Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
dr. Shorea Sylviana Puteri
BAB I....................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN....................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 3
1.2 Masalah Penelitian.............................................................................................. 4
1.3 Pembatasan Masalah........................................................................................... 4
1.4 Rumusan Masalah............................................................................................... 4
1.5 Tujuan Penelitian............................................................................................... 5
1.6 Manfaat Penelitian.............................................................................................. 5
BAB II...................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................ 6
2.1 Definisi Gizi Buruk.............................................................................................. 6
2.2 Pengukuran Gizi Buruk........................................................................................ 6
2.3 Klasifikasi Gizi Buruk.......................................................................................... 8
2.4. Faktor risiko...................................................................................................... 9
BAB III................................................................................................................... 25
METODOLOGI PENELITIAN................................................................................... 25
A.
Desain Penelitian............................................................................................. 25
B.
C.
D.
Sumber Data................................................................................................... 25
BAB IV................................................................................................................... 26
GAMBARAN UMUM................................................................................................ 26
BAB V.................................................................................................................... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................................... 29
BAB VI................................................................................................................... 31
SIMPULAN DAN SARAN.......................................................................................... 31
6.1 Simpulan......................................................................................................... 31
6.2 Saran.............................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 33
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut data yang diperoleh dari Depkes (2010) memperlihatkan prevalensi gizi buruk
di Indonesia terus menurun dari 9,7% di tahun 2005 menjadi4,9% di tahun 2010. 6Merujuk pada
data Direktorat Bina Gizi, terdapat beberapa provinsi yang tercatat memiliki jumlah penderita
gizi buruk yang cukup tinggi. Data Riset Kesehatan Dasar 2010, prevalensi gizi buruk di Pulau
Jawa yang tertinggi adalah Banten dan Jatim sebesar 4,8 %. 51Propinsi Jawa Timur merupakan
wilayah yang berpotensi dalam menyumbang tingginya jumlah penderita gizi buruk di negeri
Indonesia. Berdasarkan hasil survey Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo tahun 2014
ditemukan kasus gizi buruk sebesar 2,6% dari target kurang dari 5%. Angka kejadian gizi buruk
di Kecamatan Besuki tahun 2013 sebanyak 11 kasus dengan prevalensi 0,26% dan pada tahun
2014 sebesar 17 kasus dengan prevalensi 0,33%.
Gizi buruk merupakan masalah yang kompleks dan penyebab gizi buruk pada balita
mempunyai peranan yang bervariasi,sehingga peneliti tertarik untuk menganalisis faktoryang
mempengaruhi tingginya kasus gizi buruk di puskesmas Negara.
1.2 Masalah Penelitian
Masalah yang diangkat adalah angka kejadian gizi buruk dan gizi kurang yaitu pada
bulan febuari sampai april tahun 2015 di wilayah kerja PuskesmasNegara Kabupaten Hulu
Sungai Selatan.
1.3 Pembatasan Masalah
Tidak semua faktor penyebab masalah gizi buruk diteliti karena adanya keterbatasan
waktu pengamatan. Penelitian kejadian gizi buruk difokuskan pada faktor pemberian ASI.
1.4 Rumusan Masalah
Apakah peranan ASI Ekslusif mempengaruhi tingginya kasus gizi buruk dan gizi kurang di
kecamatan daha utara pada tahun 2015?
1.5Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan Umum
Menyusun upaya menurunkan kejadian gizi buruk dan gizi kurang di wilayah kerja
Puskesmas Negara berdasarkan analisis faktor ASI.
1.5.2 Tujuan Khusus
Menganalisis pengaruh ASI terhadap kejadian gizi buruk dan gizi kurang di
wilayah kerja Puskesmas Negara Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi Peneliti
1.Mengimplementasikan ilmu dan pengetahuan kedokteran
2. Memperluas wacana tentang gizi buruk
1.6.2 Bagi Institusi Puskesmas Negara Kabupaten Hulu Sungai Selatan
Memberikan informasi dalam pengambilan keputusan untuk mengentaskan kejadian
kasus gizi burukdan gizi kurang terkait faktor ASI.
