You are on page 1of 29

REFERAT

PARKINSONS DISEASE

PEMBIMBING :
dr. Ananda Setiabudi, Sp.S

DISUSUN OLEH :
Fransisca Stephanie Wibisono
NIM : 030.10.109

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
AGUSTUS 2015

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME, atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
Parkinsons disease dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih periode
10 Agustus 2015 sampai 12 September 2015. Di samping itu, laporan kasus ini ditujukan
untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang Parkinsons disease.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya
kepada dr. Ananda Setiabudi, Sp.S selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini, serta
kepada dokterdokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis selama di
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada rekanrekan anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih serta berbagai pihak yang telah
memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput
dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun
saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya,
semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Jakarta, Agustus 2015


Penulis

Stephanie Wibisono

DAFTAR ISI

Kata pengantar ..........................................................................................

..........

Daftar isi ..................................................................................................

..........

BAB I

Pendahuluan ..................................................................................

BAB II

Penyakit Parkinson..................................................................

BAB III

Kesimpulan .......................................................................... ..........

29

Daftar Pustaka ......................................................................................................

30

BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif,
merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer. Penyakit ini memiliki
dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun keluarga. Pertama kali ditemukan oleh
seorang dokter inggris yang bernama James Parkinson pada tahun 1887. Penyakit ini
merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami ganguan pergerakan.
Rata- rata penduduk Amerika yang terkena penyakit ini sebanyak 1 juta orang
sedangkan ntuk rata- rata penduduk dunia yang terkena penyakit ini adalah sebanyak 5 juta
orang. Penyakit Parkinson dapat terjadi pada pria dan wanita dari semua ras, jenis pekerjaan,
dan tidak terbatas pada daerah tempat tinggal Rata- rata Penyakit Parkinson menyerang
penduduk usia 60 tahun tetapi kadang- kdang daat terjadi pada penduduk usia 20 tahun dan
bahkan pada penduduk yang lebih muada. Angka kejadian penyakit ini meningkat seiring
dengan bertambahnya usia dan berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap sekumpulan
penduduk maka dapat diperkirakan dalam beberapa dekade ke depan, jumlah penyakit ini
akan meningkat. 1
Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan
ada sekitar 200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan
rentang usia-sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera
dan Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam
negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang belum
diketahui.
Secara klinis, Penyakit parkinson dapat ditandai dengan resting tremor, rigiditas,
bradikinesia, dan gait impairment. Tanda- tanda ini dikenal sebagai cardinal features dari
penyakit parkinson.

Adapun gejala tambahan seperti freezing, ketidakstabilan postural,

kesulitan berbicara, gangguan sistem otonom, gangguan pada sistem sensoris, gangguan
mood, gangguan tidur, gangguan fungsi kognitif, dan dementia dapat timbul pada penyakit
ini.1
Secara patologis, pada Parkinson dijumpai degenerasi dari dopaminergic neuron pada
substansia nigra pars kompakta dan lewy body. 1
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi
Penyakit parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan
erat dengan usia. Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-neuron
berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra yang disertai inklusi
sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga parkinsonisme idiopatik atau
primer.2
Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu
istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar
dopamine dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai Sindrom
Parkinson.

Semua pasien dengan diagnosa penyakit parkinson mengalami parkinsonisme

tetapi tidak semua pasien dengan parkinsonisme memiliki penyakit parkinson. 3


2.2 Klasifikasi 4
`
1.

Secara umum parkinson dibagi menjadi 3 yaitu :

Parkinson primer : paling sering dijumpai, penyebab tidak diketahui (idiopatik)


2. Parkinson Sekunder : post infeksi ( ensepalitis, sifilis meningovaskular, tuberkulosis ),
post trauma ( sering pada petinju ), drug induce( sering obat-obatan psikosis
misalnya : Chlorpromazin, Petidin, Fenotiazin, Reserfin, Tetrabenazin ), Toksik
( misalnya CO, mangan, karbon disulfida ).
3. Sindrom Paraparkinson ( Parkinsons Plus ) : Sindrom Shy-Drager, Penyakit Wilson,
Parkinsonismus juvenilis, Hidrosefalus normotensif, Degenerasi striatonigral,
Penyakit

Creutzfeldt-Jakob,

sindrom

Steele-Richardson-Olszewski,

penyakit

Hallervorden-Spatz, kompleks demensia Parkinsonisme Guam.

