin Mahmud II

1839-1861

33. Abdul Azis bin Mahmud II

1861-1876

34. Murad V bin Abdul Majid

1876

35. Abdul Hamid II bin Abdul Majid

1876-1909

36. Muhammad V Rasyad bin Abdul Majid

1909-1918

37. Muhammad Wahiduddin bin Abdul Majid

1918-1922

38. Abdul Majid II sebagai Khalifah

1922-1924

Sumber: Ensiklopedia Islam untuk Pelajar, 2001


B;

Peta Kekuasaan Turki Usmani

Sumber: googlemaps.com
C;

Masa Kemunduran Turki Usmani


Bernard Lewis dalam Firdaus, mengatakan bahwa sejarawan
sepakat mengatakan awal kemunduran kerajaan Turki Usmani bermula
sejak wafatnya Sultan Salim II (1566).1 Sesudah Sultan Sulaiman Yang
Agung, Kerajaan Turki Usmani tidak lagi mempunyai sultan yang dapat
diunggulkan. Sejak pemerintahannya usai, secara perlahan-lahan
kekuasaan Turki Usmani sudah mulai diungguli oleh kekuatan Eropa.
Kerajaan Turki Usmani mulai mengalami fase kemunduran pada abad
XVII.2

1 Firdaus, Negara Adikuasa Islam (Padang: IAIN IB Press, 2000), hlm. 36


2 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI-Press, 1985), hlm. 87

Pada akhir abad XVII Kerajaan Turki Usmani menderita kekalahan


dari pasukan Jerman, Polandia dan Rusia. Akibat dari kekalahankekalahan yang dialami ini, Kerajaan Turki Usmani terpaksa mengadakan
perjanjian/damai dengan negara-negara Eropa. Perjanjian ini terjadi pada
tahun 1699 yang dinamakan dengan perdamaian Karlowith. Peristiwa ini
sungguh sangat menyakitkan hati orang-orang Turki Usmani, karena
dalam isi perdamaian itu, Turki Usmani harus rela melepaskan Translavia
(wilayah Austria), Saladonia dan Karawatai serta Ukraina. Azov sendiri
dapat diduduki oleh Kaisar Rusia di bawah pimpinan Peter Yang Agung
pada tahun 1696 M.3
Kerajaan Turki Usmani kembali harus kehilangan beberapa
wilayahnya dan merelakan campur tangan kekuatan luar ke dalam wilayah
yurisdiksinya. Nevseherli Damat Ibrahim Pasya, penasehat Sultan Ahmad
III, terpaksa mengakhiri peperangan pada tanggal 26 Agustus 1717 karena
berbagai kekalahan yang menimpa kerajaan Turki Usmani dalam operasi
militer. Perjanjian Passarowitz ditandatangani pada tanggal 21 Juli 1718.
Pada perjanjian itu Turki harus melepaskan Belgrade dan Senendria,
wilayah utara Timok dan Una kepada imperium Habsburg, Sava dab Drina
ke tangan Austria, dan Habsburg diperbolehkan membela kepentingan
katolik di wilayah yurisdiksi Sultan.4
Rusia merupakan ancaman yang serius bagi itegrasi Kerajaan Turki
Usmani, apalagi ketika Rusia mengadakan aliansi dengan Austria pada
tahun 1726 M. dan Rusia segera menyerbu kerajaan Turki Usmani. Azov
yang pernah direbut oleh Rusia pada tahun 1696 M, direbut kembali oleh
Turki Usmani di bawah pimpinan sultan Mustafa II pada tahun 1726M.
akan tetapi dapat direbut kembali oleh Rusia. Kebijakan Peter Yang Agung
dilanjutkan oleh penggantinya yang bernama Catherina Agung dengan
lebih ulet dan sunggu-sungguh. Catherina berperang dengan Turki Usmani
pada tahun 1768 M, ia memperoleh kemenangan baik di darat maupun
laut.5 George Lenczoski dalam Syafiq A. Mughni, mengatakan bahwa

3 Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam ( Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), hlm.
340
4 Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki (Jakarta: Logos, 1997), hlm. 114
5 Ibid.

