You are on page 1of 34

Aplikasi Geolistrik

A. JUDUL
Analisa Potensi Emas Mengunakan Metoda Geolistrik Induksi Polarisasi Konfigurasi
dipole-dipole di Kenagarian Padang Sibusuk Kecamatan Kupitan Kabupaten Sijunjung
B. BIDANG KAJIAN
Geofisika
C. PENDAHULUAN
Emas merupakan elemen yang dikenal sebagai logam mulia. Elemen ini
memiliki nomor atom 79 dan nama kimia aurum atau Au. Emas memiliki sifat
fisik yang sangat stabil, tidak korosif atau tidak lapuk dan jarang bersenyawa
dengan unsur kimia lain. Konduktifitas elektrik dan termalnya sangat baik,
malleable sehingga dapat dibentuk dan juga bersifat ductile. Penggunaan utama
emas adalah untuk bahan baku perhiasan dan benda-benda seni, selain itu
karna konduktif emas digunakan dalam aplikasi elaktronik. Emas juga
digunakan dalam bidang fotografi dan pengobatan (Dinas Pertambangan dan
Energi Kabupaten Landak Kalimantan Barat, 2008)
Salah satu daerah penghasil emas adalah Kenagarian Padang Sibusuk
Kecamatan Kupitan Kabupaten Sijunjung. Jarak nagari Padang Sibusuk
dengan Ibukota Provinsi Sumatera Barat Kota Padang berkisar antara 80 90
km. Penduduk asli Kenagarian Padang Sibusuk sebagian besar bertani, dan ada
juga yang bekerja di pemerintahan maupun sektor swasta. Beberapa tahun
terakhir ini muncul pekerjaan baru yaitu menambang emas. Menurut data dari

map of local economy (Sarjadi, 2009) persentase jumlah penduduk yang


melakukan penambangan dan penggalian di Kabupaten Sijunjung sekitar
15,55% dari jumlah penduduk, dan di tingkat nagari sekitar 15% atau kurang
lebih berjumlah 1050 orang. Perekonomian masyarakat Padang Sibusuk
meningkat, terlihat dari rumah-rumah sudah dibangun dengan megah,
kendaraan bermotor ditemui disetiap rumah, dan banyak masyarakat Padang
Sibusuk yang menunaikan ibadah haji berkat emas yang ditambangnya.
Penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat di Kenagarian
Padang Sibusuk merupakan pertambangan rakyat. Pertambangan ini dilakukan
dengan cara menggali lahan persawahan yang dianggap mengandung emas
dengan menggunakan eskapator. Kedalaman penggalian emas sekitar 10-15
meter, batu-batu di dalamnya diangkat kemudian pasirnya dihisap dan disaring
pakai mesin diesel, lalu pasir yang diperoleh didulang untuk memperoleh emas.
Tambang emas yang dilakukan oleh masyarakat Padang Sibusuk memberikan
dampak

negatif

berupa rusaknya

struktur tanah

yang

tadinya bisa

dimanfaatkan untuk bertani sekarang tinggal bebatuan dan pasir. Bekas


tambang membentuk danau-danau kecil sehingga batas tanah antara seorang
dengan orang lain menjadi tidak jelas, yang apabila tidak diurus akan menjadi
sengketa atau perselisihan dikemudian hari (Hardiwan, 2006).
Berdasarkan survey lokasi, pertambangan emas yang dilakukan
masyarakat Padang Sibusuk umumnya berlokasi di area persawahan dan di
pinggir sungai. Penambangan dilakukan secara berpindah-pindah dari lokasi
yang satu ke lokasi yang lain. Pemilihan lokasi tambang dilakukan berdasarkan
perkiraan saja, akibatnya beberapa area persawahan di Kenagarian Padang

Sibusuk menjadi rusak dan tidak bisa lagi di manfaatkan. Daerah yang menjadi
bekas tambang dan tidak bisa dimanfaatkan lagi untuk pertanian adalah daerah
Batang Laweh dan Lubuk Batu. Berdasarkan dampak dari pertambangan
rakyat, diperlukan adanya penelitian untuk mendeteksi distribusi emas di
Kenagarian Padang Sibusuk sebagai informasi awal bagi masyarakat Padang
Sibusuk untuk melakukan eksplorasi selanjutnya.
Salah satu metode yang tepat untuk mendeteksi distribusi keberadaan endapan
emas di bawah permukaan adalah dengan menggunakan metode geolistrik. Metode
geolistrik sendiri didefinisikan sebagai suatu metoda geofisika yang mempelajari sifat
aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana mendeteksinya di permukaan bumi.
Metoda geolistrik terdiri dari beberapa metoda antara lain metoda geolistrik tahanan
jenis, IP (Indeks Polarization), potensial diri (Self Potensial) dan lain-lain. Setiap metoda
memberikan manfaat dan pengukuran yang berbeda. Salah satu metoda geolistrik yang
baik digunakan untuk eksplorasi mineral logam adalah metoda induksi polarisasi atau
metoda polarisasi terimbas, prinsip kerja dari metoda induksi polarisasi ini adalah
untuk mendeteksi terjadinya polarisasi listrik pada permukaan mineral-mineral logam
di bawah permukaan bumi (Reynold, 1997).
Metoda Induksi Polarisasi (IP) merupakan metoda geolistrik, yang dalam
geofisika umumnya di bidang eksplorasi logam dasar (base-metal). Metoda ini banyak
digunakan dalam eksplorasi logam dasar karena adanya fenomena polarisasi yang
terjadi di dalam suatu mediun batuan. Fenomena polarisasi itu menandakan adanya
kandungan logam di bawah permukaan yang tidak terdeteksi dengan baik jika hanya
menggunakan metoda geolistrik resistivitas. Sehingga, dalam eksplorasi logam dasar
umumnya dilakukan dengan menggabungkan dua metoda yaitu metoda IP dan

