Tuberkulosis Paru 863
Pengobatan Tuberkulosis
Mutakhir 873
Tuberkulosis Peritoneal
88257118
TUBERKULOSIS PARU
Zulkifli Amin, Asril Bahar
PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi
kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia,
misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di
deerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan
adanya penemuan kerusakan tulang vertebra toraks
yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidellery
dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan
yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di
Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM. Hipokrates telah
memperkenalkan terminologi phthisis yang diangkat
dari bahasa Yunani yang menggambarkan tampilan TB
paru ini
Bukti yang lain dari Mesir, pada mummi-mummi
yang berasal dari tahun 3500 SM, Jordania (300 SM),
Scandinavia (200 SM), Nesperehan (1000 SM), Peru (700),
United Kingdom (200-400 SM) masing-masing dengan
fosil tulang manusie yang melukiskan adanya Pott’s
disease atau abses paru yang berasal dari tuberkulosis,
‘tau terdapatnya lukisan orang-orang dengan bongkok
tulang belakang karena sakit spondilitis TB.
Literatur Arab: Al Razi (850-953 M) dan Ibnu Sina
(980-1037M) menyatakan adanya kavitas pada paru-paru
dan hubungannya dengan lesi di kulit. Pencegahannya
dengan makan-makanan yang bergizi, menghirup udara
yang hersih dan kemungkinan (prognosis) dapat sembuh
dari penyakit ini. Disebutkan juga bahwa TB sering didapat
pada usia muda (18-30 th) dengan tanda-tanda badan
kurus dan dada yang kecil
Baru dalam tahun 1882 Robert Koch menemukan
kuman penyebabnya sernacam bakteri berbentuk batang
dan dari sinilah diagnosis secara mikrobiologis dimulai
dan penatalaksanaannya lebih terarah. Apalagi pada tahun
4896 Rontgen menemukan sinar X sebagai alat bantu
menegakkan diagnosis yang lebih tepat.
863
Penyakit ini kemudian dinamakan Tuberkulosis, dan
hampir seluruh tubuh manusia dapat terserang olehnya
tetapi yang paling banyak adalah organ paru.
Pada permulaan abad 19, insidensi penyakit tuber-
kulosis di Eropa dan Amerika Serikat sangat besar.
‘Angka kematian cukup tinggi yakni 400 per 100.000
penduduk, dan angka kematian berkisar 15-30% dari
semua kematiel. Di aiilaie yang meninggal tercatat
orang-orang terkenal seperti: Voltaire, Sir Walter-Scott,
Edgar Allan Poe, Frederick Chopin, Laenec, Anton-
Chekoy, dan lain-lain. Usaha-usaha untuk mengurangi
angka kematian dilakukan seperti menghirup udara
segar di alam terbuka, makan/minum makanan bergizi,
memberikan obat-obat seperti tuber-kulin (sebagai
upaya terapi), digitalis, minyak ikan dan lain-lain,
tetapi hasil-nya masih kurang memuaskan. Tahun 1840
George Bodingto dari Sutton Inggris mengemukakan
konsep sanatorium untuk pengobatan T8 tetapi ia tidak
mendapat tanggapan pada waktu itu. Baru pada tahun
1859 Brehmen di Silesia Jerman, mendirikan sanatorium
dan berhasil menyembuhkan sebagian pasiennya.
Sejak itu banyak sanatorium didirikan seperti di
Denmark, Amerika Serikat dan kemudian terbanyak di
Inggris yakni di Wales, England, Skotlandia, Setelah sukses
dengan sanatorium, barulah dipikirkan usaha pencegahan
seperti memusnahkan sapi yang tercemar TB, memberikan
pendidikan kesehatan dan perbaikan lingkungan pada
penduduk seperti makan/minum yang baik, tidak
menghirup udara buruk, menghindari lingkungan
hidup yang terlalu padat, mengurangi pekerjaan yang
meletinken,
Sejak awal abad 19, angka kesakitan dan kematian
pertahun dapat diturunkan karena program perbaikan
gizi dan kesehatan lingkungan yang baik serta adanya
pengobatan lain/tindakan bedah seperti collapse
therapy.864
TUBERKULOSIS
Robert Koch mengidentifikasi basil tahan asam
M.tuberculosis untuk pertama kali sebagai bakteri
penyebab TB ini. la mendemontrasikan bahwa basil ini
bisa dipindahkan kepada binatang yang rentan, yang
akan memenuhi kriteria postulat Koch yang merupakan
prinsip utama dari patogenesis mikrobial. Selanjutnya ia
‘menggambarkan suatu percobaan yang memakai guinea
pig, untuk memastikan observasinya yang pertama yang
menggambarkan bahwa imunitas didapat mengikuti
infeksi primer sebagai suatu fenomena Koch. Konsep
dari pada imunitas yang didapat (acquired immunity)
diperlihatkan dengan pengembangan vaksin TB, satu
vaksin yang sangat sukses, yaitu vaksin Bacillus Calmette
Guerin (BCG) dibuat dari suatu strain Mikobakterium Bovis,
vaksin ini ditemukan oleh Albert Calmette dan Camille
Guerin di Institut Pasteur Perancis dan diberikan pertama
kali kemanusia pada tahun 1921
Sejarah eradikasi TB dengan kemoterapi dimulei
pada tahun 1944 ketika seorang perempuan umur 21
tahun dengan penyakit TB paru lanjut menerima injeksi
pertama Streptomisin yang sebelumnya diisolasi oleh
Selman Waksman. Segera disusul dengan penemuan asam
para amino salisiik (PAS) Kemudien dilanjutkan dengan
penemuan Isoniazid yang signifikan yang dilaporkan oleh
Robitzek dan Solikoff 1952. Kemudian diikuti penemuan
berturut-turut pirazinamid tahun 1954 dan Etambutol
1952, Rifampisin 1963 yang menjadi obat utama TB
sampai saat ini.
