You are on page 1of 20

BAB I.

PENDAHULUAN
Gonore merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri diplokokus
gram negatif Neisseria honorhoeae yang menginfeksi lapisan uretra bagian dalam, leher
rahim, rektum, tenggorokan, dan konjungtiva. Penyebaran gonore dalam tubuh bisa melalui
aliran darah terutama kulit dan persendian. Pada wanita, gonore bisa menjalar ke saluran
kelamin kemudian menginfeksi selaput yang ada di dalam pinggul sehingga menimbulkan
nyeri pinggul dan gangguan reproduksi. Penularan gonore selain ditularkan dengan cara
berhubungan seksual yaitu genito-genital, oro-genital, dan ano-genital, Akan tetapi dapat juga
ditularkan secara manual melalui barang perantara yang sudah dipakai oleh penderita seperti
pakaian terutama pakaian dalam, haduk, termometer, dan sebagainya. Oleh karena itu secara
garis besar dikenal gonore genital dan gonore ekstragenital. Pada pengobatannya terjadi pula
perubahan karena sebagian disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang telah resisten
terhadap penisilin disebut Penicillinase Producing Neisseria gonorrhoeae (P.P.N.G). Kuman
ini meningkat di banyak negeri termasuk di Indonesia.1,2
Penyakit ini tersebar hampir secara eksklusif oleh aktivitas seksual, meskipun bayi baru
lahir dapat terinfeksi oleh eksposur selama proses kelahiran. Meskipun semua kelompok
umur rentan, infeksi lebih menonjol dalam 15 sampai 35 tahun kelompok usia. Di antara
perempuan pada tahun 2000, 15 sampai 19 tahun memiliki insiden tertinggi (715,6 /
100.000), sementara di kalangan pria, 20 sampai 24 tahun memiliki tingkat tertinggi (589,7 /
100.000).3

BAB II. PEMBAHASAN


II.1. Definisi
Gonore dalam arti luas mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae.1
II.2. Epidemiologi
Lebih dari 700.000 orang dilaporkan mendapatkan infeksi gonore baru di Amerika Serikat
setiap tahun. Tingkat dari infeksi baru ini menurun setelah implementasi dari program kontrol
gonore nasional di Amerika Serikat pada pertengahan 1970-an yaitu program skrining yang
telah dilaksanakan segera, di tempat, pengobatan single dose, bila diperlukan. Praktek sex
aman sebagai respon dari Human Immunodefiency Virus (HIV) epidemik juga dapat
merupakan faktor kontribusi pada penurunan infeksi gonore baru. Tingkat paling tinggi dari
infeksi gonore yang dilaporkan diantara remaja yang aktif secara seksual, dewasa muda, dan
Afrika Amerika. Perbedaan pada ras merupakan multifaktor dan dapat karena perbedaan
terhadap kemudahan akses ke petugas kesehatan, kurangnya penggunaan dari sumber daya
yang ada, lingkungan tempat tinggal yang ramai, dan partner seksual tertentu. Faktor risiko
untuk mendapatkan infeksi gonore baru termasuk partner seksual baru atau banyak, umur
muda, status belum menikah, etnis minor, penyalahgunaan zat, tingkat sosioekonomis dan
edukasi rendah, dan infeksi sebelumnya.4
Secara umum, sejak 1980, tingkat prevalensi diantara pria dan wanita setara. Tingkat
tertinggi pada wanita adalah yang berumur antara 15 dan 19 tahun dan pada pria antara umur
20 dan 24 tahun. Tingkat yang lebih tinggi dari infeksi baru diantara pria yang melakukan
hubungan seksual dengan pria telah dilaporkan baru-baru ini di kota-kota besar.4
Insidensi tertinggi terjadi di negara berkembang. Di Sumatera Selatan Balai
Besar Laboratorium Kesehatan Palembang bekerjasama dengan Klinik Khusus Infeksi
Menular Seksual (IMS) Lembaga Graha Sriwijaya Palembang melakukan survey Kultur
dan Resistensi N.gonorrhoeae terhadap 1000 wanita pekerja seks (WPS) di wilayah
Sumatera Selatan (Palembang, Prabumulih, Lubuk Linggau dan Sungai Lilin MUBA) pada
tahun 2006. Dari 1000 WPS yang dilakukan kultur swabendoserviks 20,3% positif N.
Gonorrhoeae. Persentase resistensi penisilin adalah 94,1%, tetracycline 98%, ciprofloxacine
68,5%, ofloxacine 61,6%, ceftriaxone 52,7%, kanamycine 33,5%.
2

