You are on page 1of 23

Tugas Mandiri Mikrobiologi

Herpes Simpleks Virus Tipe 1

Oleh :
Raissa Tryantakarina Neysa
021411131031

MIKROBIOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
JUNI 2015

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji sukur kehadirat Allah SWT akhirnya saya bisa
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing, dengan ketekunan serta
ketelitian dalam mengumpulan, mencari data dari catatan perkuliahan serta bukubuku tentang mikrobiologi.
Berkat bimbingan dari dosen ibu Tuti Kusumaningsih, drg., M.Kes. saya tidak
menemui faktor kesulitan yang berarti bahkan bimbingan tersebut bisa memberikan
semangat serta motivasi untuk segera menyelesaikan dengan baik an cepat.
Dalam kaitan ini saya bisa simpulkan bahwa jika saya selalu memperhatikan
ketika proses perkuliahan dan juga pengulangan membaca buku-buku literature yang
saya miliki tentang mikrobiologi, maka saya tidak menemui kesulitan jika sedang
mengerjakan tugas penulisan. Dan karya tulis tentang mikrobiologi ini dengan judul:
Herpes Simpleks Virus Tipe 1. Semoga bermanfaat pada saya sendiri selaku penulis
khususnya, dan bermanfaat pula bagi pembaca pada umumnya.
Akhirnya saya sangat berterima kasih pada ibu Tuti Kusumaningsih, drg.,
M.Kes. selaku dosen pembimbing saya, karena bimbingannya sangat membantu saya
hingga selesainya tulisan ini.
Dan kepada pembaca karya tulis ini diharapkan saran dan kritiknya atas
kekurangan penulisa ini, agar bisa saya gunakan sebagai dasar tugas-tugas penulisan
berikutnya.

Surabaya, 13 Juni 2015


Penulis,

Raissa Tryantakarina Neysa


i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................iii
ABSTRAK...................................................................................................................iv
ABSTRACT...................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1
1.2 Tujuan.....................................................................................................................1
BAB II TUNJAUAN PUSTAKA................................................................................2
2.1 Definisi Herpes Simpleks Virus............................................................................2
2.2 Morfologi dan Sitologi..........................................................................................2
2.3 Epidemiologi..........................................................................................................4
2.4 Etiologi...................................................................................................................5
2.5 Patogenesis.............................................................................................................5
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................8
BAB IV PENUTUP....................................................................................................13
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................13
4.2 Saran.....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................14

ii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Morfologi Herpes Simpleks Virus (dr. Soedarto, 1998)........................3


Gambar 2. Patogenesis Herpes Simpleks Virus. (Marques, 2008)..........................6

iii

ABSTRAK
Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang dapat menyebabkan infeksi akut pada
kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang
sembab. HSV-Tipe 1 biasanya menginfeksi daerah mulut dan wajah (Oral Herpes).
Secara in vivo, infeksi HSV dapat dibagi dalam 3 tahap, yaitu infeksi akut, latensi
dan reaktivasi virus. Manifestasi yang ditimbulkan dalam rongga mulut diantaranya
herpes ginggivostomatitis, herpes simpleks kronis dan herpes labialis.
Kata kunci: Herpes Simpleks Virus, HSV-1, Manifestasi Oral

iv

ABSTRACT
Herpes simplex virus is a DNA virus that can cause acute infections in the skin
characterized by the presence of vesicles clusters above the wet skin. HSV-type 1
usually infect areas of the mouth and face (Oral Herpes). In in vivo, infection of HSV
can be divided in 3 stages, namely, acute infection, latency and reactivation of the
virus. Manifestations posed in the oral cavity include herpes ginggivostomatitis,
chronic herpes simplex and herpes labialis.
Keyword: Herpes Simplex Virus, HSV-1, Oral Manifestations

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Herpes simpleks adalah infeksi akut suatu lesi akut berupa vesikel
berkelompok di atas daerah yang eritema, dapat satu atau beberapa kelompok
terutama pada atau dekat sambungan mukokutan. Herpes simpleks disebabkan
oleh herpes simpleks virus (HSV) tipe I atau tipe II yang dapat berlangsung
primer maupun rekurens. Herpes simpleks disebut juga fever blister, cold sore,
herpes febrilis, herpes labialis, herpes genitalis (Handoko, 2010).
Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria
maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda (Siregar, 2005). Sekitar 50
juta penduduk di Amerika Serikat menderita infeksi HSV pada usia 12 tahun atau
lebih (Habif, 2004). Infeksi primer oleh HSV tipe I biasanya dimulai pada usia
anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasanya terjadi sebanyak 25-50% dari
populasi (Sterry, Paus, dan Burgdorf, 2006) pada dekade II atau III dan
berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual. Infeksi HSV berlangsung
dalam tiga tingkat : infeksi primer, fase laten dan infeksi rekurens (Handoko,
2010).

