You are on page 1of 13

ASUHAN KEPERAWATAN

ADULT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM ( ARDS )

Di susun oleh:
Ilham Wahyu Sasongko

( P07120214014 )

Laiefa Zulfa Istiqamah

( P07120214017 )

Nissa Kurniasih

( P07120214023 )

Novatiarista Widya P.

( P07120214024 )

Sri Eni Restuti

( P07120214034 )

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
D-IV KEPERAWATAN
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ARDS adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut
yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru.
(Aryanto Suwondo, 2006). ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang
progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan
infiltrat yang menyebar dikedua belah paru.
ARDS ( juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru
sehat, sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien
tiap tahun, dengan laju mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami
ARDS. Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk
trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia,
gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis obat.
Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan
ventilasi mekanik (Doenges 1999 hal 217).
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa
trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. ARDS terjadi
sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang
mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan
perubahan dalam jaring-jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan
perfusi yang jelas akibat akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif
darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan
surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat
menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya adalah penuruna karakteristik
dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia ( Brunner &
Suddart 616).
Oleh karena itu, penanganan ARDS sangat memerlukan tindakan khusus dari
perawat untuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan klien. Hal tersebut
dikarenakan klien yang mengalami ARDS dalam kondisi gawat yang dapat
mengancam jiwa klien.

B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Apakah yang dimaksud dengan ARDS?


Apa penyebab dari ARDS?
Bagaimana manifestasi klinis dari ARDS?
Bagaimana patofisiologi dari ARDS?
Bagaimana komplikasi ARDS?
Bagaimana klasifikasi ARDS?
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang ARDS dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan
kasus ARDS.
2. Tujuan Khusus
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Menjelaskan tentang ARDS.


Menjelaskan tentang penyebab dari ARDS.
Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari ARDS.
Menjelaskan tentang patofisiologi dari ARDS.
Menjelaskan tentang komplikasi ARDS.
Menjelaskan tentang klasifikasi ARDS.
Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Adult respiratory distress syndrom (ARDS) merupakan keadaan gagal
napas mendadak yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang
mendasari sebelumnya. Sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena
patogenesisinya belum jelas dan terdapat banyak faktor predisposisi seperti syok
karena perdarahan, sepsis, rudapaksa/trauma pada paru atau bagian tubuh lainya,
pankreatitis akut, aspirasi cairan lambung, intoksisasi heroin, atau metadon.
Sindrom

gawat

napas

akut

juga

dikenal

dengan

edema

paru

nonkardiogenik. Sindrom ini merupakan sindrom klinis yang ditandai penurunan


progresif kandungan oksigen di arteri yang terjadi setelah penyakit atau cidera
serius. ARDS biasanya membutuhkan ventilasi mekanik yang lebih tinggi dari
tekanan jalan napas normal. Terdapat kisaran yang luas dari faktor yang berkaitan
dengan terjadinya ARDS termasuk cidera langsung pada paru (seperti inhalasi
asap) atau gangguan tidak langsung pada tubuh (seperti syok).
B. Etiologi
Faktor penting penyebab ARDS antara lain:
1. Syok (disebebkan banyak faktor)
2. Traua (memar pada paru-paru, fraktur multiple, dan cidera kepala)
3. Cidera system syaraf yang serius
Cidera sisitem syaraf yang serius seperti trauma, CVA, tumor, dan
peningkatan

tekanan

intracranial

dapat

menyebabkan

terangsangnya

sarafsimpatis sehingga mengakibatkan fasokonstriksisi stemik dengan


ditribusi sejumalah besar volume darah kedalam paru-paru. Hal ini
menyebabkan peningkatan hidrostatik dan kemudian akan menyebabkan
4.
5.
6.
7.

cidera paru-paru (lung injury).