II.3. Etiologi
Penyebab gonore adalah gonokok yang ditemukan oleh Albert Ludwig Sigismund
Neisser pada tahun 1879 dan baru diumumkan pada tahun 1882. Kuman tersebut termasuk
dalam grup Neisseria dan dikenal ada 4 spesies, yaitu N.gonorrhoeae dan N.Meningitidis
yang bersifat patogen. Kemudian 2 spesies lainnya yang bersifat komensel diantaranya adalah
N. catarrhalis dan N. pharyngis sicca. Keempat spesies dari grup neisseria ini sukar untuk
dibedakan kecuali dengan menggunakan tes fermentasi.1,4
Gonokok termasuk golongon diplokok berbentuk biji kopi berukuran lebar 0,8 u dan
panjang 1,6 u, bersifat tahan asam. Pada sediaan langsung dengan pewarnaan Gram bersifat
Gram negatif, terlihat di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat
mati dalam keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39oC, dan tidak tahan cat desinfektan.
Secara morfologik gonokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili
yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan bersifat nonvirulen.
Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi radang.
Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah dengan mukosa epitel kuboid atau
lapis gepeng yang belum berkembang (immature), yakni pada vagina wanita sebelum
pubertas.1

II.4. Patofisiologi
Bakteri Neisseria gonorrhoeae merupakan bakteri diplokokus aerobic gram negatif.
Patogenesis melibatkan penempelan ke sel epitel kolumnar melalui pili atau fimbriae. Tempat
penempelan paling umum termasuk sel mukosa dari traktus urogenital pria dan wanita.
Protein membran luar, Pili dan Opa (protein opacity-associated), dengan bantuan bakteria
saat penempelan dan invasi lokal. Invasi dimediasi oleh adhesion dan sfingomyelinase, yang
berkontribusi

pada

proses

endositosis.

Strain

gonokokal

tertentu

memproduksi

immunoglobulin A protease yang membelah rantai immunoglobulin manusia dan memblok


respon imun bakterisidal host. Ketika sudah didalam sel, organisme melakukan replikasi dan
dapat tumbuh pada keadaan aerob dan anaerob. Setelah invasi sel, organisme bereplikasi dan
berproliferasi secara lokal, menginduksi respon inflamasi. Diluar sel, bakteria rentan terhadap
perubahan temperature, sinar ultraviolet, kekeringan, dan perubahan lingkungan lainnya.
Membran luar berisi endotoksin lipooligosakarida, yang dilepaskan bakteria ketika periode
3

pertumbuhan dan berkontribusi pada patogenesisnya pada infeksi diseminata. Keterlambatan


pada pemberian antibiotik yang tepat, perubahan fisiologis pada daya tahan host, resistensi
pada respon imun, dan strain bakteria yang sangat virulen berkontribusi pada penyebaran
hematogen dan infeksi diseminata. Manusia merupakan satu-satunya host alami
N.gonorrhoeae.4
II.5. Gejala Klinis dan Komplikasi
Masa tunas sangat singkat, pada pria umumnya bervariasi Antara 2-5 hari, kadangkadang lebih lama dan hal ini disebabkan karena penderita telah mengobati diri sendiri, tetapi
dengan dosis yang tidak cukup atau gejala sangat samar sehingga tidak diperhatikan oleh
penderita. Dan sebagian besar infeksi menjadi simptomatik setelah minggu ke 2, Pada wanita
masa tunas sulit ditentukan karena pada umumnya asimtomatik.1
Gambaran klinis dan komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan
anatomi dan faal genitalia. Berikut ini dicantumkan infeksi pertama dan komplikasi, baik
pada pria maupun pada wanita.
Pada Pria
Infeksi Pertama
Urethritis

Komplikasi
Lokal:
Tysonitis
Parauretritis
Littritis
Cowperitis
Ascendens:
Prostatitis
Vesikulitis
Vas deferentitis / funkulitis
Epididimitis
Trigonitis

Tabel 1. Komplikasi pada pria

Infeksi pertama
Uretritis

Lokal :

Servisitis

Asendens:

Pada Wanita
Komplikasi
Parauretritis
Bartholinitis
Salpingitis
P.I.D (Pelvic Inflammatory Disease) / Penyakit
Radang Pinggul (PRP)