2.3.Etiologi 5
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra.
Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki
(involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang
tidak disadarinya. Mekanis-me bagaimana kerusakan itu belum jelas benar. Beberapa hal
yang diduga bisa menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut 5:
1.Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000
penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang
mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra, pada penyakit
parkinson.
2.Geografi
Di Libya 31 dari 100.000 orang, di Buinos aires 657 per 100.000 orang. Faktor resiko
yang mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini termasuk adanya perbedaaan
genetik, kekebalan terhadap penyakit dan paparan terhadap faktor lingkungan.
3.Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit
parkinson. Yaitu mutasi pada gen -sinuklein pada lengan panjang kromosom 4 (PARK1)
pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal
resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di
kromosom 6. 4 Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria.
4 .Faktor Lingkungan
a.Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menmbulkan
kerusakan mitokondria

b.Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c.Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi
penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan
menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d.Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu
mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan
neuroprotektif.
e.Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski
peranannya masih belum jelas benar
f.Stress dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik.
Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan
depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.
2.4 Patofisiologi 6
Patofisiologi parkinson juga dapat digambarkan berupa meningkatnya jalur Indirect
pada basal ganglia. Diketahui bahwa ada 2 jalur pada basal ganglia yaitu direct pathway dan
indirect pathways. Dopamine bekerja untuk mengaktivasi direct pathway dan menghambat
indirect pathway, sedangkan pada parkinson tidak terjadi mekanisme tersebut .
Kelainan utama pada penyakit Parkinson yang idiopatik maupun pada postensefalitik
adalah hilangnya sel-sel berpigmen di substansia nigra dan nukleus berpigmen lainnya (locus
ceruleus, nukleus motorik dorsalis vagus). Dengan berkurang atau hilangnya sel-sel neuron
7

dopaminergik di substansia nigra, akan mengakibatkan hilangnya neuron dopaminergik


nigro-striatum.
Dalam keadaan normal, neuron ini memproduksi Dopamin. Dopamin merupakan
neurotransmitter yang berperan dalam transmisi sinyal untuk kontrol dan koordinasi gerakan
motorik halus. Kerusakan sel-sel neuron substansia nigra menyebabkan berkurangnya
produksi dopamin sehingga akan mengganggu fungsi motorik.
Penyebab kerusakan belum jelas diketahui. Diduga terdapat 4 mekanisme kematian
sel yang menimbulkan degenerasi neuron yaitu stress oksidatif, toksin dari lingkungan,
predisposisi genetik dan percepatan penuaan. Pada stress oksidatif diduga menyebabkan
kematian sel neuron secara langsung.
Toksin lingkungan seperti Sianida, CO, pestisida, obat neuroleptik menyebabkan
gangguan metabolisme sel neuron dopaminergik secara selektif sehingga pada akhirnya
menimbulkan degenerasi sel. Terdapat beberapa gen yang diduga berhubungan dengan
penyakit ini yaitu gen yang mengkode protein parkin pada kromosom 6. Mutasi pada gen
tersebut menyebabkan Parkinsonism secara autosomal resesif. Onset terjadi sebelum usia 40
tahun dan progresivitas berjalan lambat. Selain itu terdapat juga gen untuk protein alphasynuclein pada kromosom 4 yang diduga berhubungan dengan terjadinya penyakit Parkinson.
Pada penyakit Parkinson, terjadi percepatan degenerasi neuron dopaminergik oleh
sebab yang belum diketahui sehingga menimbulkan gejala klinik. Berbagai keadaan tersebut
menimbulkan destruksi sel-sel neuron melanin penghasil dopamin pada pars kompakta
substansia nigra sehingga secara makroskopis terhadi depigmentasi. Secara mikroskopis,
terjadi pengurangan jumlah sel neuron melanin, dimana sel-sel yang tersisa mengandung
badan-badan inklusi eosinofilik di sitoplasma yang dikelilingi oleh halo sehingga disebut
sebagai Lewy bodies.

Gambar. Lewy Body di sitoplasma dari sel neuron substansia nigra


Gejala-gejala motorik yang terjadi pada penyakit Parkinson disebabkan oleh
gangguan dalam sirkuit motorik ganglia basalis talamokortikal.

Gambar. Jaras ganglia basalis talamokortikal normal

Sinyal-sinyal dari korteks cerebri akan diproses melalui ganglia basalis-talamokortikal


dan kembali ke area yang sama melalui mekanisme feedback. Ada dua jalur di jaras tersebut,
yaitu jalur direk dan jalur indirek. Pada jalur direk, striatum secara langsung menghambat
globus palidus pars interna dan substansia nigra pars reticulata. Pada jalur indirek, inhibisi
oleh striatum ke glonbus palidus pars interna dan substansia nigra pars reticulata terjadi
melalui hambatan ke globus palidus pars externa dan nucleus subtalamus.
Jaras nigro-striatal ini berperan penting dalam mengatur fungsi gerakan halus. Untuk
fungsi yang normal, perlu ada keseimbangan antara komponen dopaminergik yang
menghambat dengan sistem kolinergik yang mengeksitasi. Dopamin disekresikan dari
neuron-neuron nigrostriatal (substansia nigra pars kompakta) untuk mengaktivasi jalur direk
dan menghambat jalur indirek.
Gejala Parkinson timbul bila terdapat disproporsi fungsional antata kedua komponen
(inhibisi dan eksitasi) dimana hasil akhirnya terjadi penurunan dopamin di striatum sehingga
terjadi peningkatan efek inhibisi ke globus palidus secara direk maupun indirek. Peningkatan
efek inhibisi di jalur talamokortikal tersebut menyebabkan penekanan pada gerakan sehingga
gerakan menjadi lamban, sulit, gerakan asosiatif berkurang, gerakan spontan berkurang.

