You are on page 1of 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan intrakranial (ICH) adalah perdarahan (patologis) yang terjadi di
dalam kranium, yang mungkin terjadi di ekstradural, subdural, subaraknoid, atau
serebral (parenkimatosa). Perdarahan intrakranial dapat terjadi pada semua umur
dan juga akibat trauma kepala seperti kapitis,tumor otak dan lain-lain.1,3
ICH menjadi penyebab 8-13% terjadinya stroke dan kelainan dengan spectrum
yang luas. Bila dibandingkan dengan stroke iskemik atau perdarahan subaraknoid,
ICH umumnya lebih banyak mengakibatkan kematian atau cacat mayor. ICH yang
disertai dengan edema akan mengganggu atau mengkompresi jaringan otak
sekitarnya, menyebabkan disfungsi neurologis. Perpindahan substansi parenkim
otak dapat menyebabkan peningkatan ICP dan sindrom herniasi yang berpotensi
fatal.2
Di Amerika, insiden ICH 12-15/100.000 penduduk, termasuk 350/100.000
kejadian hypertensive hemorage pada orang dewasa. Secara keseluruhan insiden
ICH menurun sejak 1950. Insiden ini lebih tinggi di Asia. Setiap tahun terdapat
lebih dari 20.000 orang di Amerika meninggal karena ICH. Tingkat mortalitas
ICH pada 30 hari adalah 44%. Perdarahan batang otak memiliki tingkat mortalitas
75% dalam 24 jam.2
Tingkat insidensi tinggi pada populasi dengan frekuensi hipertensi tinggi,
termasuk Afrika Amerika. Insidensi ICH juga tinggi di Cina, Jepang dan populasi
Asia lainnya, hal ini mungkin disebabkan karena factor lingkungan (spt. diet kaya
minyak ikan) dan/faktor genetik. Insiden ICH meningkat pada individu yang
berusia lebih dari 55 tahun dan menjadi 2 kali lipat tiap decade hingga berusia 80
tahun. Risiko relative ICH >7x pada individu yang berusia lebih dari 70 tahun.2
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini ialah untuk mengetahui dan memahami tentang
definisi, epidemiologi, gejala, tanda terutama di bidang radiologi, diagnosis, dan
penatalaksanaan pendarahan intrakranial

1.3 Manfaat
Hasil dari referat ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu
pengetahuan dan proses pembelajaran bagi dokter muda mengenai pendarahan
intracranial.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Kepala
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya, tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang
membuat kita seperti adanya, akan mudah sekali

terkena

cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron


rusak, tidak dapat di perbaiki lagi.
Otak dilindungi oleh: 1
1 SCALP
SCALP/Kulit kepala terdiri atas 5 lapisan, 3 lapisan pertama
saling melekat dan bergerak sebagai satu unit.
SCALP terdiri dari:

Skin atau kulit


Tebal,

berambut

dan

mengandung

banyak

kelenjar

sebacea.

Connective Tissue atau jaringan penyambung


Merupakan jaringan lemak fibrosa yang menghubungkan
kulit dengan aponeurosis dari m. occipitofrontalis di
bawahnya. Banyak mengandung pembuluh darah besar
terutama

dari

supratrokhlear

lima

arteri

utama

yaitu

cabang

dan supraorbital dari arteri oftalmik di

sebelah depan, dan tiga cabang dari karotid eksternaltemporal superfisial, aurikuler posterior, dan oksipital di
sebelah posterior dan lateral. Pembuluh darah ini melekat
erat dengan septa fibrosa jaringan subkutis sehingga
sukar berkontraksi atau mengkerut. Apabila pembuluh ini
robek,

maka

pembuluh

ini

sukar

mengadakan

vasokonstriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah


yang bermakna pada penderita laserasi kulit kepala.
Perdarahan sukar dijepit dengan forcep arteri. Perdarahan
3

diatasi dengan menekannya dengan jari atau dengan


menjahit laserasi.

Aponeurosis atau galea aponeurotika


Merupakan

suatu

jaringan

fibrosa,

padat,

dapat

digerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap


kekuatan trauma eksternal, menghubungkan otot frontalis
dan otot occipitalis.
Spatium

subaponeuroticum

adalah

ruang

potensial

dibawah aponeurosis epicranial. Dibatasi di depan dan di


belakang oleh origo m. Occipito frontalis, dan meluas ke
lateral sampai ke tempat perlekatan aponeurosis pada
fascia temporalis.

Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar


Menghubungkan aponeurosis galea dengan periosteum
cranium (pericranium). Mengandung beberapa arteri kecil
dan

beberapa

v.diploica

v.emmisaria

tulang

tengkorak

yang
dan

menghubungkan
sinus

venosus

intrakranial. Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa


infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak,
sehingga pembersihan dan debridement kulit kepala
harus dilakukan secara seksama bila galea terkoyak.
Darah atau pus terkumpul di daerah ini dan tidak bisa
mengalir ke region occipital atau subtemporal karena
adanya perlekatan occipitofrontalis. Cairan bisa masuk ke
orbita

dan

menyebabkan

hematom

yang

bisa

jadi

terbentuk dalam beberapa waktu setelah trauma kapitis


berat atau operasi kranium.

Pericranium
Merupakan periosteum yang menutupi permukaan luar
tulang

tengkorak.

Sutura

diantara

tulang-tulang

tengkorak dan periousteum pada permukaan luar tulang

berlanjut dengan periousteum pada permukaan dalam


tulang-tulang tengkorak.

Gambar 1. Anatomi Kepala


2 Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari calvarium (kubah) dan basis cranii
(bagian terbawah). Pada kalvaria di regio temporal tipis, tetapi di
daerah ini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii terbentuk
tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat
bergerak akibat proses akselerasi dan deselarasi.
Pada orang dewasa, tulang tengkorak merupakan ruangan
keras yang tidak memungkinkan perluasan isi intracranial. Tulang
tengkorak mempunyai 3 lapisan, yaitu:
a Tabula interna ( lapisan tengkorak bagian dalam)
b Diploe (rongga di antara tabula)
c Tabula eksterna (lapisan tengkorak bagian luar)
Tabula interna

mengandung alur-alur yang berisiskan

arteria meningea anterior, media, dan posterior. Apabila


fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah
satu dari arteri-arteri ini, perdarahan arterial yang di

akibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat


menimbulkan akibat yang fatal kecuali bila di temukan dan
diobati dengan segera.
Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fossa yaitu fossa
anterior yang merupakan tempat lobus frontalis, fossa
media yang merupakan tempat lobus temporalis, fossa
posterior yang merupakan tempat bagian bawah batang
otak dan cerebellum.
3 Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan
terdiri dari 3 lapisan, yaitu:
1 Duramater
Duramater

adalah

selaput

keras

yang

terdiri

atas

jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada pada


permukaan dalam kranium. Duramater terdiri dari dua
lapisan, yaitu:
Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar, dibentuk
oleh periosteum yang membungkus dalam calvaria.
Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput
fibrosa yang kuat
yang

berlanjut

terus

di

foramen mgnum

dengan

duramater spinalis yang membungkus medulla spinalis.


2 Arakhnoid
Arakhnoid adalah membran fibrosa halus, tipis, elastis,
dan tembus pandang. Di bawah lapisan ini terdapat
ruang

yang

dikenal

sebagai

subarakhnoid,

yang

merupakan tempat sirkulasi cairan LCS.


3 Piamater
Piamater adalah membran halus yang melekat erat pada
permukaan korteks cerebri, memiliki sangat banyak
pembuluh darah halus, dan merupakan satu-satunya

lapisan meningeal yang masuk ke dalam semua sulkus


dan mem-bungkus semua girus.

Gambar 2. Susunan struktur kepala


2.2. Patofisiologi Cedera Kepala Secara Umum
Cedera kepala dapat melibatkan setiap komponen yang ada,
mulai dari bagian terluar hingga bagian terdalam. Setiap
komponen yang terlibat memiliki kaitan yang erat dengan
mekanisme cedera yang terjadi. Ditinjau dari sudut tipe beban
yang menimpa kepala, secara garis besar mekanisme trauma
kepala dapat dikelompokkan dalam dua tipe yaitu beban statis
7

(static loading) dan beban dinamis (dynamic loading). Beban


statis timbul perlahan-lahan yang dalam hal ini tenaga tekanan
mengenai

kepala

secara

bertahap.

