You are on page 1of 18

LAPORAN PENDAHULUAN

OKSIGENASI
A. Konsep Oksigenasi
1. Pengertian
Oksigenisasi adalah suatu komponen gas dan unsure vital dalam
proses dalam proses metabolism untuk mempertahankan kelangsungan
hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini di peroleh dengan
menghirup O2 setiap kali bernafas. Masuknya oksigen kejaringan tubuh
ditentukan oleh system respirasi kardiovaskuler dan keadaan hematologi
(Wartonah & Tartowo 2006).
Oksigen adalah salah satu kebutuhan yang paling vital bagi tubuh.
Otak masih mampu mentoleransi kekurangan oksigen antara 3-5 menit.
Apabila kekurangan oksigen berlangsung lebih dari 5 menit, maka terjadi
kerusakan sel otak secara permanen.. Selain itu oksigen digunakan oleh sel
tubuh untuk mempertahankan kelangsungan metabolisme sel. Oksigen
akan digunakan dalam metabolisme sel membentuk ATP (Adenosin
Trifosfat) yang merupakan sumber energi bagi sel tubuh agar berfungsi
secara optimal.
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan oksigen di atmosfer. Konsentrasi
oksigen dalam udara ruangan adalah 21%. Tujuan terapi oksigen adalah
memberikan transport oksigen yang adekuat dalam darah sambil
menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stres pada miokardium
(Mutaqqin, 2005)
2. Etiologi
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami
gangguan oksigenasi menurut NANDA (2011), yaitu hiperventilasi,
hipoventilasi, deformitas tulang dan dinding dada, nyeri,cemas, penurunan
energy,/kelelahan, kerusakan neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal,
kerusakan kognitif/persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis

kelelahan otot pernafasan dan adanya perubahan membrane kapileralveoli.


Menurut fundamental perawatan pada tahun 2006 faktor yang
mempengaruhi oksigenasi yaitu, keadekuatan sirkulasi; ventilasi, perkusi,
dan transport gas-gas pernafasan kejaringan dipengaruhi oleh empat tipe
faktor:
1. Faktor Fisiologis
a. Penurunan kapasitas pembawa oksigen
b. Penurunan konsentrasi pembawa oksigen yang diinspirasi
c. Hipovolemia
d. Peningkatan laju metabolism
e. Kondisi yang mempengaruhi gerak dinding dada
2. Faktor Perkembangan
Tahap perkembangan klien dan proses penuaan yang normal
mempengaruhi oksigenisasi jaringan,:
a. Bayi prematrur
Bayi premature beresiko terkena membrane hialin, yang di duga
disebabkan oleh defesiensi surfaktan. Kemampuan paru untuk
mensintesis surfaktan berkembang lambat pada masa kehamilan,
yakni pada sekitar bulan ketujuh, dan demikian bayi premature
tidak memiliki surfaktan.
b. Bayi dan todler
Beresiko mengalami infeksi saluran nafas atas sebagai hasil
pernafasan yang sering pada anak-anak lain dan pernafasan dari
asap rokok yang dihisap orang lain (hubner, 1994; whatling, 1994
dalam fundamental keperawatan, 2006 vol 2 hal 1561).
c. Anak usia sekolah dan remaja
Anak usia sekolah dan remaja terpapar pada infeksi pernafasan dan
faktor-faktor resiko pernafasan. Misalnya menghisap rokok dan
merokok. Anak sehat biasanya tidak mengalami efek merugikan
akibat infeksi pernafasan. Namun, individu yang mulai merokok
pada usia remaja dan meneruskannya sampai usia dewasa
pertengahan

mengalami

peningkatan

kardiopulmonar dan kangker paru.