Gangguan metbolisme (pancreatitis dan uremia)
Emboli lemak dancairan amnion
Infeksi paru-paru difus (bakteri, virus, dan jamur)
Inhalasi gas beracun (rokok,oksigen konsentrasi tinggi, gas klorin, NO2,

ozon)
8. Aspirasi (sekresigastrik, tenggelam, dan keracunan hidrokarbon)
9. Menenlan obat berlebih dan overdosis inarkotik/non narkotik (heroin, opioid,
dan aspirin)
10. Kelainan darah (DIC, tranfusidarah multiple, dan buy kardiopulmunor )
11. Operasibesar

12. Resoinimunologi terhadap anti gen pejamu (syndrome goodpasturedan SLE)


C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ARDS bervariasi tergantung penyebabnya. Pada
permulaan cidera dan selama beberapa jam pertama, pasien mungkin bebas dari
gejala-gejala dan tanda-tanda gangguan pernafasan. Seringkali tanda terdininya
adalah peningkatan frekuensi pernafasan yang segera diikuti dengan dispnea.
Pengukuran

analysis

blod

gasses

(ABGs)

lebih

dini

akan

memperlihatkan penenkanan PO2 meskipun PCO2 menurun, sehingga perbedaan


oksigen alfeolar-arteri meningkat. Pada stadium dini tersebut pemberian oksigen
dengan masker atau dengan kanula menyebabkan peningkatkan bermakna dalam
PO2 arteri.
Pada pemeriksaan fisik dapat juga ditemukan suara nafas ronchi basah
saat inspirasi halus, meskipun tidak begitu jelas.
D. Patofisiologi
ARDS selalu berhubungan dengan penambahan cairan dalam paru.
Sindrom ini merupakan suatu edema paru yang berbeda dari edema paru karena
kelainan jantung. Pembedahanya terletak pada tidak adanya peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler paru. Dari segi histologi, mula-mula terjadi kerusakan
membran

kapiler-alveoli,

selanjutnya

terjadi

peningkatan

permeabilitas

endotelium kapiler paru dan epitel alveoli yang mengakibatkan terjadinya edema
alveoli dan interstitial. Untuk mengetahui lebih banyak mengenai edema paru
pada ARDS, penting untuk mengetahui hubungan struktur dan fungsi alveoli.
Membran alveoli terdiri atas dua tipe sel, yaitu sel Tipe I (Tipe A), sel
penyongkong yang tidak mempunyai mikrovili dan amat tipis. Sel Tipe II (Tipe
B) berbentuk hampir seperti kubus dengan mikrovili dan merupakan sumber
utama surfaktan alveoli. Sekat pemisah udara dan pembuluh darah disusun oleh
sel Tipe I atau Tipe II dengan membran basal endotelium dan sel endotelium.
Bagian membran kapiler alveoli yang paling tipis mempunya tabel 0,15
m. Sel pneumosit tipe I amat pekat terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh
beberapa zat yang terinhalasi. Jika terjadi kerusakan sel-sel yang menyusun 95%
dari permukaan alveoli ini, akan amat menurunkan keutuhan sekat pemisah
alveoli-kapiler. Pada kerusakan mendadak paru mula-mula terjadi peradangan
interstisial, edema, dan perdaraahan yng disertai dengn proliferasi sel tipe II yang

merusak. Keadaan peradangan ini dapat membaik secara lambat atau membentuk
fibrosis paru yang luas.
Sel endotel mempunyai celah yang dapat menjadi lebih besar daripada 60
sehingga terjadi perembesn cairan unsur-unsur lain darah ke dalam alveoli dan
terjadi edema paru.

Mula-mula cairan berkumpul di interstitium dan jika

kapasitas interstitium terlampaui, alveoli mulai terisi menyebabkan atelekstasis


kongesti dan terjadi hubungan intrapulmoner.
Mekanisme kerusakan endotel pada ARDS dimulai dengan aktivasi
komplemen sebagai akibat trauma, syok, dll. Selanjutnya aktivasi komplemen
akan menghasilkan C5a yang menyebabkan granulosi teraktivasi dan menempel
serta merusak endotelium mikrovaskuler paru, sehingga mengakibatkan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Agregasi granulosit neutrofil merusak sel
endotelium dengan melepaskan protease yang menghancurkan struktur protein
seperti kolagen, elastin, dan fibronektin, dan protelisis protein plasma dalam
sirkulasi seperti faktor Hageman,fibrinogen, dan komplemen (Yusuf, 1996).
Beberapa hal yang menyokong peran granulosit dalam proses timbulnya
ARDS adalah fakta adanya granulositopenia yang berat pada binatang percobaan
dengan ARDS karena terkumpulnya granulosit dalam paru.
Biopsi paru dengan klien ARDS menunjukkan juga adanya pengumpulan
granulosit yang tidak normal dalam parenkim paru. Granulosit yang teraktivasi
mampu melepaskan enzim proteolitik seperti elastase, kolagenase, dan oksigen
radikal yang dapat menghambat aktivitas anti protease paru.
Endotoksin bakteri, aspirasi asam lambung dan intoksikasi oksigen dapat
merusak sel endotelium arteri pulmonalis dan leukosit neutrofil yag teraktifasi
akan memperbesar keruskan tersebut. Histamin, serotonon, atau bradikinin dapat
menyebabkan kontraksi sel endotelium dan mengakibatkan pelebaran porus
interselular serta peningkatan permeabilitas kapiler.
Adanya hipotensi dan pankreatitis akut dapat menghambat prosuksi
surfaktan dan fosfolipasi A. Selain itu cairan edema terutama fibrinogen akan
menghambat