Walaupun

sebenarnya

mekanisme ini tidak lazim, namun hal ini bisa terjadi bila kepala
mengalami gencetan atau efek tekanan yang lambat dan
berlangsung dalam periode waktu yang lebih dari 200 milidetik.
Bila kekuatan tenaga tersebut cukup besar dapat mengakibatkan
terjadinya keretakan tulang (egg-shell fracture), fraktur multiple
atau komunitif dari tengkorak, atau dasar tulang tengkorak.1,2
Mekanisme trauma kepala yang lebih umum terjadi adalah
akibat beban dinamis, dimana peristiwa ini berlangsung dalam
waktu yang lebih singkat (kurang dari 200 milidetik). Durasi
pembebanan yang terjadi merupakan salah satu faktor yang
penting dalam menentukan jenis trauma kepala yang terjadi.
Beban dinamis ini dibagi menjadi dua jenis yaitu beban
guncangan (impulsive loading) dan beban benturan (impact
loading). Beban guncangan (impulsive loading) terjadi bila kepala
mengalami

kombinasi

antara

percepatan-perlambatan

(akselerasi-deselerasi) secara mendadak, kepala yang diam


secara tiba-tiba digerakkan secara mendadak. Atau sebaliknya
bila kepala yang sedang bergerak tiba-tiba dihentikan tanpa
mengalami suatu benturan. Sedangkan beban benturan (impact
loading) merupakan jenis beban dinamis yang lebih sering terjadi
dan biasanya merupakan kombinasi kekuatan beban kontak
(contact force) dan kekuatan beban inersial (inertial force).
Respon kepala terhadap beban-beban ini tergantung dari objek
yang membentur kepala. Efek awal dapat sangat minimal pada
beban tertentu, terutama bila kepala dijaga sedemikian rupa
sehingga ia tidak bergerak waktu kena benturan. Sebaliknya,
akibat yang paling hebat dapat terjadi bila energi benturan
dihantarkan ke kepala sebesar tenaga kontak dan selanjutnya

menimbulkan efek gabungan yang dikenal sebagai fenomena


kontak.
Kerusakan otak akibat trauma, bukan cedera misil, dapat
dikategorikan menjadi cedera otak primer dan sekunder. Gaya
mekanis yang bekerja pada waktu cedera akan menimbulkan
kerusakan pada pembuluh darah, akson, sel-sel saraf, dan glia
dari otak. Semua hal ini akan memicu serangkaian perubahan
sekunder sehingga terjadi perubahan pada kompleks selular,
inflamasi,

neurokimiawi,

dan

metabolik.

Pola

pendekatan

tradisional terhadap cedera otak telah membagi patofisiologi


cedera otak menjadi cedera primer dan sekunder. Hal ini berarti
cedera primer merupakan cedera yang bersifat mendadak dan
sebagian besar irreversibel. Gaya mekanis yang timbul akan
menyebabkan

kerusakan

jaringan

yang

bersifat

progresif.

Deformitas yang timbul dapat langsung merusak pembuluh


darah, akson, neuron, dan glia. Kerusakan yang timbul dapat
bersifat fokal, multifokal, atau difus. Semua pola kerusakan ini
akan memicu dimulainya proses-proses perubahan yang dinamis
yang

berbeda

untuk

masing-masing

komponen

tersebut

Sedangkan cedera sekunder yang terjadi pada otak disebabkan


oleh

cedera

yang

tidak

terjadi

pada

otak

itu

sendiri,

penyebabnya dapat berupa hipotensi dan hipoksia, peningkatan


tekanan intrakranial dan penurunan aliran darah otak akibat
edema otak dan efek massa dari hematoma intrakranial,
hidrosefalus, dan infeksi. Berbagai tipe kerusakan otak sekunder
ini secara potensial masih bersifat reversibel sehingga dengan
penanganan yang adekuat dapat dipulihkan. Penelitian terbaru
telah membuktikan bahwa proses cedera tidak hanya terjadi
sesaat pada waktu cedera, namun berlangsung bahkan beberapa
jam

setelah

awal

kejadian.

Benturan

pada

kepala

dapat

menyebabkan gangguan fungsi otak yang mendadak, disertai


perdarahan interstisial dalam substansia otak, tanpa terputusnya
9

kontinuitas otak dalam hal ini jaringan otak tampak berwarna


merah tua, berlumuran darah, dan sangat edematous. Apabila
benturan kepala cukup keras sehingga dapat menyebabkan
fraktur tulang tengkorak, maka pembuluh darah yang berada di
bawah fraktur dapat ikut terluka atau robek, sehingga timbul
perdarahan. Apabila tidak terjadi fraktur tulang tengkorak,
pembuluh darah di bawah tempat benturan dapat pecah juga
karena gaya kompresi yang timbul akibat osilasi indentasi.
Dengan demikian terjadi perdarahan di bawah duramater dan
terbentuklah

hematom

subdural.

Gangguan

kesadaran

merupakan gejala yang sering menyertai cedera otak. Dalam hal


ini naik turunnya derajat kesadaran dan lamanya gangguan
kesadaran, merupakan salah satu petunjuk sangat penting dari
maju mundurnya keadaan pasien dengan cedera otak. Kesadaran
yang

makin

menurun

menunjukkan

suatu

keadaan

yang

memburuk.
2.3. Klasifikasi Cedera Otak
Dalam mengklasifikasikan cedera kepala dapat dibagi
berdasarkan keadaan klinis dan kelainan patologis. Klasifikasi
keadaan klinis yaitu kesadaran pasien yang disebut dengan
Glasgow Coma Scale (GCS), yaitu :1,3
1 Cedera kepala ringan (CKR) jumlah score 14-15
2 Cedera kepala sedang (CKS) jumlah score 9-14
3 Cedera kepala berat (CKB) jumlah score 3-8
Pengklasifikasian

kedua

yaitu

berdasarkan

kelainan

atau

kerusakan patologis yang terbagi dalam kerusakan primer dan


kerusakan skunder.
1) Kerusakan Primer
Kerusakan otak yang timbul pada saat cedera, sebagai akibat
dari kekuatan mekanik yang menyebabkan deformasi jaringan.
Kerusakan ini dapat bersifat fokal ataupun difus.
10

o Kerusakan Fokal Merupakan kerusakan yang melibatkan


bagian-bagian

tertentu

dari

otak,

bergantung

pada

mekanisme cedera yang terjadi. Kerusakan fokal yang timbul


dapat berupa:

Kontusio cerebri, yaitu kerusakan jaringan otak tanpa


robeknya piamater. Kerusakan tersebut berupa gabungan
antara daerah pendarahan (kerusakan pembuluh darah
kecil seperti kapiler, vena dan arteri), nekrosis otak dan
infark. Terutama melibatkan puncak-puncak girus karena
bagian

ini

akan

bergesekan dengan

penonjolan

dan

lekukan tulang saat terjadi benturan. Lesi di bawah tempat


benturan disebut kontusio coup sedangkan yang jauh dari
tempat benturan disebut kontusio kontra-coup.
Gambaran

Tomografi

Komputer

(TK)

akut

awalnya

menunjukkan isodens kontusio yang menjadi lebih jelas


pada tindak lanjut pemindaian. Gambaran seperti terlihat
di bawah, sering menunjukkan perkembangan dari waktu
ke waktu dalam ukuran dan jumlah kontusio dan jumlah
perdarahan dalam kontusio. Awalnya, temuan gambaran
boleh normal atau minimal abnormal karena volume parsial
antara microhemorrhages padat dan edema hipodens
dapat menyebabkan kontusio isodens relatif terhadap
jaringan otak sekitarnya.

11

Gambar 3: Gambaran kontusi serebri akut pada temporal


kortikal

kanan

Gliding

contusion

disebabkan

oleh

percepatan sudut sagital dengan peregangan dan robeknya


pembuluh darah parasagittal. Gliding contusion sering
hemoragik, tidak hanya dari gerak diferensial struktur
subkortikal (sering disebut sebagai cedera geser), tetapi
juga dari robeknya vena parasagittal.
Ketika otak tiba-tiba bergeser pada saat dampak, jaringan
subkortikal meluncur lebih dari korteks. Para Convexities
dari setiap belahan yang berlabuh ke dura secara granulasi
arakhnoid. Gliding contusion juga cenderung bilateral.

Gambar 4. Gambaran acute gliding contusions

Kontusio intermediate coup, yang terletak di antara lesi


coup dan kontra-coup. Disamping itu juga dikenal kontusio
glinding, yang terdapat pada daerah parasagital, biasanya
disebabkan

oleh

gerakan

dalam

arah

rostrocaudal.

Kontusio herniasi timbul sebagai akibat dari terjadinya


herniasi, paling sering pada

incisura

tentorium. Lesi

kontusio

sejalan

dengan

sering

berkembang

waktu,

sebabnya antara lain adalah pendarahan yang terus


berlangsung, iskemik-nekrosis, dan diikuti oleh edema
vasogenik. Selanjutnya lesi akan mengalami reabsorbsi
terhadap eritrosit yang lisis (48-72 jam), disusul dengan
infiltrasi makrofag (24 jam sampai beberapa minggu) dan
gliosis aktif yang terus berlangsung secara progresif (mulai

12

dari 48 jam). Secara 18 makroskopik terlihat sebagai lesi


kistik kecoklatan. Gejala yang timbul tergantung kepada
ukuran dan lokasi kontusio.

Laserasi, jika kerusakan tersebut disertai dengan robeknya


piamater. Laserasi biasanya berkaitan dengan adanya
pendarahan subarachnoid traumatika, subdural akut, dan
intraserebral.
langsung

Laserasi

dan

dapat

tidak

dibedakan

langsung.

atas

Laserasi

laserasi
langsung

disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh


benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada
fraktur

depressed

terbuka.

Sedangkan

laserasi

tak

langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat


akibat dari kekuatan mekanis.
o Pendarahan intrakranial

Epidural Hematom (EDH) Pendarahan ekstradural yang


lebih lazim disebut epidural hematom adalah adanya
penumpukan darah diantara dura dan tabula interna.
Paling sering terletak pada daerah temporal dan frontal.
Pada pemeriksaan CT-Scan kepala akan terlihat sebagai
massa

hiperdens

berbentuk

bikonveks.