10

Gambar. Jaras ganglia basalis talamokortikal pada penyakit Parkinson


2.5. Manifestasi Klinis

11

1. Rigiditas
Mungkin hanya terbatas pada satu kelompok otot dan terutama unilateral atau
dapat

menyebar

dan

bilateral.

Parkinsonisme

menurunkan

kekuatan

dan

menurunkankecepatan otot, dan merupakan faktor utama dalam terjadinya deformitas akibat
sindrom ini. Gejala pasif yang melibatkan ekstrimitas atau trunkus mengalami resistensi
traffylike yang relatif stabil melalui kisaran gerakan. Parkinsonisme telah dibandingkan
dengan pipa saluran yang ditekuk sehingga kadang disebut rigiditas pipa saluran. Catches
sering timbul selama gerakan pasif, menyebabkan karakter roda pedati atau rachetlikepada
rigiditas yang disebut rigiditas roda pedati. Otot fleksor maupun ekstensor berkontraksi
kuat(tonus meningkat), mengindikasikan adanya gangguan kontrol pada kelompok otot yang
bersebrangan.
Jika rigiditas melibatkan trunkus, rigiditas itu bertanggungjawab terhadap gaya
berjalan dan masalah posisi tubuh akibat Parkinson. Pasien membungkuk ketika mereka
berdiri sehingga dagu maju jauh ke depan daripada ibu jarinya. Mereka berjalan sambil
menyeret kakinya terburu-buru, langkah yang semakin cepat bila tersandung ke depan dan
mencoba untuk cepat mengembalikan kaki mereka pada keadaan semula (festinating gait)7,8,9

2. Tremor
Akibat parkinsonisme timbul pada saat istirahat dan disebut tremor istirahat.
Ketika otot menegang untuk melakukan tindakan yang bertujuan, biasanya tremor akan
berhenti. (sekitar sepertiga pasien mengalami tremor yang hebat bersamaan dengan tremor
istirahat, namun seperti yang telah disebutkan, tremor hebat biasanya berkaitan dengan
disfungsi serebelum). Tremor yang melibatkan tangan dijelaskan sebagai pill rolling dan
mengakibatkan gerakan ritmis ibu jari pertama dan kedua. Tremor adalah akibat dari
kontraksi bergantian yang regular (4 hingga 6 siklus per detik) pada otot yang berlawanan.
Tremor sepertinya akan memburuk jika pasien lelah, di bawah tekanan emosi, atau terfokus
pada tremor. Dasar tremor tidak jelas. Degenerasi ganglia basalis menyebabkan hilangnya
pengaruh inhibitor dan menigkatkan timbal balik berbagai sirkuit yang berakibat dalam
osilasi. Tidak semua pasien memiliki tremor yang jelas. Bila pasien secara tidak sengaja
mengalami kejadian serebrovaskular (CVA, stroke) dan timbul hemiplegia, tremor akan
hilang pada bagian yang paralisis.
12

Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda
akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan
sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit
mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga
penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi.
Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang,
sehingga sering keluar air liur.7
3. Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif misalnya sulit
untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila
berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya
ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti
topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah sering
keluar dari mulut.7,8,9
4.Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini
merupakan gejala dini, berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat
(marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan,
punggung melengkung bila berjalan.7
5.Sering pula terjadi bicara monoton karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita
suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan
volume suara halus ( suara bisikan ) yang lambat. 7
6.Demensia, adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan defisit
kognitif. Gangguan Behavioral, lambat-laun menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain
), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan
lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu
yang cukup, dan gejala lain yaitu kedua mata berkedip-kedip pada pengetukan diatas pangkal
hidungnya (tanda Myerson positif) 7,8,9

Ada pula gejala non motorik yaitu :