resistivitas (Telford, 1990). Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul Pemetaan Sebaran Emas Menggunakan Metoda Induksi
Polarisasi di Daerah Persawahan Kenagarian Padang Sibusuk Kecamatan Kupitan
Kabupaten Sijunjung.
D. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang diajukan, dirumuskan masalah penelitian ini
yaitu bagaimana peta distribusi emas di Kecamatan Kupitan Kabupaten Sijunjung
ditinjau dengan metode Induksi Polarisasi
E. PEMBATASAN MASALAH
Mengingat keterbatasan waktu, biaya, kemampuan peneliti, dan
penelitian ini mampu memberikan jawaban terhadap masalah yang di
kemukakan, dibuatlah pembatasan dalam kajian penelitian ini, yaitu:
1. Metode geolistrik yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu metoda geolistrik
induksi polarisasi jenis konfigurasi dipole-dipole
2. Penelitian dilakukan di Kenagarian Padang Sibusuk yaitu di Padang Bonei
Bawah pada koordinat 00 42 0,61 LS dan 1000 50 37,5 BT dan Padang
Bonei Atas pada koordinat 00 42 03,6 LS dan 1000 50 36,71 BT, ketinggian
211 meter diatas permukaan lautLuas medan pengukuran sekitar 14625 m2
3. Lintasan pengukuran terdiri dari 5 lintasan
F. PERTANYAAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini yaitu :
1. Berapa nilai tahanan jenis emas di Kenagarian Padang Sibusuk menggunakan
metoda Induksi Polarisasi berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan

2. Bagaimanakah Penyebaran emas di Kenagarian Padang Sibusuk Kecamatan


Kupitan Kabupaten Sijunjung
G. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui nilai tahanan jenis, menggunakan metode Induksi Polarisasi
untuk konfigurasi Dipole-dipole di Kecamatan Kupitan Kabupaten Sijunjung
2. Memetakan penyebaran emas di Kenagarian Padang Sibusuk Kecamatan
Kupitan Kabupaten Sijunjung
H. KONTRIBUSI PENELITIAN
1. Sebagai informasi data awal geologi bawah permukaan bagi pihak Dinas
Pertambangan dan Pemerintah Daerah dalam membuka tambang di lokasi
yang tepat
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan acuan bagi
penelitian lanjutan
3. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Jurusan
Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Padang.
I. TINJAUAN PUSTAKA
1. Mineral Emas Dan Proses Terbentuknya
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa,
kekerasannya berkisar antara 2,5 3 (skala Mohs), massa jenisnya 19,3
gr/cm3. Warnanya kuning emas, kekerasaanya rendah sehingga dapat
dipotong dengan pisau dan mudah diubah bentuknya. Bentuknya di alam
tidak teratur, ukuran butirnya bervariasi tetapi sering kali mikroskopis dan
bahkan sukar dilihat (Munir, 1996)

Mineral pembawa emas biasanya berpadu dengan mineral ikutan (gangue


minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin,
flourpar, dan sejumlah kecil mineral nonlogam. Mineral pembawa emas juga
berpadu dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa
emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan
senyawa emas dengan unsur-unsur belerang (Alamsyah, 2006).
Emas berasal dari suatu reservoar yaitu inti bumi dimana air magmatik yang
mengandung ion sulfida, ion klorida, ion natrium, dan ion kalium
mengangkut logam emas ke permukaan bumi. Kecenderungan terdapatnya
emas terdapat pada zona epithermal atau disebut zona alterasi hidrothermal.
Zona alterasi hidrotermal merupakan suatu zona dimana air yang berasal
dari magma atau disebut air magmatik bergerak naik kepermukaan bumi.
Celah dari hasil aktivitas Gunungapi menyebabkan air magmatik yang
bertekanan tinggi naik ke permukaan bumi. Saat air magmatik yang yang
berwujud uap mencapai permukaan bumi terjadi kontak dengan air
meteorik yang menyebabkan ion sulfida dan ion klorida yang membawa
emas terendapkan. Air meteorik biasanya menempati zona-zona retakanretakan batuan beku yang mengalami proses alterasi akibat pemanasan oleh
air magmatik. Seiring dengan makin bertambahnya endapan dalam retakanretakan tersebut, semakin lama retakan-retakan tersebut tertutup oleh
akumulasi endapan dari logam-logam yang mengandung ion-ion kompleks
yang mengandung emas. Zona alterasi yang potensial mengandung emas
dapat diidentifikasi dengan melihat lapisan pirit atau tembaga pada suatu
reservoar yang tersusun atas batuan intrusif misalnya granit atau diorite
(Kurniawan, 2010).

Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengendapan di permukaan.


Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme yaitu kontak
yang terjadi antara bebatuan dengan air panas (hydrothermal) atau fluida
lainnya. Genesis emas dikategorikan menjadi dua yaitu endapan primer dan
endapan plaser (Alamsyah, 2006) Berdasarkan temperatur, tekanan dan
kondisi geologi pada saat pembentukan emas dapat dibagi menjadi 3 jenis
1) Endapan Hipotermal
Endapan ini terbentuk pada temperatur 300C - 600C pada
kedalaman > 12.000 meter. Endapan ini merupakan endapan urat (vein)
dan penggantian (replacement) yang terbentuk pada temperatur dan
tekanan tinggi. Pada endapan ini, biasa terdapat mineral logam yang
berupa bornit, kovelit, kalkosit, kalkopirit, pirit, tembaga, emas,
wolfram, molibdenit, seng dan perak. Mineral logam tersebut berasosiasi
dengan mineral - mineral pengotor seperti piroksen, amfibol, garnet,
ilmenit, spekularit, turmalin, topaz, mika hijau dan mika cokelat
(Warmada, 2007)
2) Endapan Mesotermal
Endapan ini terbentuk pada suhu 200-400 0C dan kedalaman
bekisar 3.000 meter sampai 12.000 meter. Endapan ini terletak agak jauh
dari tubuh intrusi, maka sumber panas yang utama berasal dari fluida
panas

yang bergerak

naik

dari lokasi intrusi menuju

lokasi

terbentuknya endapan ini. Fluida tersebut berasal dari meteorik water


yang masuk menuju lokasi intrusi dan mengalami pemanasan yang
selanjutnya naik menuju lokasi endapan mesotermal.

Logam utama yang terdapat pada endapan ini antara lain emas,
perak, tembaga, seng dan timbal. Mineral bijih yang ditemukan berupa
sulfida, arsenida, sulfantimonida, dan sulfarsenida. Pirit, kalkopirit,
sfalerit, galena, tetrahedrit, dan tentalit serta emas stabil merupakan
mineral bijih yang paling banyak ditemukan. Mineral pengotor yang
dominan adalah kuarsa namun selain itu juga dijumpai karbonat seperti
kalsit, dolomit, ankerit dan sedikit siderit, florit yang merupakan
asosiasi penting (Kamar, 2006)
3) Endapan epitermal Endapan ini terbentuk pada suhu 50C - 250C yang
berada dekat permukaan bumi dan terletak pada kedalaman paling jauh
dari tubuh intrusi, dan terbentuk pada kedalaman 1 km . Sumber panas
yang utama pada endapan ini berasal dari fluida panas yang bergerak
naik dari lokasi intrusi menuju lokasi terbentuknya endapan ini. Dengan
kata lain, fluida panas tersebut telah melewati zona endapan mesotermal
( Warmada, 2007)
2. Distribusi Arus Pada Medium Homogen
Bumi diasumsikan bersifat sebagai medium homogen yang memiliki
harga tahanan jenis

diinjeksikan arus sebesar I, maka arus akan

mengalir secara radial seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bentuk tiga dimensi permukaan ekipotensial medium homogen (Reynold,


1997 : 424)
Potensial atau jatuh tegangan antara kedua titik di permukaan dapat

dijelaskan dengan gradien potensial,

tanda minus (-)

menunjukan bahwa potensial berkurang sebanding dengan distribusi arus.


Rapat arus yang dilambangkan dengan J merupakan perbandingan kuat
arus I terhadap luas distribusi arus. Arus tidak mengalir ke udara
disebabkan udara merupakan isolator yang kuat. Bentuk distribusinya
setengah permukaan bola, dengan luas

dengan demikian rapat arus

akan berkurang seiring bertambahnya jarak titik acuan dari sumber arus
(Reynolds: 1997: 424-425). Perubahan beda potensial melewati kulit bola
dengan ketebalan

adalah :
=-

dengan mengganti nilai J adalah perbandingan kuat arus dengan luas


distribusi arus didapatkan harga
=-

(1)

sehingga potensial V pada titik r dari sumber arus adalah :


V(r) =

(2)

Persamaan (2) memperlihatkan bahwa nilai beda potensial (V)


berbanding terbalik dengan jarak

, yang berarti yaitu jika semakin

jauh suatu titik dari sumber arus maka beda potensial (V) pada titik tersebut
semakin kecil, begitu juga hal sebaliknya jika semakin dekat suatu titik
dengan sumber arus maka beda potensial (V) pada titik tersebut akan
semakin besar.
3. Resistivitas Emas
Kelistrikan batuan dapat dipelajari dari respon yang diberikan oleh
batuan saat arus dialirkan. Respon yang diberikan tersebut sebanding
dengan harga tahanan jenis yang dimiliki oleh batuan itu. Secara teoritis
kelistrikan dari batuan yaitu besarnya nilai tahanan yang diberikan batuan
saat arus dialirkan kepadanya, dan besarnya nilai tahanan dinyatakan
sebagai nilai tahanan jenis () (Reynolds, 1997)
Resistivitas atau tahanan jenis merupakan parameter sifat fisis yang
menunjukan daya hambat suatu medium (batuan) dalam mengalirkan arus
listrik. Jika bumi diasumsikan homogen, isotropis, dimana resistivitas yang
terukur merupakan resistivitas sebenarnya (true resistivity) dan tidak
tergantung pada spasi (jarak) antar elektroda. Bumi terdiri dari lapisan-