Tabel 2. Komplikasi pada wanita


Komplikasi diseminata pada pria dan wanita dapat berupa:
4

Artritis
Miokarditis
Endocarditis
Pericarditis
Meningitis
Dermatitis

Kelainan yang timbul akibat hubungan kelamin selain cara genito-genital, pada pria dan
wanita dapat beripa orofaringitis, proktitis, dan konjungtivitis.1

1. Pada Pria
-

Uretritis

Yang paling sering dijumpai adalah urethritis anterior akuta dan dapat menjalar ke
proksimal, selanjutnya mengakibatkan komplikasi lokal, asendens, dan diseminata. Keluhan
subyektif berupa rasa gatal, panas di bagian distal uretra di sekitar orifisium uretra eksternum,
kemudian disusul dysuria, polakisuria, keluar duh tubuh dari ujung uretra yang kadangkadang disertai darah, dan disertai perasaan nyeri pada waktu ereksi.
Pada pemeriksaan tampak orifisium uretra eksternum eritematosa, edematosa, dan
ektropion. Tampak pula duh tubuh yang mukopurulen, dan pada beberapa kasus dapat terjadi
pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral atau bilateral.
-

Tysonitis

Kelenjar Tyson ialah kelenjar yang menghasilkan smegma. Infeksi biasanya terjadi pada
penderita dengan preputium yang sangat panjang dan kebersihan yang kurang baik. Diagnosis
dibuat berdasarkan ditemukannya butir pus atau pembengkakan pada daerah frenulum yang
nyeri tekan. Bila duktus tertutup akan timbul abses dan merupakan sumber infeksi laten.
-

Parauretritis

Sering pada orang dengan orifisium uretra eksternum terbuka atau hipospadia. Infeksi
pada duktus ditandai dengan butir pus pada kedua muara parauretra.
-

Littritis

Tidak ada gejala khusus, hanya pada urin ditemukan benang-benang atau butir-butir. Bila
salah satu saluran tersumbat, dapat terjadi abses folikular. Didiagnosis dengan uretroskopi.
5

Cowperitis

Bila hanya duktus yang terkena biasanya tanpa gejala. Kalau infeksi terjadi pada kelenjar
Cowper dapat terjadi abses. Keluhan berupa nyeri dan adanya benjolan pada daerah perineum
disertai rasa penuh dan panas, nyeri pada waktu defekasi, dan dysuria. Jika tidak diobati
abses akan pecah melalui kulit perineum, uretra, atau rectum dan mengakibatkan proktitis.
-

Prostatitis

Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak pada daerah perineum dan
suprapubis, malese, demam, nyeri kencing sampai hematuria, spasme otot uretra sehingga
terjadi retensi urin, tenesmus ani, sulit buang air besar, dan obstipasi.
Pada pemeriksaan teraba pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal, nyeri tekan, dan
didapatkan fluktuasi bila telah terjadi abses. Jika tidak diobati, abses akan pecah, masuk ke
uretra posterior atau ke arah rectum mengakibatkan proktitis.
Bila prostatitis menjadi kronik, gejalanya ringan dan intermiten, tetapi kadang-kadang
menetap. Terasa tidak enak pada perineum bagian dalam dan rasa tidak enak bila duduk
terlalu lama. Pada pemeriksaan prostat terasa kenyal, berbentuk nodus, dan sedikit nyeri pada
penekanan. Pemeriksaan dengan pengurutan prostat biasanya sulit menemukan kuman
diplokok atau gonokok.
-

Vesikulitis

Vesikulitis ialah radang akut yang mengenal vesikula seminalis dan duktus ejakulatoris,
dapat timbul menyertai prostatitis akut atau epididimitis akut. Gejala subyektif menyerupai
gejala prostatitis akut, berupa demam, polakisuria, hematuria terminal, nyeri pada waktu
ereksi atau ejakulasi, dan spasme mengandung darah.
Pada pemeriksaan melalui rektum dapat diraba vesikula seminalis yang membengkak dan
keras seperti sosis, memanjang di atas prostat. Ada kalanya sulit menentukan batas kelenjar
prostat yang membesar.
-

Vas deferentitis atau funikulitis

Gejalaberupa perasaan nyeri pada daerah abdomen bagian bawah pada sisi yang sama.
-

Epididimitis

Epididimitis akut biasanya unilateral, dan setiap epididimitis biasanya disertai


deferentitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya epididimitis ini adalah trauma pada
uetra posterior yang disebabkan oleh salah penanganan atau kelalaian penderita sendiri.
Faktor yang mempengaruhi keadaan ini Antara lain irigasi yang terlalu sering dilakukan,
cairan irrigator terlalu panas atau terlalu pekat. Instrumentasi yang kasar, pengurutan prostat
yang berlebihan, atau aktivitas seksual dan jasmani yang berlebihan.
Epididimitis dan tali spermatika membengkak dan teraba panas, juga testis, sehingga
menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan terasa nyeri sekali. Bila mengenai kedua
epididymis dapat mengakibatkan sterilitas.
-