1.6.3 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai peran ASI sebagai salah satu
faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk dan gizi kurang, sehingga dapat
dilakukan upaya pencegahan terjadinya gizi buruk dan gizi kurang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
lemak
di
bawah
kulit
merupakan
proses
fisiologis.Tubuh
membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh asupan makanan untuk kelangsungan
hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan energi cadangan protein juga digunakan.
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan
energi tetapi juga untuk sistesis glukosa.27
2.3.2 Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh
asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang inadekuat. 4,5 Hal
ini seperti marasmus,kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan
gizi buruk.25 Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu, perubahan
mental,pada sebagian besar penderita ditemukan oedema baik ringan maupun berat,
gejala gastrointestinal,rambut kepala mudah dicabut,kulit penderita biasanya kering
dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar,sering
ditemukan hiperpigmentasi dan persikan kulit,pembesaran hati,anemia ringan,pada
biopsi hati ditemukan perlemakan.24
Gangguan metabolik dan perubahan sel dapat menyebabkan perlemakan hati dan
oedema. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi proses katabolisme jaringan
yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi dengan jumlah kalori
yang cukup dalam asupan makanan. Kekurangan protein dalam diet akan
8
makanan yang dipilih, dan menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan
hidangan yang dikehendaki.26
Sebagian besar balita dengan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang
beragam.Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti bahwa balita tersebut
mengkonsumsi hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang.
Berdasarkan dari keseragaman susunan hidangan pangan, pola makanan yang meliputi
gizi seimbang adalah jika mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan pokok, zat
pembangun dan pemelihara jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur dan
buah.29Menurut penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Magelang, konsumsi
protein(OR 2,364) dan energi (OR 1,351) balita merupakan faktor risiko status gizi
balita.30
2.4.2 Status sosial ekonomi
Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat sedangkan ekonomi adalah
segala usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran hidup. 31
Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur status sosial ekonomi
keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan.1 Rendahnya ekonomi keluarga, akan
berdampak dengan rendahnya daya beli pada keluarga tersebut. Selain itu rendahnya
kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan
gizi pada anak balita. Keadaan sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah
kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi
berbagai masalah tersebut.12Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan
makanan yang kurang bergizi.29
Bekerja bagi ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Ibu yang
bekerja mempunyai batasan yaitu ibu yang melakukan aktivitas ekonomi yang mencari
penghasilan baik dari sektor formal atau informal yang dilakukan secara reguler di luar
rumah yang akan berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki oleh ibu untuk memberikan
pelayanan terhadap anaknya.Pekerjaan tetap ibu yang mengharuskan ibu meninggalkan
anaknya dari pagi sampai sore menyebabkan pemberian ASI tidak dilakukan dengan
sebagaimana mestinya.32
10
Masyarakat tumbuh dengan kecenderungan bahwa orang yang bekerja akan lebih
dihargai secara sosial ekonomi di masyarakat.Pekerjaan dapat dibagi menjadi pekerjaan
yang berstatus tinggi yaitu antara laintenaga administrasi tata usaha,tenaga ahli teknik
dan ahli jenis, pemimpin,dan ketatalaksanaan dalam suatu instansi baik pemerintah
maupun swasta dan pekerjaan yang berstatus rendah antara lain petani dan operator alat
angkut.33 Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kampar Kepulauan Riau
terdapat hubungan bermakna status ekonomi dengan kejadian gizi buruk p=0,0001.34.
