Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar
periuretra yangmendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah.Prostat
adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di inferior darikandung
kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5 cm.Pada bagian anterior
difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah inferior oleh diafragmaurogenitale.
Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan
berakhir padaverumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra
eksternaProses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih jugaterjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran
prostat, resistensi pada leher buli- buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor
menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi ataudivertikel. Fase penebalan destrusor ini
disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadiretensio urin yang
selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Oleh karenaitu
penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik
dan asuhankeperawatan yang komprehensif pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
beserta keluarganya.
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum :
Dalam penulisan karya tulis ini bermaksud untuk menambah wawasan serta pengalaman nyata
dalam merawat dan mengetahui bagaimana asuhan keperawatannya.
b. Tujuan Khusus :
C.
Metode Penulisan
1.
Metode Diskriptif yang menggunakan pendekatan studi kasus melalui pendekatan proses
Sumber data :
Studi kepustakaan dengan mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan masalah yang
dibahas.
D.
Sistematika Penulisan
BAB I: Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode
BAB II: Berisi tinjauan teoritis, pengertian penyakit, etiologi, anatomi fisiologi,
penatalaksanaan. Dan
Konsep Asuhan Keperawatan secara nyata dalam proses keperawatan melalui pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
3.
Daftar pustaka
BAB II
KONSEP TEORITIS
1. TINJAUAN TEORITIS MEDIS
A. Definisi
BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar
prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran
keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat
Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi
prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretra lah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya
bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut
kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma
prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak
jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).
Benigna Prostat Hipertropi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan
oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar /
jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu
Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua
dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius
( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan
pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars Prostatika
dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal 74).
B. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Urogenital
1. Uretra
Uretra merupakan tabung yg menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses miksi.
Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi
dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter
uretra skterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Pada saat buli-buli
penuh sfingter uretra interna akan terbuka dengan sendirinya karena dindingnya terdiri atas otot
polos yang disarafi oleh sistem otonomik. Sfingter uretra ekterna terdiri atas otot bergaris yang
dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan
tetap tertutup pada saat menahan kencing.
Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior.
Kedua uretra ini dipisahkan oleh sfingter uretra eksterna. Panjang uretra wanita 3-5 cm,
sedangkan uretra pria dewasa 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan
hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria terdiri atas
uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars
membranasea.
Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu benjolan verumontanum, dan
disebelah kranial dan kaudal dari veromontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari
pars deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kiri dan kanan verumontanum,
sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra
prostatika.
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra
anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare dan meatus uretra eksterna.
Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam
proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragma urogenitalis bermuara di
uretra pars bulbosa, serta kelenjar littre yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars
pendularis.
2. Kelenjar Postat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak tepat dibawah leher kandung kemih, di
belakang simfisis pubis dan di depan rektum ( Gibson, 2002, hal. 335 ). Bentuknya seperti buah
kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya + 20 gr, kelenjar ini mengelilingi uretra dan
dipotong melintang oleh duktus ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari vas deferen.
Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan gladular yang terbagi dalam beberapa
daerah arau zona, yaitu perifer, sentral, transisional, preprostatik sfingter dan anterior.
( Purnomo, 2000, hal.7, dikutip dari Mc Neal, 1970)
Asinus setiap kelenjar mempunyai struktur yang rumit, epitel berbentuk kuboid sampai
sel kolumner semu berlapis tergantung pad atingkat aktivitas prostat dan rangsangan androgenik.
Sel epitel memproduksi asam fostat dan sekresi prostat yang membentuk bagian besar dari cairan
semen untuk tranpor spermatozoa. Asinus kelenjar normal sering mengandung hasil sekresi yang
terkumpul berbentuk bulat yang disebut korpora amilasea. Asinus dikelilingi oleh stroma
jaringan fibrosa dan otot polos. Pasokan darah ke kelenjar prostat berasal dari arteri iliaka interna
cabang vesika inferior dan rectum tengah. Vena prostat mengalirkan ke pleksus prostatika
sekeliling kelenjar dan kemudian ke vena iliaka interna.