10

operasi angkatan laut Rusia memperagakan suatu armada yang mengepung


Eropa hingga laut Medeteriana serta operasi mengentarkan seluruh dunia.6
Perang antara kerajaan Turki Usmani dengan Rusia berakhir pada
tahun 1777 M. dengan ditandai perjanjian Kinarca. Perjanjian ini oleh
Muhammad Farid digambarkan sebagai berikut: yang penting dari
perjanjian kinarca adalah Kerajaan Turki Usmani harus menyerahkan
benteng-bentengnya yang berada di laut Hitam diantaranya adalah
benterng Azov.7
Dengan demikian, Rusia dapat memenuhi keinginannya untuk
menjadikan perairan laut hitam sebagai pangkalan militernya. Kemudian
dari isi perjanjian tersebut, dinyatakan bahwa armada laut Rusia mendapat
izin dari pemerintah Turki Usmani untuk melintasi selat yang
menghubungkan Laut Hitam dengan Laut Putih (Laut Tengah). Kemudian
Kirman memerdekakan diri dari Turki Usmani, Rusia diizinkan
membangun gereja di Asitnah dan menjadi pelindung orang-orang Kristen
Orthodox yang berdomisili di wilayah Turki Usmani. Para Jemaat Kristen
yang akan menunaikan ibadah Haji ke Palestina harus dibebaskan dari
membayar pajak. Di samping itu, Turki Usmani harus memperhatikan
kesejahteraan para pendeta dan umat Kristen. Pemerintah Turki Usmani
harus membayar ganti rugi peperangan kepada Rusia yang tidak sedikit
jumlahnya secara beransur-ansur selama tiga tahun.8 Kenyataan tersebut
menunjukkan bahwa kedaulatan Pemerintahan Kerajaan Turki Usmani
tidak penuh lagi dalam mengurusi kerajaannya.
Meskipun telah ada perjanjian damai, ternyata Rusia tetap
menaklukkan dan merebut negeri-negeri yang semula dikuasai dan
ditinggalkan oleh orang-orang Turki, Tartar dan muslim lainnya. Inilah
yang menyebabkan timbulnya kembali peperangan antara Rusia dengan
Turki Usmani pada tahun 1792 M., akan tetapi Turki Usmani tetap
mengalami kekalahan, dengan ini terpaksalah ia mengakui kependudukan
Rusia atas Kerajaan Tartar.9
Pada tahun 1801, kekuatan Prancis dikalahkan oleh Inggris yang
kemudian mengembalikan kekuasaan Turki atas wilayah Mesir. Pada
6 Ibid.
7 Ahmad Salabi, Imperium Turki Usmani (Jakarta: Kalam Mulia, 1988), hlm. 68
8 Firdaus, op.cit., hlm.39.
9 Ibid., hlm. 40

11

tahun berikutnya, Mesir kembali menjadi wilayah yurisdiksi sultan.


Evakuasi kekuatan militer Perancis dari wilayah Mesir jelas memperbaiki
hubungan kedua belah pihak yang telah terjalin lama, oleh sebab itu
Napoleon diperbolehkan mempergunakan the porte sebagai kekuatan
tambahan ketika Perancis berkonfrontaso dengan Rusia. Konfrontasi jelas
menguntungkan bagi Turki, sebab baginya Rusia merupakan ancaman
politik yang telah menganeksasi beberapa wilayahnya melalui perjanjian
Kucuk Kaynarca pada tahun 1774. Konfontasi Rusia-Perancis berubah
menjadi aliansi politik ketika Tsar Alexander dan Napoleon Bonaparte
menandatangani perjanjian Tilsit pada 7 Juli 1807. Pada saat itu, Perancis
berkeinginan untuk membendung dominasi Inggris di benua Eropa.
Perancis pada awalnya memaksa Alexander untuk tetap menghormati
perjajian yang telah dibuat bersama Turki sebelumnya. Tetapi setelah itu,
Turki kembali terjebak dan konspirasi politik besar bangsa Eropa. Oleh
sebab itu, Turki melakukan negosiasi dengan Rusia atas mediasi Perancis
di Slobosia, 21 Maret 1808, yang mengharuskan Rusia meninggalkan
Moldova dan Wallachia, sedangkan Turki akan meninggalkan selat Danibe
dan hanya meletakkan tentaranya di Ismailiya, Ibrail dan Galatz. Akan
tetapi, Rusia ingkar janji dengan tidak mau meninggalkan Moldova
kecuali atas perintah Tsar langsung. Apalagi Tsar dapat jaminan lesan dari
Napoleon bahwa ia akam membiarkan Rusia bila berkeinginan menguasai
kerajaan-kerajaan kecil. Akhirnya, terjadi perang selama lima tahun dan
berakhir dengan perjanjian Bukares pada Mei 1812, dan kerugian ada
dipihak Turki. Lewat perjanjian tersebut Rusia dapat menguasai
Bassarabia.10
Dalam upaya menjaga kelansungannya, Turki Usmani semakin
bertambah ketergantungannya terhadap keseimbangan kekuatan bangsabangsa Eropa. Inggris dan Rusia saling berebut pengaruh sampai pada
tahun 1878, padahal keduanya menghindari keterlibatan langsung dalam
kerajaan Turki Usmani. Sebagian besar wilayah di semenanjung Balkan
menjadi wilayah merdeka dari kekuasaan Turki dan Inggris (1878-1914),
sedangkan beberapa bekas wilayah kekuasaan Turki dikuasai oleh Rusia
dan Austria-Hungaria.

