You are on page 1of 26

KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum.wr.wb
Alhamdulilah

hirabbilalamin,dengan

memanjatkan

puji

dan syukur

kehadirat Allah SWT. Atas berkat rahmat dan hidayahNya maka dengan ini kami
dapat menyelesaikan makalah dengan lancar.
Terselesainya makalah ini berkat kerja sama dari berbagai pihak untuk itu
kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Ns Diena Juliana , S.Kep selaku dosen
pembimbing kami serta rekanrekan yang memberikan masukan dan gagasan
tentang makalah yang kami susun.
Kami menyadari bahwa makalah kami banyak terdapat kekurangan dan
kesalahan baik dari sisi tulisan maupun sistem penulisan, maka dari itu saya
mohon maaf dan mengucapkan terima kasih atas kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga apa yang kami sajikan pada makalah ini bisa bermanfaat bagi kita
semua.

Pontianak, 29
April 2011
Penulis

DAFTAR ISI
Kata
pengantar....................................................................................................................
.i
Daftar
Isi............................................................................................................................ ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................. 1
B.

Tujuan Penulisan............................................................................................ 2

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Perubahan Anfis Sistem Pernafasan Pada Lansia......................................... 4


B.

Faktor-faktor yang memperburuk funsi paru................................................ 6

C.

Patogenesis penyakit paru pada lansia.......................................................... 8

D. Aspek Klinik................................................................................................. 10
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PPOM

A. Pengkajian.................................................................................................... 16
B.

Diagnosa keperawatan.................................................................................. 19

C.

Intervensi...................................................................................................... 20

D. Evaluasi........................................................................................................ 27
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................... 28
B.

Saran............................................................................................................. 28

Daftar
Pustaka.................................................................................................................. 30

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila taraf

hidup

masyarakat

meningkat,

ditambah

dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka dapat


memberikan dampak

yang

sangat

luas

bagi

masyarakat.

Dampak

yang

timbulantara lain angka kejangkitan dan kematian penyakit-penyakit Infeksi


menurun, sedangkan insidensi penyakit lain (misalnya kardiovaskuler)
meningkat. Dampak lainnya ialah usia harapan hidup menjadi lebihmeninggi
dan jumlah anggota masyarakat yang berusia lanjut lehih banyak (Mangunegoro,
1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktorlingkungan
yang lain, terjadilah perubahan anatomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat awal
perubahan itu mungkin merupakan homeostasis martial, kemudian bisa timbul
homeostasis abnormal atau reaksi adaptasi dan paling akhir terjadi kematian sel
(Kumar et al, 1992). Salah satu organ tubuh yang mengalami perubahan
anatomik-fisiologik

akibat

bertambahnya

usia

seseorang

adalah

sistem

pernafasan.
Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat
timbulpula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakitprnyakit yang diderita kelompok usia lanjut merupakan : (1) kelanjutan penyakit
yang diderita sejak umur muda; (2) akibat gejala sisa penyakit yang pernah diderita
sebelumnya; (3) penyakit akibat kebiasaan- kebiasaan tertentu di masa lalu
(misalnya kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya); dan (4) penyakitpenyakit yang mudah terjadi akibat usia lanjut. Penyakit-penyakit paru yang
diderita kelompok usia lanjut juga mengikuti pola penyebab atau kejadian
tersebut (Mangunegoro, I992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999)
Insidens. Belum banyak dijumpai laporan para ahli tentang insidensPPOM
orang usia lanjut. Insidens PPOM usia lanjut yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi

tahun 1990 1991 adalah sebesar 5,6% (Rahmatullah, 1994. Didalam bukuR.BoediDharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
Pada kesempatan ini akan diuraikan mengenai gangguan sistem respirasi
pada usia lanjut, meliputi aspek anatomik-fisiologik, aspek epidemiologik, serta
aspek klinik, dan terapi modalitas yang akan diberikan.
B.

Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan terapi modalitas ini adalah :

1.

Mengetahui konsep dasar proses penuaan

2.

Mengetahui perubahan fisiologis pada proses penuaan

3.

Memahami perubahan anatomi dan fisiologis sistem respiratori pada lansia.

4.

Mengetahui masalah-masalah pada perubahan sistem respiratori pada lansia.

5.

Mengetahui dan dapat memberikan gambaran PPOM pada lansia

6.

Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik I.

BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Perubahan
Usia Laniut

Anatomik

Fislologik

Sistem

Pernafasan Pada

Pada orang orang


tersebut merupakanbagian

sehat,
dari

peruhahan
proses

anatomik

menua,

Usia

fisiologik
Ianjut

bukanlah merupakan penyakit, tetapi merupakan tahap lanjut dari suatu kehidupan
yang ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap
stres atau pengaruh lingkungan. Proses menua melandasi berbagai kondisi yang
terjadi pada usia lanjut (Kumar et al, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan
H.Hadi Martono. 1999)
Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi tubuh adalah
disebabkan oleh proses menua dan bukan disebabkan oleh peayakit yang
menyertai proses menua, ada 4 kriteria yang harus dipenuhi (Widjayakusumah,
1992. R Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999) :
1.

Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal, artinya
umum terjadi pada setiap orang.

2.

Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan


fungsi sel dan jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam sel dan
bukan oleh faktor luar.

3.

Proses menua terjadi secant progresif, berkelanjutan, berangsur Iambat dan


tidak dapat berbalik lagi.