Sumber

pendarahan biasanya dari laserasi cabang arteri meningea


oleh fraktur tulang, walaupun kadangkadang dapat berasal
dari vena atau diploe.

Subdural Hematom (SDH) Subdural hematom diartikan


sebagai penumpukan darah di antara dura dan arachnoid.
Lesi ini lebih sering ditemukan daripada epidural hematom.
Angka mortalitas subdural hematom 60-70 %. Perdarahan
ini terjadi karena laserasi arteri/vena kortikal pada saat
berlangsungnya akselerasi dan deselerasi. Pada anak dan
usia lanjut sering disebabkan oleh robekan bridging vein
yang menghubungkan permukaan korteks dengan sinus

13

vena. Berdasarkan waktu perkembangan lesi ini hingga


memberikan gejala klinis, dibedakan atas:

Akut, gejala timbul dalam tiga hari pertama setelah


cedera. Pada gambaran CT-Scan, terdapat daerah
hiperdens

berbentuk

bulan

sabit.

Jika

penderita

anemis atau terdapat cairan serebro spinal yang


mengencerkan darah di subdural, gambaran tersebut
bisa isodens atau bahkan hipodens.

Subakut, gejala timbul antara hari keempat sampai


hari ke 20. Gambaran CT berupa campuran hiper, iso
dan hypodens.

Kronis, jika gejala timbul setelah tiga minggu. Sering


timbul pada usia lanjut, dimana terdapat atropi otak
sehingga jarak permukaan korteks dan sinus vena
semakin menjauh dan rentan terhadap goncangan.
Kadang-kadang benturan ringan pada kepala sudah
dapat menimbulkan SDH kronis. SDH kronis dapat
terus

berkembang

karena

terjadinya

pendarahan

ulang (rebleeding) dan tekanan osmotik yang lebih


tinggi dalam cairan SDH kronis sebagai akibat dari
darah yang lisis, akan menarik cairan ke dalam SDH.

Subarachnoid Hematom (SAH) Pendarahan subarachnoid


traumatika paling sering ditemukan pada cedera kepala,
umumnya menyertai lesi lain. Pendarahan terletak di
antara

arachnoid

subarachnoid.

dan

Terdapat

piamater,
beberapa

mengisi

ruang

perbedaan

antara

pendarahan subarachnoid traumatika dan pendarahan


subarachnoid

karena

ruptur

aneurisma.

Pendarahan

subarachnoid traumatika lebih sering melibatkan bagianbagian kortikal yang superfisial, terutama jika menyertai
lesi lain seperti ICH dan kontusio serebri. Kadang-kadang
ditemukan pendarahan subarachnoid traumatika yang
14

meluas
dengan

hingga interhemisferic fissure. Evaluasi serial


CT-Scan

memperlihatkan

bahwa

gambaran

pendarahan

subarachnoid

traumatika

menghilang

dibandingkan

pendarahan

subarachnoid

Pendarahan

subarachnoid

karena

ruptur

traumatika

aneurisma.

umumnya

darah

akan

lebih

cepat

menghilang

dari

gambaran CT Scan kepala setelah 2 hari. Adanya darah


pada

ruang

subarachnoid

ini

dapat

menyebabkan

hidrosefalus.

Intraserebral Hematom (ICH) Hematom yang terbentuk


dalam jaringan otak (parenkim) sebagai akibat dari adanya
robekan pembuluh darah, terutama melibatkan lobus
frontal

dan

temporal

(80-90%),

tetapi

dapat

juga

melibatkan korpus kallosum, batang otak dan ganglia


basalis. Gejala dan tanda juga ditentukan oleh ukuran dan
lokasi

hematom.

Pada

CT-Scan

akan

memberikan

gambaran daerah hiperdens yang homogen dan berbatas


tegas. Di sekitar lesi akan disertai dengan edema perifokal.
Jika massa hiperdens tersebut berdiameter kurang dari 2/3
diameter lesi, maka keadaan ini disebut kontusio. Jika ICH
ini disertai dengan SDH dan kontusio atau laserasi pada
daerah yang sama, maka disebut burst lobe. Paling sering
terjadi pada lobus frontal dan temporal. Berdasarkan hasil
pemeriksaan

CT-Scan,

Fukamachi

dkk.

Tahun

1985,

membagi ICH atas :


-

Tipe 1, hematom sudah terlihat pada CT-Scan awal.

Tipe 2, hematom berukuran kecil sampai sedang pada


CTScan

awal,

kemudian

membesar

pada

CT-Scan

selanjutnya.
-

Tipe 3, hematom terbentuk pada daerah yang normal pada


CT-Scan awal.

15

Tipe 4, hematom berkembang pada daerah abnormal sejak


awal (salt and pepper).

Intraventrikel Hemoragik (IVH) Perdarahan intraventrikel


traumatika diartikan sebagai adanya darah dalam sistem
ventrikel akibat trauma. Sumber pendarahan biasanya sulit
ditentukan, mungkin berasal dari robekan vena pada
dinding ventrikel, robekan pada korpus kallosum, septum
pelusidum, fornik atau pada pleksus koroid. Pada sepertiga
kasus merupakan perluasan hematom yang ada pada lobus
frontal, temporal dan ganglia basalis. Mortalitas sangat
tinggi pada perdarahan ini.

Lesi Fokal Yang dimaksud dengan lesi fokal lainnya adalah


transeksi infundibulum hipofise, avulsi saraf kranial, avulsi
ponto-medullary junction, robeknya arteri vertebralis atau
dinding aneurisma.

o Kerusakan Difus Diartikan sebagai suatu keadaan patologis


penderita koma (penderita yang tidak sadar sejak benturan
kepala dan tidak mengalami suatu interval lucid) tanpa
gambaran SOL pada CT-Scan atau MRI.
2) Kerusakan Sekunder
Kerusakan otak yang timbul sebagai komplikasi dari kerusakan
primer

termasuk

pembengkakan
hidrosefalus

kerusakan

otak,

dan

TTIK

infeksi.

oleh

(tekanan
Iskemia

hipoksia,
tinggi

otak

iskemia,

intra

kranial),

diketahui

sebagai

penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas setelah


cedera

kepala.

Standar

penatalaksanaan

bertujuan

untuk

mempertahankan suplai oksigen yang cukup ke otak dengan


menghindari

peningkatan

mempertahankan

tekanan

tekanan
perfusi

intrakranial
otak

yang

dan
cukup.

Berkurangnya suplai oksigen ke otak bisa menjadi penyebab


utama

terjadinya

potensial

yang

kerusakan

otak

menyebabkan
16

sekunder.

munculnya

Faktor-faktor

kerusakan

otak

sekunder seperti penurunan tekanan perfusi otak telah diketahui


dan telah dilakukan usaha klinis untuk mengurangi efek yang
ditimbulkan.
2.4. Pemeriksaan Kepala denganTomografi Komputer
(TK)/ CT-Scan
Tomografi

Komputer

adalah

satu

pemeriksaan

yang

menggunakan sifat tembus sinar-x, di mana sumber sinar-x dan


detektor berputar di sekitar objek kemudian informasi yang
diperoleh dapat digunakan untuk menghasilkan gambaran crosssectional oleh komputer.
Foto tomografi komputernakan tampak sebagai penampangpenampang melintang dari objeknya. Tomografi Komputer adalah
modalitas alat pencitraan utama yang digunakan dalam keadaan
akut dan sangat bermanfaat pada dalam menegakkan serta
menentukan

tipe

trauma

kapitis

karena

kemampuannya

memberikan gambaran fraktur, hematoma dan edema yang jelas


baik bentuk maupun ukurannya. Melalui pemeriksaan ini dapat
dilihat seluruh struktur anatomis kepala, dan merupakan alat
yang paling baik untuk mengetahui dan menentukan lokasi serta
ukuran

dari

perdarahan

intrakranial.

Indikasi

pemeriksaan

tomografi komputer pada kasus trauma kapitis adalah seperti


berikut:

Trauma kapitis sedang dan berat

Trauma kapitis ringan yang disertai fraktur tengkorak

Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis


kranii

Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan


gangguan kesadaran

Sakit kepala yang berat

17

Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau


herniasi jaringan
otak

Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan


intraserebral

Pasien

dewasa

mempunyai

satu

yang
atau

mengalami
lebih

dari

trauma
resiko

kapitis

perlu

dan

dilakukan

pemeriksaan TK dengan segera. Berikut akan dijabarkan indikasi


tersebut:

Skor SKG (Skala Koma Glaskow) < 13 sewaktu pihak IGD


melakukan pemeriksaan buat pertama kali

Skor SKG < 15 selepas 2 jam berlakunya trauma kapitis


sewaktu pihak IGD melakukanpemeriksaan buat pertama
kali

Suspek trauma kapitis dengan fraktur terbuka & depresi


tulang tengkorak

Tanda-tanda fraktur basal tengkorak (haemotympanum,


racoon

eyes,

kebocoran

cairan

cerebrospinal

melalui

telinga dan hidung, Battles sign)

Terjadinya kejang post-trauma

Penurunan fokal neurologis

Muntah 1 kali atau lebih

Amnesia > 30 menit

Pada pasien dewasa yang mengalami trauma kapitis dan


mempunyai satu atau lebih dari resiko dibawah ini dan hilang
kasadaran serta amnesia serta merta setelah kecelakaan lalu
lintas (KLL) perlu dilakukan pemeriksaan TK dengan segera.
Berikut adalah indikasinya:

Usia lebih dari 65 tahun

Koagulopati (riwayat perdarahan, gangguan pembekuan,


saat ini pengobatann dengan warfarin)
18

Mekanisme KLL yang terlalu berbahaya

Sedangkan pasien anak-anak yang mengalami trauma kapitis


dan mempunyai satu atau lebih dari resiko dobaeah ini perlu
dilakukan pemeriksaan TK dengan segera.

