You are on page 1of 12

Presentasi Kasus Bedah Anak

SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 9 TAHUN DENGAN MASSA INTRA


ABDOMEN SUSPEK TERATOMA

Disusun Oleh:
Fitria Rahma N.

G99141151

Pembimbing
dr. Hj. Nunik Agustriani, Sp.B, Sp.BA

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015

BAB I
STATUS PASIEN
A. Anamnesis
1. Identitas Pasien
Nama

: An. AA

Umur

: 9 Tahun

Jenis Kelamin

:Perempuani

Alamat

: Wonogiri, Jawa Tengah

Nomor RM

: 01-31-44-93

MRS

: 29 September 2015

2. Keluhan Utama
Benjolan pada perut kanan
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan benjolan pada perut bagian kanan sejak 1 tahun SMRS.
Benjolan dirasa semakin lama semakin bertambah besar, pasien tidak mengetahui
secara pasti awalnya seberapa besar,tetapi sekarang dirasa sebesar bola tenis. Nyeri
pada daerah benjolan disangkal,muan dan muntah disangkal. Sebelumnya, pasien
diperiksakan ke RSUD Wonogiri dan sudah dilakukan pemeriksaan CT-Scan dan
USG Abdomen pada pasien, dan dari hasil tersebut mengarah ke tumor perut. Untuk
pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut pasien dirujuk ke RSDM bagian poli
bedah anak.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan yang sama : disangkal
Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat diabetes melitus

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

5. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir pada tanggal 7 Januari 2008 dari ibu berusia 22 tahun, P2A0, lahir
spontan dibantu bidan dengan umur kehamilan 40 minggu. Bayi menangis kuat (+),
nafas spontan (+), ketuban jernih, tidak berbau, berat badan lahir 2700 gram.
6. Riwayat Kehamilan dan ANC
Riwayat sakit saat hamil

: rutin di bidan

Riwayat perdarahan

: disangkal

Riwayat konsumsi jamu

: disangkal

Riwayat alkohol, merokok : disangkal


B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum

: Compos mentis, menangis kuat, gerak aktif

2. Vital Sign
Temperature

: 36,9 C

Heart Rate

: 120 x/ menit Saturasi O2

3. Kepala

Respiration Rate

: 36 x/ menit
: 98 %

: mesocephal
4. Mata

: konjungtiva anemis (-/-), air mata (+/+), sklera

ikterik (+/+)
5. Telinga

: sekret (-/-), darah (-/-)

6. Hidung

: bentuk simetris, nafas cuping hidung (-), sekret (-), darah (-)
7. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), jejas (-), terpasang
OGT, produk kekuningan

8. Leher

: pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-)

9. Thoraks

: bentuk normochest, retraksi (-)

10. Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tampak

Palpasi

: ictus cordis kuat angkat

Perkusi

: batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi

: bunyi jantung I-II intensitas normal reguler, bising (-)

11. Pulmo
Inspeksi

: pengembangan dada kanan sama dengan kiri

Palpasi

: fremitus raba kanan sama dengan kiri

Perkusi

: sonor/ sonor

Auskultasi

: suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

12. Abdomen
Inspeksi

: asimetris, perut kanan meninggi

Auskultasi

: bising usus (+)

Perkusi

: Pekak

Palpasi

: teraba massa ukuran 15x10x3 cm

13. Genitourinaria

: anus (+)

14. Ekstremitas
Capillary refill time kurang dari 2 detik
Akral dingin- : - -

Oedema :

- - -

C. Assesment I
Tumor intraabdomen suspek teratoma
D. Planning I
1. Cek AFP
2. Pro laparotomy
3. Cek lab darah
4. Rawat bersama bagian pediatri
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium darah (29 Desember 2015) di RSUD Dr. Moewardi
Pemeriksaan
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Hemostasis
PT
APTT
INR
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu
Albumin
Creatinin

Hasil

Satuan

Rujukan

12.4
37
5.3
329
4.54

g/dL
%
ribu/l
ribu/l
juta/l

10.8 12.8
35 43
5.5 17.0
150 450
3.90 5.30

12.5
35.8
0.96

detik
detik

10.0-15.0
20.0-40.0

98
4.5
0.4

mg/dl
g/dl
mg/dl

60-140
3.5-5.2
0.9-1.3

Ureum
Elektrolit
Natrium darah
Kalium darah
Calsium ion
Serologi Hepatitis
HbsAg
AFP

34

mg/dl

<50

140
4.1
108

mmol/L
mmol/L
mmol/L

129 147
3.6 6.1

Nonreactive

Nonreactive

0,57

< 4.65

2. USG (5 September 2015)


Gambaran massa padat di luar uterus,VU, ginjal, dan Hepar
3. CT Scan abdomen dengan kontras (17 September 2015)
1. Massa regio umbilicallis kanan solid dengan kalsifikasi mengarah lipoma DD
teratoma
2. Distensi Gaster
3. Distensi VU Gambaran retensi urin
F. Assesment
1. Pro Laparatomy Explorasi + PA ai massa intraabdomen dd teratoma
G. Planning II
1. Pro Laparatomy Explorasi ai massa intraabdomen dd teratoma