10 Syafiq A. Mughni, op.cit., hlm. 114-115

12

Setelah kerajaan Turki Usmani bergabung dengan Jerman dalam


Perang Dunia I (1914 M), kondisi menjadi semakin sulit dan rumit. Alasan
keterlibatan Turki Usmani dalam Perang Dunia I dan bergabung dengan
Jerman adalah pengaruh Jerman di Kerajaan Turki Usmani melebihi
pengaruh Eropa dan lainnya, hal ini tampak dalam bidang militer. Pada
tahun 1914, tentara Turki Usmani dilatih oleh Jerman, yang terdiri dari 42
perwira di bawah pimpinan Jenderal Liman Von Sanders. Dengan
bergabung bersama Jerman, Turki Usmani berharap dapat mengambil
kembali wilayah-wilayahnya yang dikuasai oleh Rusia. Akan tetapi, hal
tersebut malah berakibat fatal untuk Turki Usmani. Wilayah Turki Usmani
semakin lama semakin kecil karena diperebutkan oleh orang-orang
Eropa.11
Dalam Perang Dunia I, Turki Usmani mengalami kekalahan,
sehingga diadakan perjanjian Serves yang membuat Turki Usmani harus
kehilangan wilayahnya. Dengan demikian, melalui perjanjian Serves ini,
pada garis besarnya tercapailah segala ambisi negara-negara Eropa yang
selama ini tersimpan dalam dada, terutama Yunani, karena dari hasil ini, ia
berhasil memperoleh sebagian besar wilayah yang dikuasai oleh Turki.12
Adapun kemunduran Turki Usmani tersebut di atas disebabkan
oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1; Wilayah Kekuasaan yang Luas
Luasnya wilayah kekuasaan Turki Usmani yang akhirnya tidak
mampu dikendalikan dari pusat, karena sistem pemerintahan tidak lagi
efektif seperti masa-masa sebelumnya. Administrasi pemerintahan bagi
suatu negara yang amat luas wilyahnya sangat rumit dan kompleks,
sementara administrasi Kerajaan Usmani tidak kompleks. Di pihak
lain, para penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat
luas, sehingga mereka terlibat perang terus menerus dengan berbagai
bangsa. Hal ini tentu menyerap banyak potensi yang seharusnya dapat
digunakan untuk membangun negara.
Pada puncak kejayaannya, wilayah Kerajaan Turki Usmani
meliputi Asia Kecil, Armenia, Irak, Suria, Hijaz, serta Yaman di Asia,
Mesir, Libia, Tunisia, serta Al Jazair di Afrika dan Bulgaria, Yunani,
11 Firdaus, log.cit., hlm.
12 Ahmad Salabi, op.cit., hlm. 79