Hilang kasadaran lebih dari 5 menit

Amnesia (antegrade atau retrograde) lebih dari 5 menit

Pening yang abnormal

Muntah 3 kali atau lebih

Suspek klinis mungkin telah terjadi cedea tanpa KLL

Kejang post-trauma tanpa ada riwayat epilepsi

SKG < 14, anak bayi < 1 tahun SKG (Pediatrik) < 15,
sewaktu pihak IGD melakukan pemeriksaan pertama kali

Suspek trauma kapitis dengan trauma terbuka, depresi


tulang tengkorak

Tanda-tanda fraktur basal tengkorak (haemotympanum,


racoon

eyes,

kebocoran

cairan

cerebrospinal

melalui

telinga dan hidung, Battles sign)

Penurunan fokal neurologis

Usia < 1 tahun, adanya memar, bengkak atau laserasi


lebih dari 5 cm di kepala.

Mekanisme KLL yang terlalu berbahaya

2.5. Pemeriksaan Kepala dengan Magnetic Resonance


Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah pemeriksaan yang
menggunakan medan magnet dan pulsa energi gelombang radio
untuk mengambil gambar kepala. Dalam banyak kasus, MRI
memberikan informasi yang tidak dapat dilihat pada X-ray, USG,
atau CT-Scan. Untuk MRI kepala, pasien berbaring dengan kepala
di dalam sebuah mesin khusus (scanner) yang memiliki magnet

19

kuat. MRI dapat menunjukkan kerusakan jaringan atau penyakit,


seperti infeksi, radang, atau tumor. Informasi dari MRI dapat
disimpan dalam komputer untuk studi yang lebih lanjut. Foto-foto
atau film pandangan tertentu juga dapat dibuat. Selain itu,
gambaran stroke dan kejang dapat dilihat dari pemeriksaan MRI.
Dalam beberapa kasus, pewarnaan (bahan kontras) dapat
digunakan ketika dilakukan pemeriksaan MRI untuk menampilkan
gambaran struktur yang lebih jelas. Cairan tersebut dapat
membantu menunjukkan aliran darah, mencari beberapa jenis
tumor, dan menunjukkan area peradangan.
MRI saat ini tidak digunakan pada trauma kapitis akut, tetapi
berperan penting ketika tidak ada informasi atau gambaran yang
jelas untuk menentukan diagnosis pada trauma subakut atau
kronis.

Tujuan

dari

pemeriksaan

MRI

dalam

mengevaluasi

perdarahan intrakranial adalah sebagai berikut:

Untuk melihat ada atau tidaknya perdarahan

Untuk mengetahui lokasi dan membedakan perdarahan


(ekstra-aksial
untuk

dibandingkan

membedakan

intra-aksial):

perdarahan

ekstra-aksial,

subarakhnoid

(SAH),

hematoma subdural (SDH), dan hematoma epidural (EDH),


dan intra-aksial, untuk menemukan lokasi spesifik dan
neuroanatomi

Untuk menentukan sudah berapa lama perdarahan terjadi

Untuk mengetahui etiologi

Untuk

membantu

penatalaksanaan

perdarahan

dan

menentukan prognosis pasien


2.6. Angiografi Serebral
Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan pembuluh darah
dengan menggunakan zat kontras. Sejak perkembangan TK di
pertengahan

1970-an,

kebutuhan

20

angiografi

serebral

pada

trauma kapitis telah menurun secara dramatis. Angiografi


serebral berperan dalam menunjukkan dan mengelola cedera
vaskuler yang traumatis. Cedera vaskuler biasanya disebabkan
oleh trauma tajam (misalnya, luka tembak atau tusuk), fraktur
tulang tengkorak basal, atau trauma leher. Namun, pemeriksaan
ini bermanfaat bila alat tomografi komputer tidak disediakan.
2.7. Pendarahan Intra Kranial
2.7.1. Ekstra-Axial (darah di dalam tengkorak tetapi di luar otak)
2.7.1.1. Perdarahan Epidural
1) Definisi
Epidural hematom adalah suatu akumulasi darah yang terletak
diantara meningen (membran duramter) dan tulang tengkorak
yang terjadi akibat trauma. Duramater merupakan suatu jaringan
fibrosa atau membran yang melapisi otak dan medulla spinalis.
Epidural dimaksudkan untuk organ yang berada disisi luar
duramater dan hematoma dimaksudkan sebagai masa dari
darah.5
2) Etiologi
Epidural
biasanya

hematom

disertai dengan

dan adanya
disebabkan

terjadi

laserasi
akibat

akibat suatu

fraktur

pada

arteri.

Epidural

pemakaian

obat

trauma
tulang

hematom

obatan

kepala,

tengkorak
juga bisa

antikoagulan,

hemophilia, penyakit liver, penggunaan aspirin, sistemik lupus


erimatosus, fungsi lumbal. Spinal epidural hematom disebabkan
akibat adanya kompresi pada medulla spinalis. Gejala klinisnya
tergantung pada dimana letak terjadinya penekanan.5
3) Patofisiologi
Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau
menghancurkan saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam
atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf,

21

perdarahan

atau

pembengkakan

hebat.

Perdarahan,

pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek


yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam
tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka
peningkatan

tekanan

bisa

merusak

atau

menghancurkan

jaringan otak. Karena posisinya di dalam tengkorak, maka


tekanan cenderung mendorong otak ke bawah, otak sebelah atas
bisa terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak
dengan batang otak, keadaan ini disebut dengan herniasi.
Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang
otak melalui lubang di dasar tengkorak (foramen magnum)
kedalam medulla spinalis. Herniasi ini bisa berakibat fatal karena
batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung dan
pernafasan). Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa
menyebabkan kerusakan otak yang hebat. Usia lanjut dan orang
yang

mengkonsumsi

antikoagulan,

sangat

peka

terhadap

terjadinya perdarahan di sekeliling otak.7


Perdarahan epidural timbul akibat cedera terhadap arteri atau
vena meningeal. Arteri yang paling sering mengalami kerusakan
adalah cabang anterior arteri meningea media. Suatu pukulan
yang menimbulkan fraktur kranium pada daerah anterior inferior
os parietal, dapat merusak arteri. Cidera arteri dan venosa
terutama mudah terjadi jika pembuluh memasuki saluran tulang
pada daerah ini. Perdarahan yang terjadi melepaskan lapisan
meningeal duramater dari permukaan dalam kranium. Tekanan
ntracranial meningkat, dan bekuan darah yang membesar
menimbulkan

tekanan

ntra

pada

daerah

motorik

gyrus

presentralis dibawahnya. Darah juga melintas kelateral melalui


garis

fraktur,

membentuk

suatu

m.temporalis.8

22

pembengkakan

di

bawah

Apabila tidak terjadi fraktur, pembuluh darah bisa pecah juga,


akibat daya kompresinya. Perdarahan epidural akan cepat
menimbulkan gejala gejala, sesuai dengan sifat dari tengkorak
yang merupakan kotak tertutup, maka perdarahan epidural
tanpa fraktur, menyebabkan tekanan intrakranial yang akan
cepat meningkat. Jika ada fraktur, maka darah bisa keluar dan
membentuk

hematom

subperiostal

(sefalhematom),

juga

tergantung pada arteri atau vena yang pecah maka penimbunan


darah ekstravasal bisa terjadi secara cepat atau perlahan
lahan. Pada perdarahan epidural akibat pecahnya arteri dengan
atau tanpa fraktur linear ataupun stelata, manifestasi neurologik
akan terjadi beberapa jam setelah trauma kapitis.8
4) Manifestasi Klinis2

Saat awal kejadian, pada sekitar 20% pasien, tidak timbul


gejala apa apa Tapi kemudian pasien tersebut dapat
berlanjut menjadi pingsan dan bangun bangun dalam
kondisi kebingungan

Beberapa penderita epidural hematom mengeluh sakit


kepala

Muntah muntah

Kejang kejang

Pasien dengan epidural hematom yang mengenai fossa


posterior

akan

kemunduran

menyebabkan

aktivitas

yang

keterlambatan

drastis.

atau

Penderita

akan

merasa kebingungan dan berbicara kacau, lalu beberapa


saat

kemudian

menjadi

apneu,

koma,

kemudian

meninggal.

Respon chusing yang menetap dapat timbul sejalan


dengan

adanya

peningkatan

dimana gejalanya dapat berupa :

23

tekanan

intara

kranial,

Hipertensi
Bradikardi
bradipneu

kontusio, laserasi atau tulang yang retak

dilatasi pupil, lebam, pupil yang terfixasi, bilateral atau


ipsilateral kearah lesi, adanya gejala gejala peningkatan
tekanan intrakranial, atau herniasi.