Trigonitis

Infeksi asendens dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika urinaria. Trigonitis
menimbulkan gejala polyuria, disuria terminal, dan hematuria.
2. Pada Wanita
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dengan pria. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin pria dan wanita. Pada wanita,
baik penyakitnya akut maupun kronik, gejala subyektif jarang ditemukan dan hampir tidak
pernah didapati kelainan obyektif. Pada umumnya wanita datang kalau sudah ada komplikasi.
Sebagian besar penderita ditemukan pada waktu pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan
keluarga berencana.
Di samping itu wanita mengalami tiga masa perkembangan:
a. Masa prapubertas: epitel vagina dalam keadaan belum berkembang (sangat tipis),
sehingga dapat terjadi vaginitis gonore.
b. Masa reproduktif: lapisan selaput lendir vagina menjadi matang, dan tebal dengan
banyak glikogen dan basil Dderlein. Basil Dderlein akan memecahkan glikogen
sehingga suasana menjadi asam dan suasana ini tidak menguntungkan untuk
tumbuhnya kuman gonokok.
c. Masa menopause: selaput lendir vagina menjadi atrofi, kadar glikogen menurun, dan
basil Dderlein juga berkurang, sehingga suasana asam berkurang dan suasana ini
menguntungkan untuk pertumbuhan kuman gonokok, jadi dapat terjadi vaginitis
gonore.
7

Pada mulanya hanya serviks uteri yang terkena infeksi. Duh tubuh yang mukopurulen dan
mengandung banyak gonokok mengalir ke luar dan menyerang uretra, duktus parauretra,
kelenjar bartholin, rektum, dan dapat juga naik sampai pada daerah kandung telur.
-

Urethritis

Gejala utama ialah disuria, kadang-kadang polyuria. Pada pemeriksaan, orifisium uretra
eksternum tampak merah, edematosa dan ada sekret mukopurulen.
-

Parauretritis / Skenitis

Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang terjadi.


-

Servisitis

Dapat asimtomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada punggung bawah. Pada
pemeriksaan, serviks tampak merah dengan erosi dan sekret mukopurulen. Duh tubuh akan
terlihat lebih banyak, bila terjadi servisitis akut atau disertai vaginitis yang disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis.
-

Bartholinitis

Labium mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan nyeri tekan. Kelenjar
Bartholin membengkak, terasa nyeri sekali bila penderita berjalan dan penderita sukar duduk.
Bila saluran kelenjar tersumbat dapat timbul abses dan dapat pecah melalui mukosa atau
kulit. Kalau tidak diobati dapat menjadi rekuren atau menjadi kista.

Salpingitis

Peradangan dapat bersifat akut, subakut atau kronis. Ada beberapa faktor predisposisi,
yaitu:
o Masa puerperium (nifas)
o Dilatasi setelah kuretase
o Pemakaian IUD, tindakan AKDR (alat kontrasepsi dalam Rahim).

Cara infeksi langsung dari serviks melalui tuba falopii sampai pada daerah salping dan
ovarium sehingga dapat menimbulkan penyakit radang panggul (PRP). Infeksi PRP ini dapat
menimbulkan kehamilan ektopik dan sterilitas. Kira-kira 10% wanita dengan gonore akan
berakhir dengan PRP. Gejalanya terasa nyeri pada daerah abdomen bawah, duh tubuh vagina,
disuria, dan menstruasi yang tidak teratur atau abnormal.
Harus dibuat diagnosis banding dengan beberapa penyakit lain yang menimbulkan gejala
hampir sama, misalnya: kehamilan di luar kandungan, apendisitis akut, abortus septik,
endrometriosis, ileitis regional, dan diverkulitis. Untuk menegakkan diagnosis dapat
dilakukan pungsi kavum douglas dan dilanjutkan kultur atau dengan laparoskopi
mikroorganisme.
Selain mengenai alat-alat genital, gonore juga menyebabkan infeksi nongenital yang aka
diuraikan berikut ini:
o Proktitis
Proktitis pada pria dan wanita pada umumnya asimtomatik. Pada wanita dapat terjadi
karena kontaminasi dari vagina dan kadang-kadang karena hubungan genitoanal seperti
pada pria. Keluhan pada wanita biasanya leih ringan daripada pria, terasa seperti terbakar
pada daerah anus dan pada pemeriksaan tampak mukosa eritematosa, edematosa, dan
tertutup pus mukopurulen.
o Orofaringitis
Cara infeksi melalui kontak secara orogenital. Faringitis dan tonsillitis gonore lebih sering
daripada gingivitis, stomatitis, atau laryngitis. Keluhan sering bersifat asimptomatik. Bila
ada keluhan sukar dibedakan dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan kuman lain.
Pada pemeriksaan daerah orofaring tampak eksudat mukopurulen yang ringan atau
sedang.
o Konjungtivitis
Penyakit ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dari ibu yang menderita servisitis
gonore. Pada orang dewasa infeksi terjadi karena penularan pada konjungtiva melalui
tangan atau alat-alat. Keluhannya berupa fotofobi, konjungtiva bengkak dan merah dan
keluar eksudat mukopurulen. Bila tidak diobati dapat berakibat terjadinya ulkus kornea,
panoftalmitis sampai timbul kebutaan.
9