4.

Proses menua bersifat proses kemunduran/kerusakan (injury).

1.

Peruhahan anatomik sistem pernafasan


Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai hampir
seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi tel, jaringan atau organ yang
bersangkutan.
Yang mengalami perubahan adalah

a.

Dinding dada : tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulangtulang rawan


mengalami osifikasi, terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada. Sudut epigastrik
relatif mengecil dan volume rongga dada mengecil.

b.

Otot-otot pernafasan : mengalami kelemahan akibat atrofi.

c.

Saluran nafas : akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis bronkus dan
alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cincin-cincin tulang rawan bronkus

mengalami

perkapuran (Widjayakusumah,

1992;

Bahar,

1990. Didalam

bukuR.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)


d.

Struktur jaringan parenkim paru : bronkiolus, duktus alveolaris dan alveolus membesar
secara progresip, terjadi emfisema senilis (Bahar, 1992). Struktur kolagen dan elastin
dinding saluran nafas perifer kualitasnya mengurang sehingga menyebabkan
elastisitas jaringan parenkim pam mengurang. Penurunan elastisitas jaringanparenkim
paru pada usia lanjut dapat karena menurunnya tegangan perrnukaan akibat pengurangan
daerah permukaan alveolus (Taylor et al, 1989; Levinzky, 1995; Bahar, 1990 Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

2.

Perubahan-perubahan fisiologik sistem pernafasan


Perubahan fisiologik (fungsi) pada sistem pernafasan yang terjadi antara lain :

a.

Gerak pernafasan: adanya perubahan hentuk, ukuran dada, maupun volume rongga
dada akan merubah mekanika pernafasan, amplitudo pernafasan menjadi dangkal,
timbul

keluhan

sesak nafas.

Kelemahan

otot

pernafasan

menimbulkan

penurunan kekuatan gerak nafas, lebih-Iebih apabila terdapat deformitas rangka


dada akibat penuaan (Bahar, 1990. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999)
b.

Distribusi gas. Perubahan struktur anatomik saluran nafas akan menimbulkan


penumpukan Warn dalam alveolus (air trapping) ataupun gangguan pendistribusian
udara nafas dalam cabang-cabang bronkus.

c.

Volume dan kapasitas paru menurun. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor: (1)
kelemahan otot nafas, (2) elastisitas jaringan parenkim parts menurun, (3) resintensi
saluran nafas (menurun sedikit). Secara umum dikatakan bahwa pada usia lanjut
terjadi pengurangan ventilasi paru (Bahar. 1190; Widjajakusumah, 1992.Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

d.

Gangguan transport gas.


Pada usia lanjut terjadi penurunan Pa02 secara bertahap, yangpenyebabnya
terutama disebabkan (deli adanya ketidakseimhangan ventilasi-perfusi (Mangunegoro,
1992). Selain itu diketahui bahwa pengambilan 02 oleh darah dari alveoli (difusi) dan
transport 02 ke jaringan-jaringan berkurang, terutama terjadi pada saat melakukan
olah raga. Penurunan pengambilan 02 maksimal disebabkan antara lain karena : (1)

berbagai perubahan pada jaringan paru yangmenghambat difusi gas, dan (2)
karena berkurangnya aliran darah ke paru akibat turunnya curah jantung
(Widyakusumah, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono.
1999)
e.

Gangguan perubahan ventilasi pain.


Pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan ventilasi paru, akibat adanya
penurunan kepekaan kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral ataupun pusatpusat pernafasan di medulla oblongata dan pons terhadap rangsangan berupa
penurunan Pa02, peninggian PaCO2, perubahan pH darah arteri dan sebagainya
(Bahar, 1990. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

B. Faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru


Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan, terdapat beberapa
faktor yang dapat memperburuk fungsi paru (Silverman dan Speizer, 1996; Tim
Pneumobil Indonesia, 1994. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999) Faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru antara lain :
1.

Faktor merokok
Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi penyempitan saluran
nafas. Pada tingkat awal, saluran nafas akan mengalami obstruksi clan terjadi
penurunan nilai VEP1 yang besarnya tergantung pada beratnya penyakit paru tad.
Pada tingkat lanjut dapat terjadi obstruksi yang iereversibel, timbul penyakit paru
obstruktif

menahun (PPOM)

(Silverman

dan

Speizer,

1996;

Burrows,

1990. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)


2.

Obesitas
Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang. Pala
obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher, dada dan (finding perut,
akan dapat mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan volume paru
atau terjadi keterbatasan gerakan pernafasan (restriksi) dan timbul gangguan fungsi
paru tipe restriktif (Taylor et al, 1989; Levinxky, 1995. Didalam buku R.BoediDharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

3.

Imobilitas

Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat otototot berkontraksi, sehingga kapasitas vital. paksa atau volume paru akan "relatif'
berkurang. Imobilitas karena kelelahan otot-otot pernafasan pada usia lanjut dapat
memperburuk fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor lain yang menimbulkan
imobilitas (paru), misalnya efusi pleura, pneumotoraks, tumor paru dan
sebagainya (Mangunegoro,

1992).

Perbaikan

fungsi

paru

dapat

dilakukan

denganmenjalankan olah raga secara intensif (Rahmatullah, 1993. Didalam


buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
4.

Operasi
Tidak

semua

operasi

(pembedahan)

mempengaruhi

faal

paru.

