Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Friska Danastri Imawati
1302100026
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Imunisasi
2.2.1 Definisi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu
penyakit dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemhkan
atau dimatikan ke dalam tuuh dan diharapkan tubuh dapt mengahasilkan zat anti yang
pada saatnya digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang
menyerang tubuh (Sudarmanto, 1997).
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten, anak diimunisasi, berarti
diberi kekebalan terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit
yang lain ( Surkidjo Notoatmodjo, 2003 )
Di Indonesia imunisasi mempunyai pengertian sebagai tindakan untuk
memberikan perlindungan (kekebalan) di dalam tubuh bayi dan anak, agar terlindung
dan terhindar dari penyakit-penyakit menular dan berbahaya bagi bayi dan anak
(RSUD Dr. Saiful Anwar, 2002)
Imunisasi adalah memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah
terhadap penyakit tertentu ( Azis Alimul, 2004 )
2.2.2
Tujuan Imunisasi
Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan
pada penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan menghilangkan
penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar.
Untuk menimbulkan dan meningkatkan kekebalan seseorang terhadap penyakit
infeksi.
Untuk memberikan daya tahan tubuh yang sebesar-besarnya pada resipien agar
tidak menjadi sakit atau hanya mengalami gejala klinik seandainya resipien sakit
alami tanpa membahayakan resipien.
Untuk memberikan kekebalan kepada bayi, anak, maupun ibu hamil dengan
maksud untuk menurunkan angka morbiditas dan mortilitas akibat penyakit yang
2.2.3
2.2.4
Jenis Imunisasi
Ada dua jenis imunisasi pada bayi danbalita, yaitu imunisasi aktif dan imunisasi
pasif:
a. Imunisasi Aktif
Tubuh akan membuat sendiri zat anti setelah adanya rangsangan antigen dari
luar tubuh, rangsangan virus yang telah dilemahkan seperti pada imunisasi polio
atau imunisasi campak.
Antigen adalah kuman bakteri virus prasit maupun racun yang memasuki
tubuh. Tubuh yang terpapar antigen akan membentuk zat anti terhadap antigen
tersebut. Keberhasilan pemusnahan antigen tersebut tergantung pada jumlah
antigen yang berhasil dibentuk atau dimiliki aleh tubuh. Jumlah zat anti yang
cukup tinggi biasanya diperoleh setelah tubuh mengalami reksi kedua, ketiga, dan
seterusnya akibat rangsangan antigen tersebut. Pembentukan zat anti akibat
paparan kembai antigen yag sama pada tubuh akan berlangsung lebih cepat. Titer
antibodi yang terbentuk akibat rangsangan antigen pada tubuh untuk perta kalinya
tidak tinggi dan kadarnya cepat menurun. Oleh karena itu, pemberian imunisasi
ulanga (booster) perlu dilakukan untuk mempertahankan jumlah zat anti yang
tetap tingi didalam tubuh.
b. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasis yaitu tubuh anak tidak membuat antibodi sendiri, tetapi
kekebalan tersebut diperoleh dari luar dengan cara menyuntikkan bahan/serum
yang telah mengandung zat anti, atau anak tersebut mendapat zat anti dari ibunya
semasa dalam kandungan, setelah memperoleh zat penolak, prosesnya cepat,
tetapi tidak bertahan lama (Markum, 2002). Kekebalan pasif dapat terjadi dengan
2 cara:
1. Kekebalan pasif alamiah, yaitu kekebalan yang diperoleh bayi sejak lahir dari
ibunya dan tidak berlangsung lama (kira-kira hanya sekitar 5 bulan setelah
bayi lahir). Misalnya difteri, tetanus, dan morbili.
2. Kekebalan pasif buatan, yaitu kekebalan yang diperoleh setelah mendapat
suntikan zat penolak. Misalnya, vaksinasi ATS.