Adanya tiga gejala klasik sebagai indikasi dari adanya


herniasi yang menetap, yaitu:

Coma
Fixasi dan dilatasi pupil
Deserebrasi

Adanya hemiplegi kontralateral lesi dengan gejala herniasi


harus dicurigai adanya epidural hematom.

5) Gambaran CT-Scan
Pada CT-Scan tampak area yang tidak selalu homogen,
bentuknya bikonveks sampai planokonveks, melekat pada tabula
interna dan mendesak ventrikel ke sisi kontra lateral (tanda
space occupying lesion, Batas dengan korteks licin, Densitas
duramater biasanya jelas.5-8

Gambar 5. CT Scan Perdarahan Epidural

24

6) Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Meskipun MRI sangat sensitif dalam mengevaluasi SEDH
(spinal epidural hematoma), MRI jarang menjadi modalitas awal
pilihan untuk menilai hematoma epidural intrakranial yang
dikarenakan oleh tahap akut dan tingkat keparahan hematoma
epidural. Gerak artefak pada pasien tidak sadar dan tidak adanya
unit MRI tersedia di luar daerah perkotaan juga membatasi
kegunaannya.5
MRI menunjukkan massa bikonveks dipisahkan dari dura
atasnya oleh pelek tipis serum diekstrusi terletak di antara
gumpalan dan dura. Garis ini hyperintense pada kedua gambar
T1-W dan T2-W. Hematoma epidural akut adalah isointense untuk
minimal hipointense pada gambar T1-W dan nyata hipointense
pada

gambar

T2-W;

penampilan

ini

sesuai

dengan

fase

deoxyhemoglobin.8
Hematoma epidural subakut adalah hyperintense pada gambar
T1-W, karena deoxyhemoglobin diubah menjadi methemoglobin.
Pada

gambar

T1-W,

dura

dapatdilihat

sebagai

garis

tipis

hipointense bahwa hematoma tersebut berpindah menuju ke


dalam.6
MRI juga dapat menunjukkan fraktur dengan cairan antara
margin

fraktur.

Modalitas

ini

dapat

membantu

dalam

menunjukkan oklusi sinus dural dalam kasus flap fraktur akibat


intimal berhubungan dengan vena sinus hematoma epidural.7

25

T1W

T2W

Gambar 6. Gambaran MRI Hematoma Epidural Akut


2.7.1.2 Perdarahan Subdural
1) Definisi
Subdural Hematoma atau Perdarahan subdural adalah salah
satu bentuk cedera otak dimana perdarahannya terjadi diantara
duramater (lapisan pelindung terluar dari otak) dan arachnoid
(lapisan tengah meningens) yang terjadi akibat dari trauma.2
2) Etiologi
Hematom subdural disebabkan robekan vena vena di korteks
cerebri atau bridging vein oleh suatu trauma. kebanyakan
perdarahan subdural disebabkan karena trauma kepala yang
merusakkan vena-vena kecil didalam lapis meninges.2
3) Patofisiologi
Meningen terdiri dari duramater, arachnoid, dan piamater.
Daerah yang terdapat diantara arachnoid dan duramater disebut
daerah subdural. Bridging veins melintasi daerah ini, berjalan
dari permukaan kortikal menuju sinus dural.4
Perdarahan pada vena-vena ini dapat terjadi akibat dari
mekanisme sobekan di sepanjang permukaan subdural dan
peregangan traumatic dari vena-vena, yang dapat terjadi dengan
cepat akibat dekompresi ventrikular. Karena Permukaan subdural

26

yang tidak dibatasi oleh sutura cranialis, darah dapat menyebar


di seleuruh hemisper dan masuk ke dalam fisura hemisfer.

Mekanisme yang bisa menyebabkan munculnya hematom


subdural akut adalah benturan yang cepat dan kuat pada
tengkorak. Subdural Hematom akut biasanya ada hubungannya
dengan trauma yang jelas dan seringkali disertai dengan laserasi
atau kontusi otak.2
4) Manifestasi Klinis2
Subdural Hematom diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :

Subdural Hematom Akut (Hiperdens)


Bila perdarahan terjadi kurang dari bebrapa hari atau
dalam 24 48 jam setelah trauma.

Subdural HEmatom SubAkut (Isodens)


Bila perdarahan berlangsung antara 2-3 minggu setelah
trauma

Subdural Hematom Kronik


Bila perdarahan lebih dari 3 minggu setelah trauma

Gejala klinis dari subdural hematom akut tergantung dari


ukuran hematom dan derajat kerusakan parenkim otak. Subdural
hematom biasanya bersifat unilateral. Gejala neurologis yang
sering muncul adalah :

Perubahan tingkat kesadaran, terjadi penurunan kesada


ran

Dilatasi pupil ipsilateral hematom

Kegagalan pupil ipsilateral bereaksi terhadap cahaya

Hemiparesis kontralateral

Papiledema

Pada penderita subdural hematom subakut, terdapat trauma


kepala yang menyebabkan penurunan kesadaran, selanjutnya
diikuti perbaikan status neurologic yang perlahan-lahan. Namun,

27

setelah jangka waktu tertentu pasien memperlihatkan tandatanda status neurologis yang memburuk.
Manifestasi klinis dari subdural hematom kronik biasanya
tersembunyi dengan gejala-gejala berupa penurunan kesadaran,
gangguan

keseimbangan,

disfungsi

kognitif

dan

gangguan

memori, hemiparesis, sakit kepala dan afasia.


5) Gambaran CT Scan

Subdural Hematom Akut


Pada CT Scan tampak gambaran hyperdens sickle (seperti
bulan sabit) didekat tabula interna, kadang sulit dibedakan
dengan epidural hematom. Batas medial hematom seperti
bergerigi. adanya hematom di daerah fissura interhemisfer
dan

tentorium

juga

menunjukkan

adanya

hematom

subdural.9

Gambar

7.

CT

Scan

Kepala

Polos

Subdural

hematom akut

Subdural Hematom Kronik


Pada CT Scan tampak area hipodens, isodens dan sedikit
hiperdens, berbentuk bikonveks, berbatas tegas, melekat
pada tabula.
Ada 4 macam tampilan CT Scan untuk subdural hematom
kronik, yaitu:9
1 Tipe I : Hypodens Chronic Subdural Hematom
2 Tipe II : Chronic Subdural Hematom densitas inhomogen
3 Tipe III : isodens Chronic Subdural Hematom
28

4 Tipe IV : Sligthly hyperdens chronic subdural hematom

Gambar 8. CT Scan Subdural hematom Kronik

Gambar 9. CT Scan Subdural hematom kronik


6) MRI
Subdural hematoma (SDH) memiliki 5 tahap yang berbeda
evolusinya, oleh karena itu, terdapat 5 penampilan di MRI. Dura
tervaskularisasi dengan baik dan mempunyai tekanan oksigen
yang agar tinggi, mengakibatkan perkembangan dari satu tahap
ke tahap lainnya menjadi lebih lambat di dalam lesi daripada di
dalam otak. 4 tahapan yang pertama itu adalah sama dengan
yang untuk hematoma parenkim, dengan karakteristik yang
sama pada T1-WI dan T2-WI. Tahap kronis ditandai dengan
denaturasi oksidatif methemoglobin yang terus-menerus, terjadi
pembentukan hemochromates nonparamagnetic. Selain itu, tidak
ada pinggiran hemosiderin dan jaringan makrofag terlihat di

29

sekitarnya hematoma. Apabila terjadinya perdarahan rekuren di


SDH, akan terlihat lesi dengan gambaran intensitas sinyal yang
berbeda pada MRI.10

T1-WI

T2-WI

Gambar 10: Hematoma subdural subakut pada frontoparietal.


Menunjukkan isodens hipodens subdural hematoma. Pada MRI,
T1-W1 dan T2-W2 terlihat gambaran intensitas sinyal tinggi
menunjukkan perdarahan subakut akhir.

Gambar

11:

Pada

MRI

menunjukkan

subdural

hematoma

subakut bilateral dengan intensitas sinyal yang meningkat.


Daerah intensitas yang intermediate menunjukkan perdarahan
akut pada perdarahan subakut.
7) Angiografi
Pada pemeriksaan angiografi serebral, hematoma subdural
menunjukkan pendesakan arteri dan vena berbentuk konveks

30

sesuai

dengan

lengkung

hemisfer

serebri.