Daripengalaman para ahli diketahui bahwa yang pasti memberikan pengaruh


faal paru adalah : (1) pembedahan toraks (jantung dan paru); (2) pembedahan
abdomen bagian atas; dan (3) anestesi atau jenis obat anestesi tertentu. Peruhahan
fungsi paru yang timbul, meliputi perubahan proses ventilasi, distribusi gas,
difusi gas serta perfusi darah kapiler paru. Adanya perubahan patofisiologik paru
pasca bedah mudah menimbulkan komplikasi paru: atelektasis, infeksi atau
sepsis dan

selanjutnya

mudah

terjadi

kematian,

karena

timbulnya

gagal

nafas (Rahmatullah, 1997. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono.


1999)
C.

Patogenesis penyakit paru pada usia lanjut


Mekanisme timbulnya penyakit yang menyertai usia lanjut dapat dijelaskan atau
dapat dikaitkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada usia lanjut.
Perubahan-perubahan tersebut. adalah :

1.

Perubahan anatomik-fisiologik
Dengan adanya perubahan anatomik-fisiologik sistem pernafasanditambah
adanya faktor-faktor lainnya dapat memudahkan timbulnya beberapa macam
penyakit paru: bronkitis kronis, emfisema paru, PPOM, TB paru, kanker paru dan
sebagainya

(Mangunegoro,

1992; Davies,

1985;

Widjayakusumah,

1992;

Rahmatullah,1994; Suwondo 1990 a, 1990 b; Yusuf, 1990. Didalam buku R.BoediDharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
2.

Perubahan daya tahan tubuh

Pada usia lanjut terjadi penurunan daya tahan tubuh, antara lain karenalemahnya
fungsi limfosit B dan T (Subowo, 1993; Roosdjojo dkk, 1988), sehingga penderita
rentan terhadap kuman-kuman pathogen virus, protozoa, bakteri atau jamur
(Haryanto clan Nelwan, 1990, Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999)
3.

Perubahan metabolik tubuh


Pada orang usia lanjut sering terjadi peruban metabolik tuhuh, dan paru dapat
ikut mengalami peruban penyebab tersering adalah penyakit-penyakit metabolik
yang bersifat sistemik: diabetes mellitus, uremia, artritis rematoid dan sebagainya.
Fakator usia peranannya tidak jelas, tetapi lamanya menderita penyakit sistemik
mempunyai

andil untuk timbulnya

kelainanparu tadi (Davies,88. Didalam

buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)


4.

Perubahan respons terhadap obat


Pada orang usia lanjut, bisa terjadi bahwa penggunaan obat-ohattertentu
akan nemnemberikansan respons atau perubahan pada paru dansaluran nafas,
yang mungkin perubahan-perubahan tadi tidak terjadi pada usia muda. Contoh,
yaitu penyakit paru akibat idiosinkrasi terhadap obatyang sering digunakan dalam
pengobatan penyakit yang sedang dideritanyayang mana proses tadi jarang terjadi
pada usia muda (Davies, 1985.Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999)

5.

Perubahan degeneratif
Perubahan

degeneratif

merupakan

dapat dielakkaan

terjadinya

pada

proses penuaan.

Penyakit

paru

perubahan

individu-individu
yang

timbul

yang

yang
akibat

tidak

mengalami
proses

(perubahan) degeneratif tadi, misalnya terjadinya bronkitis kronis, emfisema


paru, penyakit paru obstruktif menahun, karsinoma paru yang terjadinya pada
usia lanjut dan sebagainya (Davies, 1985. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan
H.Hadi Martono. 1999)
6.

Perubahan atau kejadian lainnya


Ada pengaruh-pengaruh lain yang terjadi sebelum atau selama
usialanjut yang dapat mempengaruhi dirinya sehingga dapat
memudahkanpenyakit paru tertentu pada usia lanjut, misalnya :

a.

Kebiasaan merokok masa lalu dan sekarang


Merokok yang berlangsung lama dapat menimbulkan perubahan-perubahan
struktur

pada

saluran

nafas,

juga

dapat

menurunkan

fungsi

sistem

pertahanan tubuh yang diperankan oleh paru dan saluran nafas, sehingga
memudahkan timbulnya infeksi pada paru dan saluran nafas. Merokok selain dapat
memberikan perubahan- perubahan pada saluran nafas, dapat pula memudahkan
timbulnya keganasan

paru,

PPOM,

bronkitis

kronis

dan

sebagainya (Mangunegoro, 1992. Didalam bukuR.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi


Martono. 1999)
b.

Pengaruh atau akibat kekurangan gizi


Pada usia lanjut telah diketahui terjadi penurunan daya tahantubuh,
terutama respons imun seluler (Roosdjojo, 1988). Inimerupakan konsekuensi
lanjut atas terjadinya involusi kelenjar timus pada usia lanjut. Proses
involusi kelenjar timus menyebabkan jumlah hormon timus yang beredar dalam
peredaran darah menurun, berakibat proses pemasakan limfosit T berkurang dan
limfosit T yang beredar dalam peredaran darah juga berkurang. Imunitas humoral
pada usia lanjut juga terdapat perubahan yang berarti, bahkan terdapat peninggian
kadar autoantibodi (Subowo, 1993). IgA dan IgG terdapat peningkatan,
sedangkan IgM mengalami penurunan.

D.