o Gonore diseminata
Kira-kira 1% kasus gonore akan berlanjut menjadi gonore diseminata. Penyakit ini
banyak didapat pada penderita dengan gonore asimptomatik sebelumnya, terutama pada
wanita. Gejala yang timbul dapat berupa: artritis (terutama monoartritis), miokarditis,
endocarditis, pericarditis, meningitis, dan dermatitis.

II.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan
pembantu yang terdiri atas 5 tahapan.1
A. Sediaan langsung
Pada sediaan langsung dengan pewarnaan gram akan ditemukan gonokok negatifgram, intraselular dan ekstraseluler. Bahan duh tubuh pada pria diambil dari daerah
fosa navikularis, sedangkan pada wanita diambil dari uretra, muara kelenjar bartholin,
serviks, dan rektum.
B. Kultur
Untuk identifikasi perlu dilakukan pembiakan (kultur). Dua macam media yang dapat
digunakan:
1. Media transport
2. Media pertumbuhan
Contoh media transport:
o Media stuart
Hanya untuk transport saja, sehingga perlu ditanam kembali pada media
pertumbuhan.
o Media transgrow
Media ini selektif dan nutritif untuk N.gonorrhoeae dan N.meningitidis; dalam
perjalanan dapat bertahan hingga 96 jam dan merupakan gabungan media
transport dan media pertumbuhan, sehingga tidak perlu ditanam pada media
10

pertumbuhan. Media ini merupakan modifikasi media Thayer Martin dengan


menambahkan trimethoprim untuk mematikan Proteus spp.
Contoh media pertumbuhan:
o Mc Leods chocolate agar
Berisi agar coklat, agar serum, dan agar hidrokel. Selain kuman gonokok,
kuma-kuman yang lain juga dapat tumbuh.
o Media Thayer Martin
Media ini selektif untuk mengisolasi gonokok. Mengandung vankomisin untuk
menekan pertumbuhan kuman positif-gram, kolestrimetat untuk menekan
pertumbuhan bakteri negatif-gram, dan nistatin untuk menekan pertumbuhan
jamur.
o Modified Thayer Martin agar
Isinya ditambah dengan trimethoprim untuk mencegah pertumbuhan kuman
proteus spp.
C. Tes definitif
1. Tes oksidasi
Reagen oksidasi yang mengandung larutan tetrametil-p-fenilendiamin hidroklorida
1% ditambahkan pada koloni gonokok tersangka. Semua Neisseria memberi reaksi
positif dengan perubahan warna koloni yang semula bening berubah menjadi merah
muda sampai merah lembayung.
2. Tes fermentasi
Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai glukosa, maltose, dan
sukrosa. Kuman gonokok hanya meragikan glukosa.
D. Tes beta-laktamase
Pemeriksaan beta-laktamase dengan menggunakan cefinase TM disc. BBL 961192
yang mengandung chromogenic cephalosporin, akan menyebabkan perubahan warna
dari kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim beta-laktamase
11

E. Tes Thomson
Tes Thomson ini berguna untuk mengetahui sampai di mana infeksi sudah
berlangsung. Dahulu pemeriksaan ini perlu dilakukan karena pengobatan pada waktu
itu ialah pengobatan setempat.
Pada tes ini ada syarat yang perlu diperhatikan:
o Sebaiknya dilakukan setelah bangun pagi
o Urin dibagi dalam dua gelas
o Tidak boleh menahan kencing dari gelas I ke gelas II
Syarat mutlak ialah kandung kencing harus mengandung air seni paling sedikit 80100ml, jika air seni kurang dari 80ml, maka gelas II sukar dinilai karena baru
menguras uretra anterior.
Gelas I