EPIDEMIOLOG! GLOBAL
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia
tapi sampai saat ini TB masih tetap menjadi problem
kesehiatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. TB
dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting
karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus
TB yang tercatat diseluruh dunia,
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematian-
nya (98%) terjadi dinegara-negara yang sedang
berkembang, Di antara mereka 75 % berada pada usia
produktif yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk yang
padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% dari
kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang muncul
terjedi di Asia
Alasan utama muncuinya atau meningkatnya beban
TB global ini antara lain disebabkan : 1). Kemiskinan
pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara
yang sedang berkembang tetapi juga pada penduduk
perkotaan tertentu dinegara maju. 2). Adanya perubahan
demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan dari struktur usia manusia yang hidup. 3)
Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada
penduduk di kelompok yang rentan terutama dinegeri-
negeri miskin.4) Tidak memadainya pendidikan mengensi
TB di antara para dokter. 5).Terlantar dan kurangnya
biaya untuk obst, sarana diagnostik, dan pengawasan
kasus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus
yang tidak adekuat. 6). Adanya epidemi HIV terutama di
Afrika dan Asia,
EPIDEMIOLOGI TB DI INDONESIA
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi T8 ke-3
tertinaai di dunia setelah China dan India. Pada tahun
1998 diperkirakan TB di China, India dan Indonesia
berturut turut 1.828.000, 1.414.000, dan 591.000
kasus, Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif
di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998, Berdasarkan
survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survai
kesehatan nasional 2001, 18 menempati ranking nomor
3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia
Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24 %,
Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia relatif
terlepas dari angka pandemi infeksi !1IV kerena mesih
relatif rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan
berubah dimasa datang melihat semakin meningkatnya
laporan infeksi HIV dari tahun ketahun. Suatu survei
mengenai prevalensi TB yang dilaksanakan di 15
propinsi Indonesia tahun 1979-1982 diperlihatkan pada
tabel 1.
CARA PENULARAN
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di
wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah
proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan
Jumlah kasus TB. Proses terjadinyainfeksi oleh M. tuberculosis
biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan
manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ
lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui
inhalasi basil yang mengandung droplet nuctet, khususnya
‘yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah
atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA),
Pada 78 kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui
inokulasi langsung, Infeksi yang disebabkan oleh M. bovis
dapat disebabkan oleh susu yang kurang disterilkan
dengan baik atau terkontaminasi. Sudah dibuktikan bahwa
lingkungan sosial ekonomi yang baik, pengobatan teratur
dan pengawasan minum obat ketat berhasil mengurangi
angka morbiditas dan mortalitas di Amerika selama tahun
1950-1960.‘TUBERKULOSIS PARU
865
Tahun Jumlah Penduduk
SSurvei__Provins! th 1982 (juta)
4979 Jawa Tengah 262
1280 Bali 25
4980 Ki Jaya 79
"1980 DI Yogyakarta 28
4980 Jawa Timur 30.0
1980 Sumatra Utara 88
1980 Sulawesi Selatan 62
1980 Sumatra Selatan 49
"1980 Jawa Barat 269
4980 Kalimantan Barat 26
4980 Sumatra Barat 35
1901 Aceh 27
4981 Kalimantan Timur 13
4981. Sulawesi Utara 22
1982 Nusa Tenggara Timur 28
Prevalensi Positif Hapusan BTA Sputum (%)
013
08,
016
031
034
053
045,
042
031
014
038
01s
052
030
074
Modifikasi dari Aditama : Rata ~ rata prevalensi TB pada 15 propinsi : 0.29%, prevalensi tertinggi ada di NTT 0,74 %
yang terendeh di Bali 0,08 %. Pada tahun 1990 prevalensi di Jakarta 0,16 %.