produksi

dan

aktivitas

surfaktan

sehingga

menyebabkan

mikroatelektasis dan sirkulasi venoarterial bertambah. Adanya perlambatan aliran


kapiler sebab hipotensi, hiperkoagulabilitas dan asidosis, hemolisis toksin bakteri
dll dapat merangsang timbulnya koagulasi intravaskuler tersebar(disseminated
intravascular coagulation-BIC).

Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan


merembes kejaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema baru dan
atelektasis kongesti yang luas. Terjadi pengurangan vilume paru, paru menjadi
kaku dan kompliance (compliance) paru menurun. Kapisatas residu fungsional
(functional capacity-FRC) jugs menurun hipoksemia berat merupakan gejala
penting ARDS dan penyebab hipoksemia adalah ketidakseimbangan ventilasiperfusi, hubungan arterio-venous (aliran darah mengalir ke alveoli yang koleps),
dan kelainan difusi alfeoli-kapiler akibat penebalan dinding alfeoli-kapiler.
Peningkatan permeabilitas membran alveoli-kapiler menimbulkan eema
interstitial dan alveolar serta atelektasis, sehingga jumal udara sisa pada paru
diakir ekspirasi normal dan kapasitas residu fungsional (FRC) menurun.
E. Komplikasi
Sebagian

bayi

yang

selamat

dari

ARDS

kemudian

mengidap

displasia bronkupulmonaris, yaitu suatu penyakit pernapasan kronik yang ditandai


oleh pembentukkan jaringan parut di alveolus, peradangan alveolus dan kapiler,
dan

hipertensi paru.. Tanda-tanda dispnea dan hipoksia dapat berlanjut dan

menyebabkan kelelahan, kegagalan pernapasan, dan kematian bayi, biasanya


dalam 3 hari. Selain ini komplikasi yang dapat dialami oleh anak yang menderita
ARDS yaitu
pengeluaran

pneumotoraks, pneumomediastinum, hipotensi, menurunnya


urin,

asidosis,

hiponatremi,

hipernatremi,

hipokalemi,

DIC

(Disseminated Intravaskuler Coagulation), kejang, Intraventrikuler Hemorhagi,


infekasi sekunder, dan murmur.
Komplikasi jangka pendek ( akut ) (Pramanik.A.MD : 2002) dapat terjadi :
1. Ruptur alveoli, apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea,
ataubradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk
dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat
timbulkarena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan
alat-alat respirasi.
3. Perdarahan
intrakranial

dan

leukomalacia

periventrikular

perdarahanintraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan


frekuensi terbanyakpada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.4 PDA dengan

peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayidengan


RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen,
tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya
oksigen yang menuju keotak dan organ lain.

Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :


1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD):
Merupakan penyakit paru kronik yangdisebabkan pemakaian oksigen
pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakanpada waktu menggunakan
ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dandefisiensi vitamin A.
Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masagestasi.
2. Retinopathy premature:
Merupakan kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi
yang berhubungandengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
Ketahanan hidup penderita ARDS pediatric bervariasi. Kebanyakan
senter melaporkan angka kematian sekitar 50-75%. Meta-analisis empat
laporan mengenai ARDS pada anak mendapatkan angka kematian
keseluruhan 52%. Penelitian multisenter pada 41 unit perawatan intensif
pediatric didapatkan 470 anak dengan kegagalan pernapasan akut (ditentukan
dengan ventilasi mekanik, PEEP 6 cm H2O dan kebutuhan FIO2 0,5 selama
12 jam) dengan angka kematian 43%. Kematian disebabkan karena kejadian
yang mengawali, disfungsi organ multisystem, atau sepsis. Untuk yang
bertahan hidup, harapan untuk penyembuhan fungsional cukup baik.
Kebanyakan anak dapat kembali ke keadaan sebelum sakit pada tahun
pertama meskipun mungkin dapat diidentifikasi kelainan minimal pertukaran
gas melalui uji fungsi paru. Keluaran jangka panjang kembalinya fungsi paru
pada mereka yang bertahan hidup cukup baik dan mungkin lebih baik dari
pada orang dewasa.