d. Dewasa muda dan dewasa pertengahan

resiko

penyakit

Terpapar dalam resiko penyakit kardiopulmonar seperti: diet yang


tidak sehat, kurang latihan fisik, obat-obatan dan merokok.
e. Lansia
System pernafasan dan system jantung mengalami perubahan
sepanjang proses penuaan. Pada system arteria, terjadi plak
aterosklerosis sehingga tekanan darah meningkat.
3. Faktor Perilaku
Perilaku atau gaya hidup, baik secara langsung maupun tidak
langsung

mempengaruhi

kemampuan

tubuh

dalam

memenuhi

kebutuhan oksigenisasi. Faktor-faktor gaya hidup yang mempengaruhi


pernafasan hidup meliputi: nutrisi, latihan fisik, merokok, penyalah
gunaan substansi dan stress.
4. Faktor Lingkungan
Lingkungan juga mepengaruhi oksigenisasi. Insiden penyakit paru
terjadi didaerah yang berkabut dan didaerah perkotaan dari pada di
daerah pedesaan.
5. Gangguan jantung, meliputi : ketidakseimbangan jantung meliputi
ketidakseimbangan konduksi, kerusakan fungsi valvular, hipoksia
miokard, kondisi-kondisi kardiomiopati, dan hipoksia jaringan perifer.
6. Gangguan pernapasan meliputi hiperventilasi, hipoventilasi dan
hipoksia.
3. Klasifikasi
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi di dalam tubuh terdiri atas tiga tahapan,
yaitu ventilasi, difusi, dan transportasi.
1. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan
atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin
tinggi tempat, maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pula
sebaliknya, semakin rendah, maka tempat tekanan udara semakin
b.

tinggi.
Adanya

kemampuan

toraks

dan

paru

melaksanakan ekspansi atau kembang kempis.

pada

alveoli

dalam

c.

Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang
terdiri atas berbagai otot polos yang kcrjanya sangat dipengaruhi oleh
sistem

saraf

otonom.

Terjadinya

rangsangan

simpatis

dapat

menyebabkan relaksasi schingga dapat terjadi vasodilatasi, kemudian


kerja saraf parasimpatis dapat mcnycbabkan kontriksi sehingga dapat
d.

menyebabkan vasokontriksi atau proses penyempitan.


Adanya refleks batuk dan muntah.
Adanya peran mukus siliaris sebagai penangkal benda asing yang
mengandung interveron dan dapat rnengikat virus. Pengaruh proses
ventilasi selanjutnya adalah complience recoil. Complience yaitu
kemampuan paru untuk mengembang yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor, yaitu adanya surfaktan pada lapisan alveoli vang berfungsi
untuk menurunkan tegangan permukaan dan adanva sisa udara yang
menyebabkan tidak terjadinya kolaps dan gangguan toraks. Surfaktan
diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli, dan disekresi saat
pasien menarik napas, sedangkan recoil adalah kemampuan untuk
mengeluarkan CO2 atau kontraksi menyempitnya paru.
Apabila complience baik akan tetapi recoil terganggu maka CO 2 tidak
dapat di keluarkan secara maksimal. Pusat pernapasan yaitu medulla
oblongata dan pons dapat memengaruhi proses ventilasi, karena CO2
memiliki kemampuan merangsang pusat pernapasan. Peningkatan
CO2, dalam batas 60 mmHg dapat dengan baik merangsang pusat
pernapasan dan bila paCO2 kurang dari sama dengan 80 mmHg maka
dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.

2. Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan
kapiler paru dan CO2, di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Luasnya permukaan paru.
b. Tebal membran respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli
dan interstisial keduanya ini dapat memengaruhi proses difusi apabila
terjadi proses penebalan.

c. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini dapat terjadi


sebagaimana O2, dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena
tekanan O2, dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2, da1am
darah vena pulmonalis, (masuk dalam darah secara berdifusi) dan
paCO2 dalam arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli.
d. Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat
Hb.
3. Transportasi Gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian antara O2
kapiler ke jaringan tubuh dan CO 2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses
transportasi, akan berikatan dengan Hb membentuk Oksihemoglobin
(97%) dan larut dalam plasma (3%), sedangkan C02 akan berikatan
dengan Hb membentuk karbominohemoglobin (30%), dan larut dalam
plasma (50%), dan sebagian menjadi HC03 berada pada darah (65%).
Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di
antaranya:
a. Kardiac output
Merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah, normalnya 5 liter
per menit. Dalam kooondisi patologi yang dapat menurunkan cardiac
output (misal pada kerusakan otot jantung, kehilangan darah) akan
mengurangi jumlah oksigen yang dikirm ke jaringan. Umumnya,
jantung

mengkompensasi

dengan

menambahkan

rata-rata

pemompaannya untuk meningkatkan transport oksigen.


b. Kondisi pembuluh darah, latihan, dan lain-lain.
Secara

langsung

berpengaruh

terhadap

transpot

oksigen.