Aspek Klinik
Ada beberapa penyakit paru yang menyertai orang usia lanjut, yang paruing ada
4 macam: pneumoni, tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif menahun
(PPOM),dan karsinoma paru.

1.

Definisi Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)


Pengertian. PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguanfungsi
paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya
penyempitan saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa
observasi

beberapa

waktu

(Mangunegoro,

Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

1992. , Didalam bukuR.Boedi-

PPOM adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis


kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002. ,Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Termasuk dalam kelompok PPOM adalah bronkitis kronis, emfisema paru
dan penyakit saluran nafas perifer.
2.

Etiologi.
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Timbulnya penyakit ini dikaitkan
dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita, antara lain merokok sigaret
yang berlangsung lama, polusi udara, infeksi paru berulang, umur, jenis kelamin, ras,
defisiensi alfa-1 antitripsin, defisiensi antioksidan dan sebagainya. Pengaruh dari
masing-masing faktor resiko terhadap terjadinya PPOM adalah saling memperkuat
dan faktor merokok dianggap yang paling dominan dalam menimbulkan penyakit
ini.

3.

Patofisiologi.
Faktor-faktor resiko yang telah disebutkan di atas akan mendatangkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulknn kerusakan pada dinding bronkiolis
terminal. Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi bronkus keel
(bronkiolus terminal), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi.
Udara yang pada saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli, saat ekspirasi
banyak yang

terjebak. dalam

alveolus

dan

terjadilah

penumpukan

udara (airtrapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafasdengan
segara akibat-akibatnya. Adanya obstruksi dini saat awal ekspirasi akan menimbulkan
kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru:
ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan
(Brannon, et al, 1993. ,Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono.
1999)
4.

Gambaran klinik. Gambaran klinik yang ditemukan adalah gambaran penyakit


paru yang mendasari ditambah tanda-tanda klinik akihat terjadinya obstruksi
bronkus. Gambaran klinik bila diamati secara cermat akan mengarah pada dua hal

atau dua tipe pokok: (1) mempunyai gambaran klinik dominan ke arah bronkitis
kronis (blue bloater type); dan (2) gambaran klinik predominant ke arah
emfisema (pink puffer type).
5.

Diagnosis.
Diagnosis PPOM ditegakkan dengan metode yang lazim (terarah dan
sistimatik), meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan kelemahan badan, batuk, sesak nafas,
sesak nafas waktu aktivitas clan nafas berbunyi, mengi atau wheeze. Oleh karena
perjalanan penyakitnya lambat, maka anamnesis harus dilakukan secara hati-hati dan
teliti.
Pada pemeriksaan fisik, pada penderita tingkat penyakitnya masih awal
mungkin tidak ditemukan kelainan. Adanya ekspirasi yang memanjang merupakan
petunjuk kelainan dial. Pada penyakit tingkat lanjut, tampak bentuk dada seperti tong,
ditemukan penggunaan otot-otot bantu nafas, suara nafasmelemah, terdengar suara
mengi yang lemah. Kaitting ditemukan (gerak) pernafasan paradoksal. Selain itu
dapat ditemukan edema kaki, mites dan jari tabuh (Mangunegoro, 1992; Das Jardin dan
Burton, 1995).
Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, untuk
mendiagnosis PPOM. Untuk menentukan apakah pada penderila terdapat obtruksi
saluran nafas dapat dilakukan pemeriksaan dengan spirometri ( spirogram) atau
memeriksa nilai arus puncak ekspirasi (APE) dengan alat sederhana, yaitu
menggunakan mini Wright
Peak Plow Meter. Pengukuran volume ekspirasi paksa satu detik pertama(VEP I )
merupakan pemeriksaan akurat, standar, mudah dilakukan dengan spirometer, dan
dapat

digunakan

untuk

melihat

beratnya

obstruksi saluran nafas(Mangunegoro,

1992. , Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)


Tingkatan hemoglobin dalam darah itu dapat memperkirakan adanya Polycytemia,
yang mengakibatkan terjadinya Hypoxemia secara perlahan-lahan. Tingkatan PPOM
menurut National Institu Of Health Lung and Blood. Bethesda 2001
TINGKATAN
0

NILAI / DERAJAT
Resiko

PERSENTASI VEP I
Spirometry Normal
Gejala menaun ( batuk,

I
II
III
6.

Ringan
Sedang
Berat

produksi sputum )
80 %
< 80 %
< 30 %

Penatalaksanaan.
Dalam penatalaksanaan penderita PPOM perlu diperhatikau faktor-faktor
yang dapat memperjelek perjalanan penyakit, yang hams dicegah terjadinya pada
penderita. Apabila faktor-faktor tadi sudah ada pada penderita, hendaknya
diusahakan .meniadakannya atau menguranginya. Faktor-faktor yang dapat
memperjelek keadaan penyakit penderita, misalnya :

a.

Faktor-faktor resiko, yaitu faktor yang dapat memperjelek penyakit, misalnya


kebiasaan merokok, polusi udara dan lingkungan pekerjaan, faktor genetik, infeksi
(saluran nafas) dan perubahan cuara.

b.

Derajat obstruksi saluran nafas yang terjadi. Oleh karena itu identifikasi
komponen-komponen yang memungkinkan terdapatnya reversibilitas (obstruksi) sangat
perlu dilakukan.

c.