13

Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.13 Wilayah yang


sangat luas itu dihuni oleh penduduk yang beraneka ragam baik dari
segi agama, ras maupun adat istiadat. Untuk mengatur wilayah yang
besar ini, pada posisi yang lemah sangatlah sulit sekali.
Penduduk Kerajaan Turki Usmani pada abad ke enam belas
bertambah dua kali lipat dari sebelumnya. Problem kependudukan
pada saat itu lebih banyak disebabkan oleh tingkat pertambahan
penduduk yang sedemikian tinggi dan ditambah menurunnya angka
kematian akibat masa damai dan aman. Untuk mengatur penduduk
yang beraneka ragam dan tersebar luas di tiga benua diperlukan suatu
organisasi pemerintahan yang baik dan teratur. Tanpa didukung oleh
administrasi yang baik Kerajaan Turki Usmani hanya akan
menanggung beban yang sangat berat akibatnya. Perbedaan ras,
bangsa dan agama juga memicu mengantarkan pemberontakan dan
peperangan yang akhirnya menjadi kemunduran bagi Kerajaan Turki
Usmani.14
2; Heterogenitas Penduduk
Sebagai kerajaan besar, Turki Usmani menguasai wilayah yang
amat luas mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejas dan Yaman
di Asia, Mesir, Libia, Tunis dan Aljazair di Afrika dan Bulgaria,
Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania di Eropa.
Wilayah yang sangat luas itu didiami oleh penduduk yang beragam,
baik dari segi agama, ras, etnis maupun adat istiadat. Untuk mengatur
penduduk yang beragam dan tersebar di wilayah yang luas itu,
diperlukan organisasi pemerintahan yang teratur. Tanpa didukung oleh
administrasi yang baik, Kerajaan Usmani hanya akan menanggung
beban yang berat akibat heteroginitas tersebut. Perbedaan agama dan
bangsa acap kali melatarbelakangi terjadinya pemberontakan dan
peperangan.
3; Kelemahan Penguasa
Penguasa yang tidak cakap setelah khalifah Sulaiman II alQanuni, menimbulkan perselisihan dan pembunuhan di lingkungan
istana. Lemahnya semangat prajurit Turki Usmani menyebabkan
13 Harun Nasution, op.cit., hlm. 84
14 Syafiq A. Mughni, op.cit., hlm. 103

14

berbagai serangan mudah dilancarkan musuh untuk merebut wilayah


kekuasaan Turki Usmani. Misalnya, pasukan Turki Usmani menderita
kekalahan dari serangan pasukan gabungan armada Spanyol, Bandulia,
dan armada Sri Paus pada tahun 1663 M.
Setelah Sultan Sulaiman I, Kerajaan Turki Usmani diperintah
oleh sultan-sultan yang lemah, baik dalam kepribadian, jiwa atau
watak kepemimpinan serta tidak sesuai dengan tuntutan pada masa itu.
Mereka juga kurang terlibat lansung dalam administrasi negara, dan
juga dalam peperangan melawan musuh, mereka banyak larut dalam
kehidupan istana.15
Akibat lemahnya para sultan, timbul pemberontakanpemberontakan dalam negeri sendiri, seperti di Suriah di bawah
pimpinan Kurdi Jambulat, di Lebanon di bawah pimpinan Drize Amir
Fakhruddin. Terjadi peperangan dengan negara-negara tetangga,
seperti Vinitia (1645-1664) dan dengan syah Abbas dari Persia. Tentara
Turki Usmani (Jenissari) juga memberontak, ini berakibat jelek sekali
bagi kerajaan Turki Usmani.16
4; Budaya Pungli
Pungli merupakan perbuatan yang sudah umum terjadi dalam
Kerajaan Usmani. Setiap jabatan yang hendak diraih oleh seseorang
harus dibayar dengan sogokan kepada orang yang berhak memberi
jabatan tersebut. Berjangkitnya budaya pungli ini mengakibatkan
dekadensi moral kian merajalela yang membuat pejabat semakin
rapuh.
5; Pemberontakan Tentara Jenissari
Dengan menyadari akan kelemahan-kelemahan Turki Usmani,
mulailah sebagian wilayah di timur mengadakan pemberontakan untuk
melepaskan diri dari kekhilafahan Usmani. Misalnya, Yenissary yang
bersekutu dengan dinasti Mamalik melancarkan pemberontakan di
Mesir, dan sejak 1772 M dinasti Mamalik berhasil menguasai Mesir
hingga datangnya Napoleon pada 1789 M.
6; Merosotnya Perekonomian