Prostat berfungsi menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretoriusmuara di uretra posterior
untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini
merupakan + 25 % dari volume ejakulat.
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat
membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih. Kelenjar
prostat dapat terasa sebagai objek yang keras dan licin melalui pemeriksaan rektal. Kelenjar
prostat membesar saat remaja dan mencapai ukuran optimal pada laki-laki yang berusia 20-an.
Pada banyak laki-laki, ukurannya terus bertambah seiring pertambahan usia. Saat berusia 70
tahun, dua pertiga dari semua laki-laki mengalami pembesaran prostat yang dapat menyebabkan
obstruksi pada mikturisi dengan menjepit uretra sehingga mengganggu perkemihan.
C. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun
yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat
kaitannya dengan terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan
penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari
kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron
yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunantransforming
growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
(Poernomo, 2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel
transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).
D. Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya
usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron menjadi
Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke
dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya
sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat (Mansjoer, 2000 hal 329;
Poernomo, 2000 hal 74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi penyempitan
lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli dan
daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul sakulasi
atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut,
maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urine (Mansjoer, 2000, hal 329; Poernomo, 2000 hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan
aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi
gagal ginjal (Poernomo, 2000, hal 76).
Teori-teori tentang terjadinya BPH :
1.
prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel yang menyebabkan inskripsi
pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesa protein.
2. Teori hormon
Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia yamg disebabkan
oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen bertambah relatif atau aabsolut. Estrogen
berperan pada kemunculan dan perkembangan hiperplasi prostat.
3. Faktor interaksi stroma dan epitel
Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast growth factor (b-FGF)
dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien
dengan pembesaran prostat jinak. Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-a-reduktase. b-FGF
dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi dan infeksi.
4. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan mesenkim sinus
urogenital untuk berploriferasi dan membentuk jaringan prostat.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran
kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat,
resistensi urin pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan
merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel.
Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka
detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan
disfungsi saluran kemih atas. Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala yaitu :
Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran awal dan
menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang terjadi pada prostat yang
membesar.
Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena detrusor membutuhkan
waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi
terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak
lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal dari korteks
berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi) jarang
terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter,
Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit urin
keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai complience maksimum,
tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan spingter.
Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah submukosa pada prostat
yang membesar.
Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra prostatik,
sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin. Akibatnya terjadi dilatasi
ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap, serta gagal ginjal.
Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin tetap berada
dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme infektif.
Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli, Batu ini
dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu tersebut dapat pula
menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.
Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan
hernia dan hemoroid.
E. Manifestasi Klinik
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar
saluran kemih.
1.
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms (LUTS) terdiri
atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif meliputi:
(frekuensi) yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari
(Nocturia) dan pada siang hari.
(urgensi) perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit di tahan
(disuria).nyeri pada saat miksi
disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
Colok Dubur
Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba.
II
III
IV
> 100 ml
Retensi urine total
Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda dan
gejala:
1. Hemorogi
a. Hematuri
b. Peningkatan nadi
c. Tekanan darah menurun
d. Gelisah
e. Kulit lembab
f. Temperatur dingin
2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a. bingung
b. agitasi
c. kulit lembab
d. anoreksia
e. mual
f. muntah
F. Komplikasi
1. Retensi Urine
2. Perdarahan
3. Perubahan VU; trabekulasi, divertikulasi
4. Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi
5. Hidroureter
6. Hidronefrosis
7. Cystisis, prostatitis, epididymitis, pyelonefritis.
8. Hipertensi, Uremia
9. Prolaps ani/rectum, hemorroid.
10. Gagal ginjal
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
2. Radiologis
H. Penatalaksanaan
1. Non Operatif
a. Pembesaran hormon estrogen & progesteron
b. Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
c. Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
d. Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
e. Pemasangan kateter.
2. Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
a. TUR (Trans Uretral Resection)
b. STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
c. Retropubic Extravesical Prostatectomy)
d. Prostatectomy Perineal
3. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin, terazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim 5 alfa reduktasi, contoh: firasterid (proscar).
c. Fitoterapi
Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesia antara lain: eviprostat. Substansinya misalnya
pygeum africanum, sawpalmetto, serenoa repelus.
4.
a.
b.
c.
Terapi bedah
TURP
TUIP
Prostatektomi terbuka
5.
a.
b.
c.
d.
e.
I.
GORDON dengan 11 pola kesehatan fungsional sesuai dengan post operasi benigna prostat
hipertrophy.
a.
memelihara kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu tentang status dan riwayat kesehatan,
hubungannya dengan aktivitas dan rencana yang akan datang serta usaha-usaha preventif yang
dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya.
b. Pola Nutrisi Metabolik
Mengambarkan pola konsumsi makanan dan cairan untuk kebutuhan metabolik dan
suplai nutrisi, kualitas makanan setiap harinya, kebiasaan makan dan makanan yang disukai
maupun penggunaan vitamin tambahan. Keadaan kulit, rambut, kuku, membran mukosa, gigi,
suhu, BB, TB, juga kemampuan penyembuhan.
c. Pola Eliminasi
Yang menggambarkan:
1) pola defekasi (warna, kuantitas, dll)
2) penggunaan alat-alat bantu
3)
penggunaan obat-obatan.
d.
Pola Aktivitas
1)
2)
pembatasan gerak
3)
1)
2)
Data subyektif :
a.
b.
c.
d.
kateterisasi
e.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,
perawatannya.
3)
Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat
kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil:
a.Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
b.Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi:
a.Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.
b.Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah
dan denyut nadi.
c.Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
d.Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
e.Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan aseptik
terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat
2.
Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder.
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin
Kriteria :
Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.
Intervensi :
a.Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril
b.Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup
c.Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi,
dispnea)
d.Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan
alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan
e.Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post
operasi)
f.Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak
ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu,
anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.
3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya
fungsi tubuh
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi
seksualnya
Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara
optimal.
Intervensi :
b.
c.
Intervensi:
a.
b.
Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran)
c.
Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage
d.
Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing
e.
perawatan
Intervensi :
a.
perawat
b.
Implementasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan 1
a.
Memonitor dan mencatat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta
penghilang nyeri.
b.
Mengobservasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan
tekanan darah dan denyut nadi.
c.
Memberi kompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
d.
Menganjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
e.
Mengatur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan
aseptik terapeutikg. Melaporkan pada dokter jika nyeri meningkat
Diagnosa Keperawatan 2
a.
Melakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril
b.
Mengatur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup
c.
takikardi, dispnea)
d.
menggunakan alat dan mengobservasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan
e.
Memonitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua
post operasi)
f.
ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam
selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.
Diagnosa Keperawatan 3
a.
perubahannya
b.
c.
e.
Diagnosa Keperawatan 4
a.
b.
kebocoran)
c.
Melakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage
d.
Memonitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing
e.
Diagnosa Keperawatan 5
a.
perawat
b.
Evaluasi
Hasil dari evaluasi dari yang diharapkan dalam pemberian tindakan keperawatan melalui
proses keperawtan pada klien dengan Benigna Prostatic Hypertrophy berdasarkan tujuan
pemulangan adalah :
1.
2.
3.
4.
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Identitas
1). Klien
Nama
Umur
: Tn. Y. W
: 68 Tahun
: laki-laki
Alamat
Pendidikan terakhir
: SMP
Pekerjaan
: Tani
Suku bangsa
: Minahasa/ Indonesia
Agama
: Kristen Protestan
Status perkawinan
: Kawin
Tgl M R S
: 26 Juni 2008
Tgl Operasi
Tgl Pengkajian
Sumber data
Diagnosa Medis
: Ny. A. B
Umur
: 42 Tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
Pekerjaan
Agama
: Kristen Protestan
B. Riwayat Kesehatan
1). Keluhan Utama/ Alasan Masuk Rumah Sakit
Nyeri saat BAK san susah BAK, klien masuk rumah sakit untuk operasi BPH.