lapisan (heterogen) dengan

yang berbeda-beda, sehingga potensial yang

terukur merupakan potensial dari pengaruh lapisan-lapisan tersebut. Harga


resistivitas yang terukur merupakan resistivitas gabungan dari beberapa
lapisan tanah yang dianggap sebagai satu lapisan (apparent resistivity) dan
besar nilai tergantung oleh faktor geometri susunan elektrodanya (Telford,
1990).
Resistivitas suatu medium atau bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor
Kandungan air atau fluida
Salinitas atau kandungan garam
Temperature
Porositas
Kandungan lempung
Kandungan logam
Emas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai resistivitas
suatu medium atau bahan, disebabkan memiliki sifat menghantarkan panas
dan arus listrik. Emas merupakan konduktor yang baik dengan
konduktivitas termal sebesar 317 W m-1 K-1 . Nilai tahanan jenis emas pada
suhu 200C adalah 2.2 x 10-8 m (Charles dan Robert, 2009). Berdasarkan
nilai konduktifitas termal dan nilai tahanan jenis emas tersebut dapat
disimpulkan bahwa Konduktor yang baik memiliki nilai resistivitas yang
rendah
4. Metode Induksi Polarisasi
Metoda geolistrik adalah salah satu metoda geofisika untuk menyelidiki
kondisi bawah permukaan, yaitu dengan mempelajari sifat aliran listrik
pada batuan di bawah permukaan bumi. Penyelidikan ini meliputi
pendeteksian besarnya medan potensial, medan elektromagnetik dan arus
listrik yang mengalir di dalam bumi baik secara alamiah (metoda pasif)
maupun akibat injeksi arus ke dalam bumi (metoda aktif) dari permukaan.
Metode geolistrik mempunyai prinsip dasar mengirimkan arus ke bawah
permukaan, dan mengukur kembali potensial yang diterima di permukaan
(Berau, 2009).
Polarisasi adalah kemampuan batuan untuk menciptakan atau
menyimpan sementara energi listrik, pada umumnya lewat proses

elektrokimia. Induksi polarisasi adalah efek yang muncul saat batuan


terinduksi oleh energi listrik yang ditimbulkan oleh arus listrik yang melalui
batuan, dan batuan itu menyimpan induksi untuk sememtara (Nurhakim,
2006). Jadi metode Induksi Polarisasi adalah metode yang didasarkan atas
fenomena polarisasi yang terjadi di dalam suatu medium batuan.
Metode Induksi Polarisasi (IP) digunakan dalam eksplorasi logam dasar
karena adanya fenomena polarisasi yang terjadi di dalam suatu medium
batuan. Fenomena polarisasi tersebut menandakan adanya kandungan
logam di bawah permukaan yang tidak dapat terdeteksi dengan baik jika
hanya menggunakan metode geolistrik resistivitas. Sehingga, dalam
eksplorasi logam dasar umumnya dilakukan dengan menggabungkan dua
metode yaitu metode IP dan resistivitas (Telford, 1990). Ilustrasi fenomena
induksi polarisasi dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 3), arus
searah (DC) dialirkan melalui rangkaian empat elektroda dan dimatikan
secara tiba-tiba, potensial yang tertangkap pada elektroda potensial tidak
turun langsung menjadi nol namun arus turun secara perlahan yang disebut
dengan potential decay.

Gambar 3. (a) Ilustrasi dari potential decay setelah arus dimatikan


(b) Efek dari IP decay terhadap waktu pada injeksi arus gelombang
kotak. (Sumber: Lowrie, 2006 : 265)
a. Fenomena Induksi Polarisasi
Metode IP adalah salah satu metode geofisika dan sedang
berkembang pesat terutama dalam bidang tehnik pertambangan yaitu
eksplorasi mineral ekonomis dan geofisika lingkungan. Metode IP pada
dasarnya merupakan pengembangan dari metode geolistrik tahanan jenis
dan mampu memberikan informasi tambahan ketika tidak ditemukan
kontras tahanan jenis yang memadai. Metode ini memiliki teknis
pengukuran yang tidak jauh berbeda dengan pengukuran tahanan jenis.

Metode IP menggunakan efek polarisasi terinduksi sebagai dasar


kerjanya. Efek polarisasi terinduksi dapat diilustrasikan dengan
menggunakan empat elektroda, dimana pada elektroda arus (C 1 dan C2)
dialiri arus listrik searah (DC) maka pada elektroda potensial (P 1 dan P2)
akan terukur beda potensial (V), sebagaimana diilustrasikan dalam
Gambar 3. Ketika aliran arus pada elektroda arus dihentikan, maka nilai
beda potensial antara kedua elektroda potensial tidak secara langsung
bernilai 0 kembali, melainkan secara perlahan-lahan mengalami
penurunan sehingga bernilai 0. Medium yang mengalami efek tersebut
dinamakan medium yang dapat terpolarisasi (polarisable medium).
Grafik yang menggambarkan efek polarisasi terinduksi dapat dilihat
pada Gambar 4

