Professional Documents
Culture Documents
Assalamuallaikum.wr.wb
Alhamdulilah
hirabbilalamin,dengan
memanjatkan
puji
dan syukur
kehadirat Allah SWT. Atas berkat rahmat dan hidayahNya maka dengan ini kami
dapat menyelesaikan makalah dengan lancar.
Terselesainya makalah ini berkat kerja sama dari berbagai pihak untuk itu
kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Ns Diena Juliana , S.Kep selaku dosen
pembimbing kami serta rekanrekan yang memberikan masukan dan gagasan
tentang makalah yang kami susun.
Kami menyadari bahwa makalah kami banyak terdapat kekurangan dan
kesalahan baik dari sisi tulisan maupun sistem penulisan, maka dari itu saya
mohon maaf dan mengucapkan terima kasih atas kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga apa yang kami sajikan pada makalah ini bisa bermanfaat bagi kita
semua.
Pontianak, 29
April 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
pengantar....................................................................................................................
.i
Daftar
Isi............................................................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................. 1
B.
Tujuan Penulisan............................................................................................ 2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
C.
D. Aspek Klinik................................................................................................. 10
BAB III
A. Pengkajian.................................................................................................... 16
B.
Diagnosa keperawatan.................................................................................. 19
C.
Intervensi...................................................................................................... 20
D. Evaluasi........................................................................................................ 27
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................... 28
B.
Saran............................................................................................................. 28
Daftar
Pustaka.................................................................................................................. 30
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila taraf
hidup
masyarakat
meningkat,
ditambah
dengan
yang
sangat
luas
bagi
masyarakat.
Dampak
yang
akibat
bertambahnya
usia
seseorang
adalah
sistem
pernafasan.
Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat
timbulpula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakitprnyakit yang diderita kelompok usia lanjut merupakan : (1) kelanjutan penyakit
yang diderita sejak umur muda; (2) akibat gejala sisa penyakit yang pernah diderita
sebelumnya; (3) penyakit akibat kebiasaan- kebiasaan tertentu di masa lalu
(misalnya kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya); dan (4) penyakitpenyakit yang mudah terjadi akibat usia lanjut. Penyakit-penyakit paru yang
diderita kelompok usia lanjut juga mengikuti pola penyebab atau kejadian
tersebut (Mangunegoro, I992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999)
Insidens. Belum banyak dijumpai laporan para ahli tentang insidensPPOM
orang usia lanjut. Insidens PPOM usia lanjut yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi
tahun 1990 1991 adalah sebesar 5,6% (Rahmatullah, 1994. Didalam bukuR.BoediDharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Pada kesempatan ini akan diuraikan mengenai gangguan sistem respirasi
pada usia lanjut, meliputi aspek anatomik-fisiologik, aspek epidemiologik, serta
aspek klinik, dan terapi modalitas yang akan diberikan.
B.
Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan terapi modalitas ini adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Perubahan
Usia Laniut
Anatomik
Fislologik
Sistem
Pernafasan Pada
sehat,
dari
peruhahan
proses
anatomik
menua,
Usia
fisiologik
Ianjut
bukanlah merupakan penyakit, tetapi merupakan tahap lanjut dari suatu kehidupan
yang ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap
stres atau pengaruh lingkungan. Proses menua melandasi berbagai kondisi yang
terjadi pada usia lanjut (Kumar et al, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan
H.Hadi Martono. 1999)
Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi tubuh adalah
disebabkan oleh proses menua dan bukan disebabkan oleh peayakit yang
menyertai proses menua, ada 4 kriteria yang harus dipenuhi (Widjayakusumah,
1992. R Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999) :
1.
Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal, artinya
umum terjadi pada setiap orang.
2.
3.
4.
1.
a.
b.
c.