2). Riwayat kleuhan Utama
Klien mengatakan sudah menderita neri BAK dan susah BAK sejak 1 tahun, namun baru diketahui
pada bulan April saat klien memeriksakan diri ke rumah sakit Bethesda. Dokter mendiagnosa klien, BPH
dan harus dioperasi, namun kerena belum memiliki biaya, akhirnya klien belum dioperasi. Selama di
rumah (sejak bulan April samapi bulan juni), klien menggunakan kateter sebagai alat untuk BAK. Klien
mengeluh nyeri saat BAK da sulit BAK. Setelah memiliki biaya yang cukup, klien datang kerumah sakit
untuk dioperasi. Klien masuk ke rumah sakit tanggal 26 juni 2008, dan doter merencanakan untuk
dioperasi pada tanggal 30 juni 2008.
3). Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat pengkajian (tanggal 1 juli 2008), klien sudah dioperasi (tanggal 30 juni 2008, jam 18.00-20.00 wita).
Klien mengatakan nyeri aerah perut bagian bawah/ pada daerah luka operasi prostatektomi. Klien tampak
terbaring diatas temapt tidur, terpasang IVFD NaCl 0, 9 %, 20 tts/ menit, terapsang pada ektremitas
bagian atas kiri, terpasang kateter urine (volume urine 10 jam: 1200 cc), keadaan umum, klien tampak
sakit sedang, kesadaran compos mentis (GCS 15), ada keterbatasan mobilitas karena terpasang
drainase dan kateter. Klien mengatakan tidak ada yang diraskan oleh klien selain nyeri pada luka operasi.
4). Riwayat Operasi (prostatektomi)
Klien dioperasi tanggal 30 juni 2008, dengan tindakan operasi protatektomi, jenis anatesi; regional,
operasi dipimpin oleh Dr. Sumanti, berlangsung selama 2 jam. Pada jam 20.00 wita, selesai operasi, klien
dipindahkan keruangan Lukas untuk pemulihan dan mendapat perawatan lanjutan.
5). Riwayat Kesehatan Lalu
Klien mengatakan, selain penyakit yang saat ini diderita oleh klien, klien tidak menderita penyakit lain.
Klien pernah masuk rumah sakit sebelumnya karena penyaikit cacing tambang, dan dirawat di RSU
Bethesda Tomohon, namun klien lupa, waktunya, karena menurut klien itu sudah lama terjadinya.
6). Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan, diantara keluarga klien (orang tua dan saudara-saudara klien), tidak ada yang
menderita penyakit yang seperti klien derita saat ini. Klien juga mengatakan diantara keluarga tidak ada
yang
menderita
penyakit
kronis/
menahun
seperti
penyakit
jantung,
paru-paru,
hipertensi,
C. Riwayat Psiko-Sosial
1). Psikososial
Klien tampak tenang, klien mengatakan tidak takut lagi, karena sudah dioperasi. Klien mengatakan
sebelum operasi, klien meras takut karena baru kali pertama dioperasi, namun setelah operasi, klien
sudah tidak takut lagi, klien sangat kooperatif, menerima perawat dengan baik, dan menjawab
pertanyaan sesuai dengan yang ditanyakan.
2). Sosial
Tampak, klien mempunyai hubungan yang baik dengan istri dan anak-anaknya. Klien mengatakan
selama sakit, istri klien selalu menemani dan ank-anaknya juga selalu mengunjungi dan menjaga klien.
Hubungan dengan orang disekitar tempat tinggal klien, baik. Klien mengatakn saat dirumah sakit,
tetangga dan kerabatnya sering datang mengunjungi klien.