Perbedaan penting antara imunisasi aktif dan pasif, ialah untuk memperoleh
kekebalan yang cukup dan jumlah zat anti dalam tubuh harus meningkat. Pada
imunisasi aktif diperlukan waktu yang lebih lama untuk membuat zat anti
dibandingkan dengan imunisasi pasif. Kekebalan yang didapat pada imunisasi
aktif bertahan lama (beberapa tahun), sedangkan pada imunisasi pasif hanya
berlangsung beberapa bulan (Rochmah, 2012)
2.2.5
Imunisasi BCG dilakukan pada umur 0-11 bulan dosis yang diberikan adalah
0,05 cc. Cara penyuntikkannya melalui intrakutan, tepatnya di insersio M.
2. Vaksin DPT
Vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta
tetanus.
Kemasan dalam vial, berbentuk cairan.
Dosis pada imunisasi DPT I, DPT II, DPT III, adalah sama yaitu 0,5 ml. Cara
penyuntikannya secara intramuskuler / subkutan dengan jumlah suntikan 3
kali. Selang waktu pemberian minimal 4 minggu (sama seperti pemberian
polio). Tunggu paling cepat 4 minggu antara 2 suntikan kalau tidak kekebalan
yang dihasilkan kurang baik. Tidak perlu mengulang DPT I, bila ada
vaksin DPT, mungkin ada infeksi lain yang perlu diteliti lebih lanjut.
Rasa Sakit di Daerah Suntikan
Sebagian anak merasa nyeri, sakit, kemerahan, bengkak di tempat
suntikan. Bila hal tersebut terjadi setelah suntikan, berarti ini perlu
diberitahukan kepada ibu sesudah vaksinasi serta meyakinkan ibu bahwa
hepatitis B.
Kemasan dalam vial dan prefill injection device, berbentuk cairan.
Imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin stelah lahir. Cara penyuntikan
melalui intramuskuler pada paha bagian luar.
2.2.6
Alamiah
Dilemahkan
Contoh Vaksin
Vaksinia (untuk cacar)
Vaksin polio oral (sabin),
campak,
parotis
demam
kuning
varisela-zooster
rubella,
17D,
(human
Virus
tubercolusis)
Polio
(salk),
rabies,
Fragmen subseluler
Bakteri
Kapsul Polisakarida
kolera, pes
Pneumokokus,
meningokokus,
2.2.7
haemophilus, influenza
Antigen permukaan
Hepatitis B
Toksoid
Tetanus, difteria
Berbasis rekombinan DNA Ekspresi klon gen
Hepatitis B (dari ragi)
Tabel 1.1 : preparat antigenetik yang digunakan sebagai vaksin (Wahab, 2002)
Hal-hal yang Harus Diperhatikan
a. Lemari Pendingin untuk Menyimpan Vaksin yang Aman
- Lemari pendingin harus ditutup rapat
- Tidak boleh dipakai untuk menyimpan makanan dan minuman
mencegah kecelakaan
Vaksin harus selalu di dalam lemari sampai saat dibutuhkan
Vaksin yang sudah dibuka diletakkan disebuah wadah khusus
Vaksin yang tidak mengandung bakteriostatik segera dibuang dalam waktu 24
jam apabila sudah terpakai
2.2.3
b. OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah
dilemahkan dan diberiakn dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV)
efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen efektif melawan 1 jenis
polio. (Lisnawati, 2011)
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin sabin yang diteteskan 2 tetes (0,1 ml)
langsung ke mulut anak. Vaksin ini dapat diteteskan langsung ke dalam mulut anak
(hindari ujung pipet menyentuh mulut). Vaksin polio oral harus diberikan secara oral
dan tidak boleh diberikan secara parenteral. Vaksin perlu dikocok baik-baik sebelum
2.2.4
diberikan.
Mekanisme Aksi
OPV menstimulasi pembentukan antibodi dalam darah maupunjaringan mukosa
saluran pencernaan, dengan demikian mencegah penyebaran infeksi ke sistem saraf
pusat dan multiplikasi virus dalam saluran cerna.