15 Akbar S. Ahmad, Citra Muslim ( Jakarta: Erlangga, 1992), hlm. 73


16 Harun Nasution, op.cit., h. 53

15

Akibat kekalahan yang diderita Turki Usmani dalam sejumlah


peperangan, mengakibatkan perekonomian semakin terpuruk dari
waktu ke waktu. Pendapatan berkurang sementara belanja negara
semakin besar, termasuk untuk biaya perang.
7; Terjadi Stagnasi dalam Lapangan Ilmu dan Teknologi
Ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya yang berkaitan
dengan kebutuhan perkembangan militer tidak terlalu berkembang.
Kerajaan Usmani kurang berhasil dalam pengembangan ilmu dan
teknologi, karena hanya mengutamakan mengembangkan kekuatan
militer. Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu
dan teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi
persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju. Hal itu juga sejalan
dengan menurunnya semangat berpikiran bebas akibat tidak
berkembangnya pemikiran filsafat sejak masa al-Ghazali.
Kemajuan-kemajuan Eropa dalam teknologi militer dan
industri perang membuat kerajaan Usmani menjadi kecil di hadapan
Eropa. Apalagi, kekalahan besar Turki Usmani dalam menghadapi
serangan Eropa di Wina tahun 1683 M. membuka mata barat, bahwa
Turki Usmani telah mundur jauh sekali. Sejak itulah kerajaan Turki
Usmani mendapat serangan-serangan besar dari barat.
Sejak kekalahan dalam pertempuran di Wina, Turki Usmani juga
menyadari akan kemundurannya dan kemajuan barat. Usaha-usaha
pembaharuan mulai dilakukan dengan cara mengirim duta-duta ke negaranegara Eropa terutama Prancis untuk mempelajari suasana kemajuan di
sana. contohnya kemajuan teknik, organisasi angkatan perang modern, dan
kemajuan lembaga-lembaga sosial lainnya. Hal itu mendorong Sultan
Ahmad III (1703 M) untuk memulai pembaharuan di kerajaannya. Sebagai
bentuk konkret pada masa kekuasaannya didatangkan ahli-ahli militer dari
Eropa untuk tujuan pembaharuan militer dalam kerajaan Turki Usmani.
Pada tahun 1734 M untuk pertama kalinya Sekolah Teknik Militer dibuka.
Usaha pembaharuan dilakukan tidak terbatas dalam bidang militer
saja, tetapi juga dalam bidang-bidang pembaharuan yang lain. Misalnya,
pembukaan percetakan di Istambul pada tahun 1727 M, untuk kepentingan
kemajuan ilmu pengetahuan dan gerakan penerjemahan buku-buku Eropa
ke dalam bahasa Turki.

16

Meskipun demikian, usaha-usaha pembaharuan itu bukan saja


gagal menahan kemunduran kerajaan Turki Usmani yang terus mengalami
kemerosotan, tetapi juga tidak membawa hasil yang diharapkan. Penyebab
kegagalan itu terutama adalah kelemahan raja-raja Turki Usmani karena
wewenangnya sudah mulai menurun. Di samping itu, keuangan negara
yang terus mengalami kebangkrutan sehingga tidak mampu menunjang
usaha pembaharuan. Faktor terpenting lainnya yaitu karena ulama dan
tentara Jenissary yang sejak abad 17 M menguasai suasana politik kerajaan
Turki Usmani menolak usaha pembaharuan itu. Dengan demikian,
kerajaan Turki Usmani terus saja mendekati jurang kehancurannya,
sementara Barat yang menjadi ancamannya semakin besar.
Usaha Turki Usmani baru mengalami kemajuan setelah penghalang
utama, yaitu tentara Jenissary dibubarkan oleh Sultan Mahmud II pada
tahun 1826 M. Struktur kekuasaan kerajaan dirombak, lembaga-lembaga
pendidikan modern didirikan, buku-buku barat diterjemahkan ke dalam
bahasa Turki, siswa-siswi berbakat dikirim ke Eropa untuk belajar, dan
yang terpenting sekali adalah sekolah-sekolah yang berhubungan dengan
kemiliteran didirikan. Bidang militer inilah yang utama dan pertama
mendapat perhatian. Akan tetapi, meski banyak mendatangkan kemajuan,
hasil gerakan pembaharuan tetap tidak berhasil menghentikan gerak maju
barat ke dunia Islam di abad ke 19 M. Selama abad ke 18 M barat
menyerang ujung garis medan pertempuran Islam di Eropa Timur, wilayah
kekuasaan kerajaan Turki Usmani. Akhir dari serangan-serangan itu adalah
ditandatanganinya perjanjian San Stefano (Maret 1878 M) dan perjanjian
Berlin (Juni-Juli 1878 M) antara kerajaan Turki Usmani dan Rusia.
Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Turki di Eropa. Sementara
kebanyakan daerah berpenduduk mayoritas Muslim di Timur Tengah pada
abad berikutnya mulai diduduki bangsa Eropa.
Di samping itu, gerakan pembaharuan justru mengancam
kekuasaan para Sultan yang absolut, karena para pejuang Turki Usmani
melihat bahwa kelemahan Turki terletak pada keabsolutan Sultan itu.
Mereka ingin membatasi kekuasaan Sultan dengan membentuk konstitusi,
sehingga lahir gerakan tanzimat, Usmani Muda, Turki Muda, dan partai
persatuan dan kemajuan.