D. Riwayat Spiritual
Klien menganut agama Kristen protestan. Klien yakin dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Klien mengatakan rajin ke ibadah, baik hari minggu atau ibadah-ibadah kolom di jemaat. Klien juga
percaya akan kesembuhan penyakitnya.
E. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum Klien
Klien terbaring diatas tempat tidur, pergerakan terbatas, ekspresi wajah meringis menahan sakit.
Kesadaran compos mentis (GCS 15), penampilan klien sesuai usia klien (68 tahun), wajah sedikit keriput,
kebersihan cukup, terpasang IVFD NaCl 0,9 %, 20 tts/ m di ekstremitas kiri atas, terpasang kateter urine,
terpasang drainase pada luka operasi, pernapasan spontan tanpa kanule O2. Klien bersikap kooperatif,
menjawab pertanyaan sesuai dengan yang ditanyakan.
2. Tanda-tanda Vital
Suhu badan
: 37, 2 C
Nadi
: 74 x/ menit
Pernapasan
: spontan, 20 x/ menit
3. Sistem Pernapasan
a. Hidung
: Lubang hidung ada, pernapasan baik (20 x/ menit), tampak ada sekret, tidak ada nyeri tekan daerah sinus.
b. Leher
c. Dada
: Bentuk dada normal, pergerakan dada, simetris kiri dan kanan. Auskultasi bunyi nafas: tidak ada ronkhi/
whezzing, auskultasi jantung S1-S2; Lub-Dub, irama; regular, Hearth Rate; 70-an.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Pola Irama Jantung
- Irama
: regular
- HR
: 70 90
- Irama
: Reguler
- HR
: 60 80 (sinus ritme)
- PR Interval
: 0, 10
- QRS Compleks
: 0, 06
- ST segmen
- AXIS
: 55 60
b. Pembuluh Darah
- Vena jugularis
: teraba
- Nadi (frekwensi)
- Kekuatan nadi
: Kuat
c. warna bibir dan konjungtiva : pucat, tidak ada sianosis perifer atau central.
5. Sistem Pencernaan
a. Sclera
Abdomen
: tidak ikterus
b. Bibir
: pucat
c. Mulut
: tampak lemas, ada luka operasi, melintang di perut bagian bawah diatas simpisis, panjang luka 16 cm,
terbungkus perban, perban tampak basah. Nyeri tekan dan nyeri lepas pada daerah luka operasi.
Anus
: tampa lubang anus, kebersihan cukup, klien mengatakan belum BAB sejak 2 hari yang lalu.
6. Sistem Indera
a. Mata
: tidak ada odema, klien mengatakan mata sebelah kanan pernah dioperasi karena katarak. Klien
mengatakan, jika mata kiri digunakan untuk melihat, klien dapat melihat dengan jarak 500 m, namun
penglihatan kabur.
b. Hidung : penciuman baik, tidak ada nyeri tekan pada daerah sinus, tampak ada sekret.
c. Telinga : daun telinga tampak bersih, tidak ada sekret, pendengaran baik (saat berkomunikasi, walau dengan
menggunakan suara yang kecil/tidak terlalu keras, klien tetap dapat mendengar dan menjawab sesuai
dengan apa yang ditanyakan).
7. Sistem Saraf
tus mental
: orienatsi tempat, orang dan waktu; baik, klien masih mampu mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu.
Klien mampu berkonsentrasi/perhatian pada pembicaraan. Klien menggunakan bahasa Indonesia
dengan dialeg minahasa.
sadaran
ara
gerakan
: pergearakan terbatas pada etremitas yang terpasang IVFD dan ekstremitas bawah, karena nyeri.
8. Sistem Integumen
a. Rambut : Distribusi rambut merata, warna hitam beruban, kebersihan cukup.
b. Kulit
: teraba hangat, warna sawo matang, tampak kerusakan kontinuitas kulit akibat luka operasi didaerah
abdomen.
c. Kuku
: stabil/normal (37, 2 C)
um sakit
: Makan 3x/ hari, jenis; nasi, ikan, sayur, klien tidak terlalu suka makan buah.