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium
tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan
ukuran panjang 1-1/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang
tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosae
complex adalah : 1). M, tuberculosae, 2). Varian Asian,
3). Varian African |, 4. Varian African Il, 5. M. bovis.
Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara
epidemiologi.
Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT,
typical adalah: 1. M. kansasi, 2. M. avium, 3. M. intra
5 mm
dan + 10% di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi
karena kuman yang dormant.
+ Berkumnplikasi dan menyebar secara :e). per kontinui
tatum, yakni menyebar ke sekitarnya, b). secara
bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun
peru di sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan
bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke
sus, ):secara limfogen, ke organ tubuh lain-lainnya,
d), secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.
Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan
tuberkulosis primer.
Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis
Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan
muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi
endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post
primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas
reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi
karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol,
penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis
pasea-primer ini dimulai dengan sarang dini vana berlokasi
di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior
atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-
paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang
pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi
tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel
Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak
inti) yang dikeliling! oleh sel-sel limfosit dan berbagai
jaringan ikat.
TB pasca primer juga dapet berasal dari infeksi
eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua (elderly tuber-
culosis), Tergantung dari jumlah kuman, virulensi-nya dan
imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi:
+ Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggal-
kan cacat.
+ Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera
menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis. Ade
yang membungkus diti menjadi keras, menimbulkan
per-kapuran. Sarang dini yang meluas sebagai
granuloma berkembang menghancurkan jaringan
ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami
nnekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan ke
Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah
kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama~
lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan
fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi
kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan
kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam
nukleat oleh ensim yang diproduksi oleh makrofag,
dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nye.
Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic
disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi
dan usia lanjut.
Di sini [esi sangat kecil, tetap! berisi bakteri sangat
banyak. Kavitas dapat: a). Meluas kembali dan menimbul-
kan sarang pneumonia baru, Bila isi kavitas ini masuk
dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi 18
milier, Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan.
masuk lambung dan selanjutnya ke usus jedi TB usus.
Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang
disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi T8 endobronkial
dan TB endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura:
b). memadat dan membungkus diri sehingga menjadi
tuberkuloma, Tuberkuloma ini dapat mengapur dan
menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi
kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi
oleh fungus seperti Aspergillus dan kemudian menjadi
‘mycetoma; c. bersih dan menyembuh, disebut open healed
cavity. Dapat juga menyembuh dengan membungkus dir
menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas
yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang
disebut stellate shaped,
Secata keseluruhan aken terdapat 3 macam sarang
yakni: 1), Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini
tidak perlu pengobatan lagi; 2). Sarang aktif eksudatif
Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan,
sempurna; 3). Sarang yang berada antara aktif dan
sembuh, Sarang bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi
mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali,
sebaiknya diberi pengobatan yang sempurna juga.
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara pare.
klinikus, ahli radiologi, ali patologi, mikrobiologi dan abil
Kesehatan masyarakat tentang keseragaman Klasifikasi
tuberkulosis. Dari sistem lama diketahui beberapa
Klasifikasi seperti:
+ Pembagian secara patologis
= Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)‘TUBERKULOSIS PARU
867
= Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis)
+ Pembagian secara aktivitas radiologis Tuberkulosis
aru (Koch Pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent
(bentuk aktif yang mulal menyembuh),
+ Pembagian secara radiologis (luas lesi
= Tuberkulosis minimal, Terdapat sebagian kecil
infiltrat nonka-vitas pada satu paru maupun
kedua paru, tetapi jumlahnya tidek melebihi satu
lobus paru.
= Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas
dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumiah
infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu
agian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih
dari sepertiga bagian satu paru
- Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan
kavitas yang melebihi keadaan pada moderately
advanced tuberculosis.
Pada tahun 1974 American Thoracic Society
memberiken klasifikasi baru yang diambil berdasarkan
aspek kesehatan masyarakat.
+ Kategori 0: Tidak pemnah terpajan, dan tidak terinfeksi,
riwayat kontak negatif, tes tuberkulin negatif,
+ Kategori |: Terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti
‘ada infeksi Di sini riwayat kontak positif tes tuberkulin
negatif.
+ Kategori II : Terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak
sakit. Tes tuberkulin positif, radiologis dan sputum
negatif,
+ Kategori ll: Terinfeksi tuberkulosis dan sakit.
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah
berdasarkan kelainan klnis, adiologis, dan mikro biologis:
+ Tuberkulosis paru
+ Bekas tuberkulosis paru
+ Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam:
a) Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Di sini
sputum BTA negatif, tetapi tanda-tanda lain posiif.
b). Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati
Di sini sputum BTA negatif dan tanda-tenda Iain juga
meragukan.
Dalam 2-3 bulan, TB tersengka ini sudah harus di-
pastikan apakah termasuk TB paru (aktif) atau bekas TB
aru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan : 1. Status
Eakteriologi, 2. Mikroskopik sputum BTA (langsung), 3.