1.Disfungsi otonom
13

a.Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia, dan
adanya hipotensi ortostatik.
b.Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
c.Pengeluaran urin yang banyak
d.Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual,
perilaku, orgasme.
2. Gangguan afek penderita sering mengalami depresi
3.Ganguan kognitif, lamban menanggapi rangsangan
4.Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
5. Gangguan sensasi,
a. kepekaan kontras visual lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna
b.penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension orthostatic,
suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai
jawaban atas perubahan posisi badan
c.berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra penciuman ( microsmia atau anosmia).
Gambaran tambahan parkinsonisme adalah
1.Gangguan okulomotorius : Pandangan yang kabur bila melihat suatu titik akibat
ketidakmampuan untuk mempertahankan kontraksi otot okular. Gejala ini seringkali tidak
dapat dibedakan dari gejala awal gangguan gerak neurodegeneratif yang jarang terjadi dan
secara terpisah disebut palsi supranuklear progressive (PSP).
2.Krisis okuligirik : spasme otot mata untuk berkonjugasi dengan mata yang terfiksasi
biasanya pada pandangan ke atas, selama beberapa menit hingga beberapa jam; berkaitan
dengan parkinsonisme yang berasal dari eksogen, seperti penggunaan obat atau
pascaensefalitis.
3.Kelelahan dan nyeri otot yang akibat rigiditas.
4.Hipotensipostural akibat efek samping pengobatan
5.Gangguan fungsi pernapasan yang berkaitan dengan hipoventilasi, aspirasi makanan atau
saliva, dan berkurangnya bersihan jalan napas.

TABEL 2 TEMUAN NEUROLOGIS UTAMA PADA PD


Temuan Neurologis
Keterangan
Tremor istirahat*
Gerakan memilin pada jari tangan yang khas;
tremor berkurang dengan gerakan voluntar selama
Bradikinesia*

tidur.
Perlahan-lahan

dalam

memulai

dan

mempertahankan gerakan
14

Rigiditas roda pedati*

Gerakan dihalangi dengan menangkap ; resistensi

relatif konstan sepanjang rentang gerakan.


Kelainan posisi tubuh Membungkuk, berjalan dengan kaki diseret, cara
dan cara berjalan*

berjalan

Mikrografia

bersamaan (en bolic).


Tulisan tangan yang
perlahan;

Wajah seperti topeng

yang

capat,

tremor

berbalik

dapat

badan

secara

dan

secara

terlihat

ketika

kecil-kecil
jelas

menggambar lingkaran yang konsentrik.


Mata yang melotot, tidak berkedip, ekspresi dingin,
berkedip 2 atau 3 kali/menit (kedip normal 12-20

Suara

kali/ menit)
datar Bicara tanpa ekspresi

(monoton)
Refleks
Hiperaktif Sensitivitas yang berlebihan terhadap ketukan jari
glabelar

di atas glabela (antara alis mata) menyebabkan


pasien berkedip setiap kali ketukan.

15

16

Hingga saat ini, terdapat beberapa skala penilaian untuk menilai dan mengevaluasi
adanya disfungsi motorik pada pasien penyakit Parkinson. Namun sebagian besar dari skala
penilaian tersebut, tidak memiliki hasil yang valid dan tidak sepenuhnya dapat dipercaya.
Skala menurut Hoehn dan Yahr merupakan skala penilaian yang paling sering
digunakan untuk menggambarkan progresifitas penyakit.

Tabel Skala Hoehn dan Yahr10


Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit
dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu:
1. Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat
gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor
pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman).
2. Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan
terganggu.
3. Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat
berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang.
4. Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat
berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.
5. Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri
dan berjalan walaupun dibantu.11,12

2,6 Diagnosis13
Penegakkan diagnosis penyakit Parkinson dapat berdasarkan kriteria:
1. Secara klinis
17

Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas,

bradikinesia, atau
3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan

postural.
2. Berdasarkan UK Parkinsons Disease Society Brain Bank (UKPDSBB)
Clinical Diagnostic Criteria dan NINDS criteria13

2.7Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis, karena tidak
memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit Parkinson. Pengukuran
kadar NT dopamine atau metabolitnya dalam air kencing, darah maupun cairan otak akan
menurun pada penyakit Parkinson dibandingkan kontrol. Lebih lanjut, dalam keadaan
tidak ada penanda biologis yang spesifik penyakit, maka diagnosis definitive terhadap
penyakit Parkinson hanya ditegakkan dengan otopsi. Dua penelitian patologis terpisah
berkesimpulan bahwa hanya 76% dari penderita memenuhi kriteria patologis aktual,
sedangkan yang 24% mempunyai penyebab lain untuk parkinsonisme tersebut.(14)
2. EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)
3. CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks
vakuo)
18