Minum 7-8 gelas/ hari. Jenis; air putih, teh, kopi.
pengkajian
: Nafsu makan baik, klien makan bubur, sayur, dan ikan. Saat dikaji, pada jam 08.00, klien makan bubur
100 cc dan air minum 200 cc. pada jam 12.00 klien makan bubur, ikan, sayur. Porsi makan tidak
dihabiskan. Makan dibantu oleh keluarga/ istri dan perawat.
Minum: sejak pagi jam 06.00, klien minum 800 cc
t pengakjian
3). Eliminasi
um sakit
: BAB; klien biasa BAB 2 hari sekali, konsistensi padat, warna kuning.
BAK; klien mengatakan sulit BAK, dan jika BAK, hanya sedikit-sedikit. Saat memeriksakan diri pada bulan
April, klien didiagnosa oleh dokter, menderita BPH.
pengakjian
um sakit
: Mandi 1-2 x/ hari, cuci rambut, sikat gigi, ganti baju sesuai kebutuhan.
pengkajian
: Klien dibersihkan tubuhnya setiap hari 2 x (pagi dan sore). Tubuh dibersihkan menggunakan kain basah.
um sakit
pengkajian
: Klien tampak terbaring diatas tempat tidur, aktifitas terbatas arena nyeri dan terpasangnya alat-alat invasif,
aktifitas dibantu oleh keluarga dan perawat
ntungan
a. rokok
b. alkohol
c. obat
: tidak ada.
G. Pemeriksaan Penunjang.
1. Tanda Vital
Suhu badan
: 37, 2 C
Nadi
Pernapasan
: 74 x/ menit
: spontan, 20 x/ menit
2. Pemerikasaan Penunjang
a. Laboratorium tanggal 26/ 6 2008
- ureum
: 18, 9 mg/dl
- Creatinin
: 1,3 mg/ dl
- HGB
: 12, 7 g/dl
- HCT
: 34,4 L %
(normal: 42 % - 51%)
- MCV
: 79, 1 L fl
(normal: 80 95 fl)
- MCH
: 29, 2 Pg
(normal: 27 31 Pg)
- McHc
: 36, 9 H g/dl
- Hematologi Lengkap;
> LED
: 50
> Hb
: 12, 7
> HT
: 34, 4
> Leuko
: 11.000
: - N. segmen : 66
- Limfosit
: 31
- monosit
:3
: regular
- HR
: 60 80 (sinus ritme)
- PR Interval
: 0, 10
- QRS Compleks : 0, 06
- ST segmen
- AXIS
: 13, 3 u/l
- GPT
: 9 u/l
H. Terapi Medis.
- tradyl/ Rolac
: drips/ 8 jam
- Actacef
: 2 x 1 gr / IV
(10.30 22.30)
- Kalnex
: 3 x 1 am/ IV
I. Pengelompokan Data
1. Data Subjektif
- klien mengatakan nyeri daerah luka operasi
2.
Kerusakan Mobilitas Fisik, berhubungan dengan nyeri dan terpasangnya alat-alat invasive, ditandai
dengan:
DS:
- klien mengatakan takut menggerakan badan karena nyeri
- klien mengatakan tidak dapat makan tanpa dibantu keluarga atau perawat
- klien mengatakan membersihkan badan dibantu oleh perawat
DO:
- klien tampak sedikit meringis karena nyeri pada luka operasi
- terpasang kateter urine 9vol; 10 jam adlah 1200 cc)
- terpasang drainase pada luka operasi
- terpasang IVFD NaCl 0,9 %, 20 tts/ menit, di tangan kiri
- klien tampak terbaring di atas tempat tidur
- aktifitas sehari-hari dibantu oleh perawat dan keluarga
- pergerakan terbatas.
3.