Saluran nafas : akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis bronkus dan
alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cincin-cincin tulang rawan bronkus
mengalami
perkapuran (Widjayakusumah,
1992;
Bahar,
1990. Didalam
Struktur jaringan parenkim paru : bronkiolus, duktus alveolaris dan alveolus membesar
secara progresip, terjadi emfisema senilis (Bahar, 1992). Struktur kolagen dan elastin
dinding saluran nafas perifer kualitasnya mengurang sehingga menyebabkan
elastisitas jaringan parenkim pam mengurang. Penurunan elastisitas jaringanparenkim
paru pada usia lanjut dapat karena menurunnya tegangan perrnukaan akibat pengurangan
daerah permukaan alveolus (Taylor et al, 1989; Levinzky, 1995; Bahar, 1990 Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
2.
a.
Gerak pernafasan: adanya perubahan hentuk, ukuran dada, maupun volume rongga
dada akan merubah mekanika pernafasan, amplitudo pernafasan menjadi dangkal,
timbul
keluhan
sesak nafas.
Kelemahan
otot
pernafasan
menimbulkan
c.
Volume dan kapasitas paru menurun. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor: (1)
kelemahan otot nafas, (2) elastisitas jaringan parenkim parts menurun, (3) resintensi
saluran nafas (menurun sedikit). Secara umum dikatakan bahwa pada usia lanjut
terjadi pengurangan ventilasi paru (Bahar. 1190; Widjajakusumah, 1992.Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
d.
berbagai perubahan pada jaringan paru yangmenghambat difusi gas, dan (2)
karena berkurangnya aliran darah ke paru akibat turunnya curah jantung
(Widyakusumah, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono.
1999)
e.
Faktor merokok
Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi penyempitan saluran
nafas. Pada tingkat awal, saluran nafas akan mengalami obstruksi clan terjadi
penurunan nilai VEP1 yang besarnya tergantung pada beratnya penyakit paru tad.
Pada tingkat lanjut dapat terjadi obstruksi yang iereversibel, timbul penyakit paru
obstruktif
menahun (PPOM)
(Silverman
dan
Speizer,
1996;
Burrows,
Obesitas
Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang. Pala
obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher, dada dan (finding perut,
akan dapat mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan volume paru
atau terjadi keterbatasan gerakan pernafasan (restriksi) dan timbul gangguan fungsi
paru tipe restriktif (Taylor et al, 1989; Levinxky, 1995. Didalam buku R.BoediDharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
3.
Imobilitas
Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat otototot berkontraksi, sehingga kapasitas vital. paksa atau volume paru akan "relatif'
berkurang. Imobilitas karena kelelahan otot-otot pernafasan pada usia lanjut dapat
memperburuk fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor lain yang menimbulkan
imobilitas (paru), misalnya efusi pleura, pneumotoraks, tumor paru dan
sebagainya (Mangunegoro,
1992).
Perbaikan
fungsi
paru
dapat
dilakukan
Operasi
Tidak
semua
operasi
(pembedahan)
mempengaruhi
faal
paru.
selanjutnya
mudah
terjadi
kematian,
karena
timbulnya
gagal
1.
Perubahan anatomik-fisiologik
Dengan adanya perubahan anatomik-fisiologik sistem pernafasanditambah
adanya faktor-faktor lainnya dapat memudahkan timbulnya beberapa macam
penyakit paru: bronkitis kronis, emfisema paru, PPOM, TB paru, kanker paru dan
sebagainya
(Mangunegoro,
1992; Davies,
1985;
Widjayakusumah,
1992;
Rahmatullah,1994; Suwondo 1990 a, 1990 b; Yusuf, 1990. Didalam buku R.BoediDharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
2.
Pada usia lanjut terjadi penurunan daya tahan tubuh, antara lain karenalemahnya
fungsi limfosit B dan T (Subowo, 1993; Roosdjojo dkk, 1988), sehingga penderita
rentan terhadap kuman-kuman pathogen virus, protozoa, bakteri atau jamur
(Haryanto clan Nelwan, 1990, Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999)
3.
5.
Perubahan degeneratif
Perubahan
degeneratif
merupakan
dapat dielakkaan
terjadinya
pada
proses penuaan.