Bertambahnya latihan menyebabkan peningkatan transport O2 (20 x


kondisi normal), meningkatkan cardiac uotput dan penggunaan O2
oleh sel.
4. Patofisiologi
Fungsi sistem jantung ialah menghantarkan oksigen, nutrien, dan
subtansi lain ke jaringan dan membuang produk sisa metabolisme selular
melalui pompa jantung, sistem vaskular sirkulasi, dan integritas sistem

lainnya. Namun fungsi tersebut dapat terganggu disebabkan oleh penyakit


dan kondisi yang mempengaruhi irama jantung, kekuatan kontraksi, aliran
darah melalui kamar-kamar pada jantung, aliran darah miokard dan
sirkulasi perifer. Iskemia miokard terjadi bila suplai darah ke miokard dari
arteri koroner tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan oksigen organ.
Selain itu, perubahan fungsi pernapasan juga menyebabkan klien
mengalami gangguan oksigenasi. Hiperventilasi merupakan suatu kondisi
ventilasi

yang

berlebih,

yang

dibutuhkan

untuk

mengeliminasi

karbondioksida normal di vena, yang diproduksi melalui metabolisme


seluler. Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi CO 2 secara
adekuat. Apabila ventilasi alveolar menurun, maka PaCO2 akan
meningkat. Sementara hipoksia adalah oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat pada tingkat jaringan.

Pathway
Alergen atau Antigen yang telah terikat oleh IgE yang menancap
pada permukaan sel mast atau basofil
Lepasnya macam-macam mediator dari sel mast atau basofil
Kontraksi otot polos

Spasme otot polos, sekresi kelenjar bronkus meningkat

Penyempitan/obstruksi proksimal dari bronkus kecil


pada tahap inspirasi dan ekspirasi

Edema mukosa bronkus

Keluarnya sekrit ke dalam lumen bronkus

Sesak napas

Tekanan partial oksigen di alveoli menurun

Oksigen pada peredaran darah menurun


Hipoksemia
alveoli

CO2 mengalami retensi pada


Kadar CO2 dalam darah meningkat yang
memberi rangsangan pada pusat pernapasan
Hiperventilasi

5. Manifestasi Klinis
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi menjadi tanda
gangguan oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot
nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cuping
hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, posisi
tubuh menunjukan posisi 3 poin, nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang,
peningkatan

diameter

anterior-posterior,

frekuensi

nafas

kurang,

penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang
tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2011).
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu
takikardi,

hiperkapnea, kelelahan,

somnolen, iritabilitas, hipoksia,

kebingungan, AGS abnormal, sianosis, warna kulit abnormal (pucat,


kehitam-hitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun,
abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas (NANDA, 2011).
6. Pemeriksaan Penunjang

a. EKG
Menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung, mendeteksi
transmisi implus dan posisi listrik jantung.
b. Pemeriksaan stress latihan
Di gunakan mengevaluasi respon jantung terhadap stress fisik.
Pemeriksaan fisik ini memberikan kebutuhan oksigen dan menentukan
keadekuatan darah koroner.
c. Pemeriksaan Elektrofisiologis (PEF)
Pengukuran invasive aktivitas listrik.
d. Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi ;
pemeriksaan fungsi paru, analisis gas darah (AGD) dan menentukan
kontraksi miokard dan aliran darah. Ekokardigraf dan angiograf
digunakan untuk menentukan kontraksi miokard dan aliran darah.
7. Penatalaksanaan Terapi Oksigenasi
Muttaqin (2005) menyatakan bahwa indikasi utama pemberian
terapi O2 sebagai berikut :
a. Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah
b. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon
terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya
pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan.
c. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha
untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa
jantung yang adekuat.
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 teknik:
1) Sistem aliran rendah
Teknik sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi
udara ruangan. Teknik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi
tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal pasien.
Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang
memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola
pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml
dengan kecepatan pernafasan 16 20 kali permenit (Harahap, 2005).