Gelas II

Arti

Jernih

Jernih

Tidak ada infeksi

Keruh

Jernih

Infeksi urethritis anterior

Keruh

Keruh

Panuretritis

Jernih

Keruh

Tidak mungkin

Tabel 3. Hasil pembacaan:


Jenis

Sensitivitas

Spesifisitas

Uretra

90-95

95-99

Endoserviks

45-65

90-99

Uretra

94-98

>99

+/-

Endoserviks

85-95

>99

+/-

pemeriksaan
Gram:

Kultur:

A: Klinik luar rumah sakit/praktek pribadi


B: Klinik rumah sakit dengan fasilitas laboratorium terbatas
C: Riset laboratorium lengkap
12

Tabel 4. Rekomendasi Pemeriksaan Laboratorium


II.7. Diagnosis Banding
1. Non gonore Uretritis : Ditandai dengan disuria, sering dengan keluarnya cairan dari
uretra atau frekuensi kencing, dan dengan tidak adanya N. gonorrhoeae, masa inkubasi
lebih lama, onset yang kurang akut, dan keluarnya cairan dari uretra hanya sedikit sekali
kali, cairan tidak jelas, rasa tidak nyaman atau nyeri hanya pada uretra.5
2. Trichomonas vaginalis infeksi. Pada wanita biasanya muncul sebagai eksudat, warna
kekuning kunigan, berbusa, bau tidak enak, dinding vagina tampak kemerahan dan
sembab. Pada laki laki gejalanya berupa disuria, poliuria dan sekret uretra mukoid dan
mukopurulen, urin biasanya jernih dan kadang kadang ada benang benang halus.1,5
II.8. Pengobatan
Pada pengobatan yang perlu diperhatikan adalah efektivitas, harga, dan sesedikit mungkin
efek toksiknya. Dulu ternyata pilihan utama ialah penisilin + probenisid, kecuali di daerah
yang tinggi insidens Neisseria gonorrhoeae Penghasil Penisilinase (N.G.P.P). secara
epidemiologis pengobatan yang dianjurkan adalah obat dengan dosis tunggal. Macam-macam
obat yang dapat dipakai antara lain:1
-

Penisilin
Yang efektif ialah penisilin G prokain akua. Dosis 4,8 juta unit + 1 gram probenisid.
Angka kesembuhan pada tahun 1991 ialah 91,2%. Di RSCM 3 juta unit + 1 gram
probenisid. Obat tersebut dapat menutupi gejala sifilis. Kontraindikasinya ialah alergi
penisilin. Mengingat tingginya kasus gonore dengan strain NGPP dan juga dengan
tingginya tingkat resistensi terhadap strain non NGPP, maka pada saat ini pemakaian
penisilin tidak dianjurkan lagi

Ampisilin dan amoksisilin


Ampisilin dosisnya ialah 3,5 gram + 1 gram probenisid, dan amoksisilin 3 gram + 1
gram probenisid. Angka kesembuhan pada tahun 1987 hanya 61,4%, sehingga tidak
dianjurkan. Suntikan ampisilin tidak dianjurkan. Kontraindikasinya ialah alergi
penisilin. Untuk daerah dengan Neisseria gonorrhoeae Penghasil Penisilinase
(N.G.P.P) yang tinggi, ampisilin, dan amoksisilin juga tidak dianjurkan.

Sefalosporin
13

Seftriakson (generasi ke-3) cukup efektif dengan dosis 250mg i.m. sefoperazon
dengan dosis 0.50 sampai 1.00g secara intramuscular. Sefiksim 400mg per oral dosis
tunggal memberi angka kesembuhan >95%.
-

Spektinomisin
Dosisnya ialah 2 gram i.m. Baik, untuk penderita yang alergi penisilin, yang
mengalami kegagalan pengobatan dengan penisilin, dan terhadap penderita yang juga
tersangka menderita sifilis karena obat ini tidak menutupi gejala sifilis.

Kanamisin
Dosisnya 2 gram i.m. Angka kesembuhan pada tahun 1985 ialah 85%. Baik untuk
penderita yang alergi penisilin, gagal dengan pengobatan penisilin dan tersangka
sifilis.

Tiamfenikol
Dosisnya 3,5 gram, secara oral. Angka kesembuhan pada tahun 1988 ialah 97,7%.
Tidak dianjurkan pemakaiannya pada kehamilan.