Gambar 4. Grafik penurunan potensial (Reynolds,1997)


b. Sumber Polarisasi Polarisasi pada suatu medium dapat terjadi karena
adanya penyimpan energi saat medium dialiri arus listrik. Secara teoritis,
bentuk energi yang tersimpan pada medium dapat berupa energi

mekanik (elektrokinetik) dan energi kimia (elektrokimia). Penyimpanan


energi secara elektrokimia ini dapat diakibatkan oleh :
1) Variasi mobilitas ion dalam fluida yang terkandung pada medium.
2) Variasi antara jalur penghantaran secara elektronik, hal ini terjadi jika
di dalam medium terdapat mineral logam.
Efek elektrokimia disebut sebagai polarisasi elektroda atau over
voltage effect. Efek ini biasanya lebih besar dibandingkan efek polarisasi
membran, dimana besarnya sangat tergantung pada kandungan mineral
logam yang ada dalam medium batuan (Telford , 1990).
c. Polarisasi Elektroda
Model penampang melintang sebuah batuan dalam skala
mikroskopis dan terdapat larutan elektrolit yang mengisi pori pori
batuan

tersebut

diasumsikan

dengan

Gambar

5.

Dalam

hal

menghantarkan arus listrik, larutan elektrolit yang mengisi pori-pori


batuan merupakan media yang baik untuk menghantarkan arus listrik.
Jika terdapat partikel partikel mineral yang bersifat logam terdapat
pada jalur pori pori batuan, maka partikel partikel mineral yang
bersifat logam akan menghambat aliran arus listrik dalam bentuk
akumulasi ion positif dan ion negatif saat arus diinjeksikan yang
diasumsikan pada Gambar 5. Namun jika tidak terdapat partikel
partikel mineral yang bersifat logam pada jalur pori pori batuan, maka
saat arus diinjeksikan ion negatif dan ion positif dapat mengalir dengan
lancar.

Gambar 5. Model penampang melintang batuan dan gerakan ion


ion pada pori-pori batuan (Telford, 1990).
Saat arus yang diinjeksikan dihentikan maka ion - ion yang
mengalir akan berhenti bergerak dan kembali ke posisi stabil
awalnya. Hal yang sama juga terjadi pada ion ion yang tertahan
dalam bentuk akumulasi. Perbedaannya terdapat pada waktu
tempuh menuju posisi stabilnya. Waktu tempuh ion ion yang
mengalir kembali ke posisi stabil jauh lebih cepat jika dibandingkan
dengan ion ion yang tertahan. Maka ion ion yang tertahan inilah
yang mendominasi beda potensial yang terukur setelah injeksi arus
dimatikan tidak langsung nol tetapi perlahan-lahan turun (Telford,
1990).
d. Teknik Pengukuran Induksi Polarisasi
Teknik pengukuran efek IP dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
pengukuran kawasan waktu dan pengukuran kawasan frekuensi.
Adapun penjelasan kedua teknik pengukuran kedua teknik tersebut
adalah:
1) Kawasan waktu ( time domain )
Tehnik pengukuran efek IP kawasan waktu berhubungan erat
dengan proses penurunan tegangan. Pada saat arus diputus jika kita
mengalirkan arus listrik berbentuk pulsa persegi, maka seolah-olah

terjadi pengisian dan pemutusan arus secara periodik oleh kedua


buah elektroda arus yang terlacak pada saat pengukuran arus
seperti pada Gambar 6, pada kedua buah elektroda potensial, alat
ukur potensial akan melacak pulsa yang tidak persegi lagi, jika kita
mengambil sebuah pulsa maka akan terlihat jelas adanya penurunan
tegangan secara perlahan-lahan (decay). Tegangan pada saat arus
belum diputus dicatat sebagai tegangan primer (Vp) sedangkan
tegangan pada saat arus mulai diputus dicatat sebagai tegangan
sekunder (Vs) (Telford, 1990).

Gambar 6. Polarisasi pada Kawasan Waktu (Telford, 1990)


a) Efek Induksi Polarisasi
Parameter yang diperoleh dalam pengukuran ini yaitu beda
potensial primer (Vp), beda potensial sekunder (Vs) dan waktu
peluruhan. Beda potensial primer merupakan beda potensial saat
arus belum dimatikan, sedangkan beda potensial sekunder
merupakan beda potensial yang terukur selama waktu peluruhan
nilai beda potensial hingga mencapai nilai nol. Untuk mengetahui
seberapa besar nilai perbandingan efek polarisasi pada batuan

kita bandingkan nilai Vp dan Vs untuk selang waktu t1 kemudian


dikalikan 100% (Telford, 1990).
(3)

dimana:
= tegangan sekunder pada saat
= tegangan primer

b) Chargeability
Chargeability atau M diperoleh dengan pengintegralan waktu
luruh (potensial decay) terhadap beda potensial sebelum arus
dimatikan.
(4) dimana : t

dan t

adalah batas-

batas integrasi

= tegangan sekunder pada saat (t) setelah arus

listrik diputus.

= tegangan primer (Telford, 1990).