1.2 Tujuan
Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber pembelajaran mengenai
manifestasi herpes simplex tipe I pada rongga mulut.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Herpes Simpleks Virus


Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang dapat menyebabkan
infeksi akut pada kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di
atas kulit yang sembab. Ada 2 tipe virus herpes simpleks yang sering menginfeksi
yaitu HSV-Tipe I (Herpes Simplex Virus Type I) dan HSV-Tipe II (Herpes
Simplex Virus Type II) (Sardjito, 2003).
HSV-Tipe I biasanya menginfeksi daerah mulut dan wajah (Oral Herpes),
sedangkan HSV-Tipe II biasanya menginfeksi daerah genital dan sekitar anus
(Genital Herpes). HSV-1 menyebabkan munculnya gelembung berisi cairan yang
terasa nyeri pada mukosa mulut, wajah, dan sekitar mata. HSV-2 atau herpes
genital ditularkan melalui hubungan seksual dan menyebakan gelembung berisi
cairan yang terasa nyeri pada membran mukosa alat kelamin (Brightman, 1997).

2.2 Morfologi dan Sitologi


Herpes simplex disebabkan oleh virus herpes simplex (VHS) yang
termasuk herpetovirus dalam famili Herpetoviridae. Virion sendiri tanpa
selubung, berukuran sekitar 100 nm, dan tersusun sebagai suatu ikosahedral
kapsid yang terdiri dari 162 kapsomer. Virion dikelilingi oleh suatu selubung
yang berhubungan dengan virion melalui tonjolan-tonjolan. Selubung tersusun
dari lipoprotein. Replikasi dari DNA, yang mempunyai berat molekul antara 70100x106 dalton, seperti halnya pembentukkan virion, terjadi didalam inti sel yang
terinfeksi (dr. Soedarto, 1998).

Gambar 1. Morfologi Herpes Simpleks Virus (dr. Soedarto, 1998)

Hampir semua jenis sel hospes dapat di infeksi oleh HSV pada beberapa
sel antara lain sel endotelial dan sel fubroblas inveksi HSV bersifat litik
sedangkan pada sel saraf

berlansung persisten atau laten. Replikasi HSV

terdiri dari beberapa tahap yaitu:


1. Penempelan tahap pertama.
Penempelan HSV pada reseptor sel yaitu senyawa proteoglikan, hepartan
sulfat. Molekul ini banyak terdapat pada permukaan sel hospes.
2. Fusi sel.
Setelah melekat pada sel virus lansung bmelakukan fusi dengan membran
plasma sel. Setelah proses fusi terjadi, virus melepaskan beberapa
proteinkedalam sitoplasma,termasuk beberapa jenis toksin, protein kinase
dan gen inisiator transkripsi.

3. Sintesis protein
4. Merupakan satu proses yang sangat kompleks, setelah transkripsi
beberapa gen pemula, dan translasi enzim yang berperan pada produksi
protein struktural, terjadi reprikasi DNA viral oleh DNA polinerase viral
setelah itu terjadi proses perakitan kapsid viral di daklam nukkleus.
5. Sintesis glikoprotein
6. Seluruh glikoprotein dibuat pada retikulum endoplasmit dimana
nukleokapsid memperoleh molekul gula dengan kadar manosa yang
tinggi. Glikoprotein yang telah terbentuk melalui proses difusi bergerak
kearah membrannukleus. Proses budding nukleokapsid terjadi pada
membran nukleus, kemudian keluart dari sel hospes. Selama proses
buding, virus memperoleh molekul rantai gula yang kaya akan senyawa
galaktosa dan asam sialat.
7. Pelepasan virus.
8. Virion keluar dari dalam sel melalui proses eksositosis atau melalui
prioses lisis sel selain itu, virion dapat masuk ke sel yang ada di
sekelilingnya secara intra seluler (Sardjito, 2003).