4. Neuroimaging:
a. Magnetik Resonance Imaging (MRI)
Baru-baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI, didapati bahwa hanya pasien
yang dianggap mempunyai atropi multi sistem memperlihatkan signal di striatum.14,15
b. Positron Emission Tomography (PET)
Ini merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah memberi
kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem dopamine nigrostriatal dan
peranannya dalam patofisiologi penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik pada
pengambilan fluorodopa, khususnya di putamen, dapat diperlihatkan hampir pada
semua penderita penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini. Pada saat awitan gejala,
penderita

penyakit

Parkinson

telah

memperlihatkan

penurunan

30%

pada

pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET tidak dapat membedakan


antara penyakit Parkinson dengan parkinsonisme atipikal. PET juga merupakan suatu
alat untuk secara obyektif memonitor progresi penyakit, maupun secara obyektif
memperlihatkan fungsi implantasi jaringan mesensefalon fetus.14,15

Gambar 4. PET pada penderita Parkinson pre dan prost transplantasi


c. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
Sekarang telah tersedia ligand untuk imaging sistem pre dan post sinapsis oleh
SPECT, suatu kontribusi berharga untuk diagnosis antara sindroma Parkinson plus
dan penyakit Parkinson, yang merupakan penyakit presinapsis murni. Penempelan ke
striatum oleh derivat kokain [123]beta-CIT, yang juga dikenal sebagai RTI-55,
berkurang secara signifikan disebelah kontralateral sisi yang secara klinis terkena
maupun tidak terkena pada penderita hemiparkinson. Penempelan juga berkurang
19

secara signifikan dibandingkan dengan nilai yang diharapkan sesuai umur yang
berkisar antara 36% pada tahap I Hoehn dan Yahr sampai 71% pada tahap V. Marek
dan yang lainnya telah melaporkan rata-rata penurunan tahunan sebesar 11% pada
pengambilan [123]beta-CIT striatum pada 34 penderita penyakit Parkinson dini yang
dipantau selama 2 tahun. Sekarang telah memungkinkan untuk memvisualisasi dan
menghitung degenerasi sel saraf nigrostriatal pada penyakit Parkinson.
Dengan

demikian,

imaging

transporter

dopamin

pre-sinapsis

yang

menggunakan ligand ini atau ligand baru lainnya mungkin terbukti berguna dalam
mendeteksi orang yang beresiko secara dini. Sebenarnya, potensi SPECT sebagai
suatu metoda skrining untuk penyakit Parkinson dini atau bahkan presimptomatik
tampaknya telah menjadi kenyataan dalam praktek. Potensi teknik tersebut sebagai
metoda yang obyektif untuk memonitor efikasi terapi farmakologis baru, sekarang
sedang diselidiki.14

2.8 Diagnosis Banding15


1. Progresif Supranuclear palsy
2. Multiple System Atrophy
3. Corticobasal degeneration.
4. Esential Tremor
5. Lewy Body Dementia
6. Vascular parkinsonism
7. Normal pressure Hidrocephalus
8. Drug induced parkinsonism
2.9 Penatalaksanaan
Saat ini, terapi obat terhadap penyakit Parkinson merupakan simptomatis. Mengingat obatobat ini mempunyai efek samping jangka pendek dan jangka panjang yang dapat
mengganggu, dianjurkan untuk tidak memulai terapi bila penyakit Parkinson yang diderita
belum mengakibatkan gangguan. Banyak teori yang mengemukakan baik-buruknya obat-obat
tertentu dalam menangani penyakit Parkinson, namun kebanyakan teori ini didasarkan atas
eksperimen dan penelitian di lapangan yang masih terbatas.16
a. Medikamentosa
1) Obat dopaminergik17
Prekursor dopamine
20

Levodopa atau L-dopa merupakan prekursor dopamine. Pada terapi Parkinson, tidak dapat
secara langsung diberikan dopamin eksogen sebab dopamin dalam darah tidak dapat
menembus blood brain barier. Hal ini berbeda dengan levodopa, dimana levodopa yang
diserap dalam saluran cerna melalui transport aktif menuju darah, dan mampu menembus
blood brain barier. Kemudian levodopa dikonversi menjadi dopamine di otak dengan
bantuan enzim dopa dekarboksilase.17 Lebih dari 90% levodopa dimetabolisme menjadi
dopamine oleh dekarboksilase dopa perifer (diluar SSP) dan kadar yang sampai ke otak
kurang dari 2%, sehingga levodopa perlu diberikan dalam dosis tinggi. Akan tetapi, kadar
dopamine yang tinggi di perifer dapat menyebabkan efek samping otonomik yang hebat. Efek
samping otonomik yang hebat ini dapat dikurangi dengan pemberian bersama-sama dengan
inhibitor enzim dopa dekarboksilase perifer, yaitu karbidopa.
Berdasarkan gambaran gejala klinis, pasien dengan PD dikelompokkan ke dalam 3 kategori
dasar yaitu kategori ringan, sedang dan berat. Pada tingkat ringan (3-5 tahun pertama setelah
diagnosis), respon terhadap levodopa masih baik dan efek yang menguntungkan ini menetap
walaupun dosis yang diberikan tidak bersifat individual. Pada tingkat sedang biasanya setelah
5-10 tahun di diagnosa, biasanya 50-70% pasien memperlihatkan komplikasi motorik yang
diinduksi oleh obat (drug induce) berupa periode on dan off. Waktu periode on pasien
tampak berrespon terhadap obat tapi waktu periode off gejala parkinson kembali
kambuh.13Pada kategori ketiga (berat) pasien PD yang lanjut sudah terjadi kerusakan motorik
yang progresif meskipun telah mendapat terapi levodopa, dan tidak berespon secara baik
terhadap pengobatan yang menyebabkan timbulnya komplikasi motorik seperti fluktuasi dan
diskinesia dan mungkin sulit diobati, bahkan tidak mungkin dapat dikontrol dengan terapi
obat.Untuk mencegah timbulnya efek samping dari penggunaan levodopa tersebut,saat ini
strategi penundaan pemberian levodopa lebih diterapkan. 17 Levodopa diberikan ketika gejala
parkinson pada pasien sudah mulai menyebabkan gangguan fungsional dalam kehidupan

