You are on page 1of 23

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT
April 2014

MOLA HIDATIDOSA

Disusun Oleh :
Subhiyawati Burhan
C 111 08 004
Pembimbing:
dr. Nigelia Renaldi Ahfriani
Konsulen :
dr. Trika Irianta, Sp.OG (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Nama :

Subhiyawati Burhan

NIM

C 111 08 004

telah menyelesaikan tugas referat di bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas


KedokteranUniversitas Hasanuddin.
Makassar, 11 April 2014
Konsulen,

dr. Trika Irianta Sp.OG (K)

Pembimbing,

dr. Nigelia Renaldi Ahfriani

SURAT KETERANGAN PEMBACAAN REFERAT

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Nama

Subhiyawati Burhan

NIM

C 111 08 004

benar telah membacakan referat dengan judul Mola Hidatidosa pada


Hari/Tanggal
Tempat

:
:

Jumat, 11 April 2014

Gedung Pinang Lantai 2 RSWS

Minggu dibacakan

Nilai

IX

Dengan ini dibuat untuk digunakan sebaik-baiknya dan digunakan


sebagaimana mestinya.
Makassar, 11 April 2014
Konsulen,

dr.Trika Irianta, Sp.OG (K)

Pembimbing,

dr.Nigelia Renaldi Ahfriani

DAFTAR HADIR PEMBACAAN REFERAT

Nama

Subhiyawati Burhan

NIM

C 111 08 004

Hari/Tanggal :

Jumat, 11 April 2014

Judul Referat :

Mola Hidatidosa

Tempat:
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37

Nama

Gedung Pinang lantai 2 RSWS


Minggu

Tanda Tangan

38
39
40
Konsulen,

dr.Trika Irianta, Sp.OG (K)

Pembimbing,

dr. Nigelia Renaldi Ahfriani

MOLA HIDATIDOSA
I.

PENDAHULUAN
Mola hidatidosa merupakan bagian dari penyakit trofoblastik gestasional

yang paling sering terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya proliferasi
abnormal dari jaringan trofoblas yang berkembang menjadi ganas. Trofoblas
merupakan jaringan yang pertama kali mengalami diferensiasi pada masa
embrional dini kemudian berkembang menjadi jaringan ekstraembrionik dan
membentuk plasenta. Penyakit trofoblas gestasional meliputi spektrum yang luas.
Bentuk jinak dari penyakit ini adalah mola hidatidosa sedangkan yang bersifat
ganas meliputi mola invasif, koriokarsinoma, dan placental site throphoblastic
tumor. (1)
Mola hidatidosa dapat didefinisikan sebagai kehamilan yang berkembang
tidak wajar, dimana seluruh vili korialis mengalami perubahan hidropik. Mola
hidatidosa terbagi atas dua yaitu mola hidatidosa komplit dan parsial. Perbedaan
keduanya berdasarkan morfologi, gambaran klinikopatologi dan sitogenik. (2)
Mola hidatidosa tergolong penyakit jinak namun dapat berkembang
menjadi keganasan. Secara makroskopik, mola hidatidosa berupa gelembunggelembung putih, berisi cairan jernih dengan ukuran bervariasi. Gambaran klinik
dari mola hidatidosa adalah perdarahan di trimester awal kehamilan, hiperemesis
gravidarum atau preeklampsia sebelum 24 minggu usia kehamilan. Tidak adanya
denyut jantung janin dan ukuran rahim yang lebih besar dari usia gestasi
merupakan pemeriksaan fisik yang menunjang dalam mendiagnosis mola
hidatidosa komplit. Sedangkan mola hidatidosa parsial lebih mirip dengan abortus
spontan. Ultrasonografi dan pemeriksaan -hCG serial dibutuhkan untuk
mendiagnosis pasti mola hidatidosa. (1) (2)
Pada umumnya, setelah menegakkan diagnosis, dilakukan evakuasi mola
hidatidosa dengan kuret hisap yang dilanjutkan dengan kuret tumpul kavum uteri.
Sebagian besar prognosis dari mola hidatidosa baik setelah dievakuasi, namun
tetap dilakukan pemantauan ketat pasca evakuasi mola hidatidosa. Hal ini penting
untuk mengidentifikasi pasien berisiko keganasan seperti mola invasif
(korioadenoma), koriokarsinoma, dan placenta site throphoblastic tumor. (3)

II.