2.4.3 Pendidikan ibu
Kurangnya pendidikan dan pengertian yang salah tentang kebutuhan pangan dan
nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia.Kemiskinan dan kekurangan
persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang
gizi.Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan adalah pendidikan yang
rendah. Adanya pendidikan yang rendah tersebut menyebabkan seseorang kurang
mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupan.35 Rendahnya
pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga, yang selanjutnya
mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang merupakan penyebab
langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.36
Tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu dapat mempengaruhi derajat
kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan anak.Tingkat
pendidikan yang tinggi membuat seseorang mudah untuk menyerap informasi dan
mengamalkan dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan adalah usaha yang terencana dan
sadar untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi diri dan ketrampilan yang diperlukan oleh diri sendiri,
masyarakat, bangsa,dan negara.36
Jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal dan non formal yang bisa saling
melengkapi. Tingkat pendidikan formal merupakan pendidikan dasar,pendidikan
menengah,dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan tingkat pendidikan yang
melandasi tingkat pendidikan menengah. Tingkat pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar
dan Sekolah Menengah Pertama atau bentuk lain yang sederajat, sedangkan pendidikan
11
menengah adalah lanjutan dari pendidikan dasar yaitu Sekolah Menengah Atas atau
bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan tingkat pendidikan setelah
pendidikan menengah yang terdiri dari program diploma, sarjana, magister, spesialis, dan
doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.36 Tingkat pendidikan berhubungan
dengan status gizi balita karena pendidikan yang meningkat kemungkinan akan
meningkatkan pendapatan dan dapat meningkatkan daya beli makanan. Pendidikan
diperlukan untuk memperoleh informasi yang dapat meningkatkan kualitas hidup
seseorang.35
2.4.4 Penyakit penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan terhadap
penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut justru menambah rendahnya
status gizi anak.26Penyakit-penyakit tersebut adalah:
1. Diare persisten :sebagai berlanjutnya episode diare selama 14hari atau lebih yang
dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri).Kejadian ini sering
dihubungkan dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal. Diare
persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue,
gluten sensitive enteropathi dan penyakit Blind loop.26
2. Tuberkulosis : Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai
organ tubuh hidup lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi.
Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terjadipada
malam hari. Tuberkulosis ini dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru
maupun di luar paru.26
3. HIV AIDS : HIV merupakan singkatan dari human immunodeficiencyvirus. HIV
merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia
(terutama CD4 positive T-sel dan macrophages komponen-komponen utama sistem
kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini
mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang
akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.Sistem kekebalan dianggap defisien
12
ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan
penyakit- penyakit.26
Penyakit tersebut di atas dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan
masukan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Terdapat
hubungan timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi kurang maupun gizi
buruk.Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan daya
tahan, sehingga rentan terhadap penyakit. Di sisi lain anak yang menderita sakit akan
cenderung menderita gizi buruk.26 Menurut penelitian yang dilakukan di Jogjakarta
terdapat perbedaan penyakit yang bermakna antara balita KEP dengan balita yang tidak
KEP(p=0,034) CI 95%.14
2.4.5 Pengetahuan ibu
Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan konsumsi makanan
dalam keluaga khususnya pada anak balita.Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh
terhadap pola konsumsi makanan keluarga.Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi
menyebabkan keanekaragaman makanan yang berkurang. Keluarga akan lebih banyak
membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu,
gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan
informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari.35
2.4.6 Berat Badan Lahir Rendah
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.15Penyebab terbanyak terjadinya BBLR
adalah kelahiran prematur. Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37
minggu ini pada umumnya disebabkan oleh tidak mempunyai uterus yang dapat
menahan janin, gangguan selama kehamilan,dan lepasnya plasenta yang lebih cepat
dari waktunya. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi
normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda umur kehamilan,
fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan prognosanya juga semakin kurang
13
baik. Kelompok BBLR sering mendapatkan komplikasi akibat kurang matangnya organ
karena prematur.37
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga dapat disebabkan oleh bayi lahir kecil
untuk masa kehamilan yaitu bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan saat berada
di dalam kandungan.Hal ini disebabkan oleh keadaan ibu atau gizi ibu yang kurang
baik. Kondisi bayi lahir kecil ini sangat tergantung pada usia kehamilan saat dilahirkan.
Peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi,dan anak merupakan
faktor utama yang disebabkan oleh BBLR.37 Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR
jangka panjang.Pada BBLR zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah
terkena penyakit terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan balita kurang
nafsu makan sehingga asupan makanan yang masuk kedalam tubuh menjadi berkurang
dan dapat menyebabkan gizi buruk.15
2.4.7 Kelengkapan imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun yaitu resisten atau kebal. Imunisasi terhadap
suatu penyakit hanya dapat memberi kekebalan terhadap penyakit tersebut sehingga
bila balita kelak terpajan antigen yang sama, balita tersebut tidak akan sakit dan untuk
menghindari penyakit lain diperlukan imunisasi yang lain. Infeksi pada balita penting
untuk dicegah dengan imunisasi.13 Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan
kekebalan terhadap suatu antigen yang dapat dibagi menjadi imunisasi aktif dan
imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah
dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri
sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar
antibodi dalam tubuh meningkat.16
Imunisasi juga dapat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian, menghilangkan kecemasan dan psikologi
pengobatan bila anak sakit, memperbaiki tingkat kesehatan,dan menciptakan bangsa
yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara. 34 Kelompok yang
paling penting untuk mendapatkan imunisasi adalah bayi dan balita karena meraka yang
14
paling peka terhadap penyakit dan sistem kekebalan tubuh balita masih belum sebaik
dengan orang dewasa.13
Sistem kekebalan tersebut yang menyebabkan balita menjadi tidak terjangkit
sakit. Apabila balita tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan
berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang tidak
langsung dengan kejadian gizi.Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi
dilakukan
secara
bertahap
dan
lengkap
terhadap
berbagai
penyakit
untuk
15
fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan
mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai kebutuhan pertumbuhan
bayi.27
Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung antibodi atau
zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi. Hal ini yang menyebabkan balita
yang diberi ASI, tidak rentan terhadap penyakit dan dapat berperan langsung terhadap status
gizi balita.Selain itu, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat
terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang diberikan secara dini
pada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air
besar. Apabila pembuatan susu formula tidak steril, bayi akan rawan diare.29\
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garamgaram organik yang disekresi oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan utama bayi.
ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna
bagi bayi hingga usia 6 bulan. ASI mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi, secara
alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu, sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna
dan menyerap gizi. Sistem pencernaan bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencerna
makanan, oleh karena itu memberikan ASI saja pada bayi sampai dengan umur 6 bulan, sangat
dianjurkan.54
ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti
susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti
pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat
(Roesli, 2001). Setelah usia bayi 6 bulan, bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI,
sedangkan ASI terus diberikan sampai 2 tahun.55
World Health Organization (WHO, 2005) mengatakan: ASI adalah suatu cara yang tidak
tertandingi oleh apapun dalam menyediakan makanan ideal untuk pertumbuhan dan
perkembangan seorang bayi. Oleh karena pemberian ASI eksklusif dapat memberikan
pertumbuhan bayi yang optimal.Target Millennium Development Goals (MDGs) ke-4 adalah
menurunkan angka kematian bayi dan balita (AKB) menjadi 2/3 dalam kurun waktu 19902015 (AKB harus diturunkan dari 97 menjadi 32).Penyebab utama kematian bayi dan balita
17
adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50% kematian balita didasari oleh kurang gizi.
Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai usia 2 tahun disamping
pemberian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) secara adekuat terbukti merupakan salah satu
intervensi efektif dapat menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB).56
Rendahnya pemberian ASI Eksklusif di keluarga menjadi salah satu pemicu rendahnya
status gizi bayi dan balita. Prevalensi gizi kurang pada balita juga mengalami penurunan dari
37,5% pada tahun 1989 menjadi 24,6% pada tahun 2000 dan meningkat kembali menjadi 31%
pada tahun 2001, saat ini kasus gizi buruk (busung lapar) merebah, karena lemahnya sistem
kewaspadaan pangan dan gizi, serta menurunnya perhatian pemerintah terhadap kesehatan
masyarakat (Depkes RI, 2004).