Kuinolon
Dari golongan kuinolon, obat yang menjadi pilihan adalah ofloksasin 400mg,
siprofloksasin 250-500mg, dan norfloksasin 800mg secara oral. Angka kesembuhan
pada tahun 1992 untuk ofloksasin masih tinggi, yakni 100%. Mengingat pada
beberapa tahun terakhir ini resistensi terhadap siprofloksasin dan ofloksasin semakin
tinggi, maka golongan kuinolon yang dianjurkan adalah levoloksasin 250mg per oral
dosis tunggal.

II.8.1. Gonore yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae Penghasil Penisilinase


(N.G.P.P)
Pada permulaan tahun 1976 N.G.P.P. Ditemukan pertama kali di Timur Jauh, dan segera
setelah itu atau hampir bersamaan waktunya ditemukan di Amerika Serikat satu galur
Neisseria gonorrhoeae yang mampu membuat enzim penisilinase atau beta-laktamase yang
dapat merusak penisilin menjadi senyawa inaktif. Galur demikian dikenal sebagai P.P.N.G.
atau Penicillinase Producing Neisseria gonorrhoeae.
14

Gonore dengan galur Neisseria gonorrhoeae Penghasil Penisilinase (N.G.P.P). Ini sukar
diobati dengan penisilin dan derivatnya, walaupun dengan peninggian dosis. Disamping itu
harus dibedakan dengan gonokok yang resisten ringan terhadap antibiotik yang disebabkan
karena mutasi pada lokus. Resistensi ringan ini masih dapat diobati dengan penisilin dengan
cara peninggian dosis penisilin dan disebut resisten relatif.
Gejala klinis dan komplikasi gonore dengan galur N.G.P.P. ini tidak berbeda dengan
gonore biasa. Cara diagnostiknya ialah dengan melakukan tes iodometrik atau asidometrik
pada koloni yang tumbuh pada pembiakan.
-

Pengobatan

Obat-obat yang dapat digunakan untuk pengobatan gonore akibat galur N.G.P.P., ialah
kuinolon, spektinomisin, kanamisin, sefalosporin, dan tiamfenikol. Mengingat begitu
cepatnya peningkatan frekuensi galur N.G.P.P., kita harus waspada bahwa dalam jangka
waktu yang singkat akan ditemuka frekuensi galur N.G.P.P. yang lebih tinggi. Karena itu
pengobatan gonore denga penislin dan derivatnya perlu ditinjau lagi efektivitasnya
Penatalaksanaan urethritis gonore pada saat ini
Pada penatalaksanaan urethritis gonore, sebelumnya kita harus memperhatikan fasilitas
laboratorium yang ada untuk menemukan penyebabnya. Begitu juga dalam hal penatalaksaan
duh tubuh uretra, prinsipnya pertama kali ditujukan untuk urethritis gonore dan bila
kemudian ternyata ditemukan urethritis nongonore, maka pengobatannya baru dilaksanakan
setelah infeksi gonorenya teratasi. Oleh karena itu pada praktisnya perlu dibedakan antara ada
atau tidak adanya fasilitas pemeriksaan mikroskopis.
Gambar 1. Tidak ada fasilitas laboratorium

15

Gambar 2. Ada fasilitas laboratorium mikroskop

Gambar 3. Fasilitas laboratorium lengkap.

16

Di samping fasilitas pemeriksaan laboratorium, penatalaksanaan urethritis gonore ini juga


bergantung pada insidens galur NGPP. Akan tetapi bila kita melihat laporan Centers for
Disease Control (CDC). Pada tahun 1989, pola penatalaksanaan urethritis gonore mengalami
beberapa perubahan yang disebabkan oleh:
1. Tingginya insidens infeksi klamidia bersamaan dengan gonore (25-50%).
2. Tingginya insidens infeksi klamidia dan gonore disertai komplikasi.
3. Kesukaran teknik pemeriksaan klamidia.
4. Makin banyaknya laporan galur gonore yang resisten terhadap tetrasiklin.
5. Makin tingginya laporan galur NGPP.
Mengingat hal tersebut di atas, maka CDC (1989) menganjurkan agar pada pengobatan
urethritis gonore tidak digunakan lagi penisilin atau derivatnya, dan disamping itu diberikan
juga obat untuk urethritis non gonore (klamidia) secara bersamaan.1