2.3 Epidemiologi
9. Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan menyerang baik
pria maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh
herpes simpleks virus (HSV) tipe I biasa pada usia anak-anak, sedangkan infeksi
HSV tipe II biasa terjadi pada dekade II atau III dan berhubungan dengan
peningkatan aktivitas seksual (Handoko, 2010). Infeksi genital yang berulang 6
kali lebih sering daripada infeksi berulang pada oral-labial; infeksi HSV tipe II
pada daerah genital lebih sering kambuh daripada infeksi HSV tipe I di daerah
genital; dan

10.

infeksi HSV tipe I pada oral-labial lebih sering kambuh daripada

infeksi HSV tipe II di daerah oral. Walaupun begitu infeksi dapat terjadi di mana
saja pada kulit dan infeksi pada satu area tidak menutup kemungkinan bahwa
infeksi dapat menyebar ke bagian lain (Habif, 2004).
11.Insiden infeksi primer dengan HSV-1 yang bertanggung jawab
terhadap kebanyakan kasus rekurens herpes labialis, sebagian besar terjadi pada
anak-anak, dimana 30-60 % anak-anak terekspos oleh virus ini. Kecepatan
infeksi oleh virus in meningkat sesuai pertambahan usia, mayoritas populasi
diatas usia 30 tahun atau lebih tua seropositif untuk HSV-1 (Marques, 2008).

2.4 Etiologi
12.

HSV merupakan bagian dari famili Herpesviridae, grup dari

lipid-enveloped double-stranded DNA virus yang bertanggung jawab untuk


berbagai macam infeksi yang umum pada manusia. Kedua serotipe HSV terkait
erat dengan Varicella-Zoster Virus (VZV), adalah anggota dari subfamili virus Herpesviridae. -Herpesviridae menginfeksi beberapa jenis sel dalam kultur,
tumbuh pesat, dan efisien menghancurkan sel inang (Marques, 2008).
13.

Infeksi primer tipe 1 terjadi terutama pada bayi dan anak-anak,

dimana pada umumnya kasus ini bersifat minimal atau kadang-kadang subklinis.
Pada kebanyakan kasus dari herpes labialis dan fasialis yang disebabkan oleh
HSV-1 didapatkan pada masa anak-anak sebelum berumur 4 tahun. Infeksi awal
mungkin berasal dari kontak droplet dan dalam bentuk gingivostomatitis virus
(Trozak dan Tennenhouse, 2006).

2.5 Patogenesis
14.

Secara in vivo, infeksi HSV dapat dibagi dalam 3 tahap, yaitu

infeksi akut, latensi dan reaktivasi virus. Selama fase infeksi akut, virus
bereplikasi di tempat inokulasinya yaitu pada permukaan mukokutaneus, yang

menyebabkan adanya lesi primer dimana virus ini dengan cepat menyebar dan
menginfeksi

15.

saraf sensoris terminal, yang akan menjalar ke nukleus neuronal pada

ganglion saraf sensoris regional. Pada bagian neuron yang terinfeksi ini, infeksi
laten terjadi sebagai episom dan ekspresi gen HSV tidak tampak. Pada tahap
akhir, replikasi tereaktivasi seiring dengan transpor aksonal anterograde dari
replikasi virus yang baru ke perifer, pada port of entry lesi awal atau di dekatnya
(Marques, 2008).
16. Gambar 2. Patogenesis Herpes Simpleks Virus. (Marques, 2008)

17.

HSV-1 tereaktivasi lebih sering berasal dari ganglia trigeminal.

Kecepatan reaktivasi HSV ini dipengaruhi oleh kuantitas dari virus DNA yang
laten pada ganglion saraf. Selain itu, faktor host sangat mempengaruhi reaktivasi
HSV ini. Eksperimen pada hewan percobaan hewan yang sakit, reaktivasi ini
terinduksi oleh adanya paparan iradiasi ultraviolet, hipertermia, trauma lokal dan
oleh stressor fisologis lainnya. Hal ini juga umumnya berdampak sama pada
manusia (Marques, 2008).

18.

HSV ditularkan melalui kontak dari orang yang peka lewat

virus yang dikeluarkan oleh seseorang. Untuk menimbulkan infeksi, virus harus
menembus permukaan mukosa atau kulit yang terluka (kulit yang tidak terluka
bersifat resisten). HSV-1 ditransmisikan melalui sekresi oral, virus menyebar
melalui droplet pernapasan atau melalui kontak langsung dengan air liur yang
terinfeksi. Ini sering terjadi selama berciuman, atau dengan memakan atau
meminum dari perkakas yang terkontaminasi. HSV-1 dapat menyebabkan herpes
genitalis melalui transmisi selama seks oral-genital (Cawson dan Odell, 2002).
19.