Siskan sputum BTA, 4, Status radiologis, kelainan yang
selevan untuk tuberkulosis paru, 5. Status kemoterapi,
swayat pengobatan dengan obet anti tuberkulosis.
WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4
Ketegori yakr
Ketegor |, ditujukan terhadap =
+ Kasus baru dengan sputum positif,
+ _ Kasus baru dengan bentuk TB berat
Kategori I ditujukan terhadap :
Kesus kambuh
Kasus gagal dengan sputum BTA posit
Kategor’ Il, ditujukan terhadap :
+ Kasus BTA negatif dengan Kelainan paru yang tidak
las.
+ Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam
kategori |
Kategori IV, ditujukan terhadap : 78 kronik
GEJALA-GEJALA KLINIS
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat
bemacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan
TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah
Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza.
Tetapi kadang-kadiang panas badan dapat mencapai 40-
41°C, Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begituleh seterus-
nya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien
merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam
influenza. Keadaan ini sangat dipengeruhi oleh daya
tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman
‘tuberkulosis yang masuk.
Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan, Batuk
terjadi kerena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang
keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit
tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan
bermula, Sitat batuk dimulai dari batuk kering (non-
produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut
adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjaci
pade ulkus dinding bronkus.
‘Sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh)
belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan
pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya suciah
meliputi setengah bagian paru-paru.
Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri
dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua
pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
Malaise. Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang
menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa
anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat868
alam dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
PEMERIKSAAN FISIS
Pemeriksaen pertama terhadap keadaan umum pasien
‘mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang
pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan
kurus atau berat badan menurun,
Pada pemeriksaan isis pasien sering tidak menunjukkan
suatu Kelainari pun terutama pada kasus-kasus dini atau
yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Demikian
juge bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit
menemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, karena
hantaran getaran/suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru
sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi, Secara
anamnesis dan pemeriksaan fisis, 7B paru sulit dibedakan
dengan pneumonia biasa,
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai
adalah bagian apeks (puncak) paru. Bila dicurigai
adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi
yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Aken
didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki
basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infitrat ini diliputi
oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesikular
melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi
memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi
memberikan suara amforik
Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis
yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot
inter-kostal, Bagian paru yang sakit jadi menciut dan
‘menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang
sehat menjedi lebih hiperinflasi. Bile jaringan fibrotik
amat luas yakni lebih dari setengah jumiah jaringan
aru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah
paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri
pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor
pulmonal dan gagal jantung kanan. Disini akan didapatkan
tanda-tanda kor pulmonal dengan gagal jantung kanan
seperti takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular
lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2
yang mengeras, tekanan vena juguleris yang meningkat,
hepatomegali asites, dan edema.
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk
efusi pleura, Paru yang sakit terlihat agak tertinggal
dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak.
‘Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai,
tidak terdengar sama sekali
Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik
dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya
kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji
tuberkulin yang positit.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada meru
cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkul
Pemeriksaan ini imemang membutuhkan biaya Is
dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dal
beberapa hal ia memberikan keuntungan seperti
‘tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis miller Pada
hal di atas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeri
radiologis dads, sedangkan pemeriksaan sputum ha
selalu negatif.
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah aj
paru (segmen apikal Iobus atas atau segmen apikal I
bawahy, tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (ba
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor
(misainya pada tuberkulosis endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sara
sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa ber
bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang ti
‘egas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayai
terlihat berupa bulatan dengan bates yang teges. Lest =
dikenal sebagai tuberkuloma,
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang m
mula berdinding tipis. Lama-lama dinding jadi skle
dan teriihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayai
yang bergaris-garis. Pada kalsfikasi bayangannye ta
sebagai bercak-bercak padat dengan densitas ti
Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas di
penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau sot
lobus maupun pada satu bagian paru.
Gambaran tuberkulosis milier terihat berupa bercak-
bercak halus yang umumnya tersebar merata pada selurum
lapangan paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyerta!
tuberkulosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis)
massa cairan di bagian bawah peru (efusi pleuray
empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir para!
pleura (pneumotoraks)..
Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-
‘macam bayangen sekaligus (pada tuberkulosis yang sudan
lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi
kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan
emfisema
Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang ane!
aneh, terutama gambaran radiologis, sehingga dikatakan
tuberculosis is the greatest imitator. Gambaran infiltrasi dan
tuberkuloma sering diartikan sebagai pneumonia, mikosis
aru, karsinoma bronkus atau karsinoma metastasis.
Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru.