Penyakit
paru
perubahan
individu-individu
yang
timbul
yang
yang
akibat
tidak
mengalami
proses
a.
pada
saluran
nafas,
juga
dapat
menurunkan
fungsi
sistem
pertahanan tubuh yang diperankan oleh paru dan saluran nafas, sehingga
memudahkan timbulnya infeksi pada paru dan saluran nafas. Merokok selain dapat
memberikan perubahan- perubahan pada saluran nafas, dapat pula memudahkan
timbulnya keganasan
paru,
PPOM,
bronkitis
kronis
dan
D.
Aspek Klinik
Ada beberapa penyakit paru yang menyertai orang usia lanjut, yang paruing ada
4 macam: pneumoni, tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif menahun
(PPOM),dan karsinoma paru.
1.
beberapa
waktu
(Mangunegoro,
Etiologi.
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Timbulnya penyakit ini dikaitkan
dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita, antara lain merokok sigaret
yang berlangsung lama, polusi udara, infeksi paru berulang, umur, jenis kelamin, ras,
defisiensi alfa-1 antitripsin, defisiensi antioksidan dan sebagainya. Pengaruh dari
masing-masing faktor resiko terhadap terjadinya PPOM adalah saling memperkuat
dan faktor merokok dianggap yang paling dominan dalam menimbulkan penyakit
ini.
3.
Patofisiologi.
Faktor-faktor resiko yang telah disebutkan di atas akan mendatangkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulknn kerusakan pada dinding bronkiolis
terminal. Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi bronkus keel
(bronkiolus terminal), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi.
Udara yang pada saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli, saat ekspirasi
banyak yang
terjebak. dalam
alveolus
dan
terjadilah
penumpukan
udara (airtrapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafasdengan
segara akibat-akibatnya. Adanya obstruksi dini saat awal ekspirasi akan menimbulkan
kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru:
ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan
(Brannon, et al, 1993. ,Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono.
1999)
4.
atau dua tipe pokok: (1) mempunyai gambaran klinik dominan ke arah bronkitis
kronis (blue bloater type); dan (2) gambaran klinik predominant ke arah
emfisema (pink puffer type).
5.
Diagnosis.
Diagnosis PPOM ditegakkan dengan metode yang lazim (terarah dan
sistimatik), meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan kelemahan badan, batuk, sesak nafas,
sesak nafas waktu aktivitas clan nafas berbunyi, mengi atau wheeze. Oleh karena
perjalanan penyakitnya lambat, maka anamnesis harus dilakukan secara hati-hati dan
teliti.
Pada pemeriksaan fisik, pada penderita tingkat penyakitnya masih awal
mungkin tidak ditemukan kelainan. Adanya ekspirasi yang memanjang merupakan
petunjuk kelainan dial. Pada penyakit tingkat lanjut, tampak bentuk dada seperti tong,
ditemukan penggunaan otot-otot bantu nafas, suara nafasmelemah, terdengar suara
mengi yang lemah. Kaitting ditemukan (gerak) pernafasan paradoksal. Selain itu
dapat ditemukan edema kaki, mites dan jari tabuh (Mangunegoro, 1992; Das Jardin dan
Burton, 1995).
Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, untuk
mendiagnosis PPOM. Untuk menentukan apakah pada penderila terdapat obtruksi
saluran nafas dapat dilakukan pemeriksaan dengan spirometri ( spirogram) atau
memeriksa nilai arus puncak ekspirasi (APE) dengan alat sederhana, yaitu
menggunakan mini Wright
Peak Plow Meter. Pengukuran volume ekspirasi paksa satu detik pertama(VEP I )
merupakan pemeriksaan akurat, standar, mudah dilakukan dengan spirometer, dan
dapat
digunakan
untuk
melihat
beratnya
NILAI / DERAJAT
Resiko
PERSENTASI VEP I
Spirometry Normal
Gejala menaun ( batuk,
I
II
III
6.