sehari-hari.17
Dopa dekarboksilase inhibitor
Karbidopa dan benserazid merupakan dopadekarboksilase inhibitor pada jaringan perifer,
tetapi tidak masuk susunan saraf pusat. Karena tidak dapat melewati blood brain barier,
sebagai hasilnya karbidopa menurunkan kadar dopamine di perifer, tetapi tidak di susunan

saraf pusat.
Dopamin agonis
Oleh karena perlunya penundaan pemberian levodopa pada tahap awal penyakit Parkinson,
para ahli parkinsonologist merekomendasikan pemberian obat-obat dopamine agonis sebagai
terapi awal atau inisial dari golongan obat dopaminergik. Obat-obat dopamine agonis bekerja
21

dengan mengaktivasi reseptor dopamine secara langsung, dimana berdasarkan studi


penemuan klinis dan eksperimental menemukan bahwa aktivasi reseptor dopamin yang
penting adalah reseptor dopamin D2 dalam memediasi efek antiparkinsonian dari dopamine
agonis. Akan tetapi, beberapa penelitian saat ini juga menyatakan bahwa stimulasi reseptor
D1 dan D2 dibutuhkan terhadap peningkatan optimal efek terhadap fungsi fisiologis dan
perilaku.
Dopamine agonis terdiri atas derivat ergot (bromocriptine, cabergoline, lisuride and
pergolide) dan derivat non-ergot (pramipexole and ropinirole). Derivat non-ergot memiliki
resiko komplikasi yang lebih rendah dibandingkan derivat ergot. Komplikasi yang terjadi
dapat berupa ulkus peptikum, efek vasokonstriktif, fibrosis retroperitoneal, penyakit katup
jantung, dan reaksi serosal berupa efusi pleura, perikardial, dan peritoneal. Oleh karena obatobat derivat ergot berpotensi cukup kuat terhadap kejadian penyakit jantung katup,
penggunaan obat golongan ini sudah sangat terbatas.
Pramiprexole merupakan obat yang aman dan efektif apabila digunakan sebagai
monoterapi pada tahap awal Parkinson. Pramiprexole juga digunakan sebagai neuroprotektif
dan dapat meningkatkan aktivitas neurotropik pada dopaminergik mesensefali. Penggunaan
ropirinole juga merupakan obat yang aman dan efektif pada tahap awal penyakit Parkinson,

hanya saja ropirinole berisko lebih tinggi terhadap kejadian hipotensi dan somnolen.17
MAO-B Inhibitor
Selegilline dan rasagiline merupakan obat golongan MAO-Inhibitor. MAO-B Inhibitor
memblok metabolisme dopamine sehingga kadarnya tetap meningkat di striatum.
COMT Inhibitor
Entacapon dan tolcapon merupakan obat golongan COMT-Inhibitor. Obat golongan COMT
Inhibitor menghambat degradasi dopamine menjadi 3-O-methyldopa oleh enzim COMT,
terutama di perifer da meningkatkan jumlah levodopa yang melewati sawar darah otak.
12

Tolcapon kini sudah tidak digunakan di negara Eropa setelah 3 pasien meninggal akibat

toksisitas hepar terhadap obat tersebut. Entacapom mengurangi waktu off dari dosis
levodopa, dan mengurangi-sedang-gangguan motorik dan disabilitas.
2) Obat Non-dopaminergik
Antikolinergik
Triheksifenidil dan benztropine merupakan obat antikolinergik. Obat ini menghambat sistem
kolinergik di ganglia basal dengan menghambat aksi neurotransmitter asetilkolin, sehingga
mampu membantu dalam menjaga keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga
dapat mengurangi gejala tremor.