Resiko Tinggi Infeksi, berhubungan dengan adanya luka operasi prostatektomi dan terpasngnya alat-alat
invasive, ditandai dengan:
DS:
DO:
- tampak luka operasi terbungkus perban, panjang luka kira-kira 16 cm
- perban pembungus luka, tampak basah
- terpasang kateter urine 9vol; 10 jam adlah 1200 cc)
- terpasang drainase pada luka operasi
- terpasang IVFD NaCl 0,9 %, 20 tts/ menit, di tangan kiri
- Tanda-tanda vital, TD; 120/80 mmHg, N; 74 x/m, R; 20 x/m, SB; 37, 2 C
Tanggal
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan
01/07/08
01/07/08
Intervensi
Rasional
01/07/08
Nama: Tn. Y. W
No
D
X
1
Tanggal/
Waktu
Implementasi Keperawatan
Umur: 68 tahun
Evaluasi Keperawatan
01/07/08
tgl; 01/07/08, jam; 13.45
10.00 1. Mengobservasi nyeri, memantau
keadaan umum klien,
S: Klien mengatakan dapat
mengobservasi lokasi dan intensitas mengontrol nyeri, saat nyeri
nyeri.
datang.
- nyeri daerah luka operasi, skala nyeri
3 (skala 1 5), nyeri sedang.
O: - Ekspresi wajah tenang
- KU; tampak sakit sedang
- Klien mendemonstrasikan cara
2. Mempertahankan patensi kateter dan penggunaan teknik relaksasi
10.15
sistem drainase. Kateter difiksasi
(nafas dalam)
dengan baik, begitu juga dengan
- Tidak tampak kecemasan pada
selang drainase.
klien
3. Memberikan informasi pada klien
- Klien tampak terbaring di atas
- mengatakan bahwa klien terpasang
tempat tidur.
kateter untuk membantu
pengeluaran urine, juga ada drainase A: Masalah teratasi sebagian
pada luka operasi, perban luka
operasi tampak basah, untuk itu
P: Lanjutkan tindakan perawatan
akan diganti dengan perban/ balutan no 5
kering.
- layani terapi analgetik hasil
4. Memberikan tindakan kenyamanan
kolaborasi dengan dokter.
- mengatur posisi; menaikan kepala
tempat tidur
10.30 - mengajarkan teknik relasasi yaitu
menarik nafas dalam, jika datang
nyeri.
01/07/08
tgl: 01/07/08, jam: 13.45
10.15 1. Mengatur posisi klien
- menaikan kepala temapt tidur
S: Klien mengatakan sudahy
2. Membantu klien saat klien
dapat menggerakan kaki
melakukan pergerakan
10.35 3. Membantu memnuhi kebutuhan O: - Klien terbaring di tempat tidur
klien
- Klien dapat menggerakan kaki
- memberi minum pada klien ( 100 - Kuku klien sudah digunting
cc)
- Klien sudah makan bubur, ikan
12.00 - meminta keluarga untuk membantu
dan sayur, porsi makan tidak
klien makan.
dihabiskan
12.25 - menggunting kuku klien
A: Masalah teratasi sebagian
13.30 4. Menganjurkan klien untuk
beristirahat
P: Lanjutkan perawatan
5. Meminta keluarga untuk membantu
menemani klien saat klien
melakukan aktifitas.