Di samping itu perlu diingat juga faktor kesalahan dalam
‘membaca foto. Faktor kesalahan ini dapat mencapai 25%
Oleh sebab itu untuk diagnostik radiologi sering dilakukan
Jugs foto lateral, top lordotik, oblik, tomografi dan foto
dengan proyeksi densitas keras.TUBERKULOSIS PARU
869
‘Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah
menunjukkan adanya aktivitas penyakit, kecuali suatu
infitrat yang betul-betul nyata, Lesi penyakit yang sudah,
non-aktif, sering menetap selama hidup pasien. Lesi
yang berupa fibrotik, kalsifikasi, kavitas, schwarte, sering
dijumpai pada orang-orang yang sudah tua
Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga
diperlukan adalah bronkografi, yakni untuk melihat,
kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh
tuberkulosis. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila,
pasien akan menjalani pembedahan paru,
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan
seat ini sudah banyak dipaksi dirrumah sakit rujukan adalah
Computed Tomography Scanning (CT Scan). Pemeriksaan
ini lebih superior dibanding radiologis biasa. Perbedaan
densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat
dibuat transversal
Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah
‘Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pemeriksaan MRI ini
tidak sebaik CT Sean, tetapi dapat mengevaluasi proses-
proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan
dada-perut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital dan.
koronal
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena
hasilnya kadang-kadang meraguken, hasilnya tidek sensitif,
ddan juga tidak spesifik, Pada saat tuberkulosis baru mulai
(aktif) akan didapatkan jumiah leukosit yang sedikit
‘meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah
limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai
‘meningkat. Bila penyakit mulei sembuh, jumlah leukosit,
Kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju
endap dareh mulai turun ke arah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juge: 1)
Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan
normositer; 2), Gama globulin meningkat; 3). Kadar
ratrium darah menurun. Pemeriksaan tersebut di atas
nilainya juga tidak spesifik.
Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah
reaksi Takahashi. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan
proses tuberkulosis masih aktif atau tidak. Kriteria posit
yang dipakai di Indonesia adalah titer 1/128. Pemeriksaan,
‘nijuga kurang mendapat perhatian karena angka-angka
positif palsu dan negatif palsunya masih besar.
Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang
banyak juga dipakai yakni Peroksidase Anti Peroksida
|PAP-TB) yang oleh beberapa peneliti mendapatkan nilal
sensitivitas dan spesifisitasnya cukup tinggi (85-95%),
fetapi heberapa peneliti lain meragukannya karena
mendapatkan angka-angka yang lebih rendah. Sungguh-
un begitu PAP-TB ini masih dapat dipakai, tetapi kurang
bermanfaat bila digunakan sebagai sarana tunggal
untuk diagnosis TB. Prinsip dasar uji PAP-TB ini adalah
menentukan adanya antibodi IgG yang spesifik terhadap
antigen M.tuberculosae. Sebagai antigen dipakai polimer
sitoplasma M.tuberculin var bovis BCG yang dihancurkan,
secara ultrasonik dan dipiszhkan secara ultrasentrifus.
Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila pade titer
1:10.000 didapatkan hasil uji PAP-TB positif. Hasil positif
pelsu kadang-kadang masih didapatkan pada pasien
reumatik, kehamilan dan masa 3 bulan revaksinasi 8CG.
Uj serologis lain terhadap TB yang hampir sama cara
dan nilainya dengan uji PAP-TB adalah uji Mycodot. Di sini
dipakai antigen LAM (Lipoarabinomannan) yang dilekatkan
pada suatu alat berbentuk sisir plastik. Sisir ini dicelupkan
ke dalam serum pasien, Antibodi spesifik anti LAM dalam
serum akan terdeteksi sebagai perubahan warna pada sisir
yang intensitasnya sesuai dengan jumiah antibodi
Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan
ditermukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah,
dapat dipastikan. Di sempiny itu pemveriksaenn sputurn
juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
‘yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah
sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas)
Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat
sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk
yang non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari
sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum,
air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakuken refleks
batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-
‘obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasilarutan
garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sult,
sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi diambil
dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho
alveolar lavage). BTA deri sputum bisa juge dicapat dengan,
cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-
anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum,
yang akan diperiksa hendeknya sesegar mungkin.
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-
kadana sulit ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila
bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar,
sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah
ke luar. Diperkirakan di indonesia terdapat 50% pasien
BIA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam
sputum mereka.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-
kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu
sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5,000 kuman dalam
1 mL sputum
Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara870
Tan Thiam Hok yang merupakan modifikasi gabungan cara
pulasan Kinyoun dan Gabbet.
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah
+ Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop,
biasa
+ Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop
fluoresens (pewarnaan khusus)
+ Pemeriksaan dengan biekan (kultur)
+ Pemeriksaan terhadap resistensi obat.
Pemeriksaan dengan mikroskop fluoresens dengan
sinar ultra violet walaupun sensitivitesnya tinggi sangat
jarang dilakukan, karen pewarnaan yang dipakai
(auramin-rho-damin) dicurigai bersifat karsinogenik.
Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6
minggu penanaman sputum dalam medium biakan,
koloni kuman tuberkuiosis mulai tampak. Bila setelah 8
minggu penanaman koloni tidak juga tampak, biakan
dinyatakan negatit. Medium biakan yang sering dipakai
yaitu Lowenstein Jensen, Kudoh atau Ogawa.
Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan
sputum BTA dengan cara Bactec (Bactec 400 Radiometric
System), di mana kuman sudah dapat dideteksi dalam
7-10 hari. Di samping itu dengan teknik Polymerase Chain
Reaction (PCR) dapat dideteksi ONA kuman TB dalam
waktu yang lebih cepat atau mendeteksi M.tuberculosae
yang tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil biakan
biasanya dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi
obet dan identifikasi kuman.
Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis|
biasa terdapat kuman BTA (positif), tetapi pada biakan,
hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomen dead bacilli
atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan
panduan obat antituberkulosis jangka pendek yang cepat
‘mematikan kuman 81A dalam waktu pendek
Untuk pemeriksaan BTA sedizan mikroskopis biasa
dan sediaan biakan, bahan-bahan selain sputum dapat
juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura,
cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan
serebrospinal, urin, dan tinja
Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis tuberkuiosis terutama pada anak-
anak (balita).Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan
menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD. (Purified Protein
Derivative) intrakutan berkekuatan5
TU, (intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi
hebat dengan 5 TU. dapat diberikan dulu 1 atau 2 TU
(first strength), Kadang-kadang bila dengan 5 T.U. masin
memberikan hasil negatif dapat diulangi dengan 250 TU.
(second strength). Bila dengan 250 TU. masih memberikan,
hasil negatif berert tuberkulosis dapat disingkirkan, Umumnya
‘tes Mantouks dengan 5 TU. saja sudah cukup berart
‘TUBERKULOSSS
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorans
individu sedang atau pemah mengalami infeksi M
tuberculosae, M. bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteri=
patogen lainnya, Dasar tes tuberkulin ini adalah reakss
alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuma=,
patogen baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium,
tuberculosae atau BCG) tubuh manusia akan mengadaken,
reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi selulae
pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentuken,
antibod humoral yang dalam perannya akan menekankan
antibodi selular.
Bila pembentukan antibodi selular cukup misalny=
pada penularan dengan kuman yang sangat virulen dan.
jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan di mans:
pembentukan antibodi humoral amat berkurang (pad
hipogama-globulinemia), maka akan mudah terjagi
penyakit sesudah penularan,
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan’
timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dan
infitrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibos
selular dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaks:
persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkuli
amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin beso
Penqaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang,
ditimbulkan
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hasil tes Mantour
ini dibagi dalam : 1). Indurasi 0-5 mm (diameternya)
‘Mantoux negatif = golongan no sensitivity. Di sini perer.
antibodi humoral paling menonjol; 2). Indurasi 6-9 mm
hasil meragukan= golongan low grade sensitivity. Di sim
eran antibodi humoral masih menonjol; 3). Indurasi 10-75,
‘mm: Mantoux po: jolongan normal sensitivity. Di sins
peran kedua antibodi seimbang; 4). Indurasi lebih dari 75
mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity
sini peran antibodi selular paling menonjol.
Biasanya hampir seluruh pasien tuberkuiosis
memberikan reaksi Mantoux yang positif (99,8%)
Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada,
pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium
lain, Negatif paisu lebih banyak ditemui daripada posit
palsu.
Hal-hal yng memberikan reaksi tuberkulin berkurang)
(negatif palsu) yakni:
+ Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis,
+ Anergi, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE)
+ Penyakit eksantematous dengan panas yang akut
morbili,cacar ait, poliomielitis.
+ Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakitlimfo-
retikular (Hodgkin)
+ Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-
‘obat imunosupresi lainnya.
+ Usia tua, malnutrsi, uremia, penyakit keganasan.
Untuk pasien dengan HIV positif, test Mantoux * 5
mm, dinilal post‘TUBERKULOSIS PARU
871
DIAGNOSIS
Dari uraian-uraian sebelumnye tuberkulosis paru cukup
mudah dikenal mulai dari keluhan-keluhan Klinis, gejala~
gejala, Kelainan fisis, kelainan radiologis samipai denyar
kelainan bakteriologis. Tetapi dalam prakteknya tidaklah
selalu mudah menegakkan diagnosisnya. Menurut
American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti
tuberkulosis paru adalah dengan menemukan kuman,
‘Mycobacterium tuberculosae dalam sputum atau jaringan
paru secara biakan. Tidak semua pasien memberikan
sediaan atau biakan sputum yang positif karena kelainan
paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau
pasien tidak bisa membatukkan sputumnya dengan baik.