22

Efek samping obat antikolinergik perifer mencakup pandangan menjadi kabur, mulut kering,
retensi urin. Piridostigmin, sampai 60 mg, 3x sehari, dapat membantu mengatasi mulut kering
dan kesulitan miksi. Efek samping sentral terutama adalah pelupa dan menurunnya memori
jangka pendek. Kadang-kadang dapat dijumpai halusinasi dan psikosis, terutama apda
kelompok usia lanjut, sehingga dapat digunakan obat antikolinergik yang lebih lemah, seperti
difenhidramin (Benadryl), orfenadrin (Norflex), amitriptilin.16

Amantadin
Bekerja dengan membebaskan dopamin dari vesikel prasinaptik.

Pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam menangani penyakit Parkinson stadium dini
adalah:
1) Tingkat disabilitas pasien
Bila pasien mengalami hambatan yang signifikan dalam aktivitas kesehariannya, atau
kemampuan kerjanya terganggu, maka levodopa diindikasikan.
2) Prevensi fluktuasi
Penggunaan agonis dopamin sebagai obat inisiasi atau pemula dapat mengurangi resiko
timbulnya diskinesia, wearing off dan on-fluctuations.
3) Usia pasien
Pasien penyakit Parkinson usia muda (<65 tahun) umumnya lebih mampu mentoleransi
medikasi dan resiko terjadinya efek samping lebih rendah. [asoen berusia lanjut mengalami
kesulitan dengan efek samping kognitif fan psikiatrik. Pada kelompok usia lanjyt, obat
23

antikolinergik dan amantadin digunakan secara hati-hati. Agonis dopamin mungkin juga
disertai efek samping yang lebih banyak pada usia lanut.
4) Profil efek-samping obat
Bila pasien takut akan kemungkinan ia mengantuk dan dapat membahayakan bila ia
mengendarai, atau ia tidak dapat mentolerir gangguan kognisi, maka agonis dopamin
bukanlah pilihan yang baik.
Terapi simptomatik didasarkan atas kebutuhan pasien dan harus direevaluasi secara berkala,
sesuai dengan progresivitas penyakit.
Berikut merupakan algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson:18

b.Non medikamentosa19
- Deep Brain Stimulation (DBS)
Pada tahun 1987, diperkenalkan pengobatan dengan cara memasukkan elektroda
yang memancarkan impuls listrik frekuensi tinggi terus-menerus ke dalam otak. Terapi ini
disebutdeep brain stimulation (DBS). DBS adalah tindakan minimal invasif yang
dioperasikan melalui panduan komputer dengan tingkat kerusakan minimal untuk
mencangkokkan alat medis yang disebut neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi
elektrik pada wilayah target di dalam otak yang terlibat dalam pengendalian gerakan.
Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah pada thalamus. Stimulasi ini
digerakkan oleh alat medis implant yang menekan tremor. Terapi ini memberikan
kemungkinan penekanan pada semua gejala dan efek samping, dokter menargetkan
wilayah subthalamic nucleus (STN) dan globus pallidus (GP) sebagai wilayah stimulasi
elektris. Pilihan wilayah target tergantung pada penilaian klinis.

24

Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus benar-benar


diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita mengalami kesulitan untuk
menelan sehingga bisa terjadi kekurangan gizi (malnutrisi) pada penderita. Makanan berserat
akan membantu mengurangi ganguan pencernaan yang disebabkan kurangnya aktivitas,
cairan dan beberapa obat.
-

Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari terapi fisik.

Pasien akan termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di rumah, dengan diberikan
petunjuk atau latihan contoh diklinik terapi fisik. Program terapi fisik pada penyakit
Parkinson merupakan program jangka panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan
perkembangan atau perburukan penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas, tremor dan
hambatan lainnya.
Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat bermanfaat
dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas, keseimbangan, dan range of
motion. Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti membawa tas, memakai dasi, mengunyah
keras, dan memindahkan makanan di dalam mulut.
Terapi Suara
Perawatan yanG paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan oleh
penyakit Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment ( LSVT ). LSVT fokus
untuk meningkatkan volume suara. Suatu studi menemukan bahwa alat elektronik yang
menyediakan umpan balik indera pendengar atau frequency auditory feedback (FAF) untuk
meningkatkan kejernihan suara.
Terapi gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap terapi gen yang
melibatkan penggunaan virus yang tidak berbahaya yang dikirim ke bagian otak yang disebut
subthalamic nucleus (STN). Gen yang digunakan memerintahkan untuk mempoduksi sebuah
enzim yang disebut glutamic acid decarboxylase (GAD) yang mempercepat produksi
neurotransmitter (GABA). GABA bertindak sebagai penghambat langsung sel yang terlalu
aktif di STN.
Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah GDNF. Infus GDNF (glial-derived
neurotrophic factor) pada ganglia basal dengan menggunakan implant kathether melalui
operasi. Dengan berbagai reaksi biokimia, GDNF akan merangsang pembentukan L-dopa.
- Pencangkokan saraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau sel stem yang
berubah menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai dilakukan. Percobaan pertama yang