Kontak dengan virus HSV-1 pada saliva dari carrier mungkin

cara yang paling penting dalam penyebaran penyakit ini. Infeksi dapat terjadi
melalui perantaraan petugas pelayanan kesehatan (seperti dokter gigi) yaitu dari
pasien HSV mengakibatkan lesi herpes bernanah (herpetic whitlow) (Sardjito,
2003).
20.

Herpes simplex virus dapat diisolasi dalam 2 minggu dan

kadang-kadang lebih dari 7 minggu setelah muncul stomatitis primer atau


muncul lesi genital primer. Setelah itu, HSV dapat ditemukan secara intermittent
pada mukosal selama bertahun-tahun dan bahkan mungkin seumur hidup, dengan
atau tanpa gejala klinis. Pada lesi yang berulang, infektivitas lebih pendek
dibandingkan infeksi primer dan biasanya virus tidak bisa ditemukan lagi setelah
5 hari (Cawson and Odell, 2002).

a. BAB 3
b. PEMBAHASAN
c. Herpes Simpleks Virus Primer (HSV-1) merupakan

virus

yang

paling umum menghasilkan infeksi dalam rongga mulut. Paling sering


terjadi pada anak-anak di bawah usia 6 tahun tetapi dapat terjadi pada pasien
yang lebih tua. Infeksi primer pada sebagian besar anak-anak adalah sub-klinis
(tanpa tanda-tanda atau gejala klinis). Herpes simplex virus hampir di manamana di populasi umum; lebih dari 90% orang dewasa memiliki antibodi
terhadap herpes simplex virus oleh dekade keempat kehidupan. Sekali
seseorang terinfeksi, virus menyebar ke daerah massa jaringan saraf, ganglia
(misalnya, trigeminal ganglion), di mana ia tetap laten namun dapat diaktifkan
kapan saja sesuai kondisi. HSV-I lebih sering bertanggung jawab atas lesi di
dalam dan sekitar mulut.
d. Gingivostomatitis Herpetika Primer
e. Gingivostomatitis Herpetika Primer adalah bentuk tersering infeksi
dari HSV-1 pada rongga mulut yang ditandai dengan lesi ulserasi pada lidah,
bibir, mukosa gingiva, palatum durum, dan molle. Dokter gigi seringkali
menerima keluhan karena gejala klinisnya, sehingga penting bagi dokter gigi
untuk mengenali kondisi ini (Jaya dan Harijanti, 2009).
f. Gingivostomatitis herpetika akut terjadi sebagai akibat replikasi virus
dalam jaringan yang terkena. Masa inkubasi umumnya 4 hingga 5 hari kemudian
gejala diawali dengan demam. Pasien dapat merasa rasa sakit, panas dan perih
atau gatal terutama pada saat makan dan minum. Gusi dapat membengkak dan
mudah berdarah.
g. Vesikel dapat terjadi di seluruh mulut. Mereka mungkin memiliki
penampilan bintik-bintik di daerah kontak dengan rahang atas. Menyentuhnya
atau mencoba untuk mengkonsumsi makanan bisa menyebabkan rasa sakit parah.

h. Faktor predisposisi Gingivostomatitis Herpetika Primer adalah sistem


imun yang buruk, seringkali menyertai kondisi infeksi akut seperti pneumonia,
meningitis, influenza, tifus, infeksi mononukleusis dan kondisi stres (Jaya dan
Harijanti, 2009).
i. Diagnosis banding Gingivostomatitis Herpetika Primer adalah
penyakit ulseratif oral yaitu candidiasis oral, hand foot and mouth disease, dan
stomatitis apthosa. Herpangina mempunyai karakteristik berupa vesikula pada
bagian belakang rongga mulut dan palatum, sepanjang faring yang meradang.
Kepastian diagnosis Gingivostomatitis Herpetika Primer adalah dengan
pemeriksaan lebih lanjut berupa kultur virus dan pemeriksaan antibodi serum
(Bricker, Langlais dan Miller, 2002).
j. Isolasi dan kultur HSV menggunakan viral swab, metode standard
diagnosa. Infeksi HSV dapat juga diperkuat dengan adanya kenaikan empat kali
lipat antibodi. Metode ini membutuhkan 10 hari untuk menghasilkan hasil.
Chair- side kits dapat dengan cepat mendeteksi HSV dalam waktu beberapa
menit pada lesi smear/ coreng menggunakan immunofluoressence yang tersedia,
tapi terbatas pada biaya. Biopsi jarang digunakan tapi jika dilakukan akan
memperlihatkan vesikula yang tidak spesifik atau ulserasi dengan multinucleated
giant cells yang menggambarkan viral- infected keratinocytes.
k. Pasien, dan anak-anak seharusnya ditenangkan tentang kondisi dasar
dan diberi tahu tentang infeksi lesi. Instruksi seharusnya diberikan untuk
membatasi bibir dan mulut untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi di
daerah lainnya. Terapi suportif simptomatik termasuk obat kumur clorhexidine,
terapi analgesik, soft diet, dan cukup minum. Menggunakan acyclovir, agen
antivirus dengan melakukan perlawanan terhadap HSV. Dosis standard 200mg
acyclovir, 5 kali sehari selama 5 hari. Dosis harus dikurangi setengahnya untuk
anak dibawah 2 tahun.