Yang termasuk dalam sistem aliran rendah yaitu kataeter nasal,


kanula nasal, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan
kantong rebreathing, sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
a. Kateter nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan
pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara,
murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter
penghisap. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih
dari 45%, tehnik memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula
nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput
lendir nasofaring, aliran lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri
sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat
(Harahap, 2005).
b. Kanul nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
mudah memasukkan kanul dibanding kateter, klien bebas makan,
bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien. Kerugian tidak dapat
memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila
klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya
1 cm, mengiritasi selaput lender (Harahap, 2005).
c. Sungkup muka sederhana
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 5-8. Keuntungan
konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula
nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan
sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi
aerosol. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang
dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO 2 jika aliran rendah
(Harahap, 2005).
d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lender. Kerugian Tidak dapat memberikan O2

konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan


penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat (Harahap, 2005).
e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan
konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak
mengeringkan selaput lendir.

Kerugian kantong O2 bisa terlipat

(Harahap, 2005).
2) Sistem aliran tinggi
Suatu teknik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak
dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan teknik ini dapat
menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat dan teratur. Adapun
contoh teknik sistem aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan
ventury. Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang
dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup kemudian dihimpit
untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif, akibat
udara luar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih
banyak. Aliran udara pada alat ini 414 L/mnt dan konsentrasi 30
55% (Harahap, 2005).
Selain pemberian oksigenasi, ada beberapa cara untuk memenuhi
kebutuhan oksigen, yaitu :
1. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindak keperawatan
yang terdiri atas perkusi, vibrasi dan postural drainage.
a. Perkusi
Disebut juga clapping adalah pukualn kuat, bukan berarti sekuatkuatnya, pada dinding dada dan punggung dengan tangan dibentuk
seperti mangkuk. Tujuannya, secara mekanik dapat melepaskan
sekret yang melekat pada dinding bronkhus.
Prosedur:
1. Tutup area yang akan dilakkan perkusi dengan handuk atau
pakaian untuk mengurangi ketidaknyamanan.
2. Anjurkan klien tarik napas dalam dan
meningkatkan relaksasi

lambat

untuk

3. Perkusi pada tiap segmen paru selama 1-2 menit


4. Perkusi tidak boleh dilakukan pada daerah dengan struktur yang
mudah cedera seperti : mammae, sternum dan ginjal.
b. Vibrasi
Getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan perawat
yang

diletakkan

datar

pada

dinding

dada

klien.

Tujuannya, vibrasi digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan


turbulensi udara ekspirasi dan melepaskan mukus yang kental.
Sering dilakukan bergantian dengan perkusi.
Prosedur:
1. Letakkan telapak tangan, telapak tangan menghadap ke bawah
di area dada yang akan di drainage. Satu tangan diatas tangan
yang lain dengan jari-jari menempel bersama dan ekstensi. Cara
yang lain: tangan bisa diletakkan secara bersebelahan.
2. Anjurkan klien menarik napas dalam melalui hidung dan
menghembuskan napas secara lambat lewat mulut atau pursed
lips.
3. Selama masa ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan
lengan dan gunakan hampir semua tumit tangan. Getarkan
(kejutkan) tangan keaarh bawah. Hentikan getaran jika klien
melakukan inspirasi.
4. Setelah tiap kali vibrasi, anjurkan klien batuk dan keluarkan
sekret ke dalam tempat sputum.
c. Postural drainage
Merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari
berbagai segmen paru-paru dengan menggunakan pengaruh gaya
gravitasi. Waktu yang terbaik utnuk melakukannya yaitu sekitar 1
jam sebelum sarapan pagi dan sekitar 1 jam sebelum tidur pada
malam hari. Postural drainage harus lebih sering dilakukan apabila
lendir klien berubah warnanya menjadi kehijauan dan kental atau
ketika klien menderita demam.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan postural drainage
yaitu:
1. Batuk 2 atau 3 kali berurutan setelah setiap kali berganti posisi
2. Minum air hangat setiap hari sekitar 2 liter.