Sesuai

dengan

lokalisasi perdarahan, akan tampak pendesakan arteri serebri


anterior, arteri serebri media maupun deep vein. Kadang-kadang
ditemukan lesi yang luas, tetapi pendesakan arteri serebri
anterior, arteri serebri media dan vena serebri interna sangat
sedikit (tidak seimbang), maka harus dilakukan angiografi sisi
kontralateral karena kemungkinan adanya hematoma subdural di
sisi kontralateral tersebut. Membedakan hematoma epidural dan
hematoma subdural pada angiogram sering sulit.9,10

Gambar 12
Gambar

12:

Menunjukkan

Gambar 13
gambaran

Bilateral

subdural

hematoma. Tampak depresi permukaan hemisfera serebral


(panah hitam).
Gambar 13: Hematoma subdural di bagian parietal kiri.
2.7.1.3 Perdarahan Subarachnoid
1) Definisi
Perdarahan Subarakhnoid merupakan gangguan mekanikal
system vaskuler pada intracranial yang menyebabkan masuknya
darah ke dalam ruang subarachnoid.2
2) Etiologi
Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan
dengan pecahnya aneurisma (85%). kerusakan dinding arteri

31

pada otak. Dalam banyak kasus PSA merupakan kaitan dari


pendarahan aneurisma.2
3) Patofisiologi2
Aneurisma merupakan luka yang

yang disebabkan karena

tekanan hemodinamic pada dinding arteri percabangan dan


perlekukan. Saccular atau biji aneurisma dispesifikasikan untuk
arteri intracranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput
tipis bagian luar dan mengandung faktor adventitia yang
membantu pembentukan aneurisma. Suatu bagian tambahan
yang tidak didukung dalam ruang subarachnoid.
Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi
dalam arteri karotid bagian dalam dan dari cabang utama bagian
anterior pembagi dari lingkaran wilis. Selama 25 tahun John
Hopkins mempelajari otopsi terhadap 125 pasien bahwa pecah
atau

tidaknya

aneurisma

dihubungkan

dengan

hipertensi,

cerebral atheroclerosis, bentuk saluran pada lingkaran wilis, sakit


kepala, hipertensi pada kehamilan, kebiasaan menggunakan obat
pereda nyeri, dan riwayat stroke dalam keluarga yang semua
memiliki hubungan dengan bentuk aneurisma sakular.
Ruang antara membran terluar arachnoid dan pia mater
adalah

ruang

subarachnoid.

Pia

mater

terikat

erat

pada

permukaan otak. Ruang subarachnoid diisi dengan CSF. Trauma


perdarahan

subarachnoid

adalah

kemungkinan

pecahnya

pembuluh darah penghubung yang menembus ruang itu, yang


biasanya sma pada perdarahan subdural. Meskipun trauma
adalah penyebab utama subarachoid hemoragik, secara umum
digolongkan denga pecahnya saraf serebral atau kerusakan
arterivenous.
4) Manifestasi Klinis2

Gejala prodromal

: nyeri kepala hebat dan perakut,

hanya 10%, 90% tanpa keluhan sakit kepala.

32

Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari


tak sadar sebentar, sedikit delirium sampai koma.

Gejala / tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk,


tanda kernig ada.

Fundus okuli

: 10% penderita mengalami edema papil

beberapa jam setelah pendarahan. Sering terdapat


pedarahan subarachnoid karena pecahnya aneurisma
pada arteri komunikans anterior, atau arteri karotis
interna

Gejala-gejala neurologik fokal

bergantung pada

lokasi lesi.

Gangguan fungsi saraf otonom : demam setelah 24


jam, demam ringan karena rangsangan meningen, dan
demam tinggi bila pada hipotalamus. Begitu pun
muntah,berkeringat,menggigil, dan takikardi, adanya
hubungan dengan hipotalamus

3) Gambaran CT-Scan
Perdarahan subarakhnoid yang terjadi karena trauma biasanya
terletak di atas gyri pada konveksitas otak. SAH yang disebabkan
oleh pecahnya aneurisma otak biasanya terletak di cisterns
subarakhnoid pada dasar otak. SAH dapat terjadi sendiri atau
dalam

hubungan

dengan

hematoma

intraserebral

atau

ekstraserebral lainnya. Pada gambaran TK, SAH terlihat mengisi


ruangan subaraknoid yang biasanya terlihat gelap dan terisi
cairan serebrospinal di sekitar otak. Rongga subaraknoid yang
biasanya hitam mungkin tampak putih di perdarahan akut.
Temuan ini paling jelas terlihat dalam rongga subaraknoid yang
besar. Jika pemeriksaan13
TK dilakukan beberapa hari atau minggu setelah perdarahan
awal, temuan akan tampak lebih halus. Gambaran putih darah
dan bekuan cenderung menurun, dan tampak sebagai abu-abu.

33

SAH dapat menyebabkan hidrosefalus dan konfusi akibat trauma,


pecahnya pembuluh darah arteri (aneurisme) atau malformasi
arteriovenosa (AVM). Selain menentukan SAH, gambaran TK juga
dapat digunakan untuk melokalisir sumber perdarahan.

Gambar 14

Gambar 15

Gambar 14: Menunujukkan perdarahan subarachoid. Gambaran


TK

kepala

ditemukan

adanya

perdarahan

di

ruang

subarakhoid (tanda panah hitam)


Gambar

15:

Menunjukkan

pasien

mengalami

hematoma

esktradural di sebelah kanan dan perdarahan subarakhnoid


di sebelah kiri
4) MRI Pendarahan Subaraknoid
SAH memiliki kadar oksigen yang tinggi, sehingga mereka
menua

lebih

lambat

daripada

lakukan.11,12

34

hematoma

parenkim

yang

Gambar 16: MRI menunjukkan perdarahan subarachnoid (SAH).


SAH muncul hyperintense pada T2 dan fluid-attenuated
inversion recovery (FLAIR) images. Isointense hipointense
pada gambar T1. Marked blooming diamati pada gambar
echo gradient (GRE). Gambaran menunjukkan perdarahan
hiperakut atau akut.

Gambar 17: Perdarahan subarachnoid tampak hiperintense


pada gambar T2, hipointense pada FLAIR, dan tampak marked
blooming pada gradien echo-(GRE) gambar di celah Sylvian,
pada basal cisterns, dan sepanjang folia serebellar karena
darah. Gambaran ini menunjukkan perdarahan subarachnoid
kronis dan / atau siderosis superfisia.
5) Angiografi
Jika arteri meningea media terdesak ke arah median (ke dalam),
maka diagnosis hematoma epidural dapat ditegakkan. Jika
hematoma epidural masuk ke dalam sinus venosus, maka sinus
venosus ini akan terpisah dari tabula interna.12

35

Gambar 18: Hematoma epidural di daerah temporal kiri.


2.7.1.4 Perdarahan Intraventrikuler
1) Definisi
Merupakan rupturnya dinding ventrikel pada tepi ependymal
dan vaskuler sub ependymal, perdarahan/petechie di sekitar
ganglia basalis yang disebabkan Akselerasi traumatik dan
distorsi otak.2
2) Patofisiologi
Akselerasi traumatik dan distorsi otak menyebabkan dinding
ventrikel pada tepi ependymal dan vaskuler sub ependymal,
perdarahan/petechie di sekitar ganglia basalis kemudian darah
menghambat aliran CSF sehingga ventrikel melebar.2
3) Gambaran CT Scan
Daerah berbatas tegas dengan densitas meningkat pada
sistem ventrikel dan tampak pelebaran ventrikel.12

36

Gambar 19. Perdarahan Intraventrikel

2.7.2. Intra-aksial (pendarahan di dalam otak)


2.7.2.1. Pendarahan Intra Serebral
1) Definisi
Perdarahan intraserebral (ICH) adalah disfungsi neurologi fokal
yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak
yang terjadi secara spontan, bukan oleh karena trauma kapitis,
disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan
kapiler. Perdarahan intraserebral merupakan 10% dari semua
jenis stroke, tetapi persentase kematian leih tinggi disebabkan
oleh stroke. Sekitar 60% terjadi di putamen dan kapsula interna,
dan masing-masing 10% pada substansia alba, batang otak,
serebelum dan talamus.2

37

2) Etiologi
Hipertensi
Perdarahan
dengan

merupakan
intraserebral

hipertensi,

penyebab
spontan

terbanyak

yang

tidak

biasanya berhubungan

(72-81%).

berhubungan

dengan

diskrasia

darah, hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak


metastasis,
koagulasi

pengobatan
seperti

pada

dengan

antikoagulans,

leukemia

atau

gangguan

trombositopenia,

serebralarteritis, amyloid angiopathy dan adiksi narkotika.3,4


Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh :
1 Hipertensi
Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan
nekrosis fibrinoid yang memperlemah dinding pembuluh
darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima dan
menimbulkan aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan
mikrohematoma dan edema. Hipertensi kronik dapat juga
menimbulkan sneurisma-aneurisma kecil (diameternya 1
mm)

yang

aneurisma

tersebar
ini

di

dikenal

sepanjang
sebagai

pembuluh

aneurisma

darah,
Charcot

Bouchard.
2 Cerebral Amyloid Angiopathy
Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan
vaskular yang unik ditandai oleh adanya deposit amiloid di
dalam tunika media dan tunika adventisia pada arteri kecil
dan arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri yang
terkena biasanya adalah arteri-arteri kortical superfisial
dan arteri-arteri leptomening. Sehingga perdarahan lebih
sering di daerah subkortikal lobar ketimbang daerah basal
ganglia.

Deposit

amiloid

menyebabkan dinding

arteri

menjadi lemah sehingga kemudian pecah dan terjadi


perdarahan intraserebral. Di samping hipertensi, amyloid
angiopathy dianggap faktor penyebab kedua terjadinya
perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia.
38

3 Arteriovenous Malformation
4 Neoplasma intrakranial. Akibat nekrosis dan perdarahan
oleh jaringan neoplasma yang hipervaskular.
5 Trauma
Koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera
regangan

atau

robekan

rasional

terhadap

pembuluh-

pembuluh darah intraparenkimal otak atau kadang-kadang


cedera penetrans. Intracerebral hematom mengacu pada
hemorragi / perdarahan lebih dari 5 ml dalam substansi
otak
3) Patofisiologi Intra Serebral Hematom2
Etiologi dan patofisiologi perdarahan intracerebral primer
masih

kontroversi.