Ringan
Sedang
Berat
produksi sputum )
80 %
< 80 %
< 30 %
Penatalaksanaan.
Dalam penatalaksanaan penderita PPOM perlu diperhatikau faktor-faktor
yang dapat memperjelek perjalanan penyakit, yang hams dicegah terjadinya pada
penderita. Apabila faktor-faktor tadi sudah ada pada penderita, hendaknya
diusahakan .meniadakannya atau menguranginya. Faktor-faktor yang dapat
memperjelek keadaan penyakit penderita, misalnya :
a.
b.
Derajat obstruksi saluran nafas yang terjadi. Oleh karena itu identifikasi
komponen-komponen yang memungkinkan terdapatnya reversibilitas (obstruksi) sangat
perlu dilakukan.
c.
a.
Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala, tidak hanya pada fase akut,
tetapi juga pada fase kronik.
b.
c.
a.
b.
c.
Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi, antimikroba tidal(
perlu diberikan. Pemberian anti-mikroba hams tepat sesuai dengan kuman penyebab
infeksi, yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
d.
untuk
mengatasi
proses
inflamasi
(bronko spasme)
masih
kontroversial.
e.
1.
2.
3.
f.
Penanganan
terhadap
komplikasi-komplikasi
yang
timbul. Pengobatan
oksiogen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat: 1
2 liter/menit.
g.
Tindakan rehabilitasi.
Rehabilitasi. Tindakan rehabilitasi terhadap penderita meliputiAktivitasaktivitas berikut :
1)
2)
3)
4)
Vocational guidance : usaha yang dilakukan terhadap pendeiita agarsedapatdapat kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula.
5)
7.
c.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN
(PENYAKIT PARU OBSRUKSI MENAHUN) PPOM
Dalam hal ini kelompok mengangkat askep PPOM pada lansia dikarenakan
penyakit ini sangat menonjol (berdasarkan buku Pedoman Pengelolaan Kesehatan
Pasien Geriatri hal 39 tahun 200)
A.
Pengkajian
Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada
kegiatan sehari hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10. Dan
juga mengidentifikasi faktor sosial dan lingkungan yang merupakan faktor
pendukung terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi type dari gejala yang
muncul antara lain, tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi lainnya
antara lain perjalanan penularan temperatur dan stress.
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada,
Respiratory Rate dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu
pernafasan dan juga warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum.
Palpasi dan perkusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap
peningkatan gerakan Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan
diafragma. Ketika mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua / akhir
seharusnya diberi cukup waktu untuk kenyamanan dengan menarik nafas dalam
tanpa adanya rasa pusing (dizzy) (Loukenotte, M.A, 2000).
Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman
untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
1.
2.
3.
4.
Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
5.
6.
1.
2.
3.
4.
Apakah
pasien
menggunakan
otot-otot
aksesori
pernapasan
selama
pernapasan?
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
7.
Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.
8.
Seksualitas
Penurunan libido.
9.
Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan mobilitas
fisik.
(Doengoes, 2000 :152 ).
B.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM, antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
Resiko infeksi b.d in adekuat pertahanan primer dan sekunder, dan penyakit
kronik.
5.
6.
7.
Berkurangnya peran b.d perubahan persepsi diri dan perubahan kapasitas fisik
dalam menjalankan peran.
8.
In efektif pola nafas b.d kelemahan muskuloskeletal dan penurunan energi atau
fatique.
9.
10.
C.
No
Intervensi / Perencanaan
Diagnosa
Dx Keperawatan
1. Ketidakefektifa
n
jalan
Tujuan Dan KH
Tujuan
1.:
nafas Mengefektifkan
Intervensi
Rasional
Beberapa
derajat
bronkus
berhubungan
jalan nafas
misal
dengan
Hasil
yang ronki.
tertahannya
diharapkan
sekresi.