Departemen Kesehatan telah mengadopsi pemberian ASI eksklusif seperti rekomendasi
dari WHO dan The United Nations Childrens Fund (UNICEF), sebagai salah satu program
perbaikan gizi bayi atau anak balita.Pemberian ASI eksklusif dapat menyelamatkan lebih dari
30.000 balita di Indonesia. Jumlah bayi di Indonesia yang mendapatkan ASI eksklusif terus
menurun karena semakin banyaknya bayi di bawah 6 bulan yang diberi susu formula.
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) dari 1997 hingga 2002, jumlah bayi
dibawah usia enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif menurun dari 7,9% menjadi
7,8%.dan jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7%
menjadi 27,9%57.
Hasil RISKESDAS tahun 2010 menunjukan jumlah bayi dibawah umur 6 bulan yang
diberi ASI eksklusif hanya 15,3%. Menurut WHO (2000), bayi yang diberi susu selain ASI,
mempunyai risiko 17 kali lebih mengalami diare, dan tiga sampai empat kali lebih besar
kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI (Depkes RI,2005),
karena adanya zat antibodi juga zat gizi lain seperti asam amino, dipeptid, heksose yang
menyebabkan penyerapan natrium dan air lebih banyak, sehingga mengurangi frekuensi diare
dan volume tinja.58
18
Faktor Bayi
Faktor Petugas
O
1
2
Bingung Putting
Kelainan Bawaan
Psikis Ibu
Motivasi dan dukungan
keluarga
Penyakit Penyerta
Pelaporan
Motivasi dan
dukungan tenaga
4
kesehatan
Konseling IMD
ASI
Social, ekonomi dan budaya
setempat
dot,
menghisap
terbutus-putusdan
sebentar,
bayi
menolak
19
21
maupun
lama.Tetapi.sebenarnya
jarang
sekali
ada
penyakit
yang
mengharuskan berhenti menyusui. Dari jauh lebih berbahaya untuk mulai memberi
bayi makanan buatan daripada membiarkan bayi menyusu dari ibunya yang sakit.
4. Faktor kurangnya petugas kesehatan
Masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat
pemberian ASI. Penyuluhan kepada masyarakat mengenai manfaat dan cara
pemanfaatannya.
5. Meningkatkan promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI.
Peningkatan sarana komunikasi dan transportasi yang memudahkan periklanan
distribusi susu buatan menimbulkan tumbuhnya kesediaan menyusui dan lamanya baik
di desa dan perkotaan. Distibusi, iklan dan promosi susu buatan berlangsung terus dan
bahkan meningkat titik hanya di televisi, radio dan surat kabar melainkan juga
ditempat-tempat praktek swasta dan klinik-klinik kesehatan masyarakat di Indonesia.
6. Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang
menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng.
Untuk menunjang keberhasilan laktasi, bayi hendaknya disusui segera atau sedini
mungkin setelah lahir.Namun tidak semua persalinan berjalan normal dan tidak semua
dapat dilaksanakan menyusui dini.Ada beberapa persalinan yang terpaksa tidak dapat
berjalan lancar dan terpaksa dilakukan dengan tindakan persalinan misalnya seksio
sesaria. Dengan mengingat hal diatas, pengelolaan laktasi dapat dikelompokkan 2 cara,
yaitu persalinan normal dan persalinan dengan tindakan.
a. Persalinan normal
Pada persalinan normal, ibu dan bayi dalam keadaan sehat.Oleh karena itu,
dapat segera dilaksanakan menyusui dini.Hal tersebut perlu oleh karena menyusui
dini mempunyai beberapa manfaat baik terhadap ibu maupun terhadap bayi.Kalau
bisa bayi disusukan ke kedua puting ibu secara bergantian.Setelah jalan nafasnya
dibersihkan, usahakan menyusui sedini mungkin dan tidak melebihi waktu lewat
jam sesudah lahir.
b. Persalinan dengan tindakan
Dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian masalah :
1. Persalinan dengan tindakan narkosa misalnya seksio sesaria menyusui dini perlu
ditunda sampai pasien sadar, karena ASI pada ibu dan tindakan ini mempunyai
efek terhadap bayi. Misalnya bayi menjadi mengantuk sehingga malas
menyusu.Sebaiknya sesudah ibu sadar ditanyakan dahulu untuk menyusui
bayinya pada saat tersebut.