IPV memberikan imunitas yang sangat kecil dalam saluran pencernaan, oleh
karena itu jika pasien yang mendapat imunisasi IPV terinfeksi oleh wid poliovirus,
maka virus masih dapat berkembang biak di usus sehingga meningkatkan resiko
transmisi selanjutnya. IPV tidak beresiko terhadap terjadinya vaccine assosiated
2.2.5
2.2.6
2.2.7
yang disebabka oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0,17:1000000)
Kontra Indikasi dan Efek Samping
a. Kontra Indikasi
Penderita leukemia dan disgammaglobulin
Anak dengan infeksi akut yang disertai demam
Anak dengan defisiensi imunologi
Anak dengan pengobatan imunosupresif
Bayi pengidap HIV
Diare berat
Bila anak sedang diare ada kemungkinan vaksin tidak bekerja dengan baik
karena ada gangguan penyerapan vaksin oleh usus akibat diare berar. Vaksin
akan tetap diberikan, kemudian dicoba mengulangi lagi 4 minggu setelah
pemberian imnunisasi polio 4.
b. Efek Samping
Kelumpuhan anggota gerak seperti pada penyakit polio
Kejang-kejang
BAB ringan
2.2.8
Interaksi
Dengan obat lain
Obat-obat imunosupresan menurunkan respon vaksin dan disarankan
untuk menunda imunisasi. OPV dilaporkan menekan tuberkulin skin sensitivity
untuk sementara waktu, oleh karena itu jika diperlukan, dilakukan tuberculin test
sebelum atau secara bersamaan 4-6 minggu setelah pemberian vaksin. OPV dapat
2.2.9
parenteral.
Pada anak yang sedang menderita diare, vaksin ini tidak boleh diberikan. Vaksin
ini boleh diberikan setelah diarenya berhenti. Oleh karena OPV dieksresikan
yang terdapat pada ujung vial vaksin tidak menyentuh mulut bayi
Vaksin poliomyelitis mungkin mengandung sejumlah kecil antibakteri seperti
Neomycin, Polimyxin B, dan Steptomycin. Oelh karena itu sebaiknya hati-hati
Umur
1 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
Janis Imunisasi
Polio 1
Polio 2
Polio 3
Polio 4
Jam :
Tempat :
Oleh
A. Data Subyektif
a. Identitas
Nama Bayi
Tanggal lahir
Jenis kelamin
Umur
Alamat
Nama lbu
Nama Bapak :
Umur
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Alamat
b. Kelulan Utama
Klien mengatakan ingin mengimunisasikan bayinya dengan imunisasi polio.
c. Riwayat Kesehatan Lalu
Apakah bayi pernah menderita penyakit yang sangat berat dan pernahkah
bayi masuk Rumah Sakit.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat ini bayi dalam keadaan sehat dan tidak dalam keadaan sakit seperti diare,
batik pilek atau panas.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pernahkah keluarga klen menderita penyakit kronis, menular, menahun dan
adakah keturunan kembar.
f.
ibu
mengobservasi
perdarahan
post
partum,
pada
bayi
No
1
2
3
4
5
6
Umur
Janis Imunisasi
0 7 hari
1 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
9 bulan
Hepatitis B
BCG, Polio 1
DPT/HB 1, Polio 2
DPT/HB 2, Polio 3
DPT/HB 3, Polio 4
Campak
Motorik halus
Komunikasi
sumber
suara,
misalnya
sendok
yang
Riwayat psikososisal
Sosial
Budaya
Spiritual
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
Kesadaran
Denyut Nadi
Pernapasan
Suhu
: 36,5-37,5 C (axilla)
BB
: 5,3 8,8 kg
PB
: 52,8 63,7 cm
Lingkar Kepala
: 40-45 cm
Inspeksi
Kepala
luka
Muka
Mata
Hidung
Mulut
Telinga
Leher
Dada
Abdomen
jarinan
parut.
Ekstremitas : simetris, adakah kelainan, kondisi jari lengkap / tidak,
adakah oedema
Palpasi
Leher
Abdomen
Auskultasi
Dada
Abdomen
Perkusi
Abdomen : adakah kembung.
Do
: KU
: Baik
Suhu
: 36,5-37,5 C (axilla)
BB
Tujuan
Kriteria hasil :
-
Intervensi :
1. Lakukan pendekatan pada ibu dan bayi.
R/ Dengan melakukan pendekatan serta penjelasan ibu dan keluarga akan lebih
kooperatif dalam setiap tindakan yang akan dilakukan
2. Jelaskan tujuan dan pentingnya imunisasi polio.
R/ Dengan pemberian imunisasi polio / bayi mendapatkan kekebalan terhadap
penyakit polio.