17

Di pihak lain, satu demi satu daerah-daerah di Asia dan Afrika yang
sebelumnya dikuasai Turki Usmani, melepaskan diri dari Konstantinopel.
Periode kemunduran Turki Usmani di mulai saat terjadinya perjanjian
Carltouiz (26 Januari 1699 M) antara Turki Usmani Australia, Rusia,
Polandia, Vanesia, dan Inggris. Isi perjanjian tersebut diantaranya;
Australia dan Turki Usmani terikat perjanjian selama 25 tahun dan
mengatakan seluruh Honigaria (merupakan wilayah kekuasaan Turki
Usmani) kecuali Traslvonia dan kota barat diserahkan sepenuhnya pada
Australia. Sementara wilayah Camanik dan Podolia diserahkan kepada
Polandia. Rusia memperoleh wilayah-wilayah di sekitar Laut Azov dan
Venesia menjadi penguasa di seluruh Valmartia dan Maria. Dengan
demikian, perjanjian Carltouiz ini melumpuhkan Turki Usmani, dan
menjadikannya negara yang kecil. Kerajaan Turki Usmani berakhir dengan
berdirinya Republik Turki (1923 M.) yang dipimpin oleh presiden baru,
Musthafa Kemal At-Taturk.

18

BAB III
PENUTUP
Puncak kejayaan Turki Usmani terjadi pada masa kekuasaan Sulaiman alQanuni. Beliau raja yang sangat terkenal di dunia dan juga penguasa yang Shaleh.
Sedangkan periode kemundurannya dimulai karena terjadinya perjanjian Carltouiz
(26 Januari 1699) antara Turki Usmani dengan Australia, Polandia, Venesia, dan
Inggris.
Kerajaan Usmani mengalami kemuduran pada abad XVII M, setelah
kepemimpinan

Sultan

Sulaiman

al-Qanuni.

Berbagai

macam

faktor

mempengaruhi kemunduran Kerajaan Usmani, antara lain, wilayah kekuasaan


yang

sangat

luas,

heterogritas

penduduk,

kelemahan

para

penguasa,

pemberontakan tentara Jenissari, merosotnya perekonomian negara, terjadinya


stagnasi, dan tumbuhnya gerakan nasionalisme.
Meskipun pada akhirnya Turki Usmani jatuh, akan tetapi telah banyak
sumbangan kepada dunia termasuk perjuangan Islam. Turki Usmani merupakan
kekhilafahan Islam yang paling berhasil menjaga politik Islam dan paling
bertahan dari serangan peradaban Barat ke dunia Islam. Di kalangan negaranegara Eropa, kekuatan Islam pernah dikenal dan disegani karena andil Turki
Usmani di masa kejayaannya.

19

DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri. 1993. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Hamka. 1981. Sejarah Umat Islam, cet. III. Jakarta: Bulan Bintang.
Nasution, Harun. 2005. Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press.
Ali, K. 2000. Sejarah dan Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nurhakim, Mohamad. 2004. Sejarah dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Umar
Press.
Sunanto, Musyarifah. 2003. Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Kencana.
Firdaus. 2000. Negara Adikuasa Islam. Padang: IAIN IB Press.
Harun Nasution, 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI-Press.
Ibrahim Hasan, Hasan. 1989. Sejarah Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota
Kembang.
Mughni, Syafiq A.. 1997. Sejarah Kebudayaan Islam di Turki. Jakarta: Logos.
Salabi, Ahmad. 1988. Imperium Turki Usmani. Jakarta: Kalam Mulia.
Ahmad, Akbar S.. 1992. Citra Muslim. Jakarta: Erlangga.

20

You might also like