l. Mendukung langkah-langkah yang biasa untuk infeksi virus akut harus


dilakukan.

Ini termasuk pemeliharaan kebersihan mulut yang tepat, cukup

asupan cairan untuk mencegah dehidrasi, dan penggunaan analgesik sistemik


untuk mengontrol rasa sakit. Agen antipiretik juga ditentukan ketika demam
adalah gejala.

Pada kasus yang parah mungkin perlu untuk menggunakan

anestesi topikal seperti lidokain atau diphenhyclramine. Pasien sering dapat


mentolerir cairan dingin, dan mereka dapat membantu dalam mencegah dehidrasi
(Cawson dan Odell, 2002).
m. Chronic Herpetic Simplex
n. Infeksi ini disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 atau tipe 2
yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang
erimatosa. Penyakit ini dapat menyerang baik pria maupun wanita. Infeksi primer
herpes simpleks tipe 1 biasanya menyerang pada usia anak-anak, sedangkan
HSV-1 biasanya terjadi pada dekade 2 atau 3, dan berhubungan dengan
peningkatan aktivitas seksual.
o. Tempat prediliksi HSV- 1 di daerah pinggang ke atas terutama di
daerah mulut dan hidung. Infeksi primer oleh HSV-2 mempunyai tempat
predileksi di daerah pinggang ke bawah, terutama di daerah genital. Daerah
predileksi ini sering kacau karena adanya aktivitas seksual seperti oro-genital.
p. Infeksi ini berlangsung kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala
sistemik, seperti demam dan malese, serta dapat ditemukan pembengkakkan
kelenjar getah bening regional. Kelainan klinisnya dijumpai berupa vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang erimatosa, berisi cairan jernih dan kemudian
menjadi seropurulen (bersifat serosa dan bernanah), dapat menjadi kusta dan
kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal.
q.

10

r. Infeksi Rekuren
s. Herpes Simpleks Labialis (Cold Sore/Fever Blisters) adalah bentuk
herpes orofasial rekuren yang paling sering terjadi, berupa vesikel-vesikel pada
batas luas vermilion dan kulit sekitarnya. Cold sore atau fever blister merupakan
suatu lesi vesikuler mukosa biasanya terletak di sekitar lubang seperti bibir dan
hidung.

Sering beberapa lesi muncul secara serentak atau berturut-turut.

Pelepasan virus terus berlangsung 3-5 hari setelah lesi sembuh. Herpes Labialis
Rekuren terjadi 50-75% individu-individu yang terkena infeksi HSV di dalam
mulut, terjadi 3 kali lebih sering pada pasien dengan demam dibandingkan pasien
tanpa demam.
t. Cold sore atau fever blisters, diperparah oleh faktor presipitasi demam,
menstruasi, sinar UV, dan mungkin stres emosional. Lesi didahului oleh periode
prodormal yaitu tingling atau burning. Diiringi dengan edema di tempat lesi,
diikuti dengan formasi cluster vesikel kecil. Masing- masing vesikel berdiameter
1-3 mm, dengan ukuran cluster 1-2 cm. Ukuran lesi secara umum tergantung
imun individu.
u. Obat-obatan dapat menekan formasi dan mempercepat waktu
penyembuhan dari lesi recurrent yang baru. Acyclovir, obat antiherpes, aman dan
efektif. Obat antivirus yang baru seperti valacyclovir, prodrug dari acyclovir, dan
famciclovir, prodrug dari penciclovir, memiliki bioavailabilitas yang lebih besar
dari pada acyclovir, tapi tidak mengurangi masa laten HSV.
v. Keefektifan obat antiherpes untuk mencegah kambuhan genital HSV.
Acyclovir 400 mg dua kali sehari, valaciclovir 250 mg dua kali sehari dan
famciclovir 250 mg yang lebih efektif pada kambuhan genital. Penggunaan
antiherpes nucleoside analog untuk mencegah dan mengobati RHL namun sangat
kontroversial.