Perdarahan

intraserebral

primer

adalah

disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah arterioles, pada


kebanyakan kasus dengan hipertensi arterial.Pecahnya pembuluh
darah

spontan

pembuluh

darah

adalah

disebabkan

dan

meningkatnya

berkurangnya

elastisiti

suseptibiliti.

Cerebral

amyloid angiopati adalah penyakit yang tersering pada orang


berusia.Perdarahan intrserebral mengambil jalan yang paling
rendah

resistensinya

dan

menyebar

sepanjang

neuronal

fiber.Perdarahan intrserebral yang belokasi pada suprtatentorial


menyebabkan meningkatnya tekanan intracranial jika volume
lebih

dari

60cc

otak.Akhirnya

atau

adanya

meningkatkan

lebih

tekanan

banyak
pada

atrofi
jaringan

pada
dan

hemostasis akhirnya menghentikan perdarahan. Meningkatnya


tekanan pada jaringan seterusnya ICH menyebabkan bahaya
Iskemik pada area tersebut dimana menyebabkan sitotoksik
edema otak dalam waktu 24 sampai 48 jam.Mekanisme ini
menyebabkan

peningkatan

intracranial

sekunder

dimana

merosakkan neurologis sekunder dan memerlukan pengobatan


yang lebih.

39

Perdarahan

terkumpul

dan

membeku

disebut

sebagai

hematom,dimana akan terus membesar dan meningkatkan


tekanan

pada

jaringan

sekitar

otak.Peningkatan

tekanan

intracranial menyebabkan pasien konfius dan letargi. Pada


tempat perdarahan suplai darah berkurang dan menyebabkan
stroke.Sel

darah

yang

mati

melepaskan

toksin

dan

menambahkan lagi kerusakan jaringan di sekitar hematoma.


Perdarahan intraserebral bisa terjadi pada superfisial atau terjadi
lebih dalam pada otak.Perdarahan yang dalam boleh menyebar
sampai ke ventrikel
4) Manifestasi Klinis Intra Serebral Hematom
Secara umum gejala klinis ICH merupakan gambaran klinis
akibat akumulasi darah di dalam parenkim otak. ICH khas terjadi
sewaktu

aktivitas,

onset

pada

saat

tidur

sangat

jarang.

Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%) per akut.


Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran. Penurunan
kesadaran ini bervariasi frekuensi dan derajatnya tergantung dari
lokasi dan besarnya perdarahan tetapi secara keseluruhan
minimal terdapat pada 60% kasus. dua pertiganya mengalami
koma, yang dihubungkan dengan adanya perluasan perdarahan
ke arah ventrikel, ukuran hematomnya besar dan prognosis yang
jelek. Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada ICH, tetapi
frekuensinya bervariasi. Tetapi hanya 36% kasus yang disertai
dengan sakit kepal sedang muntah didapati pada 44% kasus. Jadi
tidak adanya sakit kepala dan muntah tidak menyingkirkan ICH,
sebaliknya bila dijumpai akan sangat mendukung diagnosis ICH
atau perdarahn subarakhnoid sebab hanya 10% kasus stroke
oklusif disertai gejala tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat
onset ICH.2

40

5) Gambaran CT-Scan Intra Serebral Hematom


Hematoma intraserebral adalah perdarahan parenkhim otak
disebabkan pecahnya mpembuluh darah, sehingga timbulnya
hematom intraparenkim sesudah 30 menit hingga 6 jam trauma.
Hematom ini boleh timbul di daerah kontralateral (contrecoup).
Pada gambaran sesudah beberapa jam akan tampak daerah
hematom (hiperdens) dan tepi yang tidak rata.11,12,15

Gambar 20: Hematoma intraserebral. Gambaran ditemukan


perdarahan parenkim otak dengan adanya gambaran lesi
hiperdens

(panah

putih),

jaringan

di

sekitar

densitasnya lebih rendah akibat infark atau edema.


6) MRI
1. Perdarahan Hiperakut

T1

41

T2

tampak

Gambar 21: Magnetic Resonance Imaging aksial menunjukkan


hematoma hiperakut dalam kapsul eksternal yang tepat dan
korteks insular pada pasien hipertensi. T1 aksial menunjukkan
isointens untuk lesi hipointens di daerah temporoparietal
kanan yang hiperintens pada T2 dan dengan kecenderungan
tampak sebagai intensitas sinyal rendah karena darah pada
gradienecho (GRE). Sebuah lingkaran kecil edema vasogenik
mengelilingi hematoma.

2. Perdarahan Akut

T1
Gambar

22:

Magnetic

T2
Resonance

Imaging

menunjukkan

hematoma akut pada daerah frontal kiri. T1 aksial dan T2


menunjukkan hematoma yang hipointens. Sebuah lingkaran
kecil edema vasogenik mengelilingi hematoma terlihat di T2.
3. Perdarahan Subakut Awal (Early Subacute Hemorrhage)

42

T2

T1
Gambar

23:

Magnetic

Resonance

Imaging

menunjukkan

hematoma subakut awal di daerah oksipital kiri. Lesi terlihat


hiperintens pada T1 dan hipointens pada T2 ditandai dengan
kecenderungan disebabkan oleh hematoma pada gradien-echo
(GRE). Hematoma intraventrikular juga terlihat jelas sebagai
sinyal rendah pada GRE.

4. Perdarahan Subakut Akhir (Late subacute hemorrhage)

T1
Gambar

24:

Magnetic

Resonance

T2
Imaging

menunjukkan

perdarahan subakut akhir di kedua daerah thalamus pada

43

pasien malaria cerebral. T1, T2, dan gradient-echo (GRE)


menunjukkan

hematoma

hiperintens.

T2

dan

GRE

menunjukkan lingkaran kecil hipointens yang disebabkan


hemosiderin.
5. Perdarahan Kronik

T1
Gambar

25:

Magnetic

T2

Resonance

Imaging

menunjukkan

hematoma kronik sebagai spaceoccupying lesion pada fossa


posterior

kanan.

Perdarahan

terlihat

sebagai

gambaran

hipointens di T1 dan T2. Hipointensitas diperjelas oleh efek


darah pada GRE.
2.4.2.2. Diffuse axonal injury
1) Definisi Diffuse axonal injury
Diffuse axonal injury (DAI) adalah istilah yang digunakan untuk
menerangkan koma bekepanjangan pasca trauma yang tidak
berhubungan dengan lesi massa atau iskemia. Istilah ini pertama
kali

diperkenalkan

pada

awal

tahun

1980an

untuk

menggambarkan perubahan struktural yang terjadi pada cedera


otak difus dimana perubahan yang terjadi tidak tampak secara
makroskopis maupun tampak namun kecil.

2,3

2) Patofisiologi Diffuse axonal injury


Akselerasi rotatorik mengakibatkan perbedaan kepadatan fokal
antara

substansia

grisea

dan

44

substansia

alba.

Hal

ini

menyebabkan

putusnya

akson

sehingga

terjadi

kerusakan

integritas akson pada node of ranvier dan mengakibatkan


perubahan arus /aliran aksoplasma2
3) Manifestasi Klinis Diffuse axonal injury
Penderita trauma serebri yang mengalami koma lebih dari 6
jam, tanpa bukti penyebab koma yang dapat diidentifikasi baik
dengan CT-scan atau MRI. Maka gangguan ini disebut axonal
shearing injury yang luas atau diffuse axonal injury. Gejala klinis
bervariasi tergantung beratnya injury:

kebingungan

hilang kesadaran

koma dalam yang berkepanjangan

gangguan fungsi otonom seperti hipertensi, hyperhidrosis,


hiperpireksia

cacat berat

5) Gambaran CT-Scan Diffuse axonal injury


Gambaran CT-Scan normal ditemukan sekitar 50%-80% kasus.
Hanya 10% lesi dapat bervariasi dari edema hingga lesi
perdarahan dengan ukuran hanya beberapa milimeter hanya
nampak dengan follow-up CT-Scan.

Pada ct-scan tampak halo

hipodens halus, edema yang mengelilingi daerah perdarahan.