2) Pengukuran domain frekuensi


Pada pengukuran metode IP kawasan frekuensi adalah
mengukur persen perbedaan antara impedansi pada waktu frekuensi
tinggi dan frekuensi rendah. Jadi persen perbedaan akan bertambah
besar untuk batuan yang mempunyai sifat polarisasi yang besar.
Dalam kawasan ini sumber arus yang dipakai adalah arus AC dan

diukur potensialnya sebagai fungsi dari frekuensi sumber arus yang


digunakan (Telford, 1990)
Untuk mempolarisasikan suatu bahan dengan arus listrik imbas
ke suatu tingkat tertentu dibutuhkan waktu tertentu tergantung dari
jenis bahannya. Karena frekuensi berbanding terbalik terhadap
waktu, maka perbedaan respon tegangan pada pemberian arus listrik
dengan frekuensi yang berbeda juga mencerminkan sifat polarisasi
bahan yang bersangkutan. Ini merupakan dasar pengukuran dalam
kawasan frekuensi.
Ada beberapa parameter dalam kawasan frekuensi, diantaranya
adalah Resistivitas semu, Percent Frequency Effect dan Metal Faktor
a) Resistivitas semu
Resistivitas atau tahanan jenis merupakan parameter sifat fisis
yang menunjukan daya hambat suatu medium (batuan) dalam
mengalirkan arus listrik. Jika bumi diasumsikan homogen,
isotropis, dimana resistivitas yang terukur merupakan resistivitas
sebenarnya (true resistivity) dan tidak tergantung pada spasi
(jarak) antar elektroda. Tetapi pada kenyataannya, bumi terdiri
dari lapisan-lapisan (heterogen) dengan yang berbeda-beda,
sehingga potensial yang terukur merupakan potensial dari
pengaruh lapisan-lapisan tersebut. Karena itu, harga resistivitas
yang terukur merupakan resistivitas gabungan dari beberapa
lapisan tanah yang dianggap sebagai satu lapisan (apparent
resistivity) dan besar nilai tergantung oleh faktor geometri susunan
elektrodanya (Telford, 1990)

b) Percent Frequency Effect (PFE)


Pengukuran IP kawasan frekuensi didasari pengukuran nilai
resistivity

dengan

menggunakan

frekuensi

yang

berbeda.

Frekuensi yang digunakan disebut frekuensi DC untuk frekuensi


rendah dan frekuensi AC untuk frekuensi tinggi.

Gambar 7. Pengukuran IP kawasan frekuensi dengan frekuensi


yang berbeda, arus listrik dengan frekuensi tinggi (f 1),
frekuensi rendah (f2). (Sumner dalam Virman )
Prosedur pengukuran kawasan frekuensi dilapangan adalah
mengalirkan arus listrik ke tanah dalam dua frekuensi yang
berbeda

(Gambar

7),

sebagai

parameter

pengukuran

di

defenisikan frekuensi efek yang secara matematik dapat ditulis


FE =

(5)

dengan:
V1 = tanggap tegangan pada frekuensi tinggi
V2 = tanggap tegangan pada frekuensi rendah
Karena arus listrik yang dialirkan untuk setiap frekuensi
adalah konstan, maka persamaan (5) dapat ditulis menjadi:

FE =

(6)

Dengan :
= tahanan jenis pada frekuensi tinggi (

= tahanan jenis pada frekuensi rendah (

Sedangkan dalam bentuk persen (%) nilai FE (frekuensi efek)


dapat ditulis:
PFE = 100

(7)

dimana:
PFE = Persen Frekuensi Efek
= Tahanan jenis pada frekuensi tinggi (
= Tahanan jenis pada frekuensi rendah (

)
)

Frekuensi Effect didefienisikan sebagai perbandingan antara


selisih tegangan pada frekuensi rendah dengan tegangan pada
frekuensi tinggi, yang terukur pada elektroda tegangan. Nilai FE
atau PFE merupakan respon dari keberadaan mineral yang
terdapat dalam pori-pori batuan. Semakin tinggi konsentrasi
mineral dalam batuan semakin besar nilai PFE. Sehingga
diharapkan dengan mengukur berapa besar nilai PFE pada suatu
lapisan batuan dapat diketahui persentasi jumlah mineral yang
terkandung di dalamnya. Konsep di atas yang menjadi dasar

mengapa metode IP kawasan frekuensi dapat digunakan dalam


melokalisir zona mineralisasi endapan emas (Telford, 1990).
c) Metal Faktor (MF)
Dari hubungan PFE dan , didapat apa yang disebut metal
factor (MF) yang didefinisikan sebagai besaran yang menentukan
seberapa banyak mineral logam (misalnya sulfida) dalam batuan.
Secara teori, hasil pengukuran IP dalam kawasan waktu dan
kawasan frekuensi menghasilkan hal yang sama. Secara praktis
konversi dalam kawasan waktu ke kawasan frekuensi cukup sulit.
Gelombang kotak yang digunakan dalam kawasan waktu
mengandung semua frekuensi. Dalam Telford, 1990 dirumuskan :
(8)

(9)

Satuan MF adalah mhos per meter.