11

w. Terapi sistemik seharusnya tidak digunakan untuk pengobatan berkala


atau RHL yang biasa, tapi kadang- kadang digunakan untuk mencegah lesi pada
pasien mudah terjangkit sebelum resiko yang tinggi seperti berski dengan
ketinggian yang tinggi atau sebelum menjalani prosedur seperti dermabrasi atau
pembedahan nervus trigeminal. Beberapa dokter menganjurkan menggunakan
terapi antiherpes suppressive untuk persentase kecil pada pasien RHL yang
sering mengalami peristiwa deforming pada RHL. Acyclovir 400 mg dua kali
sehari terbukti mengurangi frekuensi dan keganasan RHL. Acyclovir maupun
penciclovir tersedia pada sediaan topical, digunakan pada untuk mempercepat
waktu penyembuhan pada RHL kurang dari 2 hari.

12

x. BAB 4
y. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
z. Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang dapat menyebabkan
infeksi akut pada kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di
atas kulit yang sembab. Ada 2 tipe virus herpes simpleks yang sering menginfeksi
yaitu HSV-1 (Herpes Simplex Virus Type 1) dan HSV-2 (Herpes Simplex Virus
Type 2). HSV-1 biasanya menginfeksi daerah mulut dan wajah (Oral Herpes).
Gejala klinis yang ditimbulkan beragam, dari yang tidak menimbulkan gejala
sama sekali hingga yang berakibat fatal. Manifestasi yang ditimbulkan dalam
rongga mulut diantaranya herpes ginggivostomatitis, herpes simplex kronis dan
herpes labialis.

4.2 Saran
aa. Penggunaan antivirus efektif untuk pengobatan HSV. Pencegahan
yang perlu dilakukan antara lain meminimalisir penularan virus HSV dengan cara
menjaga kebersihan dan menggunakan alat pengaman diri bagi mereka yang
beresiko tinggi untuk tertular.

13

ab. DAFTAR PUSTAKA


ac.
ad. Bricker, S.L., Langlais, R.P. and Miller, C.S. (2002) Oral
Diagnosis, Oral Medicine, and Treatment Planning, 2nd edition,
Ontario: BC Decker Inc.
ae. Brightman, V. (1997) Burket's Oral Medicine Diagnosis and
Treatment , Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher.
af. Cawson and Odell (2002) Cawson's Essentials of Oral Pathology
and Oral Medicine , 7th edition, London: Churcill Livingstone.
ag. dr. Soedarto, D.P. (1998) Dasar-dasar Virologi Kedokteran,
Jakarta: Penerbit EGC.
ah. Habif, T.P. (2004) Clinical Dermatology: A Color Guide to
Diagnosis and Therapy, 4th edition, Philadelphia: Mosby.
ai. Handoko, R.P. (2010) Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 6th
edition, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
aj. Jaya, P. and Harijanti, K. (2009) 'Gingivostomatitis Herpetika
Primer', Laporan Kasus Oral Medicine Dental Journal 2, vol. 1.
ak. Marques, A.R. (2008) Flitzpatrick's Dermatology in General
Medicine, McGraw-Hill Companies, Inc.
al. Mitaart,

A.H.

(2010)

'Infeksi

Herpes

pada

Pasien

Imunokompeten', PKB "New Perpective of Sexually Transmitted


Infection Problems", Agustus.
am.Sardjito, R. (2003) Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, Jakarta:
Binarupa Aksara.

14

an. Sarsito, A.S. (2002) Infeksi Virus Herpes, Jakarta: Balai Penerbit
FK UI.
ao. Siregar, R.S. (2005) Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, 2nd
edition, Jakarta: Penerbit EGC.

14

ap. Sterry, W., Paus, R. and Burgdorf, W. (2006) Thieme Clinical


Companions Dermatology, New York: Thieme.
aq. Trozak, D.J. and Tennenhouse, J. (2006) Dermatolgy Skills for
Primary Care: An Illustrated Guide, Humana Press.
ar.
as.
au.
av.
aw.
ax.
ay.
az.
ba.
bb.
bc.
bd.

15

You might also like