Kelainan baru jelas setelah penyakit bertanjut sekali
Di Indonesia agak sulit menerapkan diagnosis di atas
karena fasilitas laboratorium yang sangat terbatas untuk
pemeriksaan biakan, Sebenarnya dengan menemukan
kuman BTA dalam sediaan sputum secara mikroskopik
biasa, sudah cukup untuk memastikan diagnosis
tuberkulosis paru, karena kekerapan Mycobacterium atypic
di Indonesia sangat rendah. Sungguhpun begitu hanya
30-70% saja dari seluruh kasus tuberkulosis paru yang
dapat didiagnosis secara hakteriningis,
Diagnosis tuberkulosis paru masih banyak ditegakkan
berdasarkan kelainan klinis dan radiologis saja. Kesalahan
diagnosis dengan cara ini cukup banyak sehingga
‘memberikan efek terhadap pengobatan yang sebenarnya
tidak diperlukan. Oleh sebab itu dalam diagnosis
tuberkulosis paru sebaiknya dicantumkan status Klinis,
status bakteriologis, status radiologis dan status
kemoterapi. WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien
tuberkulosis paru
+ Pasien dengan sputum BTA positif . 1). pasien yang
pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis,
ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2 kali
pemeriksaan, atau 2). satu sediaan sputumnya positif
disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan
gambaran TB aktif, atau 3). satu sediaan sputumnya
positif disertai biakan yang positit
+ Pasien dengan sputum BTA negatif: 1. pasien yang pada
pemeriksaan sputum-nya secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA sedikitnya pada 2 kali pemeriksaan
tetapi gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif
atau, 2. pasien yang pada pemeriksaan sputumnya
secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali,
tetapi pada biakannya positif.
Di samping 7B paru terdapat juga TB ekstra paru,
yakni pasien dengan kelainan histologis atau/dengan
gambaran klinis sesuai dengan TB aktif atau pasien dengan,
satu sediaan dari organ ekstra parunya menunjukkan hasil
bakteri M. tuberculosae.
Diluar pembagian tersebut di atas pasien digolongkan
lagi berdasarkan riwayat penyakitnya, yakni:
+ kasus baru, yakni pasien yang tidak mendapat obat
anti TB lebih dari 1 bulan.
+ kesus kombuh, yakni pasien yang pernah dinyatakan
sembuh dari 7B, tetapi kemudian timbul lagi TB
aktitnya,
+ kasus gagal (smear positive failure), yakni
= _ Pasien yang sputum BTA-nya tetap positifsetelah
mendapat obat anti 78 lebih dari 5 bulan, atau
= Pasien yang menghentikan pengobatannya
setelah mendapat obat anti TB 1-5 bulan dan
sputum BTA-nya masih positif.
+ asus kronik, yakni pasien yang sputum BTAnya
tetap positif setelah mendapat pengobatan ulang
(retreatment) lengkap yang disupervisi dengan baik
Hal lain yang agak jarang ditemukan adalah
cryptic tuberculosis. Di sini pemeriksaan radiologis dan
laboratorium/sputum menunjukkan hasil negatif dan
kelainan klinisnya sangat minimal (biesanya demam saja
dan dianggap sebagai fever of unknown origin. Diagnosis,
diberikan berdasarkan percobaan terapi dengan obat anti
tuberkulosis seperti INH + Etambutol selama 2 minggu.
bila keluan membaik terapi dengan obatant!tuberkulosis,
diteruskan sebagaimana mestinya. Bila tidak ada perbaikan
maka obat-obat di atas dihentikan.
KOMPLIKASI
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan
benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi
atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
+ Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema,
laringitis, usus, Poncet’s arthropathy
+ Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan napas ->SOPT
(Gindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan
parenkim berat-> fibrosis paru, kor pulmonal,
‘amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas
dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan
kavitas TB,
REFERENSI
Aditama TY. Prevalence of tuberculosis in Indonesia, Singapore,
Brunei Darussalam and the Philippines. Tubercle 1991;72:255-
@.
‘Bares PP, Barrow SA. Tuberculosis in the 1990s. Ann Intern Med.
1993; 19:400-10,
Batocah HD. Beberapa pedoman pemberantasan tuberkulosis di
Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia 1969;5:158-67.
Bothamley GH, Grange JM. The Koch phenomenon and delayed
hypersensitivity. Tubercle 199] ;72: 7-11872
‘Collins FM. Pathogenecity of M.tuberculosis in experimental
animal. I Rom GN Garay §.Tubereuloss, itl, and Brown,
Company. Boston 1996:259-268,
Dannenberg AM Jr, Rook GAW. Pathogesesis of pulmonary
tuberculosis; aninterplay of tssue-damagingand macrophage
‘sctvating mame tesponser-cval mechanisms that Comtol
bacillary multiplication In: BR Bloom, ed. Tuberculosis:
pathogenesis, protection and control. Washington DC: ASM.
ress 1994
DDepkes Republik Indonesia. Proposed national health research
porites the view of National Institute of Health Research
and Development (NIHRD). Jakarta: Depkes Rl, 1999
Depkes Republik Indonesia. Survai Kesehatan Rumah Tangs.