Mempertahankan
2.-
mengi,
krekels, nafas
dan
tidak
catat
rasio
2.
dengan
pada
bunyi
3.
nafas bersih / jelas
-
Menunjukkan
perilaku
memperbaiki
jalan
4.
nafas
:
Batuk
efektif
mengeluarkan
sekret.
yang
nyaman
misal:
bersihan
Misal
dan
5.
tempat tidur.
Pertahankan
latihan
abdomen / bibir
6.
polusi
Ajarkan
teknik
nafas
4.
nafas
Berikan
obat
sesuai
penerimaan
selama
kepala
tempat
mempermudah
fungsi
pernafasan
dengan
mencari
posisi
yang
yang
dapat
5.
untuk
mengatasi
dan
dispnea
dan
mengontrol
6.
akut,
atau
dalam
proses
kelemahan
7.
2.
Gangguan
Tujuan
pertukaran
oksigen
penyembuhan.
Kaji frekuensi kedalaman
1.
Berguna dalam
berhubungan
dengan
1.:
oksigen
Membantu
catat distress
evaluasi
pernafasan
dan
suplai tubuh.
nafass
bibir,
2.
Pengiriman
oksigen
dapat
berbincang.
Menunjukkan
2.
perbaikan ventilasi tidur, bantu pasien untuk dispnea dan kerja nafas.
dan
jaringan
+ bebas diindikasikan.
distres
4.
pernafasan.
situasi.
Sianosis
(terlihat
mungkin
pada
perifer
kuku)
6.
dianosis
atau
sentral
program
5.
tingkat
banyaknya
Berpartisipasi mukosa
dalam
tebal,
gejala
-
Dorong
Kental,
beratnya
hipoksemia.
Takikarena, disritimia, dan
perubahan
TD
dapat
6.
emfisema)
dan
hipoksia
terjadi
Dapat
memperbaiki
infeksi / dehidrasi
:
2.
Mencegah
terjadinya infeksi.1.
2.
Kriteria hasil yang
Awasi suhu
mobilisasi
diharapkan :
batuk
dan
pengeluaran
untuk
menurunkan
3.
Cegah penyebaran patogen
Menyatakan perubahan posisi sering, dan
tinggi pemahaman
masukan cairan adekuat.
melalui cairan
-
Resiko
adekuat
primer
mencegah
dan menurunkan
sekunder,
resiko infeksi
penyakit kronis.
keseimbangan
lingkungan
Berikan
anti
mikrobia
6.
sesuai indikasi
meningkatkan
Dilakukan
untuk
Tujuan
kurang Memenuhi
diberikan
untuk
khusus
yang
teridentifikasi
yang
1.:
Dapat
organisme
aman.
Perubahan
meningkatkan
nutrisi
pertahanan
4.
konsumsi
Kaji
kebiasaan
diet,
1.
dengan
kulturdan
sensitivitas,
diberikan
secara
atau
profilaktik
dari kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan dispnea,
kelemahan efek
samping
obat,
produksi
mual / muntah.
diharapkan :
-
2.
badan
menuju
3.
konsumsi
oksigen
Dapatkan spesimen
4.
dan
memperbaiki
pasien
terhadap
meningkatkan
penyembuhan.
Dilakukan
untuk
mengidentifikasikan organisme
penyebab
dan
terhadap
berbagai
5.
/ sesuai indikasi
5.
Dapat
untuk
khusus
yang
teridentifikasi
Mengembalikan
berhubungan
aktifitas
dengan
seperti semula.
keseimbangan
Menunjukkan
kelemahan,
peningkatan
aktifitas.
klien laporan
tanda
dan
sensitivitas,
diberikan
secara
atau
profilaktik
dan
vital
yang
perubahan membantu
selama
keseimbangan
kulturdan
Catat kebutuhan
kelemahan 2./
/ setelah aktivitas.