Tahap perjalanan penyakit. Perjalanan penyakit PPOM lambat progresif. Oleh


karena itu perlu diketahui apakah penyakit PPOM sedang tenang atau progresif
perjalanannya.
Penyakit lain di luar paru, misalnya sinusitis, faringitis dan sebagai- nya
(Mangunegoro, 1992. , Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono.
1999)
Tujuan penatalaksanaan PPOM adalah:

a.

Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala, tidak hanya pada fase akut,
tetapi juga pada fase kronik.

b.

Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.

c.

Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih


awal (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono.
1999)
Penanganan untuk penderita PPOM usia lanjut adalah sebagai berikut :

a.

Meniadakan faktor etiologik/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,


menghindari polusi udara..

b.

Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

c.

Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi, antimikroba tidal(
perlu diberikan. Pemberian anti-mikroba hams tepat sesuai dengan kuman penyebab
infeksi, yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.

d.

Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Pent gunaan


kortikosteroid

untuk

mengatasi

proses

inflamasi

(bronko spasme)

masih

kontroversial.
e.

Pengobatan simtomatik ( lihat tanda dan gejala yang muncul )

1.

Batuk produktif beri obat mukolitik / ekspektoran

2.

Sesak nafas beri posisi yang nyaman (fowler) , beri O2

3.

Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infus

f.

Penanganan

terhadap

komplikasi-komplikasi

yang

timbul. Pengobatan

oksiogen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat: 1
2 liter/menit.
g.

Tindakan rehabilitasi.
Rehabilitasi. Tindakan rehabilitasi terhadap penderita meliputiAktivitasaktivitas berikut :

1)

Fisioterapi, terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret bronkus.

2)

Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukanpernafasan


yang paling efektif baginya

3)

Latihan, dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan uatukmemulihkan


kesegaran jasmaninya.

4)

Vocational guidance : usaha yang dilakukan terhadap pendeiita agarsedapatdapat kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula.

5)

Pengelolaan psikososial: terutama ditujukan untuk penyesuaian diripenderita


dengan penyakit yang dideritnnya.

7.

Pencegahan penyakit paru pada usia lanjut


Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan struktur
anatomik maupun fisiologik alami juga tidak dapat dihindari, Pencegahan terhadap
timbulnya penyakit-penyakit paru pada usia lanjut dilakukan pada prinsipnya

dengan meningkatkan daya tahan tubuhnya dengan memperbaiki keadaan gizi,


menghilangkan hal-hal yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, misalnya
menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya.
Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan
dengan Fara yang lazim.
a.

Usaha pencegahan infeksi paru/saluran nafas


Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambatmengurangi

atau meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhitimbulnya infeksi. Hal positif


yang dapat dilakukan misalnya denganmelakukan vaksinasi dengan vaksin
pneumokok untuk menghindaritimbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada usia
lanjut vaksinasi inikurang berefek (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.BoediDharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
b.

Usaha mencegah timbulnya TB paru.


Yang bisa dilakukan ialah menghindari kontak person dengan penderita

TB paru atau mengbindari Fara-cara penularan lainnya.

c.

Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru.


Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap timbulnya

kelainan paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu dilakukanpemantauan secara


berkala: (1) pemeriksaan foto rontgen toraks, dan (2)pemeriksaan faal paru, paling
tidak setahua sekali. Sangat dianjurkanbagi mereka yang beresiko tinggi tadi
(perokok berat dan laki-laki)menghindari atau segera berhenti merokok
(Mangunegoro, 1992.Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono.
1999)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN
(PENYAKIT PARU OBSRUKSI MENAHUN) PPOM
Dalam hal ini kelompok mengangkat askep PPOM pada lansia dikarenakan
penyakit ini sangat menonjol (berdasarkan buku Pedoman Pengelolaan Kesehatan
Pasien Geriatri hal 39 tahun 200)
A.

Pengkajian
Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada
kegiatan sehari hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10. Dan
juga mengidentifikasi faktor sosial dan lingkungan yang merupakan faktor
pendukung terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi type dari gejala yang
muncul antara lain, tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi lainnya
antara lain perjalanan penularan temperatur dan stress.
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada,
Respiratory Rate dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu
pernafasan dan juga warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum.
Palpasi dan perkusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap
peningkatan gerakan Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan
diafragma. Ketika mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua / akhir
seharusnya diberi cukup waktu untuk kenyamanan dengan menarik nafas dalam
tanpa adanya rasa pusing (dizzy) (Loukenotte, M.A, 2000).
Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman
untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :

1.

Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?

2.

Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?

3.

Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?

4.

Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?

5.

Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?

6.

Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?


Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan
yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :

1.

Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?

2.

Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?

3.

Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?

4.

Apakah

pasien

menggunakan

otot-otot

aksesori

pernapasan

selama

pernapasan?
5.

Apakah tampak sianosis?

6.

Apakah vena leher pasien tampak membesar?

7.

Apakah pasien mengalami edema perifer?

8.

Apakah pasien batuk?

9.

Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?

10.

Bagaimana status sensorium pasien?

11.

Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?


Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :
1. Aktifitas / istirahat
Keletihan , kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan aktifitas sehari-hari
karena sulit bernafas.
2. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah,takikardi.
3. Integritas ego
Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang
4. Makanan / cairan
Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distress
pernafasan, turgor kulit buruk, berkeringat.
5. Higiene
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktifitas
sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernafasan
Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu pernafasan.

7.

Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.

8.

Seksualitas
Penurunan libido.

9.

Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan mobilitas
fisik.
(Doengoes, 2000 :152 ).

B.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM, antara lain :

1.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.

2.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.

3.

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan


primer dan sekunder, penyakit kronis.

4.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa,


kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah.

5.

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan


kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.

6.

Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi,


salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif
( Doenges, 2000).
Sedangkan diagnosa menurut Luckenotte,antara lain :

1.

Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d tertahannya sekresi.

2.

Gangguan pertukaran gas b.d berkurangnya suplai oksigen.

3.

Berkurangnya perawatan kesehatan b.d ketidakefektifan koping individu.

4.

Resiko infeksi b.d in adekuat pertahanan primer dan sekunder, dan penyakit
kronik.

5.

Defisit pengetahuan : PPOM b.d kurangnya informasi.

6.

In adekuat nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan atau absorbsi

7.

Berkurangnya peran b.d perubahan persepsi diri dan perubahan kapasitas fisik
dalam menjalankan peran.

8.

In efektif pola nafas b.d kelemahan muskuloskeletal dan penurunan energi atau
fatique.

9.

Ketidakmampuan untuk melakukan ventilasi secara spontan b.d kelemahan


otot pernafasan.

10.

Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan


permintaan
(Loukenotte, M.A, 2000).

C.
No

Intervensi / Perencanaan

Diagnosa

Dx Keperawatan
1. Ketidakefektifa
n

jalan

Tujuan Dan KH
Tujuan

1.:

nafas Mengefektifkan

Intervensi

Rasional

Auskultasi bunyi nafas,


1.

Beberapa

derajat

bronkus

catat adanya bunyi nafas, terjadi dengan obstruksi jalan

berhubungan

jalan nafas

misal

dengan

Hasil

yang ronki.

tertahannya

diharapkan

sekresi.

Mempertahankan

2.-

mengi,

krekels, nafas

dan

tidak

dimanifestasikan adanya bunyi

Kaji / paruau frekuensi nafas adventisius


pernafasan,

catat

rasio
2.

takipnea ada pada beberapa

jalan nafas paten inspirasi mengi (emfisema)

derajat dan dapat ditemukan

dengan

pada

bunyi
3.
nafas bersih / jelas
-

Menunjukkan

perilaku
memperbaiki

jalan
4.

nafas
:

Batuk

efektif
mengeluarkan
sekret.

yang

nyaman

misal:

peninggian kepala tempat


untuk
3.
tidur, duduk dan sandaran

bersihan
Misal

Kaji pasien untuk posisi

dan
5.

tempat tidur.
Pertahankan

lingkungan minimum debu,


asap dll
Bantu

latihan

abdomen / bibir
6.

polusi

Ajarkan

teknik

nafas
4.
nafas

dalam batu efektif


7.

Berikan

obat

sesuai

penerimaan

selama

stress / adanya proses infeksi


akut
Peninggian
tidur

kepala

tempat

mempermudah

fungsi

pernafasan

dengan

menggunakan gravitasi, namun


pasien dengan slifres berat
akan

mencari

posisi

yang

paling mudah untuk bernafas


Pencitus tipe reaksi alergi
pernafasan

yang

mentrigen episode akut.

dapat

5.

Memberikan pasien beberapa


cara

untuk

mengatasi

dan

dispnea

dan

mengontrol

menurunkan jebakan udara.


indikasi

6.

Batuk dapat menetap tetapi


efektif khususnya bila pada
lansia,sakit

akut,

atau

dalam

proses

kelemahan
7.
2.

Gangguan

Tujuan

pertukaran

oksigen

penyembuhan.
Kaji frekuensi kedalaman
1.
Berguna dalam

gas Memenuhi suplai pernafasan,

berhubungan
dengan

1.:

oksigen

Membantu

catat distress

evaluasi

pernafasan

dan

pada penggunaan otot aksesori, kronisnya proses penyakit.

suplai tubuh.

nafass

bibir,
2.

Pengiriman

oksigen

dapat

Kriteria hasil yang ketidakmampuan bicara / diperbaiki dengan posisi duduk


diharapkan :
-

berbincang.

Menunjukkan
2.

tinggi, dan latihan nafas untuk

Tinggikan kepala tempat menurunkan kolaps jalan nafas,

perbaikan ventilasi tidur, bantu pasien untuk dispnea dan kerja nafas.
dan

oksigenasi memilih posisi yang mudah


3.

jaringan

adekuat untuk bernafas.

yang bila dalam


3.
rentang
normal

+ bebas diindikasikan.
distres
4.

pernafasan.

situasi.

Sianosis
(terlihat

mungkin
pada

perifer

kuku)

6.

Awasi / gambaran seri


5.

/ GDA dan nadi, oksimetri


7.

dianosis

atau

sentral

Awasi tanda vital dan mengindikasikan

pengobatan dalam irama jantung


kemampuan

sekresi adalah sumber utama

kulit dan warna membran daun telinga) keabu-abuan dan

program
5.

tingkat

banyaknya

Kaji / awasi secara rutin sentral (terlihat sekitar bibir /

Berpartisipasi mukosa

dalam

tebal,

mengeluarkan gangguan pertukaran gas

sputum: Penghisapan bila


4.

gejala
-

Dorong

Kental,

beratnya

hipoksemia.
Takikarena, disritimia, dan
perubahan

TD

dapat

Berikan oksigen tambahan menunjukkan efek hipoksemia


yang sesuai dengan indikasi sistemik pada fungsi jantung.

6.

PaCO2. Biasanya meningkat


(bronkhitis,

hasil GDA dan toleransi


pasien.

emfisema)

dan

PaCO2 secara umum menurun,


sehingga

hipoksia

terjadi

dengan derajat lebih / lebih


besar
7.

Dapat

memperbaiki

mencegah buruknya hipoksia.


1.
Demam dapat terjadi karena
Tujuan

infeksi / dehidrasi

:
2.

Mencegah
terjadinya infeksi.1.
2.
Kriteria hasil yang

Awasi suhu

mobilisasi

Kaji pentingnya latihan sekret


nafas,

diharapkan :

Aktifitas ini meningkatkan

batuk

dan

pengeluaran

untuk

menurunkan

efektif, resiko terjadi infeksi paru.

3.
Cegah penyebaran patogen
Menyatakan perubahan posisi sering, dan
tinggi pemahaman
masukan cairan adekuat.
melalui cairan
-

Resiko

terhadap infeksi penyebab / faktor


3.
Tunjukkan dan bantu
4.
Menurunkan
berhubungan
pasien tentang pembuangan kebutuhan
resiko individu
dengan
3.

adekuat
primer

mencegah
dan menurunkan

sekunder,

resiko infeksi

penyakit kronis.

/ antara aktifitas dan istirahat infeksi,


5.
Dapatkan
spesimen penyembuhan.
dengan batuk / penghisapan
5.

keseimbangan

lingkungan

Berikan

anti

mikrobia
6.

sesuai indikasi

meningkatkan

Dilakukan

untuk

Tujuan

kurang Memenuhi

diberikan

untuk

khusus

yang

teridentifikasi

yang

1.:

Dapat
organisme

aman.

Perubahan

meningkatkan

Menunjukkan untuk pewarnaan kuman mengidentifikasikan organisme


penyebab dan kerentanan
teknik, perubahan gram kultur / sensitivitas.
6.
pola hidup untuk

nutrisi

in - Mengidentifikasi tisu dan sputum


oksigen dan memperbaiki
4.
Dorong
keseimbangan pertahanan pasien terhadap
intervensi untuk

pertahanan

4.

konsumsi

Kaji

kebiasaan

diet,
1.

dengan

kulturdan

sensitivitas,

diberikan

secara

atau

profilaktik

karena resiko tinggi.


Pasien distress pernafasan

masukan makanan saat ini, akut sering anoreksia karena

dispnea, produksi sputum dan


obat
2.
kebutuhan nutrisi
klien

dari kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan dispnea,
kelemahan efek
samping

obat,

produksi

mual / muntah.

diharapkan :
-

2.

Tunjukkan dan bantu

badan

menuju
3.

tujuan yang tepat.


-

konsumsi

oksigen

Dapatkan spesimen

4.

dan

memperbaiki

pasien

terhadap

meningkatkan

penyembuhan.
Dilakukan

untuk

mengidentifikasikan organisme

pola untuk pewarnaan kuman

penyebab

dan

untuk gram kultur / sensitivitas.

terhadap

berbagai

5.

Berikan anti mikrobia

/ sesuai indikasi

5.

Dapat

untuk

khusus

yang

berat yang tepat.

teridentifikasi

Mengembalikan

berhubungan

aktifitas

dengan

seperti semula.

keseimbangan

Kriteria hasil yang kelelahan


Melaporkan

Menunjukkan

kelemahan,

peningkatan

aktifitas.

klien laporan

tanda

dan

sensitivitas,

diberikan

secara

atau

profilaktik

karena resiko tinggi.


Menetapkan kemampuan /
pasien

dan

vital

yang

Meminimalkan kelelahan dan

perubahan membantu

selama

keseimbangan

dan suplai dan kebutuhan oksigen.


3.

Bantu aktivitas perawatan


dini

kulturdan

Catat kebutuhan

kelemahan 2./

/ setelah aktivitas.
2.

dengan

dispnea, memudahkan pilihan intervensi

peningkatan

suplay diharapkan :

oksigen,

Evaluasi respons pasien


1.
terhadap

anti

diberikan

organisme

aktifitas

kerentanan

mikrobia.

mempertahankan

1.:

keseimbangan

keseimbangan infeksi,

dengan batuk / penghisapan

meningkatkan

kebutuhan -

menurunkan

Menurunkan

pertahanan

antara aktifitas dan istirahat

Menunjukkan
4.

hidup

Dorong

Tujuan

dan

pengeluaran

untuk

kebutuhan

peningkatan berat tisu dan sputum

Intoleransi

antara

3.

Menunjukkan pasien tentang pembuangan

dan

5.

kesulitan sekret

Kriteria hasil yang ukuran tubuh.

perubahan

anoreksia,

derajat

dan

makan, evalusi BB dan resiko terjadi infeksi paru

perilaku

sputum,

mobilisasi

secara catat

adekuat

: Aktifitas ini meningkatkan

diperlukan.

Mengurangi kelelahan

toleransi terhadap
aktifitas
dapat

yang Berikan

kemajuan

diukur peningkatan

aktivitas

dengan tak adanya selama fase penyembuhan.


dispnea.

dispnea,

3.

kelemahan
berlebihan,

Ajarkan

klien

untuk

mengurangi aktivitas yang


dan dapat

menimbulkan

tanda vital dalam kelelahan


6.