2. Persalinan dengan tindakan tanpa narkosa. Persalinan dengan tindakan tanpa
narkosa yang kemungkinan mempunyai pengaruh pada bayi. Dalam hal ini bayi
tidak dapat menyusui secara aktif , oleh karena itu ASI diberi secara aktif pasif
yaitu
dengan
pipet/sendok.
Walaupun
demikian
bila
keadaan
bayi
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Pada penelitian ini, desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif.
D. Sumber Data
1. Data Primer
Data Primer diperoleh langsung dari hasil pengukuran antropometri balita 0-5
tahun yang mengikuti kegiatan skrining gizi buruk di wilayah Puskesmas Negara
Kecamatan Daha Utara.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari catatan medik balita 0-5 tahun gizi buruk yang
dimiliki oleh bagian Gizi Puskesmas NegaraKecamatan Daha Utara.
24
BAB IV
GAMBARAN UMUM
Puskesmas Negara merupakan salah satu dari 20 Puskesmas yang berada di Kabupaten
Hulu Sungai Selatan yang terletak di wilayah Kecamatan Daha Utara tepatnya di Desa Tambak
Bitin Kecamatan Daha Utara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.Kal- Sel .Adapun Ruang lingkup
kerja dari Puskesmas Negara sendiri terdiri dari 12 desa cakupan yang terdiri dari desa
1.
Pandak Daun
2.
Paramaian
3.
Pakan Dalam
4.
Tambak Bitin
5.
Panggandingan
6.
Pakapuran Kacil
7.
Baruh Kembang
8.
9.
Sungai Mandala
10.
Sungai Garuda
11.
Balah paikat
12.
Murung Raya
Pada umumnya orang-orang atau warga masyarakat Negara sendiri sering menyebut
Puskesmas Negara dengan Rumah Sakit, hal itu disebabkan karena Jumlah pasien rawat inab
yang selalu banyak dibandingkan dengan jumlah pasien rawat inab Puskesmas lain yang lebih
sedikit, terlebih kalau terjadinya wabah seperti Diare, Thypoid dan Demam Berdarah Hal itu juga
disebabkan karena jarak Puskesmas Negara yang berjauhan dengan Rumah Sakit Pemerintah
Haji Hasan Baseri Kandangan, yang membuat Puskesmas Negara menjadi rujukan awal bagi
masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan khusunya Opname.
Adapun dalam usaha pemberian pelayanan terhadap masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Negara, Puskesmas Negara telah dilengkapi pula dengan Puskesmas Rawat Inap
25
dengan 10 tempat tidur, dan personal tenaga (PNS, PTT dan Non PNS) tahun 2010 sebagai
berikut :
Dokter
: 2 orang
Staf Kasir
: 2 orang
Loket
: 3 orang
Sarjana Perawat
: 3 orang
Akademi Perawat
: 44 orang
SPK
: 3 orang
Bidan
Perawat gigi
; 3 orang
Sanitarian
: 1 orang
Promosi Kesehatan
: 1 orang
Apoteker
: 3 orang
Asisten Apoteker
: 2 orang
Gizi
: 3 orang
Sopir
: 2 orang
Analis kesehatan
: 1 orang
Jumlah fasilitas kesehatan yang tersedia adalah :
Puskesmas Induk
: 1 buah
Puskesmas Perawatan
Pustu
: 3 buah
Puskesmas Keliling
: 2 buah
Sedangkan sarana pelayanan yang bersumber dari masyarakat antara lain
Posyandu
: 21 buah
Desa Siaga
: 5 desa
Luas wilayah kerja Puskesmas Negara sendiri yaitu 363 Ha yang terdiri dari sebagian
besar daerah rawa basah dan hutan. Wilayah Puskesmas Negara memiliki iklim tropis basah,
yaitu setiap tahunnya mengalami musim penghujan dan musim kemarau. Pada musim penghujan
dengan curah hujan yang besar sehingga air sungai cukup tinggi sampai menggenangi sebagian
jalan-jalan.
Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
26
Sebelah Utara
Sebelah Selatan
Sebelah Timur
Sebelah Barat
Demografi dari 12 desa yang ada, Puskesmas Negara memiliki sarana pendidikan sebagai berikut
:
Taman Kanak-kanak
14 buah
Sekolah Dasar/MIN
16 buah
3 buah
2 buah
27
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut data yang diperoleh dari Depkes (2010) memperlihatkan prevalensi gizi buruk di
Indonesia terus menurun dari 9,7% di tahun 2005 menjadi 4,9% di tahun 2010. 6 Merujuk pada
data Direktorat Bina Gizi, terdapat beberapa provinsi yang tercatat memiliki jumlah penderita
gizi buruk yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil survey Puskesmas Negara Kabupaten Hulu
Sungai Selatan pada bulan Febuari-April tahun 2015 ditemukan kasus gizi buruk pada bulan
Febuari sebesar 27 orang dengan anak yang lulus asi aksklusif selama 6 bulan sebanyak 8 orang.
Pada bulan Maret didapatkan 24 orang dengan anak yang lulus asi eksklusif selama 6 bulan
sebanyak 13 orang. Pada bulan April didapatkan 80 orang dengan anak yang lulus asi eksklusif
selama 6 bulan sebanyak 9 orang.
Bayi yang mendapatkan asi ekskusif di daerah puskesmas Negara sangat sedikit dari
jumlah bayi yang wajib mendapatkan asi eksklusif sebanyak 404 orang pada bulan Febuari
namun yang tercatat mendapatkan asi eksklusif hanya sebesar 8 orang. Pada bulan Maret tercatat
terdapat 404 orang bayi yang harusnya mendapat asi eksklusif, namun hanya 13 orang yang lulus
asi eksklusif. Pada bulan April tercatat terdapat404 orang bayi yang harusnya mendapatkan asi
eksklusif, namun hanya 9 orang yang lulus asi eksklusif.
Dari skrining gizi buruk terhadap balita dengan BGM Kecamatan Daha Utara, didapati
bahwa hampir semua balita tersebut tidak mendapatkan ASI secara eksklusif .ASI berupa emulsi
lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah
payudara ibu, sebagai makanan utama bayi. ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satusatunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi.
ASI mempunyai peranan yang penting selama masa emas tumbuh kembang anak terutama
selama 6 bulan awal pertumbuhan. Mengingat kandungan nutrisi ASI yang lengkap dan cocok
untuk bayi. Disamping itu pemberian ASI lebih praktis,mudah,murah,sedikit kemungkinan untuk
terjadi kontaminasi,dan menjalin hubungan psikologis yang erat antara bayi dan ibu yang penting
dalam perkembangan psikologi anak tersebut. ASI merupakan makanan alam atau natural, ideal,
28
fisiologis, nutrien yang diberikan selalu dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan
mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai kebutuhan pertumbuhan bayi.
Selain itu ASI juga mengandung antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita
terhadap infeksi. Hal ini yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap
penyakit sehingga berperan langsung terhadap status gizi balita karena ASI cepat terserap sesuai
dengan sistem pencernaan bayi.
ASI eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti
susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti
pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat.
Setelah usia bayi 6 bulan, bayi mulai diberikan makanan pendamping ASI, sedangkan ASI terus
diberikan sampai 2 tahun.
29
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Status sosial ekonomi, pendidikan ibu,penyakit penyertadan pemberian ASI merupakan
faktor risiko yang mempengaruhi kejadian gizi buruk.Faktor risiko kejadian gizi buruk yang
paling dominan adalah Pemberian ASI.
6.2 Saran
6.2.1 Puskesmas
6.2.1.1
penyuluhan atau petunjuk kepada ibu baru melahirkan dan ibu menyusui tentang
manfaat ASI Eksklusif.