II.8.2.Regimen pengobatan
17

10 persen sampai 30 persen orang dengan infeksi gonokokal memiliki koinfeksi dengan
Chlamydia. Oleh karena itu, terapi rutin ganda dengan doxycycline dan azithromycin telah
direkomendasikan dan menunjukkan lebih murah. Terapi ganda juga mengurangi
perkembangan resisten antimikroba pada bakteri. Akibat terjadinya peningkatan prevalensi
resistensi antimikroba, kuinolon sebaiknya tidak digunakan untuk infeksi di daerah
California, pulau Pasifik, termasuk Hawai, atau Asia. Pasien dengan DGI (Disseminated
Gonococcal Infection) mungkin butuh rawat inap karena septik arthritis, meningitis, atau
endocarditis. Regimen rekomendasi untuk DGI adalah seftriakson, 1g IM atau IV setiap 24
jam, berlanjut untuk 24 sampai 48 jam setelah didapatkan perbaikan. Pengobatan lalu diganti
dengan oral dengan antibiotik yang ada di bawah ini. Partner seksual juga harus mendapatkan
pengobatan yang sesuai.4
Pengobatan untuk infeksi gonokokal lokal, uncomplicated
-

Dosis tunggal untuk semuanya:


o Cefixime, 400 mg PO
o Ceftriaxone, 125 mg IM
o Ciprofloxacin, 500 mg
o Ofloxacin, 400 mg PO
o Levofloxacin, 250 mg PO

Pasien yang alergi terhadap sefalosporin atau kuinolon dapat ditangani dengan
spektinomisin, 2g pada dosis tunggal IM.

Pada terapi ganda untuk chlamydia, tambahkan:


o Azithromycin, 1g oral dosis tunggal
o Doxycycline, 100mg oral 2x/hari untuk 7 hari.

DGI (Disseminated Gonococcal Infection) membutuhkan pengobatan yang lebih lama


yang tampak pada tabel 5
Pengobatan untuk gonokokal meningitis harus mencakup seftriakson, 1 sampai 2g IV
setiap 12 jam untuk 10 sampai 14 hari
18

TABEL 5. Penatalaksanaan Infeksi Gonokokal Diseminata


Regimen rekomendasi
Ceftriaxone

1 g IM atau IV setiap 24 jam

Regimen alternatif
Cefotaxime

1 g IV setiap 8 jam

Atau
Ceftizoxime

1 g IV setiap 8 jam

Atau
Ciprofloxacin

400 mg IV setiap 12 jam

Atau
Ofloxacin

400 mg IV setiap 12 jam

Atau
Levofloxacin

250 mg IV/hari

Atau
Spectinomycin

1 g IM setiap 12 jam

Semua regimen diatas harus dilanjutkan untuk 24-48 jam setelah adanya perbaikan,
dimana terapi pada saat itu dapat diganti dengan salah satu regimen dibawah untuk
menuntaskan sedikitnya 1 minggu terapi antimikroba:
Cefixime

400 mg oral dua kali sehari

Atau
Ciprofloxacin

500 mg oral dua kali sehari

Atau
Ofloxacin

400 mg oral dua kali sehari

Atau
Levofloxacin
-

500 mg oral sekali sehari

Pengobatan untuk infeksi gonokokal pada neonatus


o Seftriakson, 25-50mg/kg/hari IV atau IM dosis tunggal setiap hari untuk 7
hari, dengan durasi 10-14 hari bila terdapat meningitis
o Atau sefotaksim, 25mg/kg IV atau IM setiap 12 jam untuk 7 hari, dengan
durasi 10-14 hari jika terdapat meningitis.
19

Gonokokal ophtalmia neonatorum harus diterapi dengan seftriakson, 25-50mg/kg IV


atau IM, tidak melebihi 125mg dalam dosis tunggal.

II.8.2.1. Kontraindikasi
Wanita yang hamil tidak boleh dirawat dengan tetrasiklin atau kuinolon karena adanya
kemungkinan merusak janin. Sefalosporin atau dosis tunggal spektinomisin 2g dapat
digunakan untuk infeksi gonokokal, dan aritromisin atau amoksisilin untuk chlamydia.4
II.9. Prognosis
Prognosis sangat baik bila infeksi ditangani lebih awal dengan antibiotik yang sesuai.
Sebelumnya infeksi gonokokal yang ditangani tidak mengurangi risiko reinfeksi. DGI
(Disseminated Gonococcal Infection) memiliki prognosis yang baik bila ditangani secara
tepat dan sebelum terjadi kerusakan permanen pada sendi atau organ timbul.4

20

You might also like