01/07/08
tgl: 01/07/08, jam: 13.45
10.00 1. Memantau keadaan umu klien,
mengobservasi tanda-tanda vital
S: klien mengatakan nyeri pada
klien
daerah luka operasi dapat
- TD; 120/80 mmHg, N; 74 x/m, R; 20 dikontrol dan sudah berkurang
x/m, SB; 37, 2 C
12.00 - Mengobservasi tanda-tanda vital: O: - klien tampak tenang
TD; 140/80 mmHg, N; 84 x/m, R; - klien terbaring diatas tempat
20 x/m, SB; 37, 4 C
tidur
2. Memantau/ mengobservasi keadaan - luka telah dirawat
12.15
luka
menggunakan teknik aseptic
- klien mengatakan nyeri pada daerah - luka dibalut dengan balutan
luka operasi
kering
- balutan tampak kering
- bebas dari drainase purulen,
- luka tidak merah, bengkak, atau
eritema, dan perdarahan
terjadi perdarahan
- tanda-tanda vital dalam batas
3. Mengobservasi penyatuan luka
normal
- penyatuan luka baik
- luka tampak kering
A: Masalah tidak terjadi
- klien mengatakan nyeri pada daerah
luka operasi
P: Lanjutkan perawatan
- tidak ada drainase purulen, eritema, - rencanakan untuk intervensi no
atau perdarahan
4
4. Merawat luka dengan teknik aseptic - lanjutkan intervensi no 5.
- luka dirawat menggunakan set/
instrument rawat luka steril
- luka dirawat menggunakan alcohol
dan betadine
- perawat menggunakan handscoen
steril saat merawat luka
- membalut luka dengan balutan
kering
5. Memberi obat/ terapi hasil
kolaborasi dengan dokter. Actacef 2
x 1 gr / iv
10.30
No
D
X
1
Tanggal/
waktu
Nama: Tn. Y. W
Umur: 68 Tahun
Implementasi Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
02/07/08
tgl; 02/07/08, jam; 11.00
10.00
1. Memantau keadaan umum klien
- KU; tampak sakit sedang
S: - kesadaran compos mentis (GCS 15)
- klien mengatakan nyeri berkurang O: - klien tampak tidur di atas
4. Mengatur posisi klien
tempat tidur
- posisi: miring kanan
- posisi; miring kanan
5. Melayani terapi Rolac/ tradyl (drips) - terapi rolac/ tradyl sudah
dilayani
10.15
- keadaan luka bebas dari
tanda-tanda infeksi (panas,
02/07/08
merah, bengkak, nyeri,
10.00 1. Mengatur posisi klien
kehilangan fungsi)
- posisi: miring kanan
3. Membantu/ memberi minum klien ( - tidak ada drainase purulen/
eritema, dan perdarahan
200 cc, air putih)
10.30 4. Menganjurkan klien untuk
A: Masalah teratasi sebagian
beristirahat, jika tidak melakukan
untuk diagnosa 1 dan 2, dan
aktifitas
untuk diagnosa 3, masalah
02/07/08
tidak terjadi.
10.00 1.Mengobservasi tanda-tanda vital
- tanda vital: TD; 120/80 mmHg,
N; 80 x/m, R; 18 x/m, SB; SB; 36, 8 C P: lanjutkan tindakan perawatan
2.Memantau keadaan luka
10.10 - klien mengatakan nyeri pada daerah
luka sudah berkurang.
- balutan luka tampak kering
- tidak ada tanda-tanda infeksi (merah,
bengkak, panas, nyeri, kehilangan
fungsi dan juga perdarahan)
- tidak ada drainase purulen/ eritema
dan perdarahan
5. Memberi terapi hasil kolaborasi:
actacef 2 x 1 gr / iv
10.30
Nama: Tn. Y. W
No
DX
1
Tanggal/
waktu
03/07/08
10.00
Umur: 68 Tahun
Implementasi Keperawatan
Evaluasi Keperawatan
tgl; 03/07/08, jam; 11.00
A. Kesimpulan
Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu
disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih
2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung
kemih dan cystitis.
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:a.
Retensi urinb. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing. Miksi yang tidak puas. Frekuensi
kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)e. Pada malam hari miksi harus mengejanf.
Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria). Massa pada abdomen bagian bawah.
Hematuriai. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin).
Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi. Kolik renall. Berat badan turun.
Anemia Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat
berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung
kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.
B.
Saran
atau
menjaga
kesehatan
diantaranya
perbanyaklah
mengkonsumsi
air
mineral,minimal 8 gelas perhari atau setara dengan 2 liter air untuk melancarkan pencernaan dan
kinerja fungsi ginjal.