Perlu diperhatikan bahwa nilai MF kawasan waktu tidak
selalu sama dengan nilai MF kawasan frekuensi. Parameter MF
digunakan untuk mengkompensasi parameter IP terhadap harga
tahanan jenisnya.
5. Metoda Induksi Polarisasi konfigurasi Dipole-dipole
konfigurasi yang sering digunakan dalam metode Induksi Polarisasi
adalah konfigurasi Dipole-dipole

Gambar 8. Merupakan susunan konfigurasi Dipole-dipole


dimana :
AB : elektroda arus r1 = MB = 2a+na
MN : elektroda potensial r2 (MA) = r3 (NB) = a+na
AB = MN = a (dalam satuan meter) r4 = NA = na
Beda potensial antara titik N dan M untuk konfigurasi Dipole-dipole dapat
dituliskan pada persamaan menjadi

dimana :

(10)

Persamaan di atas disederhanakan menjadi :


(11)

K merupakan faktor geometri yang nilainya bervariasi


bergantung pada jarak dari a (spasi elektroda). Subtitusi nilai K
terhadap persamaan (11), sehingga diperoleh nilai resistivity tiap
kedalaman adalah :
(12)

Jarak antara pasangan elektroda arus adalah a, yang besarnya


sama dengan jarak pasangan elektroda potensial, n adalah kelipatan yang
dimulai dari 1,2,3,4,5,6.
6. Geologi Daerah Penelitian
a. Stratigrafi Daerah Penelitian
Penelitian

dilakukan

di

Kecamatan

Kupitan

Kabupaten

Sijunjung. Secara geografis terletak antara 100 0 39 54 sampai 1000 39

45 BT dan 00 3954 sampai 00 39 45 LS dengan luas 82.01 Km 2 dan


dibatasi oleh Kota Sawahlunto dibagian utara, Kabupaten Solok di
bagian selatan, Kecamatan IV di bagian timur dan Kecamatan
Silungkang di bagian barat (Dinas Perhubungan Informasi dan
Komunikasi, 2009). daerah ini berada pada ketinggian 100 meter sampai
1500 meter dari permukaan laut, dengan kondisi topografi berbukit,
bergelombang dan dataran yang cukup bervariasi pada setiap wilayah,
dengan rata-rata curah hujan 11,2 hari/mm/bulan, memiliki suhu
berkisar antara 210 330 C dan memiliki beberapa sungai besar dan
kecil dengan jumlah 10 buah dengan panjang 578 Km (Lakip Pemda
Kabupaten Sijunjung (2004)).
b. Struktur Geologi
Struktur Geologi Kecamatan Kupitan Kabupaten Sijunjung
secara umum disusun oleh batuan sedimen klastis , dan batu pasir.

Gambar 9. Peta Geologi Daerah Penelitian (Dinas Pertambangan dan


Energi Kabupaten Sijunjung, 2010

Dari peta geologi diatas dapat dilihat bahwa Kecamatan Kupitan


tersusun atas batuan sedimen klastis , dan batu pasir. Disamping batuan

sedimen klastis, dan batu pasir (sandstone) di daerah Padang Sibusuk


juga ditemukan sebaran batugamping. Gambar 10

Gambar 10. Sebaran Batuan Pembawa Batu Gamping (sumber:


Dinas Pertambangan dan Mineral Kab. Sijunjung, 2010)

Emas di daerah ini tersebar di dasar aliran sungai (DAS) dan


perbukitan, jenis emas yang terdapat didaerah ini berupa emas primer
dan emas aluvial (Dinas Pertambangan dan Energi Kab.Sijunjung, 2010).
Emas primer berupa bijih yang terikat dengan bebatuan dan menyebar
rata dalam material. Emas alluvial berupa butiran lepas dan padat tetapi
berada di permukaan tanah atau di tepi sungai (Ambrosius, 2007).
Berdasarkan pendataan sekunder, Kabupaten Sijunjung memiliki
potensi bahan galian logam, non logam dan batubara yang cukup besar
( Gambar 11). Diantara bahan non logam yang dianggap memiliki
cadangan cukup besar adalah: andesit, granit, batugamping, tanah liat,
marmer dan dolomit. Bahan galian logam yang dianggap prospek untuk
dikembangkan diantaranya: emas, bijih besi dan air raksa (Armin
Tampubolon, 2005).

Gambar 11. Peta Sebaran Bahan Galian Daerah Kab. Sawahunto


Sijunjung, Prov. Sumatera Barat (Armin, 2005)
J. METODE PENELITIAN
1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah bersifat penelitian terapan, sebab


pada penelitian ini menerapkan konsep fisika tentang hukum Ohm pada
metoda geolistrik Induksi Polarisasi untuk Memetakan sebaran emas di
Kenagarian Padang Sibusuk Kecamatan Kupitan Kabupaten Sijunjung.
Penerapan konsep hukum ohm pada metoda geolistrik induksi polarisasi
adalah dengan melihat efek polarisasi terinduksi. Efek polarisasi terinduksi
dapat diilustrasikan dengan menggunakan konfigurasi empat elektroda
dalam pengukuran tahanan jenis, dimana pada elektroda arus (C 1 dan C2)
dialiri arus listrik searah (DC) maka pada elektroda potensial (P 1 dan P2)
akan terukur beda potensial (V). Ketika aliran arus pada elektroda arus
dihentikan, maka nilai beda potensial antara kedua elektroda potensial tidak
secara langsung bernilai 0 kembali melainkan secara perlahan-lahan
mengalami penurunan sehingga bernilai 0. Selanjutnya diperoleh data
pengukuran berupa beda potensial primer (Vp), beda potensial sekunder (Vs)
dan waktu peluruhan, kemudian data diolah berdasarkan teori dasar yang
dikemukakan.
2. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kenagarian Padang Sibusuk kecamatan Kupitan
Kabupaten Sijunjung. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, mulai dari
bulan Juni sampai dengan Juli 2010.
3. Alat dan Bahan
a. Alat
ARES (Automatic Resistivity Meter)