6.2.1.2
Memotivasi ibu hamil dan keluarga saat ANC untuk memberikan ASI
ekslusif
6.2.1.3
masyarakat tentang pentingnya pemberian ASI secara eksklusif pada bayi sejak
lahir.
6.2.1.4
6.2.1.7
6.2.1.8
Meningkatkan IMD.
6.2.1.9
30
6.2.2. Masyarakat
6.2.1.1 Masyarakat diharapkan lebih aktif melakukan pemeriksaan kesehatan ibu dan
anak secara berkala ke Posyandu setempat.
6.2.1.2 Masyarakat diharapkan dapat berperan aktif dalam mengikuti kegiatan
penyuluhan yang diadakan oleh Puskesmas.
31
DAFTAR PUSTAKA
34
43. Oetomo D. Gizi Buruk Balita di Surakarta Dikaji dari Tingkat Pendidikan Ibu dan Pola
Konsumsi Makan Balita [karya tulis ilmiah]. Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret;2006.
44. Sumiati I. Evaluasi Penatalaksanaan Asuhan Gizi pada Balita Kurang Energi Protein di
RSUD Ulin Banjarmasin [karya tulis ilmiah]. Malang: Universitas Brawijaya; 2007.
45. Nadimin. Hubungan Keluarga Sadar Gizi dengan Status Gizi Balita di Kabupaten Takalar
Sulawesi Selatan. Jurnal Media Gizi Pangan
[Internet].2010
[cited
2012
Mei
28]:10(2):1-7.
Available
from:
http://jurnalmediagizipangan.files.wordpress.com/2012/04/1-hubungan-keluarga-sadar-gizidengan-status-gizi-balita
46. Saputra M. Hubungan Antara Riwayat BBLR dengan Status gizi pada Anak Balita di
Kelurahan Pringgokusuman Kecamatan Gedongtengen Kota Yogyakarta [karya tulis ilmiah].
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2012.
47. Susanti E. Hubungan Berat Badan Lahir dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Basuki Rahmad Kota Bengkulu [karya tulis ilmiah]. Bengkulu:Universitas
Bengkulu ;2011.
48. Lingga NK.Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Balita di Desa Kolam
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang [karya tulis ilmiah]. Medan:Universitas
Sumatera Utara;2010.
49. Wahyuni. Hubungan Kelengkapan Imunisasi dan Pemberian Vitamin A dengan Status Gizi
Balita di Kelurahan Titi Rantai dan Kelurahan Babura Kecamatan Medan Maru [karya tulis
ilmiah]. Medan; UniversitasSumatera Utara;2005.
50.http://health.liputan6.com/read/520968/angka-penurunan-gizi-buruk-balita-sulit-penuhitarget-mdgs
51.Hans Obor (2011). Kasus gizi burukmasih tinggi [Online]. Available:
http://nttonlinenews.com/ntt/index.php?view=article&id=9426%3Akasus-gizi-buruk-masihtinggi&option=com_content&Itemid=56.
52.http://www.bhasafm.co.id/kabupaten-situbondo-jadi-salah-satu-kantong-gizi-buruk-di-jawatimur/
53.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34314/3/Chapter%20I.pdf
54.Arif, N. (2009).Panduan
MediaPressindo.
Ibu
Cerdas ASI
dan
Tumbuh
Kembang. Yogyakarta:
56. Sitaresmi, M, N,. (2010). Isu Kebijakan Tentang Pemberian ASI secara Eksklusif,
http://kebijakan kesehatanindonesia.net/node/2, diakses 15 Februari 2014
57.Sutama,2008.Pemberian ASI Eksklusif Masih Rendah.
http://asiku.wordpress-.com/2008/08/07/pemberian-asi-eksklusif-masih-rendah/,diakses 24 Juni
2011.
58. Sidi, Ieda Poernomo Sigit, Dra, dkk.2003. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi,Jakarta:
Perkumpulan perinatologi Indonesia
59. Roesli, U, 2009. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : PT. Pustaka Pembangunan Swadaya
Nusantara.
36