Setelah

udema

dan

perdarahan

normal.13,11,15

45

direabsorbsi

CT-Scan

Gambar 26. CT-Scan Diffuse axonal injury


2.7. Terapi Pendarahan Intra Kranial
2.7.1. Terapi Medikamentosa
a. Cairan Intravena
Prinsip manajemen adalah mempertahankan perfusi serebral yang adekuat
dengan menjaga tekanan atau bahkan menaikkan tekanan darah. Cairan intravena
diberikan secukupnya untuk resusitasi agar penderita tetap dalam keadaan
normovolemia, jangan beri cairan hipotonik. Penggunaan cairan yang
mengandung glukosa dapat menyebabkan hipoglikemia yang berakibat buruk
pada otak yang cedera. Cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah larutan
garam fisiologis atau ringer laktat. Kadar natrium serum juga harus dipertahankan
untuk mencegah terjadinya edema otak.3 Strategi terbaik adalah mempertahankan
volume intravaskular normal dan hindari hipoosmolalitas, dengan cairan isotonik.
Saline hipertonik bisa digunakan untuk mengatasi hiponatremia yang bisa
menyebabkan edema otak.2
b. Hiperventilasi
Hiperventilasi segera adalah tindakan life saving yang bisa mencegah atau
menunda herniasi pada pasien yang mengalami trauma kapitis parah. Gol tindakan
ini adalah menurunkan PCO2 ke rentang 30-35 mmHg. Hiperventilasi akan
menurunkan ICP dengan menyebabkan vasokonstriksi serebri; dengan onset efek
dalam 30 detik. Hiperventilasi menurunkan ICP sekitar 25% pada rata-rata pasien;
jika pasien tidak berespon terhadap intervensi ini, prognosisnya secara umum
adalah buruk. Hiperventilasi berkepanjangan tidak dianjurkan karena bisa

46

menyebabkan vasokonstriksi dan iskemi. Hiperventilasi profilaksis juga tidak


dianjurkan. Hiperventilasi hanya dilakukan pada pasien trauma kapitis parah yang
mengalami penurunan neurologis atau menunjukkan tanda herniasi.8 Selain itu,
hiperventilasi dapat membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya asidosis.7
c. Manitol
Jika pasien tidak berespon terhadap intubasi dan hiperventilasi dan ada
kecurigaan hematom ekstra-aksial maupun herniasi, penggunaan diuretika
osmotik, seperti manitol atau HTS, harus dipertimbangkan. Indikasi penggunaan
agen osmotik adalah deteriorasi neurologis yang akut seperti terjadi koma, dilatasi
pupil, pupil anisokor, hemiparesis, atau kehilangan kesadaran saat pasien dalam
observasi.3. Manitol dipilih sebagai drug of choice dengan HTS sebagai alternatif.
Manitol digunakan untuk menurunkan TIK yang meningkat.3 Sediaan yang
tersedia biasanya berupa cairan dengan konsentrasi 20%, dengan dosis 0,25-1
g/kgBB. Manitol mengurangi edem serebri dengan menciptakan gradient osmotis
yang akan menarik cairan dari jaringan ke intravascular untuk kemudian
dikeluarkan melalui diuresis.1 Efek osmosis terjadi dalam hitungan menit dan
mencapai puncak sekitar 60 menit setelah bolus dimasukkan. Efek penurunan ICP
bolus tunggal manitol bertahan sekitar 6-8 jam. 3 Dosis tinggi manitol tidak boleh
diberikan pada penderita yang hipotensi karena manitol adalah diuretik osmotik
yang poten dan akan memperberat hipovolemia.3 HTS pada konsentrasi 3,1%-23%
digunakan untuk merawat pasien yang menderita trauma kapitis dan kenaikan
ICP. HTS menyebabkan penyebaran volume plasma, mengurangi vasospasme,
dan mengurangi respon inflamasi pascatrauma. HTS bermanfaat pada trauma
kapitis yang terjadi pada anak dan edem serebri.
d. Furosemid (Lasix)
Obat ini diberikan bersama manitol untuk menurunkan TIK. 3 Dosis yang biasa
diberikan adalah 0,3-0,5 mg/kgBB secara bolus intravena.3 Furosemid tidak boleh
diberikan pada penderita dengan hipotensi karena akan memperberat hipovolemia.
e. Barbiturat
Barbiturat bermanfaat untuk untuk menurunkan TIK yang refrakter terhadap
obat-obatan lain. Barbiturat bekerja dengan cara membius" pasien sehingga

47

metabolisme otak dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen


juga akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung
dari kemungkinan kerusakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang.1
Hipotensi sering terjadi pada penggunaan barbiturat. Oleh karena itu, obat ini
tidak diindikasikan pada fase akut resusitasi.11
f. Antikonvulsan
Kejang pasca trauma terjadi pada sekitar 12% pasien trauma kepala tumpul dan
50% trauma kepala penetrasi. Kejang pasca trauma bukan prediksi epilepsi tetapi
kejang dini bisa memperburuk secondary brain injury dengan menyebabkan
hipoksia, hiperkarbia, pelepasan neurotransmitter, dan peningkatan ICP.9 Terdapat
3 faktor yang berkaitan dengan insiden epilepsi pasca trauma, yaitu kejang awal
yang terjadi pada minggu pertama, perdarahan intrakranial, atau fraktur depresif.
Penelitan menunjukkan, pemberian antikonvulsan bermanfaat mengurangi kejang
dalam minggu pertama setelah cedera namun tidak setelah itu. Namun penelitian
lain menyebutkan, penggunaan antikonvulsan tidak mengurangi risiko serangan
kejang secara bermakna. Penggunaan obat antiepilepsi profilaksis pada trauma
kapitis akut dilaporkan menurunkan risiko kejang sekitar 66%, walau profilaksis
kejang dini tidak mencegah kejang pasca trauma. Tujuan terapi antiepilepsi adalah
untuk mencegah akibat tambahan yang disebabkan trauma.12 Kejang harus
dihentikan dengan segera karena kejang yang berlangsung lama (30-60 menit)
dapat menyebabkan cedera otak sekunder.3 Benzodiazepine dipilih sebagai firstline antikonvulsan. Lorazepam (0.05-0.15 mg/kg IV, tiap 5 menit hingga total 4
mg) sangat efektif menggagalkan serangan epilepsy. Pillihan lain adalah
diazepam. Untuk antikonvulsan jangka panjang, fenitoin atau fosfenitoin bisa
diberikan.11
2.7.2. Terapi Konservatif
Keadaan di bawah ini memerlukan pengelolaan medik konservatif, karena
pembedahan tidak akan membawa hasil lebih baik. Kriteria trauma kapitis yang
hanya memerlukan penatalaksanaan konservatif adalah sebagai berikut:
-

Fraktura basis kranii - ditandai adanya memar biru hitam pada kelopak
mata

48

Racoon eyes atau memar diatas prosesus mastoid (battles sign) dan
atau kebocoran cairan serebrospinalis yang menetes dari telinga atau
hidung.

Comotio cerebri - ditandai dengan gangguan kesadaran temporer

Fraktura depresi tulang tengkorak - dimana mungkin ada pecahan


tulang yang

Menembus dura dan jaringan otak

Hematoma intraserebral - dapat disebabkan oleh kerusakan akut atau


progresif akibat contusio.

Pada hematoma intraserebral yang luas dapat ditatalaksana dengan


hiperventilasi, manitol dan steroid dengan monitorong tekanan intrakranial
sebagai usaha untuk menghindari pembedahan. Pembedahan dilakukan untuk
hematom masif yang luas dan pasien dengan kekacauan neurologis atau adanya
elevasi tekanan intrakranial karena terapi medis.
2.7.3. Terapi Operatif
Operasi di lakukan bila terdapat:
-

Volume hematoma > 25 ml

Keadaan pasien memburuk

Pendorongan garis tengah > 5 mm

Penanganan darurat dengan dekompresi dengan trepanasi sederhana (burr


hole). Dilakukan kraniotomi untuk mengevakuasi hematoma. Indikasi operasi di
bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving. Jika
untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergensi.
Biasanya keadaan emergensi ini disebabkan oleh lesi desak ruang.
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
-

> 25 cc desak ruang supra tentorial

> 10 cc desak ruang infratentorial

> 5 cc desak ruang thalamus

49

Indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan


-

Penurunan klinis

- Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif
- Tebal hematoma epidural > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.

50

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Perdarahan Intrakranial adalah perdarahan di dalam tulang
tengkorak. Perdarahan bisa terjadi di dalam otak atau di
sekeliling otak:

Pendarahan Ekstra-aksial: pendarahan intra-ventrikular,


pendarahan

sub-arachnoid,

pendarahan

subdural

dan

pendarahan epidural.
Pendarahan Intra-Aksial: pendarahan intra-serebral dan
diffuse axonal injury

Setiap perdarahan akan menimbulkan kerusakan pada sel-sel


otak. Ruang di dalam tulang tengkorak sangat terbatas, sehingga
perdarahan dengan cepat akan menyebabkan bertambahnya
tekanan dan hal ini sangat berbahaya.
Penyebab perdarahan Intrakranial ini bisa karena cedera
kepala merupakan penyebab yang paling sering ditemukan pada
penderita perdarahan intrakranial yang berusia dibawah 50
tahun.
Tomografi Komputer (TK) adalah modalitas alat pencitraan
utama

yang

digunakan

dalam

keadaan

akut

dan

sangat

bermanfaat dalam menegakkan serta menentukan tipe trauma


kapitis karena kemampuannya memberikan gambaran fraktur,
hematoma
ukurannya.

dan

edema

Sedangkan

yang

jelas

pemeriksaan

baik

bentuk

Magnetic

maupun

Resonance

Imaging (MRI) memberikan informasi yang tidak dapat dilihat


pada sinar-X atau tomografi komputer (TK).
3.2. Saran
Seorang dokter dalam melakukan tindakan harus disertai
dengan pemeriksaan yang sistematis dan banar. Diawali dengan
51

anamnesis dan pemeriksaan fisik, dokter dapat menegakkan


diagnosis
penunjang

80.

Kemudian

salah

satunya

dilanjutkan
yakni

menyingkirkan diagnosis banding.

52

dengan

radiologi.

pemerikasaan

Sehingga

dapat

You might also like