Jakarta: Depkes Republik Indonesia, 1955
DDepkes Republik indonesia, Survai kesehatan nasional Jakarta:
Depkes Republik indonesia. Indonesia, 2001
Ditjen PAM Depkes Ri, Press Conference Jakarta, 2000,
Daniel TM. Bates IH. Downes KA. History of tuberculosis, In:
Bloom BR, ed. Tuberculosis : Pathogenesis, Protection and
Control. 15t ed. Washington DC: ASM Press, 1994: 17.
Fishman AP. Pulmonary Disease and Disorder. 1 ed. New York:
‘McGraw Hil; 19801228-323
Good RG, Mastro TD. The modem mycobacterilogy laboratory.
How ita help the clinician, Clinics in Chest Medicine, 1988;
108): 31522.
Handoyo 1. Uji peroksidase anti peroksidase pada penyakit
tuberkulosis para, Disertai doktor FK Un-Air Surabaya,
1988.1-47
Hinshaw HC, Murray JP, Disease of the chest Kak, Shoin/
Saunders International Edition: 4» ed, 1980298-355.
Home N. Tuberculosis, respiratory disorders. Medicine
International. 1986; 2(12: 1490-8
seman, MD. How is Tuberculosis transmitted? In: A Clinician's
Guide to Tuberculosis. Lippincott Williams & Wilkins,
Philadelphia, USA, 200.51-62
Iseman, M.D. Extrapulmonary tuberculosis in adults. In: A
Clinician’s Guide to Tuberculosis. Lippincott Williams &
Witkins, Philadelphia, USA, 2000145197
seman, M,.D.. Clinical presentation pulmonary tubercaloss in
adults. In: A Clinician’s Guide to Tuberculosis. Lippincott
Williams & Wikins, Philadelphia, USA, 2000129-l4d ZS,
lseman MD. Treatment of multidrug-resistant tuberculosis. N Engl
1) Med 1983; 329: 784-51,
Iseman M D. Immunity and Pathogenesis. In: seman MD, ed.
‘A Clinician guide to tuberculosis. Philadelphia: Lippincott
‘Williams & Wilkins 2000; 63-96,
‘Kanai K. Introduction to tuberculosis and mycobacteria, SEAMIC
Publication No.60,1990, Tokyo, 10559
Manaf A. Kebijaksanzan bara pemerintah dalam penanggulangan
tuberkulosis pars. Simposiam Tuberkulosis Paru Kembali
Jakarta 23-10-1998
Mitchison DA. Basic Concept inthe Chemotherapy of Tuberculosis.
Jn Gangadharam PR} and Jenks PA, eds) Mycobacteria I
Chemotherapy, Chapman & Hall, 1998. 1550
[Now Jersey Medical Sehool National Tuberculosis Center. Brief
History of Tuberculosis. Newark: Tuberculosis Centre,
1996-4,
Ormerod LP. Respiratory tuberculosis. In: Davies PDO, Eds.
‘Clinical Tuberculosis, London: Chapman and Kal; 1995.
7392
Prihatini S . DO.T', Directly Observed Treatment Shortcourse.
Proceeding of the Integrated Tuberculosis Symposium.
Faculty of Medicine, Universiy OF Indonesia Jakarta, 1998.
Robitzek EH, SelikoffIHydrazine derivatives of isonicotinic
acid (Rimnfor, Marsili) in the treatment of active progressive
caseouspneumonic tuberculosis, Am Rev Tuberc 1952:65:402-
28 7
Saktla A. BCG: Who were Calmette and Guerin ? Thorax 1985
38 806-12
Snider DE. Tuberculosis: The world situation. History of the
diseases and efforts to combat it In: Porter JDH, McAdaas
PW. Tuberculosis back to the future, Chichester England
John Wiley & Sons; 1994.13-31,
Waksman SA “The conquest of tuberculosis, Berkeley, University
‘of California 196t,
World Health Organization. Guidelines for tuberculosis treatment
{n adult and children in National Tuberculosis Programmes
1991.1-23,
‘World Health Organization . Global Tuberculosis control . WHO.
report Geneva: WHO,2000,
World Health Organization. Tuberculosis control and medical
schools. Report of WHO Workshop. Rome, Italy : WHO,
1997
‘World Health Organization : Tuberculosis control and research
strategies for the 1990s: Memorandum from a WHO meeting:
WHO Ball. 192,70:1721.
World Health Organization. Global tuberculosis control. WHO.
Report 1999, Geneva: WHO, 1999,
‘World Health Organization. Framework of effective tuberculosis
control. WHO tuberculosis program. Geneva: WHO;1994
Yusuf A, Tjokronegoro A. Tuberkulosis Paru. Pedoman
penatalaksanaan diagnostik dan terapi, FKUI, Jakarta, 955.