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Definisi
Teratoma adalah tumor yang mengandung jaringan derivat dua, tiga lapis benih.
Terjadi saat janin masih embrio. Terjadinya teratoma adalah karena embrio awal (tingkat
clivage, blastula, awal grastula) lepas dari kontrol organizer. Ia seperti tubuh yang

kembar tidak seimbang yang satu dapat tumbuh normal yang lain hanya gumpalan
jaringa yang tdak utuh atau tidak wajar. Teratoma disebut juga fetus in fetu atau bayi
dalam bayi.
Teratoma yang berasal dari sel embrional biasanya terjadi di garis tengah tubuh:
otak, tengkorak, hidung, lidah, bawah lidah dan leher, mediastinum, retroperitoneum dan
menempel di coccyx. Jarang sekali bisa timbul di organ padat seperti jantung dan hati
dan organ rongga seperti usus dan kandung kencing. Teratoma embrional paling sering
terjadi di daerah sacrococcygeus. Teratoma bentuk ini adalah yang paling sering terjadi
pada bayi baru lahir.
Teratoma sakrokoksigeus adalah neoplasma yang terdiri dari bermacam-macam
jaringan yang berbeda dari ketiga lapisan sel germinal asing pada tempat anatomi dimana
jaringan tersebut muncul yaitu sering terjadi dekat tulang ekor (coccyx), dimana
konsentrasi terbesar sel primitive berada untuk periode waktu yang lama.
Teratoma diklasifikasikan kedalam tiga kategori histopatologi :
1. Teratoma benigna : Terdapat deferensiasi baik, benigna, matur, hanya jaringan
dewasa
2. Teratoma dengan imatur jaringan embrionik yang bukan maligna seutuhnya, dengan
atau tanpa jaringan matur.
3. Teratoma maligna , dengan jaringan maligna seutuhnya, ditambah jaringan matur
dan /atau embrionik.

B.

Etiopatologi
Teratoma terbentuk dan berkembang selama kehidupan intrautrin, dapat menjadi
sangat

besar

pada teratoma sakrokoksigeus

seiring

dengan

perkembangan

fetus.Teratoma sakrokoksigeus muncul dari primitif knot atau hensens node. Hensens
node adalah suatu agregasi dari sel totipotensial yang merupakan pengatur utama pada
perkembangan embrionik. Semula terletak di bagian posterior embrio yang bermigrasi
secara caudal pada minggu pertama kehidupan didalam ekor embrio, akhirnya berhenti di
anterior tulang ekor (coccyx). Alur migrasi dari sel germinal menunjukan lokasi dan
patologi yang paling sering terdapat teratoma (sakrokoksigeus dan gonad). Sel-sel ini
dapat meluas ke postero-inferior masuk daerah glutea dan /atau postero-superior masuk

ke rongga abdominopelvik. Pemisahan sel totipotensial dari hansens node mungkin


menyebabkan munculnya teratoma sakrokoksigeus. Sel pleuripotensial ini melarikan diri
dari kontrol pengatur embrionik dan berdiferensiasi masuk dalam jaringan yang tidak
biasa ditemukan pada daerah sakrokoksigeus. Tumor terjadi dekat dengan tulang ekor,
dimana konsentrasi terbesar primitif sel berada untuk waktu yang lama selama masa
perkembangan. Tumor ini diklasifikasikan berdasarkan Altman classification of Surgical
Section of the American Academy of Pediatrics kedalam 4 tipe yaitu :
1. Tipe I tumor terutama di bagian luar mengarah dari daerah sakrokoksigeus dan
muncul dengan distorsi bokong
2. Tipe II tumor terutama diluar , tetapi ada bagian yang luas didalam pelvis.
3. Tipe III tumor terutama didalam pelvis dengan sedikit pada bagian luar, benjolan
pada bokong.
4. Tipe IV tumor deluruhnya didalam tanpa ada dibagian luar atau bagian bokong
Sebagian besar teratoma terdapat daerah baik yang padat dan kistik, walaupun
teratoma padat secara lengkap terjadi. Cairan kista dapat sereus, mukoid, darah, dan lapisan
kista sering terdiri dari epitel skuamous serta sebasea dan gigi. Terutama tumor kistik lebih
mungkin benigna dan insiden malignansi meningkat pada sejumlah jaringan padat.
Teratoma benigna biasanya berkapsul, dan adanya bagian yang nekrosis atau perdarahan
memberi

kesan

adanya

kanker.