25

dilakukan

adalah

randomized

double-blind

sham-placebo

dengan

pencangkokan

dopaminergik yang gagal menunjukkan peningkatan mutu hidup untuk pasien di bawah umur
2.10 Prognosis 12
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan
perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka
penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi
mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan
fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada
setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan
gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan
terkadang dapat sangat parah.
PD sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan
dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien PD pada umumnya lebih rendah
dibandingkan yang tidak menderita PD. Pada tahap akhir, PD dapat menyebabkan komplikasi
seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian. Progresifitas
gejala pada PD dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang
dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini
pada masing-masing individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakan pasien PD dapat
hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis

BAB III
KESIMPULAN
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis
progresif, merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat
penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/
neostriatum(striatal dopamine deficiency). Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita
parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada
sekitar 200.000-400.000 penderita
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan
secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan
26

penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul . Obat-obatan
yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu
belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan terus
dialami sepanjang hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat
menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.
Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya
gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Longo DL dkk. Harrisons principles of internal medicine. Edisi 18. New York:
McGraw- Hill company; 2012. Hal 3317- 3327
2. American Parkinson Disease Assosiation. Handbook of Parkinson Disease. USA:
American Parkinson Disease Assosiation Inc; 2010. p. 1- 2
3. Parkinson Management. Available at: file:///C:/Users/user/Downloads/C123_17811794.pdf Access on August 15th 2015
4. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Edisi 4. Jakarta: EGC;
2010. Hal 301- 303
5. 12.Jankovic. J, Tolosa. E. Parkinsons Disease And Movements Disorders 4th.
Philadelpia : Lippincott &Wilkins;2002. P 91-99, 39-53
6. Parkinson. Available
at:
http://emedicine.medscape.com/article/1831191overview#a2 Access on August 15th 2015
27

7. Reichmann H. Clinical criteria for Diagnosis Parkinson Disease. German:


Neurodegenerative Dis; 2010;7:284290 DOI: 10.1159/000314478
8. Zigmond
MJ.
Pathofisiology
of
parkinson.
Available

at:

https://www.google.co.id/search?
q=pathophysiology+of+parkinson+disease+pdf&oq=pathophysiology+of+par&aqs=c
hrome.1.69i57j0l5.12085j0j7&sourceid=chrome&es_sm=93&ie=UTF-8 Access on
August 15th 2015
9. Parkinson disease symptom. Available at: http://www.webmd.com/parkinsonsdisease/tc/parkinsons-disease-symptoms Access on August 15th 2015
10. Massachusetts General Hospital. Hoehn and Yahr staging for parkinson disease.
Available at: http://neurosurgery.mgh.harvard.edu/functional/pdstages.htm Access on
August 15th 2015
11. Agoes, Azwar, dkk. 2010. Penyakit di Usia Tua. Penyakit Parkinson. Jakarta. EGC.
Hal 147-152.
12. .Ganong, William F., and Mcphee, Stephen J. 2011. Patofisiologi Penyakit Edisi 5.
Penyakit Parkinson. Jakarta. EGC. Hal 188-189.
13. Jankovic J. Parkinsons disease: clinical features and diagnosis. USA: J Neurol
Neurosurg Psychiatry; 2008; 79:368-376.
14. Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. 2006. Gangguan Neurologis dengan
Simtomatologi Generalisata. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol
2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 1139-1144.
15. Lingor N. Diagnosis and differential diagnosis of Parkinson. Available at:
http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/20327.pdf Access on August 15th 2015
16. Lumbantobing SM. Sindrom Parkinson. In: Gangguan gerak. Jakarta: Balai penerbit
FKUI; 2005; p.67-110.
17. Jankovic J, Aguilar LG. Current approaches to the treatment of Parkinsons disease.
USA: Neurophsyciatric disease and treatment; 2008; Vol.4 (4); p.743-57.
18. Muis A, Joesof AA, Agoes A, Sudomo A, Shahab A, Husni A, dkk. Konsensus
tatalaksana penyakit Parkinson. Surabaya: Perhimpunan dokter spesialis saraf
Indonesia (PERDOSSI); 2000; p.8-17.
19. .Sobha S. Rao, M.D., Laura A. Hofmann, M.D., and Amer Shakil, M.D., Parkinsons
Disease: Diagnosis and Treatment, http://www.aafp.org/afp/ 20061215/2046.html,
Access on August 15th 2015

28

29

You might also like