2.
dengan
peningkatan
suplay diharapkan :
oksigen,
anti
diberikan
organisme
aktifitas
kerentanan
mikrobia.
mempertahankan
1.:
keseimbangan
keseimbangan infeksi,
meningkatkan
kebutuhan -
menurunkan
Menurunkan
pertahanan
Menunjukkan
4.
hidup
Dorong
Tujuan
dan
pengeluaran
untuk
kebutuhan
Intoleransi
antara
3.
dan
5.
kesulitan sekret
perubahan
anoreksia,
derajat
dan
perilaku
sputum,
mobilisasi
secara catat
adekuat
diperlukan.
Mengurangi kelelahan
toleransi terhadap
aktifitas
dapat
yang Berikan
kemajuan
diukur peningkatan
aktivitas
dispnea,
3.
kelemahan
berlebihan,
Ajarkan
klien
untuk
menimbulkan
Defisit
rentang normal.
Tujuan : Klien
1.
pengetahuan
mampu
tentang
dengan
kuatkan
1.
Menurunkan
individu
tentang
2.
kurang pengertian
partisipasi
Instruksikan
pada
dan
mengerti
tentang
diharapkan :
informasi,
kurang
pemahaman
3.
rencana
kuatkan pengobatan.
Nafas
bibir
mengingat
ansietas
PPOM mengetahui
berhubungan
Jelaskan
nafas
diafragmatik
Diskusikan
obat membantu
meminimalkan
/ kondisi / proses
4.
keterbatasan
penyakit
kognitif.
tindakan
Tekankan
- Mengidentifikasi
5.
pernafasan
yang
banyak
mempunyai
penyebab
pertumbuhan
menghubungkan
dengan
Menurunkan
tembakau,
sprei
aerosol, dapat
Diskusikan
dada
infeksi
menimbulkan
periodik
dan
peningkatan
memenuhi
kebutuhan
dan
membantu
komplikasi
( Doenges, 2000 : 152).
D. Evaluasi
Fokus utama pada klien Lansia dengan PPOM adalah untuk mengembalikan
kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang
diharapkan. Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan tambahan di rumah,
evaluasi juga termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan menggunakan
tehnik energi conserving, untuk mengurangi sesak nafas, dan kecemasan yang
diajarkan dalam rehabilitasi paru. Klien Lansia membutuhkan waktu yang lama
untuk mempelajari tehnik rehabilitasi yang diajarkan. Bagaimanapun, saat
pertama kali mengajar, mereka harus mempunyai pemahaman yang baik dan
mampu untuk beradaptasi dengan gaya hidup mereka.(Leukenotte, M A, 2000 :
502)
perubahan
dapat
mencegah
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada usia lanjut terjadi penularan analomik-fisiologik paru dan saluran
nafas, antara lain berupa pengurangan elastic recoil paru; kecepatan arus
ekspirasi, tekanan oksigen acted serta respons pusat reflek pernafasan terhadap
rangsangan oksigen arteri atau hiperkapnia. Hal-hal tersebut berpengaruh pada
mekanisme perthanan tubuh terhadap timbulnya penyakit paru
Penyakit paru yang sering ditemukan pada usia lanjut adalah infeksi
saluran nafas akut bagian bawah PPOM. Berhagai cara dapat dilakukan untuk
pencegahan
terhadap
timbulnya
infeksi
pernafasan
akut
bagian
Saran
1.
Untuk Lansia
Menghindari faktor resiko :
a.
b.
c.
d.
e.
2.
Untuk keluarga
Memberikan dukungan :
a.
b.
c.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. Buku saku Patofisiologi. Jakarta :EGC.
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C. 1945. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC.
Lueckenotte, A.G. 2000. Gerontologic nursing. St. Louis Mosby, INC.
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.
Matteson, M.A and MC, Connel, E.S. 1988. Gerontological nursing : Concept and Practice.
Philadelphia : WB Sounders Company.
Price, Syna, A and Wilson, Lorraine M. 1994. Patofisiologi, Konsep Klinis proses-proses
Penyakit, edisi ke-4. Jakarta : EGC.
R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono (1999). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan usia
lanjut) edisi ke-3. Jakarta : EGC.
Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.
Wood, Under J.C.E. 1996. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC.