You are on page 1of 24

I.

Pendahuluan
Remaja

merupakan

kelompok

usia

produktif

yang

mengalami

perubahandalam psikososial, fisik, fisiologis. Masa remaja merupakan tahap


antara masa anak-anak dengan masa dewasa.Remaja mengalami transisi yang
unik danditandai oleh berbagai perubahan fisik, emosi, psikis. Perubahan fisik
pada masapubertas akan berdampak pada munculnya dorongan seksual yang
mengarahkepada kegiatan seksual. Masa remaja merupakan masa yang khusus
dan penting karena disertaidengan perubahan dan pertumbuhan. Sekitar 1 milyar
manusia, hampir 1 diantara6 manusia adalah remaja dan 85 % diantaranya hidup
di negara berkembang.1
Pada saat ini banyak sekali kejadian atau kasus kehamilan pada remaja,
bahkan kasus tersebut paling banyak dialami pada saat para remaja belum
menikah atau hamil di luar nikah.Data dari CDC tahun 2012 menunjukkan sekitar
86.000 remaja usia 15-17 melahirkan pada tahun itu. Ada sekitar 1 atau lebih dari
4 remaja melahirkan pada usai 15-17 tahun.Tentunya sebelum remaja itu
menyelesaikan sekolahnya. Sekitar 1.700 remaja usia 15-17 tahun melahirkan tiap
minggunya.2 Sedangkan menurut WHO, sekitar 16 juta wanita yang berumur 1519 tahun melahirkan setiap tahunnya, dan menyumbangkan 11% dari kelahiran
bayi diseluruh dunia.3
Kehamilan pada remaja akan menimbulkan masalah bagi bayi dan ibunya.
Data dari WHO menunjukkan 14% dari seluruh kejadian aborsi yang tidak aman
dilakukan oleh wanita yang berumur 15-19 tahun, atau sekitar 2,5 juta remaja
telah melakukan aborsi tidak aman setiap tahunnya. Tentunya hal ini sangat
membahayakan dan dapat menimbulkan komplikasi pada ibunya di masa depan.
Selain itu masih banyak lagi masalah yang ditimbulkan pada wanita yang hamil

diusia dini seperti anemia, malaria, HIV dan infeksi penyakit menular seksual,
perdarahan postpartum dan gangguan mental seperti depresi.3

Gambar 2.Presentasi wanita berusia 20-24 tahun yang melahirkan di usia 18 tahun, ditampilkan di
tiap negara, menggunakan data terakhir (1996-2011)4

Gambar 3.Persentase wanita usia 20 24 tahun yang melahirkan di usia 15 dan 18 ahun, oleh UNFPA4

Sedangkan akibat yang ditimbukan kepada bayi ditunjukkan dengan angka


kematian bayi dan bayi yang mati dalam minggu pertama kehidupannya lebih
besar dari 50% dialami oleh bayi yang lahir dari ibu yang berumur dibawah 20
tahun dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang berumur 20-29 tahun.
Selain itu bayi yang lahir preterm, BBLR, dan asfiksia lebih tinggi dialami oleh
bayi yang lahir dari ibu yang masih remaja.3

Gambar 2. Negara dengan 20 % atau lebih wanita usia 20-24 yang melahirkan di usia sebelum 18
tahun4

Masalah sosial yang dikaitkan dengan kehamilan pada remaja antara lain
banyaknya wanita muda yang tidak mampu menyelesaikan pendidikannya,
banyak

yang

menjadi

penggangguran

atau

memilih

pekerjaan

yang

pendapatannya kecil dan tidak aman. Hal ini menimbulkan beban finansial bagi
wanita muda yang hanya bermodalkan usaha yang kecil. Bila dibandingkan
dengan wanita dengan umur yang lebih tua, wanita yang berumur lebih muda
berada pada resiko yang lebih besar mengalami gangguan mental, seperti depresi
pasca melahirkan, hal ini diperberat karena kurangnya dukungan, isolasi dari
teman-teman dan anggota keluarga, atau tekanan keuangan.5
Indonesia menerapkan Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974
Pasal 7 bahwa perkawinan diizinkan bila laki-laki berumur 19 tahun dan wanita
berumur 16 tahun. Namun Pemerintah mempunyai kebijakan tentang perilaku
reproduksi manusia yang ditegaskan dalam UU No.10 tahun1992 yang
menyebutkan bahwa pemerintah menetapkan kebijakan upaya penyelenggaraan
Keluarga Berencana. Banyak resiko kehamilan yang akan dihadapi pada usia
muda, untuk perkawinan diizinkan pada usia 21 tahun bagi laki-laki dan
perempuan berumur 19 tahun. Sehingga perkawinan usia muda adalah
perkawinan yang dilakukan pada laki-laki yang berusia kurang dari 21 tahun dan
perempuan berusia kurang 19 tahun.6
II. Fisiologi Masa Pubertas
Pubertas merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa. Tidak ada batasan yang tegas antara akhir masa kanak-kanak dan awal
masa pubertas, akan tetapi dapat dikaitkan bahwa pubertas mulai dengan awal
berfungsinya ovarium. Pubertas berakhir pada saat ovarium sudah berfungsi
mantap dan teratur.7

Usia menarche rata-rata di Amerika Serikat ialah antara 12 hingga 16


tahun untuk ras kulit hitam dan 12,88 untuk ras kulit putih. Menarche terjadi
antara 2 hingga 3 tahun setelah thelarche.Siklus menstruasi di awal beberapa
tahun setelah menarche secara menetap berbentuk anovulatori.Pada gadis muda
yang telah mengalami menarche, ovulasi awal mulai terjadi. Panjang siklus ratarata ialah 28 hari tetapi akan jatuh di jarak antara 21 hingga 45 hari. Durasi ratarata perdarahan yang terjadi pada umumnya ialah < 7 hari.8
Pubertas merupakan periode selama perkembangan karakter seksual
sekunder dan terbentuknya kemampuan untuk bereproduksi secara seksual.
Perubahan fisik selama perkembangan di masa pubertas secara langsung atau
tidak akan diikuti pula oleh maturasi hipotalamus, stimulasi organ-organ seks, dan
sekresi hormon steroid seks. Secara hormonal, pubertas yang dialami oleh
manusia dikarakterisasikan oleh penyesuaian kenaikan feedback negatif dari
gonadal-steroid, perubahan ritme gonadotropin, serta akuisisi kenaikan feedback
positif dari hormon estrogen wanita, di mana mampu mengontrol secara normal
ritme menstruasi wanita per bulannya sebagai suatu sistem ekspresi dari
gonadotropin dan hormon steroid ovari.9
Awal pubertas jelas dipengaruhi oleh bangsa, iklim, gizi, dan kebudayaan.
Pada abad ini secara umum ada pergeseran permulaan pubertas ke arah umur
yang lebih muda, yang diterangkan dengan meningkatnya kesehatan umum dan
gizi.7
Secara klinis, pubertas mulai dengan timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder
dan berakhir jika sudah ada kemampuan reproduksi. Pubertas pada wanita mulai
kira-kira 8-14 tahun dan berlangsung kurang lebih selama 4 tahun.7
Kejadian yang penting dalam pubertas ialah pertumbuhan badan yang
cepat, timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder, menarche, dan perubahan psikis.Apa
yang primer menyebabkan mulainya pubertas belum diketahui. Yang diketahui
5

ialah bahwa ovarium mulai berfungsi di bawah pengaruh hormon gonadotropin


dari hipofisis, dan hormon ini dikeluarkan atas pengaruh ReleasingFactordari
hipotalamus.Dalam ovarium folikel mulai tumbuh dan walaupun folikel-folikel
itu tidak sampai menjadi matang karena sebelumnya mengalami atresia, namun
folikel-folikel tersebut sudah sanggup mengeluarkan estrogen. Pada saat yang
kira-kira bersamaan korteks kelenjar suprarenal mulai membentuk androgen, dan
hormon ini memegang peranan dalam pertumbuhan badan.7
Pengaruh

peningkatan

hormon

yang

pertama-tama

tampak

ialahpertumbuhan badan anak yang lebih cepat, terutama ekstremitasnya, dan


badan lambat laun mendapat bentuk sesuai dengan jenis kelamin.Walaupun ada
pengaruh hormon somatotropin, diduga bahwa pada wanita kecepatan
pertumbuhan terutama disebabkan oleh estrogen.Estrogen yang ini pula pada
suatu waktu menyebabkan penutupan garis epifisis tulang-tulang, sehingga
pertumbuhan badan berhenti. Pengaruh estrogen yang lain ialah pertumbuhan
genitalia interna, genitalia eksterna, dan ciri-ciri kelamin sekunder. Dalam masa
pubertas genitalia eksterna dan genitalia interna lambat laun tumbuhuntuk
mencapai bentuk dan sifat seperti pada masa dewasa.7

Skema 1.Skema perkembangan pubertas secara berturut-turut.9

III.

Faktor Penyebab Kehamilan Usia Remaja


Ada beberapa prediktor yang membuat remaja muda melakukan
hubungan seksual di awal-awal perkembangan pubertas, yaitu adanya riwayat
kekerasan seksual, faktor kemiskinan, kurangnya kasih sayang dari orang tua,
pengaruh budaya dan tradisi, pola kebiasaan dalam keluarga yang mengizinkan
berhubungan seksual di usia muda, tidak ada/kurangnya tujuan karir dan
sekolah serta dikeluarkan dari sekolah. Dan ada pula yang membuat seorang
remaja menunda berhubungan seksual di usia dini antara lain oleh faktor
lingkungan di mana memiliki keluarga yang stabil, hubungan sosial yang baik,
serta pendapatan dalam keluarga yang lebih baik. Studi terakhir menunjukkan
bahwa arahan orang tua, harapan yang sudah diatur dari awal, serta adanya
kedekatan batin antara orang tua dan anak diketahui berhubungan dengan
menurunnya tingkat perilaku seksual beresiko di usia dini.10
III.1 Populasi

Jumlah kehamilan remaja berbeda-beda di setiap regio di Amerika


Serikat dan kebanyakan berhubungan dengan kondisi sosioekonomi.
Remaja yang tinggal di area rural paling sering mengalami kehamilan di
usia 15-19 tahun.11
III.2 Pendapatan per kapita
Beberapa studi literatur terbaru mengemukakan bahwa remaja
muda yang tumbuh di dalam lingkungan keluarga menengah ke bawah
lebih sering mengalami kondisi beresiko untuk hamil di usia dini. Remaja
berusia 15-17 tahun, kualitas pendapatan yang kurang atau menengah ke
bawah secara tidak langsung terkait dengan angka keberhasilan kelahiran
hidup bayi; di mana rata-rata kelahiran rata-rata ialah 54 per 1000 pada
negara-negara dengan pendapatan rendah serta 19 per 1000 pada negaranegara dengan pendapatan yang lebih tinggi. Pada remaja yang lebih
dewasa (usia 18-19 tahun), hanya persoalan pendapatan saja yang secara
signifikan berhubungan dengan tingkat keberhasilan kelahiran hidup bayi.
Meskipun usia seorang wanita memutuskan untuk hamil dan melahirkan
dikaitkan dengan tradisi dalam keluarga ataupun lingkungan, ditemukan
pula jika kondisi keuangan akan berkaitan dengan kesuksesan kelahiran
bayi hidup.11
III.3 Pendidikan
Instabilitas ekonomi akan berefek pada orang dewasa, remaja
hingga anak-anak. Kehamilan remaja merupakan masalah sosial yang
semula berasal dari level pendidikan tiap individu. Manlove (1998)
menemukan faktor pendidikan seksual yang didapatkan di dalam kelas
(sekoah) dan perilaku beresiko berhubungan seksual di usia dini pada
remaja-remaja muda, termasuk di dalamnya karakter sekolah dan kelas
hingga latar belakang keluarga.11

IV.

Kondisi Mental Remaja Dalam Menerima Suatu Kehamilan


Remaja yang paling mungkin untuk memiliki bayi adalah (1) dari
keluarga dan masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi, (2) tidak belajar
dengan baik di sekolah dan memiliki harapan yang rendah untuk pendidikannya
sendiri, (3) dari keluarga yang bermasalah, dan (4) dengan masalah perilaku dan
kekerasan pada remaja.11
Kehamilan usia dini akan menimbulkan krisis bagi wanita yang
mengandung dan keluarganya. Reaksi yang umum yang timbul seperti rasa
marah, bersalah, dan penolakan.Remaja yang hamil mungkin tidak mencari
tempat pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kehamilannya, berakibat pada
meningkatnya resiko komplikasi kehamilan yang diterima oleh remaja
tersebut.Remaja yang hamil menolak diberikan pemahaman khusus, pelayanan
kesehatan, dan edukasi sehubungan dengan nutrisi, infeksi, dan komplikasi dari
kehamilan.Mereka malah mencoba untuk menggunakan rokok, alkohol, dan
obat-obatan, yang dapat merusak pertumbuhan janinnya.ibu yang masih remaja
lebih cenderung untuk berhenti melanjutkan sekolah dan memilih menjadi
orang tua tunggal, dan jarang hadir dalam perkuliahan daripada mereka yang
hamil di umur yang lebih tua.11
Kurangnya dukungan dari keluarga dan masyarakat disekitarnya, serta
kurangnya keterlibatan dalam kegiatan sekolah dan rekreasi atau kegiatan
setelah program sekolah, menyebabkan remajakurang berinteraksi dengan
keluarga, sekolah, dan masayarakat, sehingga menggunakan obat-obatan dan
alkohol, dan keterbatasan pengetahuan tentang pendidikan kesehatan, seks dan
seksualitas.11
Seringkali

organisasi

pelayanansosial,

lembaga

keagamaan,pemerintah,dan kelompok-kelompokbudaya menggunakan katakatauntukmenjelaskan

masalah

ini

dengan

pesan-pesan
9

negatif.Mengidentifikasikehamilan remajasebagaikrisis, epidemi, tragedipribadi


ataubencana,

sehinggamemposisikankehamilan

remajasebagaimasalahsosial

dengankonsekuensi seriusuntuk remaja, anak-anak merekadan masyarakat pada


umumnya.12
V.

Resiko Kehamilan Di Usia Dini Bagi Ibu


Kehamilan remaja merupakan kehamilan yang beresiko.Wanita remaja
dihadapkan pada resiko yang sangat besar pada komplikasi obstetri
dibandingkan dengan wanita lainnya. Resiko ini akan sangat besar bagi mereka
yang sangat buruk diet dan perawatan antenatalnya.
Menurut Sarwono (2005), pada ibu hamil usia remaja sering mengalami
komplikasi kehamilan yang buruk seperti persalinan prematur, berat bayi lahir
rendah (BBLR) dan kematian perinatal. Beberapa komplikasi yang ditemui pada
remaja hamil didasarkan pada kenyataan lebih dari 50% remaja hamil tidak
menerima perawatan prenatal sampai trimester kedua, 10% remaja hamil tidak
menerima perawatan prenatal sampai trimester ketiga (Hockaday, Crase,
Shelley & Stockdale, 2000). Ibu remaja hamil juga menunjukkan angka
kejadian komplikasi yang tinggi meliputi preeklamsia, penyakit menular
seksual, malnutrisi dan solusio plasenta (Grady & Bloom, 2004).Masalah
malnutrisi yang diderita oleh ibu hamil remaja dapat menyebabkan risiko
kelahiran bayi prematur (Sarwono, 2005) dan juga mengalami berat lahir rendah
(Cater & Coleman, 2006). Peningkatan kebutuhan nutrisi selama kehamilan
dapat membahayakan pertumbuhan remaja dengan potensial yang sama
terhadap fetus.13

Resiko kehamilan pada remaja antara lain:


1. Meningkatnya Kasus Aborsi
10

Setiap tahun, satu juta wanita di dunia memutuskan untuk mengakhiri


kehamilannya dengan aborsi.Diperkirakan aborsi di dunia sekitar 28 per 1000
wanita. Eropa barat merupakan daerah yang paling rendah kasus aborsinya
sekitar 12 aborsi per 1000 wanita berbanding terbalik dengan wanita di eropa
timur sekitar 43 aborsi per 1000 wanita. 14Setiap tahun 22 juta wanita
melakukan aborsi yang tidak aman. Wanita muda lebih banyak melakukan
aborsi dibandingkan dengan wanita yang tua utamanya pada trimester
kedua.Remaja sering menimbulkan komplikasi yang berat setelah melakukan
aborsi yang tidak aman

karena perawatannya yang terlambat, perawatan

dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kemampuan dan tidak


menghubungi pelayanan kesehatan ketika komplikasi sudah muncul.15 Pada
tahun 2008 WHO meperkirakan sekiar 12% kematian ibu di dunia, atau
47.000 jiwa meninggal karena melakukan prosedur aborsi yang tidak aman.16

Gambar 2. Grafik kehamilan, kelahiran dan aborsi pada remaja17

2. Anemia dalam Kehamilan


Pada kehamilan, kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu
peningkatan produksi eritropoetin.Akibatnya, volume plasma bertambah dan
seldarah merah (eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan volume plasma

11

terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan
eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat
hemodilusi.18
Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi.Seringkali
defisiensinya bersifat multiple dengan manifestasi klinik yang disertai infeksi,
gizi buruk, atau kelainan herediter seperti hemoglobinopati. Namun, penyebab
mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, aborsi yang
tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang, kebutuhan yang berlebihan,
dan kurangnya utilitas nutrisi hemopoetik.18
Ibu yang masih remaja memiliki insiden yang lebih tinggi untuk
terserang anemia. Diperkirakan insidensi anemia pada kehamilan remaja
sekitar 17,1 %.peningkatan resiko komplikasi ini dikaitkan buruknya status
gizi dan rendahnya kalori yang dikonsumsi oleh ibu muda.19
3. Pregnancy-Induced Hypertension
Remaja yang hamil memiliki risiko lebih tinggi terkena tekanan darah
tinggi dibandingkan dengan wanita hamil yang berusia 20-30 tahun.Kondisi
tersebut disebut dengan pregnancy-induced hypertension.Banyak penelitian
menunjukkan adanya peningkatan insidens terjadinya PIH dan eklampsia pada
remaja yang hamil, namun menurut WHO masalah ini bukanlah resiko khusus
yang ditimbulkan oleh ibu yang masih remaja.20
4. Penyakit Menular Seksual dalam Kehamilan
Perkiraan terbarumenunjukkan bahwa 25 % dari setiap populasi yang
aktif melakukan hubungan seksual, usia 15-24 tahun hampir setengahnya
merupakan penderita baru dari penyakit menular seksual. Infeksi penyakit
menular seksual lebih banyak diderita oleh perempuan dibandingkan lakilaki.Hal ini disebabkan karena remaja lebih cenderung melakukan hubungan
seksual yang tidak direncanakan dan tanpa kondom, menempatkan mereka
pada resiko terjangkit Human Immunodeficiency Virus (HIV/AIDS) dan PMS
lainnya. Sebanyak 53,3 % remaja mengatakan bahwa alasan utama mereka

12

tidak menggunakan alat kontrasepsi karena sebelumnya telah menggunakan


obat-obatan terlarang dan meminum alkohol.17

Gambar 4.Gonore pada remaja dibandingkan dengan populasi. Tahun 1975-2007.17

Pada tahun 2007 data dari American Collage of Obstetricians and


Gynecologist, wanita yang berumur 15-19 tahun adalah kelompok yang
tertinggi yang terinfeksi dengan clamydia, dengan 3000 kasus per 100.000
perempuan pada setiap kelompok umur. Centers for Disesase Control
memperkirakan lebih dari 1 pada 10 wanita remaja yang aktif melakukan
hubungan seks terjangkit clamydia, sedangkan untuk kasus gonorrea, wanita
dengan kelompok umur 15-19 dan 20-24 tahun merupakan kelompok
terbanyak terinfeksi gonorrea (647,9 kasus dan 614,5 kasus per 100.000).
Sekitar 1.743 kasus baru HIV/AIDS didiagnosis pada remaja umur 13-19
tahun. Human papiloma virus (HPV) pada wanita umur 14-19 tahun
diperkirakan prevalensinya sekitar 24,5%. Sifilis pada wanita umur 15-19
tahun meningkat dari 1,5 kasus pada tahun sebelumnya menjadi 2,4 kasus per
100.000 penduduk.17

13

Dampak infeksi menular seksual (IMS) pada kehamilan bergantung


pada organisme penyebab, lamanya infeksi, dan usia kehamilan pada saat
perempuan terinfeksi. Hasil konsepsi yang tidak sehat seringkali terjadi akibat
IMS, misalnya kematian janin (abortus spontan atau lahir mati), bayi berat
badan rendah (akibat prematuritas, atau retardasi pertumbuhan janin dalam
rahim), dan infeksi kongenital atau perinatal (kebutaan, pneumonia neonatus,
dan retardasi mental).21
Kematian janin, baik dalam bentuk abortus spontan maupun lahir mati,
dapat ditemukan pada 20-25% perempuan hamil yang menderita sifilis dini, 754% perempuan hamildengan herpes genitalia primer, dan pada 4-10% pada
perempuan hamil yang tidak menderita IMS. Bayi berat badan lahir rendah
(BBLR) dapat dijumpai pada 10-25% perempuan hamil dengan vaginosis
bakteri, 11-15% pada perempuan dengan trikomoniasis, 30-35% herpes
genitalia primer, 15-50% sifilis dini, dan 2-12% pada perempuan hamil tanpa
IMS. Infeksi kongenital atau perinatal dapat ditemukan pada bayi yang
dilahirkan oleh 40-70% perempuan hamil dengan infeksi dengan sifilis dini,
30-50% perempuan hamil dengan herpes genitalia primer, dan tidak
ditemukan pada perempuan hamil tanpa IMS.21
5. Karsinoma Serviks
Insidensi lebih tinggi ditemukan pada gadis yang koitus pertama
(coitarche) dialami pada usia muda (<16 tahun), insidensi meningkat dengan
tingginya paritas, apa lagi bila jarak persalinan terlampau dekat, aktivitas
seksual yang sering berganti-ganti pasangan, pada wanita yang mengalami
infeksi HPV. Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi
ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis servikalis yang disebut sebagai
squamo-columnar junction (SCJ).Histologik antara epitel gepeng berlapis
(Squamous Complex)dari porsio dengan epitel kuboid/silindris pendek selapis
bersilia dari endoserviks kanalis servikalis. Pada wanita muda SCJ ini berada
diluar ostium uteri eksternum, sedang pada wanita berumur >35 tahun, SCJ
berada di dalam kanalis servikalis.22
14

6. Depresi postpartum
Penelitan dari Nahatai dkk, yang membandingkan tingkat stress antara
remaja yang telah mempunyai bayi dengan remaja lainnya, didapatkan remaja
yang telah mempunyai bayi memiliki tingkat stress yang lebih berat 2 kali
dibandingkanremaja lainnya. Lalu dengan menggunkan skor dari Early
Childhood Longitudinal Study-Birth Cohort (ECLS-B) penelitian ini
membandingkan antara tingkat stress ibu remaja yang telah postpartum 9
bulan dan ibu yang telah melahirkan anak pertamanya diatas usia 20 tahun
didapatkan ibu yang masih remaja mendapat skornilai 56 sedangkan ibu yang
berusia lebih tua bernilai 38. Stress yang dialami ibu yang telah memiliki anak
ini sudah ada sejak mereka sebelum hamil.23
VI.

Resiko Kehamilan Di Usia Dini Pada Bayi


Grady dan Bloom (2004), mengatakan bahwa kehamilan di bawah umur
16 tahun berhubungan dengan peningkatan angka kematian perinatal dan lebih
dari 18% kelahiran prematur terjadi pada kelompok umur ini.
1. Prematur dan Berat Badan Lahir Rendah
Remaja memiliki resiko tinggi melahirkan bayi yang kecil dari
usia gestasinya. Hal ini terjadi karena pada remaja terjadi gangguan pada
perkembangan plasenta dan transfer nutrisi dari ibu ke janin. Pada
penelitian yang dilakukan Christina dkk, menemukan bahwa wanita
yang hamil diusia muda mengalami penurunan placental amino acid
transport yang menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah. Pada
penelitian ini juga menunjukkan bahwa berat badan lahir rendah
dipengaruhi oleh gen yang mengekspresikan placental amino acid
transport (gen SLC38A). Pada remaja gen SLC38A ini jumlahnya lebih
rendah dibandingkan pada orang dewasa.24
Penelitain lain menunjukkan rendahnya

pendidikan

dan

kurangnya perawatan antenatal meningkatkan resiko bayi lahir dengan


berat badan rendah dan persalinan preterm.19

15

Persalinan preterm adalah komplikasi tersering yang dialami


oleh remaja yang hamil.Insidensi persalinan preterm pada remaja yang
hamil sekitar 20%. Peningkatan resiko persalinan preterm dikaitkan
dengan gizi yang buruk, kurangnya perawatan antenatal, dan rendahnya
edukasi.19
2. Cacat Bawaan
Penelitian dari Ya li luo ddk, menemukan wanita yang hamil
dibawah umur 25 tahun memiliki resiko tinggi memiliki bayi yang
polidaktildibandingkan dengan wanita yang berumur diatas 25 tahun.
Demikian pula pada wanita yang hamil diusia muda memiliki resiko untuk
memiliki anak dengan talipes equinovarus.25
VII.

Upaya Preventif Dalam Mencegah Kehamilan Di Usia Dini


Beberapa penelitian di Amerika telah menyelidiki hubungan antara
kehamilan pada remaja berdasarkan status sosial ekonomi, dinamika keluarga,
dan lingkungan sekitarnya sebagai faktor utama yang berkontribusi.Hasil
penelitian itu menjelaskan bahwa pada remaja perempuan dan laki-laki yang
berasal dari keluarga yang lengkap (memiliki ayah-ibu) lebih cenderung
menggunakan alat kontrasepsi dan lebih sedikit kecenderungan untuk hamil
dibandingkan pada remaja yang berasal dari keluarga dengan orang tua
tunggal.Selain itu, kualitas dari hubungan suatu keluarga mempengaruhi
perilaku seksual yang beresiko yang berhubungan dengan kehamilan pada
remaja seperti pada remaja yang memiliki komunikasi yang baik dengan
keluarga dan dukungan penuh dan pengawasan dari orang tua cenderung
menolak melakukan aktivitas seksual yang lebih awal, memiliki pasangan sex
yang sedikit, dan lebih tinggi kesadarannya menggunakan kondom. Sebaliknya,
gangguan hubungan dengan orang tua dan pengaruh dari pasangan yang tidak
sehat berhubungan dengan kecenderungan remaja untuk terlibat dalam perilaku
seksual yang beresiko menyebabkan kehamilan.26

16

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi remaja terdiri


dari empat kategori besar:27

Sikap dan perilaku individu


Keluarga dan orang tua
Rekan- rekan dan faktor sekolah lainnya
Pasangan
Faktor lain, seperti pengaruh sosial ekonomi dan budaya, juga

tampaknya membentuk keinginan untuk menjaga kesehatan reproduksi dan


perilaku, meskipun perannya masih kurang jelas.27
6.1 Peranan Sikap dan Perilaku Individu
Mengubah sikap dan keyakinan tentang perilaku seksual dan keinginan
untuk hamil dapat mempengaruhi risiko perilaku, termasuk terlibat dalam
aktivitas seksual dan tidak menggunakan kontrasepsi.27
Keinginan remaja untuk memiliki atau tidak memiliki bayi merupakan
hal penting dalam mengekspresikan pandangan ambivalen atau positif tentang
menjadi seorang ibu di usia remaja, hal ini merupakan faktor risiko untuk
kehamilan remaja.Sebagian besar remaja mengatakan mereka tidak ingin
hamil.Namun, remaja ras latin dibandingkan pemuda lainnya lebih cenderung
untuk mengungkapkan keinginan untuk melahirkan dini atau lebih ambivalen
tentang hal tersebut. 27
Prestasi akademik yang tinggi dan keterlibatan dalam kegiatan akademik
terkait dengan penundaan aktivitas seksual.Di antara semua remaja, intervensi
sekolah yang lebih baik secara langsung berhubungan dengan penundaan masa
seksual, sementara keterikatan sekolah dan keterlibatannya terkait dengan
kurangnya pengambilan risiko seksual dan tingkat kehamilan yang lebih
rendah.Salah satu studi nasional menemukan remaja yang putus sekolah tinggi

17

lebih mungkin untuk hamil dibandingkan mereka yang tidak putus sekolah.
Mendapatkan nilai yang baik juga terkait dengan faktor risiko lebih kecil
berhubungan dengan persalinan remaja seperti penundaan aktivitas seksual,
pengambilan risiko seksual yangminimal dan tingkat kehamilan yang lebih
rendah.27
6.2 Peran Keluarga dan Orang Tua
Faktor spesifik terkait dengan persalinan remaja latin mencakup
intensitas komunikasi antara orang tua dan anak, isi komunikasi orangtua-anak,
persetujuan atau ketidaksetujuan orangtua terhadap aktivitas seksual remaja,
pengawasan orangtua, dan hubungan orangtua-remaja yang berkualitas.
Frekuensi komunikasi orangtua-anak tampaknya mengurangi kemungkinan
yang dimiliki seorang remaja, meskipun faktor-faktor seperti akulturasi dapat
mengurangi efek positif dari komunikasi yang sering. Beberapa studi
menemukan bahwa lebih seringnya komunikasi orangtua-anak dikaitkan dengan
penurunan risiko seksual, hubungan seksual yang jarang dan sedikitnya
pasangan seksual, dan penggunaan kontrasepsi atau kondom yang konsisten.27
Konten komunikasi orangtua-anak juga penting.Bukti menunjukkan
bahwa orang tua mungkin lebih menghidari membicarakan seks dan kesehatan
reproduksi dengan anak-anak mereka.Selain itu, ketika keluarga melakukan
diskusi tentang aktivitas seksual, sebagian besar diskusi dengan remaja berfokus
untuk menghindari seks. Namun, percakapan langsung antara orang tua dan
remaja tentang pengendalian aktivitas seks dan kelahiran pada remaja, berbicara
tentang pengalaman mereka sendiri yang dapat membantu meningkatkan
pengetahuan remaja tentang kondom dan istilah seksual yang sesuai.27
Beberapa penelitian menemukan hubungan antara sikap orang tua dan
harapan tentang seks, melahirkan, dan penggunaan kontrasepsi serta perilaku
remaja. Remaja yang berpikir orangtua mereka memiliki sikap permisif tentang
18

aktivitas seksual mereka mungkin lebih cenderung untuk terlibat dalam perilaku
seksual yang beresiko dibandingkan remaja lain. Sikap ketidaksetujuan orang
tua terhadap seks remaja telah dikaitkan dengan penurunan tingkat kehamilan
pada remaja dan dengan sedikit pasangan seksual.27
Pengawasan

orangtua

dapat

menurunkan

resiko

yang

dapat

menyebabkan kehamilan remaja.Beberapa studi telah menemukan bahwa


pengawasan orangtua dikaitkan dengan keinginan yang kurang untuk
melakukan hubungan seks, berkurangnya jumlah pasangan seksual, dan
penundaan aktivitas seksual remaja. Dalam sebuah penelitian, Remajayang
kurang pengawasan dari orangtua lebih mungkin melakukan hubungan seks,
tidak menggunakan kontrasepsi setidaknya sekali atau terakhir kali mereka
berhubungan seks, dan laporan mereka akan menjaga bayi kalau mereka
hamil.27
Relatif sedikit penelitian yang meneliti kualitas hubungan remaja dengan
orang tua mereka, tetapi mereka yang telah memiliki hubungan yang baik dapat
mencegah kehamilan remaja.Hubungan orangtua-remaja yang lebih kuat
berhubungan dengan penundaan seks pertama,tetapi tidak dengan penggunaan
kondom. Selanjutnya, wawancara dengan remaja dan orang tua mereka
menemukan bahwa konflik lebih dalam sebuah keluarga dikaitkan dengan
keterlibatan dalam sejumlah besar perilaku seksual yang beresiko.27
6.3 Peran Teman dan Sekolah
Hubungan dengan teman dapat menjadi aspek penting dari pengalaman
pendidikan remaja karena banyak kelompok sebaya terbentuk di antara siswa
dari sekolah atau kelas yang sama. Penelitian menemukan bahwa karakteristik
dan perilaku teman-temannya dapat mempengaruhi kesehatan seksual, perilaku
dan sikap remaja, secara positif.Faktor sekolah juga berperan dalam membentuk
perilaku dan sikap remaja.27

19

Beberapa karakteristik teman, termasuk tingkat pelanggaran yang tinggi


dan prestasi akademis yang buruk, telah dikaitkan dengan perilaku seksual
beresiko. Remaja yang berpikir teman temannya tidak berperilaku beresiko
cenderung untuk berhubungan seks lebih jarang dan remaja yang berpikir rekanrekan mereka terlibat dalam perilaku yang lebih beresiko cenderungberniat
untukberhubungan sekslebih dini.27
Remaja yangberpikirteman-teman merekayangtegastentang seksyang
amanlebih mungkin untukterlibat dalam perilakuseksual sendiri yang aman
pula.

Penelitian

menunjukkan

bahwaremajayang

percayateman-teman

merekamendorongpraktik seks yang amanlebih cenderunguntuk menggunakan


kondomsecara konsisten, ingin menghindarikehamilan, danmemiliki lebih
sedikitpasangan seksual.Dalam hal yang sama, penelitian menunjukkan
bahwaremajayang
hubungan

berpikir

seksdan

bahwateman-teman
tidak

merekatelah

melakukan

menggunakankondomatau

tidak

sukamenggunakannyaberdampak pada peningkatanrisikomelakukan hubungan


seksdengan

tidak

menggunakankondom.

Penelitiandiambil

daribeberapa

kelompok sampelmenemukan bahwaremajalatinlebih berniat untukmelakukan


hubungan seksjika mereka percayahal itu akan membuatmereka populer,
sedangkanpenelitian lain menemukan bahwaresistensi terhadaptekanan teman
sebayadikaitkan denganketerlambatanaktivitasseksual.27

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Donald, B Langille. Teenage Pregnancy: Trends, Contributing Factors And The


Physician's Role. CMAJ. 2007. 176(11); pg. 1601.
2. Centers for Disease Control and Prevention. Preventing Pregnancies in Younger
Teens. Vital Sign [cited 2014 September 7th] Available from: http:// www.cdc.gov
/vitalsigns
3. World Health Organization. Adolescent Pregnancy. [cited 2014 September 7th]
Available
from:http://www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/maternal/adolescent_p
regnancy/en/
4. UNFPA. Adolescent Pregnancy: A Review of the Evidence. New York: USA. 2013

21

5. Better Health Channel. Teenage Pregnancy. [cited 2014 September 7th] Available
from:
http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/Teenage_pregnanc
y?open
6. Presiden Republik Indonesia. Undang-Undang 10/1992 RI tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera
7. Sastrawinata S. Wanita dalam berbagai masa kehidupan. Dalam: Winknjosastro
H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, eds. Ilmu kandungan. Edisi kedua. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009;127
8. Davis, AJ. Pediatric and Adolescent Gynecology. In: Gibbs, RS; Karlan BT;
Haney AF; et al. Danforth's Obstetrics and Gynecology. 10th Edition. Lippincott
Williams & Wilkins. Colorado: USA. 2008. pg 559-65
9. Rebar, RW. In:Berek, JS. Puberty. Berek & Novak's Gynecology. 14th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. 2007. California: USA. P.992-1000
10. Klein, JD. Adolescent Pregnancy: Current Trends and Issues. American Academy
of Pediatrics. 2005;(116)280-7
11. Chen, CK; Ward C; Williams K; et al. Investigating Risk Factors Affecting
Teenage Pregnancy Rates in the United States. EIJST. Tennesee: USA.
2013(2):41-51.
12. Sex Information and Education Council of Canada (SIECCAN). Teen Pregnancy
Prevention: Exploring Out of School Approaches. Collaboration Project of Best
Start Ontarios Maternal, Newborn and Early Child Development Resource
Center. 2008
13. Latifah L, Anggraeni M. Hubungan Kehamilan Pada Usia Remaja Dengan
Kejadian Prematuritas, Berat Bayi Lahir Rendah Dan Asfiksia. Jurnal Jurusan
Kesehatan

Masyarakat

Fakultas

Kedokteran

dan

Ilmu-Ilmu

Kesehatan.

Universitas Jenderal Soedirman.


14. Patricia A L, Mary F, Richard L. Clinical Review: Abortion. British Pregnancy
Advisory Service; British Medical Journal. BMJ 2014;348;f7553
15. Regina MR, Guzman A, Dalia B. Review Article: Abortion Care for Adolesecent
and Young Women. International Journal of Gynecology and Obstetricals. 2013

22

16. Nina Z, Mariana R, Silvina R. Latin American Womens Experiences with


Medical Abortion in Setting Where Abortion is Legally Restricted. Reproductive
Health: BioMed Central. 2012
17. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Adolescent Facts:
Pregnancy, Births, and STDs. Washington: USA. 2009. pg 1-11
18. Muthalib A. Kelainan hematologik. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH, eds. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2010;775,777
19. Nahatai W, Pitcha P, Somkid P. The Incidence and Complications of Teenage
Pregnancy at Chonburi Hospital. Department of Obstetric and Gynecology,
Chonburi Hospital. Chonburi. J Med Assoc Thai. 2006;89
20. Rajaval VT, Mian VP, Rupa CV, Sapana RS, Parul TS, Kruti JD. Study of FetoMaternal Outcome of Teenage Pregnancy at Tertiary Care Hopital. Gujarat
Medical Journal. 2012
21. Daili SF. Infeksi menular seksual pada kehamilan. Dalam: Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, eds. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010;923
22. Mardjikoen P. Tumor ganas alat genital. Dalam: Winknjosastro H, Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, eds. Ilmu kandungan. Edisi kedua. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2009;381
23. Molloborn S, Morningstar E. Investigating The Relationship between Teenage
Childbearing and Psychological Distress Using Logitudinal Evidance. University
of Colorado of Boulder. J Health Soc Behav. 2009
24. Hayward CE, Greenwood SL, Jones RL. Effect of maternal age and growth on
placental nutrient transport: Potensial mechanisms for teenagers predisposition
to small for gestational age brith. Manchester, UK: Am J Physiol Endocrinol
Metab, 2011;1,6
25. Luo YL, Cheng YL, Gao XH, et al. Maternal age, parity and isolated birth
defects: A population-based case-control study in Shenzhen, China. Department
of Epidemiology Southem Medical University, Guangzhou: Plosone, 2013:2-4

23

26. Delia LL, Traci R, Ralph JD, et al. Multi-level Factors Associated with
Pregnancy Among Urban Adolescent Women Seeking Psychological Services. The
New York Academy of Medicine. Vol 90. No2. 2012
27. Mindy ES, Amanda B, Selma Caal, et al. Preventing Teen Pregnancy Among

Latinos: Recommendation from Research, Evaluation, And Practitioner


Experience. Research Brief Child Trends, Bethesda, MD. 2014

24

You might also like