EPIDEMIOLOGI
Secara umum, 80% dari penyakit trofoblas gestasional merupakan mola

hidatidosa, 15% adalah korioadenoma dan 5% merupakan koriokarsinoma. Mola


hidatidosa terjadi 1 dari 1000 sampai 2000 kehamilan di Amerika Serikat dan
dilaporkan kira-kira 3000 pasien pertahun dan transformasi maligna terjadi pada
6-19% kasus. 1 dari 15.000 kasus abortus dihubungkan dengan mola hidatidosa
komplit. (3)
Angka kejadian mola hidatidosa bervariasi, di Meksiko 1 dari 125 wanita
hamil mengalami mola hidatidosa sedangkan di Taiwan 1 dari 1500 wanita hamil.
Insiden mola hidatidosa komplit di Asia yang tertinggi adalah di Indonesia yaitu 1
dari 77 kehamilan dan 1 dari 57 persalinan. (1) (2)
Beberapa faktor yang dihubungkan dengan kejadian mola hidatidosa yakni
usia reproduksi yang ekstrim yaitu wanita dengan usia kurang dari 20 tahun dan
lebih dari 40 tahun, riwayat mola hidatidosa sebelumnya serta status ekonomi
yang rendah. Wanita dengan usia reproduksi kurang dari 20 tahun memiliki risiko
1,5-2 kali lipat mengalami mola hidatidosa, wanita usia lebih dari 40 tahun
memiliki risiko 5 kali lipat. Dilaporkan bahwa wanita dengan riwayat mola
hidatidosa sebelumnya memiliki risiko 10 kali lebih tinggi untuk mengalami
kehamilan mola kedua dan 1000 kali lebih tinggi untuk menderita koriokarsinoma
dibandingkan wanita dengan riwayat hamil normal. Wanita dengan keadaan sosial
ekonomi rendah memiliki risiko 10 kali untuk terkena kehamilan mola hidatidosa.
Hal ini dikaitkan dengan kemungkinan bahwa nutrisi berpengaruh pada etiologi
penyakit ini. (3)
III.

ANATOMI DAN FISIOLOGI


Perkembangan plasenta berasal dari trofoblas blastokis dan merupakan

organ gestasional pertama yang berkembang. Jaringan trofoblas normal mulai


berkembang dalam minggu pertama setelah fertilisasi. Blastokis terdiri dari sel
yang berlokasi di tengah (the inner cell mass) dan lapisan disekitarnya (the outer
cell mass). The inner cell mass berkembang menjadi jaringan embrio, sedangkan
the outer cell mass membentuk trofoblas yang kemudian berkembang menjadi
plasenta. Trofoblas yang mempunyai kemampuan untuk menghancurkan
endometrium dalam masa sekresi dengan sel-sel desidua. Sel-sel desidua ini
2

besar-besar dan mengandung lebih banyak glikogen serta mudah dihancurkan oleh
trofoblas. (4)
Dalam perkembangan diferensiasi trofoblas, sitotrofoblas yang belum
berdiferensiasi dapat berkembang dan berdiferensiasi menjadi 3 jenis, yaitu
sinsisiotrofoblas yang aktif menghasilkan hormon, trofoblas jangkar ekstravili
yang akan menempel pada endometrium dan trofoblas invasif. Invasif trofoblas
diatur oleh pengaturan kadar hCG. Sinsiotrofoblas menghasilkan hCG yang akan
mengubah sitotrofoblas menyekresikan hormon invasif. Trofoblas yang semakin
dekat dengan endometrium menghasilkan kadar hCG yang semakin rendah dan
membuat trofoblas berdiferensiasi dalam sel-sel jangkar yang menghasilkan
protein perekat plasenta (trophouteronectin). Trofoblas invasif yang lain akan
lepas dan bermigrasi ke endometrium dan miometrium untuk melakukan invasi ke
dalam endometrium dan miometrium akan menghasilkan protease dan inhibitor
protease yang diduga memfasilitasi proses invasi ke dalam jaringan maternal. (4)
Kelainan dalam optimalisasi aktivasi trofoblas akan berlanjut dengan
berbagai penyakit dalam kehamilan. Misalnya, invasi trofoblas yang tidak
terkontrol akan menimbulkan penyakit trofoblas gestasional, seperti mola
hidatidosa. (4)
IV.