3. Jika harus menghirup bronkodilator, lakukanlah 15 menit


sebelum melakukan postural drainage
4. Lakukan latihan napas dan latihan lain yang dapat membantu
mengencerkan lendir.
d. Napas dalam dan batuk efektif
Napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri dari atas
pernapasan abdominal (diafragma) dan purse lips breathing.
Prosedur:
1. Atur posisi yang nyaman
2. Fleksikan lutut klien untuk merelaksasikan otot abdomen
3. Tempatkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tepat dibawah tulang
iga
4. Tarik napas dalam melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup.
Hitung samapi 3 selama inspirasi
5. Hembuskan udara lewat bibir seperti meniup (purse lips
braething) secara perlahan-lahan
e. Batuk efektif
Yaitu latihan batuk untuk mengeluarkan sekret.
Prosedur:
1. Tarik napas dalam lewat hidung dan tahan napas untuk beberapa
detik
2. Batukkan 2 kali. Pada saat batuk tekan dada dengan bantal.
Tampung sekret pada sputum pot.
3. Hindari penggunaan waktu yang lama selama batuk karena dapat
menyebabkan fatigue dan hipoksia.
f. Suctioning (pengisapan lendir)
Pengisapan lendir (suction) merupakan tindakan pada pasien yang
tidak mampu mengeluarkan sekret atau lendir secara sendiri.
Tindakan tersebut dilakukan untuk membersihkan jalan napas dan
memenuhi kebutuhan oksigenasi.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah :
a. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan,
adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan
dengan oksigen.
b. Pola metabolik-nutrisi

Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi


karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang kurang gizi,
mengalami kelemahan otot pernafasan.
c. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi),
perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi)
d. Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi
kebutuhan oksigenasi

seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan

oksigen yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki


peningkatan aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen.
e. Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat.
f. Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien
terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan
pasien.
g. Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang mempengaruhi

oksigenasi

seseorang

(pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap diri


sendiri (gemuk/ kurus).
h. Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki
kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.
i. Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji
j. Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang mempengaruhi ke oksigenasi.
k. Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya
1)
2)
3)
4)

pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.


Riwayat Kesehatan
Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada.
Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.
Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI, ISPA,

batuk.
5) Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran: kesadaran menurun
b. TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
c. Head to toe

1. Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis


(karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie ( karena emboli
atau endokarditis)
2. Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan
mengerutkan mulut
3. Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
4. Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara
dada kanan dan kiri, suara nafas tidak normal.
5. Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan cepat
(tacypnea), pernafasan lambat (bradypnea)
6) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa gas
darah arteri dan pemeriksaan diagnostik foto thorak, EKG
2. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan
oksigenasi adalah:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Gangguan pertukaran gas
3. Ketidakefektifan pola nafas

3. Rencana asuhan keperawatan (NOC dan NIC)


DIAGNOSA
NOC
Ketidakefektifan Setelah dilakukan
bersihan jalan
tindakan keperawatan
napas
3x24 jam, kepatenan
jalan nafas, dengan
Kriteria Hasil :
kriteria hasil:
- Tidak ada
a. Tidak mengalami
batuk
demam (5)
- Suara nafas
b. Tidak mengalami
tambahan
kecemasan (5)
- Perubahan
c. Tidak tersedak (5)
frekuensi
d. Memiliki RR dalam
napas
batas normal (4)
- Perubahan
e. Memiliki irama
irama
pernafasan yang
pernafasan
normal (4)
- Sianosis
f. Mampu
- Kesulitan
mengeluarkan
berbicara
sputum dari jalan
- Penurunan
nafas (4)
bunyi napas
g. Bebas dari suara
- Dispnea
nafas tambahan(4)
- Sputum dalam
jumlah
berlebihan
- Batuk yang
tidak efektif
- Ortopnea
- Gelisah
- Mata terbuka
lebar