Besi sebagai elektroda


Kabel penghubung
Meteran
GPS (Global Positioning System)
Palu
Seperangkat alat komunikasi
1 unit laptop.
b. Bahan
Padang Bonei Bawah pada koordinat 00 42 0,61 LS dan 1000 50 37,5 BT
dan Padang Bonei Atas pada koordinat 0 0 42 03,6 LS dan 1000 50
36,71 BT ketinggian 211 meter diatas permukaan laut. Lubuak Bupati
pada koordinat 00 42 02,7 LS dan 1000 50 31,1 BT ketinggian 199
meter diatas permukaan laut.
K. RANCANGAN PENELITIAN
Dalam penelitian dipilih beberapa titik ukur sebagai daerah lintasan
pengukuran, yaitu dengan pertimbangan keadaan geologi sekitar daerah
yang dicurigai mengandung emas. Bentuk lintasan pengukuran dapat dilihat
pada Gambar 12

Gambar 12. Rancangan Lintasan Pengukuran


Bentuk lintasan pengukuran disesuaikan dengan bentuk morfologi
daerah penelitian, yaitu terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi.
Medan pengukuran dibagi menjadi 5. Luas medan pengukuran sekitar 14625
m2 yang terdiri dari Padang Bonei bawah dan Padang Bonei atas.
L. VARIABEL PENELITIAN
Variabel adalah segala sesuatu yang akan diteliti oleh peneliti dan variable juga
diartikan sebagai segala sesuatu yang mempunyai variasi nilai. Variabel dalam
penelitian ini terbagi menjadi 2 macam, yaitu variable bebas dan variable terikat
(Nasir,1983). Variabel bebas merupakan variabel yang besarnya dapat berubah dan
mempengaruhi munculnya variabel lainnya. Adapun variabel bebas dalam penelitian

ini adalah I (kuat arus) dan beda potensial (V). Sedangkan variabel terikat adalah
variabel yang tergantung pada variabel bebas atau variabel yang muncul akibat oleh
variabel bebas. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah harga tahanan
jenis (

) dan tahanan jenis semu (apparent resistivity) (

), chargeability (M),

frekuensi efek (PFE) dan metal faktor (MF).


M. TEHNIK PENGAMBILAN DATA
Survey lokasi penelitian perlu dilakukan untuk mengetahui secara pasti lokasi
tersebut, selanjutnya dilakukan penentuan titik-titik pengukuran (spasi) untuk
memudahkan pengukuran. Setelah alat dipasang sesuai dengan prinsip kerja alat,
terlebih dahulu alat harus dikalibrasi untuk mengetahui apakah alat berfungsi dengan
baik. Selanjutnya pengukuran dilakukan pada spasi-spasi yang telah ditentukan untuk
memperoleh variasi nilai tahanan jenis pada setiap titik spasi pengukuran. Langkah
kerja untuk melakukan pengukuran adalah sebagai berikut:
a. Menghubungkan accu dengan alat ukur ARES
b. Menghidupkan alat dengan menekan tombol ON
c. Memilih metoda pengukuran yang tersedia beserta konfigurasinya, dalam hal
ini metode IP dengan konfigurasi Dipole-dipole
d. Melakukan pengukuran
e. Melakukan pengukuran pertama IP dimulai pada frekuensi 50 Hz atau 60 Hz
setelah pulsa arus dimatikan.
f. Menggunakan Tegangan 100 mv untuk IP, Tegangan ini berguna untuk
mendapatkan
eksponensial.

pengukuran

yang

bagus

selama

pengurangan

pulsa

g. Perhitungan kesalahan pengukuran (standar deviasi), paling kurang


digunakan 4 pulsa untuk satu titik pengukuran.
h. Apabila standar deviasi pada titik pengukuran besar dari standar deviasi
maksimum, maka pengukuran harus di ulang lagi. Standar deviasi yang
diperbolehkan paling besar 10%
i. Data hasil pengukuran dikirim ke PC melalui software ARES
j. Rancangan pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini seperti terlihat
pada Gambar 11. Jarak antara kedua elektroda arus (C 1 dan C2) maupun
kedua elektroda potensial (P1 dan P2) sebesar a dan jarak antara C 2 dengan P1
adalah sebesar na

C1 C2 P1 P2 n=1

C1 C2 P1 P2 n=2

C1 C2 P1 P2 n=3

C1 C2 P1 P2 n=4

C1 C2 P1 P2 n=5

Gambar 13. Susunan Elektroda pada Verikal Sounding Konfigurasi Dipole-dipole


(Reynolds:1997,hal 443)
Berdasarkan gambar 12, pengukuran diawali dengan nilai a yang
terkecil dan faktor n dimulai dari harga 1,2,3,...6, selanjutnya dilakukan
penambahan jarak a dengan tujuan untuk menambah kedalaman penetrasi
arus.
N. TEKNIK PENGOLAHAN DATA
Pengolahan data adalah suatu tahapan merubah data primer menjadi
suatu data yang dapat menggambarkan kondisi bawah permukaan dengan
menggunakan bantuan perangkat lunak. Pengolahan data dilakukan dengan
mendownload data yang tersimpan pada alat geolistrik ARES (Automatic
Resistivity System) dengan menggunakan software ARES v5.1 ke PC, data yang
telah didownload kemudian di ekspor ke MS Excel selanjutnya diolah
menggunakan software RES2DINV

You might also like