Pemeriksaan mikroskopik pada teratoma biasanya menunjukkan variasi jaringan lebih dari
satu lapisan germinal. Pentingnya memiliki keseragaman dalam klasifikasi histology
teratoma agar evaluasi prognosis yang sesuai dan kelangsungan hidup serta dapat
membandingkan

hasil

dari

laporan

bertahap

dari

institut

yang

berbeda.

Teratoma diklasifikasikan kedalam tiga kategori histopatologi :


1.

Teratoma benigna : Terdapat deferensiasi baik, benigna, matur, hanya jaringan dewasa

2.

Teratoma dengan imatur jaringan embrionik yang bukan maligna seutuhnya, dengan atau
tanpa jaringan matur.

3.

Teratoma maligna , dengan jaringan maligna seutuhnya, ditambah jaringan matur dan
/atau embrionik.

C.

Manifestasi klinis

Secara klinis, Tumor paling sering muncul sebagai massa yang menonjol antara
coccyx dan anus yang biasa ditutupi dengan kulit normal yang intak. Beberapa pasien,
seluruh atau sebagian benjolan terletak pada permukaan retrorektal atau retroperitoneum.
Pada bayi dan anak-anak, Tumor muncul sebagai massa pada daerah sakropelvis yang
menekan kandung kemih dan rectum. Seringnya gejala obstruksi pada traktus urinarius
yang disebabkan oleh kompresi ureter dan urethra terhadap pubis atau kompresi ureter
terhadap pinggiran pelvis dan terjadi kesulitan defekasi sebagai tanda obstruksi yang
mungkin tidak cukup dikenali.
Sebagian kecil pasien dapat mengalami paralysis, nyeri, atau kelemahan pada kaki,
terutama

pada

stadium

lambat

dari

invasi

maligna

dari

tumor.

Pada teratoma sakrokoksigeus pada fetus, jika tumornya besar, dapat menyebabkan
distosia, kesulitan melahirkan dan perdarahan atau laserasi tumor.
D.

Patofisiologi
Teratoma terbentuk dan berkembang selama kehidupan intrautrin, dapat menjadi sangat
besar pada teratoma sakrokoksigeus seiring dengan perkembangan fetus. Teratoma
sakrokoksigeus muncul dari primitif knot atau hensens node. Hensens node adalah suatu
agregasi dari sel totipotensial yang merupakan pengatur utama pada perkembangan
embrionik. Semula terletak di bagian posterior embrio yang bermigrasi secara caudal pada
minggu pertama kehidupan didalam ekor embrio, akhirnya berhenti di anterior tulang ekor
(coccyx). Alur migrasi dari sel germinal menunjukan lokasi dan patologi yang paling
sering terdapat teratoma (sakrokoksigeus dan gonad). Sel-sel ini dapat meluas ke posteroinferior masuk daerah glutea dan /atau postero-superior masuk ke rongga abdominopelvik.
Pemisahan sel totipotensial dari hansens node mungkin menyebabkan munculnya
teratoma sakrokoksigeus. Sel pleuripotensial ini melarikan diri dari kontrol pengatur
embrionik dan berdiferensiasi masuk dalam jaringan yang tidak biasa ditemukan pada
daerah sakrokoksigeus. Tumor terjadi dekat dengan tulang ekor, dimana konsentrasi
terbesar primitif sel berada untuk waktu yang lama selama masa perkembangan.

F.

Diagnosis
1. Prenatal

USG prenatal dapat mendeteksi tumor ini mulai pada usia kehamilan 13minggu.
USG menunjukkan peningkatan ukuran uterus, placentomegaly,polihidramnion,
hidrops fetalis, massa inhomogen pada sakrum dengan gambaran kalsifikasi. Ibu
pasien bergejala polihidramnion, meningkat kadar alfa fetoproteindarah sebelum
partus dan partus prematur. Bila gejala ini timbul sebelum usia 30 minggu kehamilan
maka prognosis anak adalah buruk. Persalinan akan beresiko
pada ibu sehingga untuk menghindari distosia atau ruptur tumor dianjurkan
untuk dilakukan sectio cesarea bila ukuran tumor lebih dari 5 cm atau tumor lebih
besardari diameter fetus.
2.

Postnatal
Teratoma benign hanya sedikit bergejala atau bahkan tidak bergejala samasekali.
Massa pada pelvis yang besar dapat menyebabkan dekompresi traktusurinarius maupun
rektum. Defisit neurologis jarang terjadi, bila terjadi mengindikasikan malignansi.
Tanda metastasis perlu dicari pada anak lebih tua
Diagnosis teratoma sakrokoksigeus biasanya ditegakkan melalui
pemeriksaan fisik. Tumor ini biasanya didiagnosa ketika ditemukan benjolan sacrum
yang besar setelah kelahiran yang sulit atau obstruksi pada kelahiran. Anamnesis
didapatkan adanya nyeri rectum, konstipasi, dan adanya sebuah benjolan.
Teratoma sakrokoksigeus juga sering didiagnosa sebelum bayi lahir dengan
pemeriksaan

ultrasonografi

fetal.