NIC
NIC: Airway suctioning
a. Tentukan kebutuhan suction oral dan
atau trakheal
b. Auskultasi suara nafas sesudah dan
sebelum melakukansuction
c. Informasikan kepada klien dan
keluarga tentang suction
d. Gunakan universal precaution
(maskeR, sarungtangan)
e. Pasang
nasal
kanul
selama
dilakukan suction
f. Monitor status oksigen pasien
(tingkat SaO2 dan SvO2) dan status
hemodinamik (tingkat MAP [mean
arterial pressure] dan irama jantung)
segera
sebelum,
selama
dan
setelah suction
g. Perhatikan tipe dan jumlah sekresi
yang dikumpulkan

Gangguan
pertukaran gas

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
3x24 jam, status
respiratori: pertukaran
gas dengan indikator:
1.
Status mental
dalam batas normal (5)
2.
Dapat melakukan
napas dalam (5)
3.
Tidak terlihat
sianosis (5)
4.
Tidak mengalami
somnolen (4)
5.
PaO2 dalam
rentang normal (4)
6.
pH arteri normal
(4)
7.
ventilasi-perfusi
dalam kondisi seimbang
(4)

NIC: Airway management


a. Posisikan
klien
untuk
memaksimalkan potensi ventilasinya.
b. Identifikasi kebutuhan klien akan
insersi jalan nafas baik aktual maupun
potensial.
c. Lakukan terapi fisik dada
d. Auskultasi suara nafas, tandai area
penurunan atau hilangnya ventilasi
dan adanya bunyi tambahan
e. Monitor status pernafasan dan
oksigenasi, sesuai kebutuhan

Ketidakefektifan Setelah dilakukan


pola nafas
tindakan keperawatan
3x24 jam, status
Kriteria Hasil :
respirasi: ventilasi
- Penggunaan
dengan indikator:
otot bantu
a. Respiratory Rate (5)
pernafasan
b. Ekspansi dinding
- Pernafasan
dada simetris (5)
cuping hidung c. Mampu melakukan
- Fase ekspirasi
inspirasi dalam (5)
memanjang
d. Tidak mengalami

NIC: Respiratory monitoring


a. Monitor rata-rata, irama, kedalaman
dan usaha respirasi
b. Perhatikan pergerakan dada, amati
kesemetrisan, penggunaan otot-otot
aksesoris,
dan
retraksi
otot
supraklavikuler dan interkostal
c. Monitor pola pernafasan: bradipneu,
takipneu,
hiperventilasi,
respirasiKussmaul, respirasi CheyneStokes

Kriteria Hasil :
- Gas darah
arteri normal
- pH arteri
normal
- Pernafasan
abnormal
(kecepatan,
irama dan
kedalaman)
- Warna kulit
abnormal
(pucat,
kehitaman,
kebiruan)
- Diaphoresis
- Sakit kepala
saat bangun
- Hipoksia
- Hipoksemia
- Nafas cuping
hidung
- Gelisah
- Somnolen
- Takikardi

Hiperventilasi
Ansietas
Ortopnea

dispnea (5)
d. Monitor
peningkatan
e. Tidak mengalami
ketidakmampuan
istirahat,
ortopnea (5)
kecemasan,
dan
haus
udara,
f. Auskultasi bunyi
perhatikan perubahan pada SaO2,
nafas dalam rentang
SvO2, CO2 akhir-tidal, dan nilai gas
normal (5)
darah arteri (AGD), dengan tepat
e. Monitor kualitas dari nadi
f. Monitor
suhu,
warna,
dan
kelembaban kulit.

DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba
Medika
Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi).
Yogyakarta: Euko Jambusari No 7A.
Brunner &Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Harahap. (2005). Oksigenasi Dalam Suatu Asuhan Keperawatan. Jurnal
Keperwatan. Sumatera Utara Volume 1.

Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing Outcame


Clasification. Philadelphia: Mosby.
Muttaqin. (2005). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Potter dan perry. (2005). Fundamental Keperawatan. Edisi 4 vol. 2. Jakarta: EGC.
Saifudin. (2009). Fisiologi Organ Tubuh Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
Wartonah dan Tarwoto. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia & Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

You might also like