3. Lakukan penimbangan berat badan bayi.
R/ Dengan melakukan penimbangan berat badan pada bayi dapat mengetahui
kesesuaian antara usia dan berat badan
4. Lakukan pemeriksaan TTV.
R/ Sebagai barometer kesehatan.
5. Lakukan pemberian vaksin polio dengan benar.
R/ Dengan pemberian vaksin polio dengan benar tubuh bayi akan membentuk
kekebalan aktif.
6. Jelaskan efek samping dari pemberian imunisasi vaksin polio.
R/ Dengan mengetahui efek samping dari imunisasi polio. Ibu tidak akan
khawatir.
7. Lakukan pencatatan dalam kartu imunisasi milik bayi.
R/ Sebagai data atau sumber data kesehatan bayi.
8. Beri KIE tentang tanggal kembali untuk imunisasi.
R/ Dengan memberikan informasi tentang tanggal kembali imunisasi ibu
menjadi tahu kapan ia harus datang untuk diimunisasi lagi.
2.3.6 Implementasi
Dilakukan sesuai dengan intervensi.
2.3.7 Evaluasi
Merupakan penilaian dari seluruh tindakan yang dilakukan menggunakan metode
SOAP.
Imunisasi polio adalah suatu imunisasi yang memberikan kekebalan tubuh
terhadap virus polio.
Polio adalah suatu penyakit radang yang menyerang saraf sehingga menyebabkan nyeri otot dan
kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan atau tungkai polio bisa menyebabkan
kematian.
Dalam teori disebutkan bahwa imunisasi Polio III dilakukan pada usia 3 bulan dan Pada
pengkajian ibu sudah tahu bahwa bayinya akan diimunisasi polio namun ibu tidak tahu bayinya
akan di imunisasi polio yang keberapa. Namun pada kasus, imunisasi Polio III dilakukan pada
usia 5 bulan. Adanya keterlambatan dalam pemberian imunisasi Polio III ini disebabakan karena
pada saat bayi berumur 1 bulan, bayi terlambat untuk imunisasi dikarenakan ibu kurang tahu
mengenai pentingnya imunisasi dasar serta jadwal kunjungan untuk imunisasi bayinya, selain itu
terjadi kerterlambatan untuk imunisasi polio 3 pada waktu usia bayi 4 bulan dikarenakan bayi
mengalami sakit batuk, pilek dan panas sehingga ibu memutuskan membawa bayinya ke tempat
pelayanan kesehatan untu imunisasi polio 3 pada bulan september 2015 yaitu pada saat usia bayi
5 bulan. Oleh karena itu, ibu (keluarga) perlu diberi informasi tentang pentingnya imunisasi serta
tujuan dilakukannya imunisasi, dengan harapan ibu bisa rutin ke faskes untuk mengimunisasikan
bayinya.
Selain itu, data yang diperoleh mengenai bayi baik subjektif maupun objektif sudah sesuai
dengan pertumbuhan dan perkembangan yang normal untuk usia 5 bulan.
Setelah dilakukan pengkajian, penulis tidak menemukan diagnosa dan masalah potensial pada
kasus bayi.., sehingga tidak memerlukan kebutuhan segera. Setelah itu disusun intervensi yang
tepat untuk ..pada intervensi, ibu diberikan penjelasan tentang imunisasi polio serta
tujuannya-KIE kembali.
Latar belakang
Merujuk pada kebijakan umum pembangunan kesehatan nasional, bahwa upaya
penurunan angka kematian dan balita merupakan bagian penting dalam program nasional bagi
anakin donesia (PNBAI) yang antara lain dijabarkan dalam visi anakindonesia 2015untuk
menujuanak indonesia yang sehat. Dengan demikian upaya menghasilkan generasi sehat
memerlukan motivasi dan koordinasisemua pihak terutama orangtua, sehingga diharapkan angka
kesakitan dan angka kematian dapt ditekan secara maksimal. Salah satu programkesehatan untuk
menghasilkan generasi sehat dan berkualitas dilakukan melalui kegiatanimunisasi.