Defisit

rentang normal.
Tujuan : Klien
1.

pengetahuan

mampu

tentang
dengan

kuatkan
1.

Menurunkan

individu

tentang

2.

kurang pengertian

partisipasi

Instruksikan

pada

dan

/ rasional untuk latihan nafas,


2.

mengerti

Kriteria hasil yang kondisi umum.

tentang

diharapkan :

informasi,

kurang

pemahaman

3.

rencana

kuatkan pengobatan.
Nafas

bibir

informasi, salah informasi PPOM. batuk efektif dan latihan abdominal

mengingat

ansietas

untuk penjelasan proses penyakit dapat menimbulkan perbaikan

PPOM mengetahui

berhubungan

Jelaskan

nafas

diafragmatik

menguatkan otot pernafasan,

Diskusikan

obat membantu

meminimalkan

Menyatakan pernafasan, efek samping + kolaps jalan nafas kecil dan


reaksi yang tak diinginkan

/ kondisi / proses
4.

keterbatasan

penyakit

kognitif.

tindakan

Tekankan

pentingnya mengontrol dispnea.

dan perawatan oral / kebersihan


3.
gigi

- Mengidentifikasi
5.

memberikan individu arti untuk


Pasien ini sering mendapat
obat

pernafasan

Diskusikan faktor individu sekaligus

yang

banyak
mempunyai

hubungan tanda / yang meningkatkan kondisi efek samping hampir sama +


gejala yang ada mis: udara terlalu kering, potensial interaksi obat
dari
penyakit

proses angin, lingkungan dengan


4.

penyebab

pertumbuhan

dan suhu ekstrem, serbuk, asap bakteri pada mulut, dimana

menghubungkan
dengan

Menurunkan

tembakau,

sprei

aerosol, dapat

faktor polusi udara.


6.

Diskusikan
dada

infeksi

saluran nafas atas.


5.
pentingnya

mengikuti perawatan medik,


foto

menimbulkan

periodik

dan

: Faktor lingkungan ini dapat


menimbulkan iritasi bronkial
menimbulkan

peningkatan

produksi sekret dan hambatan


jalan nafas.
6.
kultur

Pengawasan proses penyakit


untuk membuat program terapi
untuk

memenuhi

kebutuhan

dan

membantu
komplikasi
( Doenges, 2000 : 152).
D. Evaluasi
Fokus utama pada klien Lansia dengan PPOM adalah untuk mengembalikan
kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang
diharapkan. Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan tambahan di rumah,
evaluasi juga termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan menggunakan
tehnik energi conserving, untuk mengurangi sesak nafas, dan kecemasan yang
diajarkan dalam rehabilitasi paru. Klien Lansia membutuhkan waktu yang lama
untuk mempelajari tehnik rehabilitasi yang diajarkan. Bagaimanapun, saat
pertama kali mengajar, mereka harus mempunyai pemahaman yang baik dan
mampu untuk beradaptasi dengan gaya hidup mereka.(Leukenotte, M A, 2000 :
502)

perubahan
dapat
mencegah

BAB IV
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Pada usia lanjut terjadi penularan analomik-fisiologik paru dan saluran
nafas, antara lain berupa pengurangan elastic recoil paru; kecepatan arus
ekspirasi, tekanan oksigen acted serta respons pusat reflek pernafasan terhadap
rangsangan oksigen arteri atau hiperkapnia. Hal-hal tersebut berpengaruh pada
mekanisme perthanan tubuh terhadap timbulnya penyakit paru
Penyakit paru yang sering ditemukan pada usia lanjut adalah infeksi
saluran nafas akut bagian bawah PPOM. Berhagai cara dapat dilakukan untuk
pencegahan

terhadap

timbulnya

infeksi

pernafasan

akut

bagian

bawah, PPOM. Untuk mencegab melanjunya penurunan fungsi paru, antara


lain dapat diatasi dengan melakukan olah raga atau latihan fisik yang teratur, selain
meningkatkan taraf kesehatan usia lanjut. Laju penurunan fungsi paru dapat
diketahui dengan pemeriksaan faal paru secara berkala.
B.

Saran

1.

Untuk Lansia
Menghindari faktor resiko :

a.

Anjurkan klien untuk tidak merokok

b.

Anjurkan klien untuk cukup istirahat

c.

Anjurkan klien untuk menghindari alergen

d.

Anjurkan klien untuk mengurangi aktifitas

e.

Anjurkan klien untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup

2.

Untuk keluarga
Memberikan dukungan :

a.

Anjurkan keluarga untuk memberi perhatian pada klien

b.

Anjurkan keluarga untuk memantau kondisi klien

c.

Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. Buku saku Patofisiologi. Jakarta :EGC.
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C. 1945. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC.
Lueckenotte, A.G. 2000. Gerontologic nursing. St. Louis Mosby, INC.
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.
Matteson, M.A and MC, Connel, E.S. 1988. Gerontological nursing : Concept and Practice.
Philadelphia : WB Sounders Company.
Price, Syna, A and Wilson, Lorraine M. 1994. Patofisiologi, Konsep Klinis proses-proses
Penyakit, edisi ke-4. Jakarta : EGC.
R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono (1999). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan usia
lanjut) edisi ke-3. Jakarta : EGC.
Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.
Wood, Under J.C.E. 1996. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC.

You might also like