F. Klasifikasi
1. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru-

parunya normal secara structural maupun fungsional sebelum awitan penyakit


timbul.

2. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit

paru kronik seperti bronchitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam
(penyakit penambang batubara). Pasien mengalalmi toleransi terhadap
hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal
nafas akut biasanya paru-paru kembali ke nasalnya. Pada gagal nafas kronik
struktur

paru

alami

kerusakan

yang

ireversibel.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Identitaspasien :
Nama
Umur
Tempat tanggal lahir
Jenis kelamin
Agama
Status
Alamat
Penanggung jawab

:Ny. X
: 40 th
: Yogyakarta, 17 agustus 1975
: Perempuan
: Islam
: Menikah
: Jl Godean km 7
: Suami (Tn. Y)

Riwayatkesehatan:
Ny.x pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan cidera
kepala, kurang kesadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut hal ini
mengakibatkan obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernafasan yang
menyebabkan gagal nafas dengan analisa data sebagai berikut:
DO

DS

INSPEKSI
1. Konjungtiva
sianosis
2. Penurunan

sianosis
4. Bernafas

Ketidakefektifan
sulit bernafas
jalan nafas
2. Keluarga
klien
pernah
mengalami cidera
kepala.
3. Keluarga

dengan
mengerutkan
mulut
5. Pernafasan

menyatakan klien
sering mengalami
penurunan

dengan cuping
batuk

kesadaran seperti
bingung.
4. Pasien

tetapi tidak ada

menyatakan saat

sputum

batuk seperti ada

yang

keluar.

mengeluh

menyatakan klien

turgor
3. Jari dan kuku

hidung
6. Pasien

1. Klien

Masalah

PALPASI
1. RR= 30x/menit

dahak
tertahan.

yang

Penyebab
Adanya
penumpukan
secret pulmonal

2. Nadi

99x/menit

AUSKULTASI
1. Bunyi
nafas
ronchi
2. Jalan
tidak

nafas
bersih

terdapat secret
3. Bunyi
nafas
tidak normal

Hasil

BGA

menunjukkan
adanya hipoksemia

Biopsi
Darah:PaO2/FiO2<
200 =ARDS

B. Diagnosa
Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan adanya penumpukan
secret pulmonal yang ditandai dengan konjungtiva sianosis, penurunan turgor, jari
dan kuku sianosis, bernafas dengan mengerutkan mulut, pernafasan dengan
cuping hidung, pasien batuk tetapi tidak ada sputum, RR= 30x/menit, nadi =
99x/menit, bunyi nafas ronchi, jalan nafas tidak bersih terdapat secret, bunyi
nafas tidak normal,

hasil BGA menunjukkan adanya hipoksemia, biopsi

darah:PAO2/fio2< 200 =ARDS, serta klien mengeluh sulit bernafas, keluarga klien
menyatakan klien pernah mengalami cidera kepala, keluarga menyatakan klien
sering mengalami penurunan kesadaran seperti bingung, dan pasien menyatakan
saat batuk seperti ada dahak yang tertahan.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan
disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c
block) yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan
koloid protein baik interseluler maupun intra alveolar. Penyebabnya bisa
penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paruparu seperti: Pneumoni virus, bakteri, fungal; contusio paru, aspirasi cairan
lambung, inhalasi asap berlebih, inhalasi toksin, menghisap O2 konsentrasi tinggi
dalam waktu lama, Sepsis, Shock, Luka bakar hebat, Tenggelam,dsb. Gejala
biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera.
SGPA(sindrom gawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan
kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal.

B. SARAN
1. Menghindari faktor resiko yang dapat menyebabkan ARDS.
2. Apabila gejala ARDS mulai muncul sesegera mungkin bawalah ke rumah
sakit terdekat untuk mendapat pertolongan lebih lanjut agar tidak terjadi
komplikasi pada hati dan ginjal.

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Somantri, Iman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.

2015. Askep ARDS. [online]. Tersedia :


https://www.scribd.com/doc/212553934/askep-ARDS. [ Diakses 03
Oktober 2015. Pukul 20:00]

You might also like