Laporan

bertahap

diagnosis

antenatal

pada teratoma sakrokoksigeus menunjukkan bahwa sebagian besar fetus yang


didiagnosa teratoma sakrokoksigeus kemungkinan meninggal sebelum kelahiran.
Diagnosis prenatal penting karena tumor ini mungkin cukup besar untuk
menyebabkan distosia dan ruptur dari tumor dengan perdarahan masif dapat terjadi
selama kehamilan.
Pada

sebagian

besar

kasus, teratoma sakrokoksigeus

sangat

khas

sehingga

diagnosisnya sangat jelas. Kadang-kadang, bagaimanapun diagnosis tidak begitu jelas


dan adanya lesi lain seperti kondroma, fibroma, duplikasi rektal, terutama
mielomeningocele dan tumor neurogenic presakral, harus dikeluarkan. Apabila sulit
membedakan teratoma sacrococygeal dengan lesi lain, studi diagnostic seperti Foto
polos,

Ultrasonografi,

computer

tomografi

(CT)

atau

MRI.

Foto thoraks membantu menyingkirkan penyakit metastase. Foto polos pada sacral
dapat menunjukkan adanya kalsifikasi dalam tumor. Ultrasonografi berguna untuk
menentukan sifat lesi (padat atau kistik, adanya komponen intraabdominal dan
keterlibatan hati). Baik CT Scan lateral dan magnetic resonance imaging ( MRI )akan
menunjukkan perluasan intrapelvis dan intraspinal dari lesi sacral dengan rincian yang
jelas. Beberapa teratoma mengandung elemen yolk salk, dimana mengeluarkan alfa
fetoprotein. Deteksi AFP dapat membantu memperjelas diagnosis dan sering
digunakan sebagai marker untuk rekurensi atau efektifitas pengobatan, tapi metode
yang jarang pada diagnosis awal.
Klasifikasi Altman membagi tumor berdasarkan fungsi bentanganatominya ke
dalam 4 kelompok:
1. Altman I : eksternal tumor yang mendominasi, dengan perluasan minimal
2. Altman II : eksternal tumor dengan perluasan signifikan intrapelvis.
3. Altman III : tumor eksternal dengan perluasan intra-abdominal
4. Altman IV : hanya tumor intra pelvis, tidak dapat dilihat dari luar.
G.

Penatalaksanaan
Teratoma sakrokoksigeus harus dieksisi lengkap. Lesi Tipe I dan II dapat dimulai
pada daerah posterior melalui chevron insisi dan sagital. Lesi tipe III dan IV harus insisi
tambahan transversal pada perut bagian bawah. Bagian penting pada prosedur termasuk
pengangkatan lengkap pada tumor intak, ligasi arteri sakral tengah, dan eksisi tulang ekor
( coccyx ) bersama tumor.
Jika tumor secara histologi benigna ( hanya jaringan matur) atau mengandung
jaringan embrionik tanpa maligna seutuhnya, eksisi lengkap adekuat. Jika lesi benigna
(97 %), tidak diindikasikan terapi lanjutan. Untuk Tumor yang agresif dan terdapat
jaringan malignan seutuhnya, pembedahan eksisi sendiri tidak adekuat dan pasien harus
mendapatkan kemoterapi dan atau radioterapi. Pasien dengan rekurensi kanker dan tidak
dapat dieksisi diberikan terapi VAC (vinkristin, dactinomycin, cyclophosphamide)
ditambah radiasi lokal.
Pasien ini harus dievaluasi setiap 3 bulan selama 2 tahun pertama dengan
pemeriksaan rectal dan jumlah AFP. Pasien yang diperkirakan rekurensi harus dievalusi
dengan pemeriksan radiologi yang sesuai, Ultrasonografi dan/ atau CT.

Lesi ini paling baik direseksi dalam 24 jam pertama, sejak usus tidak dikoloni
pada 24 jam pertama setelah kelahiran., mengurangi resiko infeksi pada daerah yang
terkontaminasi feses selama reseksi. Perioperatif antibiotic diberikan segera sebelum
pembedahan dan dilanjutkan 24-48 jam setelah operasi.

TINJAUAN PUSTAKA
1. Corebima, AD. 1997. Genetika Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press
2. Hamilton, W.J dkk. 1957. Human Embryology. Cambridge: W. Heffer % Sans
Limited.
3. Moore, Keith L. 1988. The Developing Human. Canada: W.B Saunders Company.
4. Yatim, W. 1982. Reproduksi dan Embriologi. Bandung: Tarsito Penerbit buku

You might also like