ETIOLOGI DAN PATOMEKANISME


Hingga kini belum diketahui penyebab pasti dari mola hidatidosa.

Berbagai teori telah diajukan, antara lain : (2)


1. Teori missed abortion
Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion). Karena itu
terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan
dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembunggelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan
kekurangan gizi berupa asam folat dan histidine pada kehamilan hari ke 13
dan 21. Hal ini kemudian menyebabkan gangguan angiogenesis.
2. Teori Neoplasma dari Park
Menyatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang
mempunyai fungsi abnormal juga, dimana terjadi proses resorpsi cairan
yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini
menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.

3. Teori dari Acosta Sison


Menyatakan bahwa defisiensi protein dapat menyebabkan mola hidatidosa
karena lebih banyak ditemukan pada wanita golongan sosial ekonomi
rendah.
4. Teori Consanguity
Dalam teori ini dianggap bahwa kelainan tersebut karena pembuahan
sebuah sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah
sel sperma yang mengandung 23 X (haploid) kromosom, kemudian
membelah menjadi 46 XX, sehingga mola hidatidosa bersifat homozigot,
wanita dan androgenesis. Kadang-kadang terjadi pembuahan oleh dua
sperma, sehingga terjadi 46 XX atau 46 XY.

Gambar 1. Formasi Genetik pada Mola Hodatidosa


(dikutip dari kepustakaan (5))
Pada penyakit trofoblas, terjadi gangguan pada penyatuan sperma dan
ovum sehingga menyebabkan pembentukan trofoblas yang abnormal dan
kematian pada embrio. (5)
Tabel 1. Perbedaan mola hidatidosa Komplit dan Parsial (dikutip dari kepustakaan (6))

Gambaran

Mola

Hidatidosa Mola

Kariotipe

Parsial
Komplit
Triploid (69 XXX atau Diploid (46 XX atau 46
69 XXY)
Patologi

Hidatidosa

XY)

Embrio fetus
Amnion, RBC fetus
Edema vili
Trofoblastik hyperplasia
Inklusi stroma trofoblas
Ukuran uterus

Ada
Ada
Fokal, variabel
Fokal
Ada
Gambaran Klinis
Lebih kecil dari usia

kehamilan
Kista teka-lutein
Jarang
Peningkatan -hCG
0,5%
Komplikasi
Jarang
Penyakit
gestasional 0,5%

Tidak ada
Tidak ada
Difus (menyeluruh)
Difus (menyeluruh)
Tidak ada
50% lebih besar dari
usia kehamilan
25-30%
20%
Sering
20%

ganas
Mola Hidatidosa Komplit
Pada mola hidatidosa komplit, hanya mengandung DNA paternal sehingga
bersifat androgenik tanpa adanya jaringan janin. Hal ini terjadi karena satu sel
sperma membawa kromosom 23 X- melakukan fertilisasi terhadap sel telur
yang tidak membawa gen maternal (tidak aktif), kemudian mengalami
duplikasi membentu 46 XX homozigot. Kromosom ini paling sering terbentuk.
Namun, fertilisasi juga dapat terjadi pada dua spermatozoa yang akan
membentuk 46 XY atau 46XX heterozigot yang merupakan penggabungan dari
dua sel sperma yang berbeda. (2) (6)

Gambar 2. Gambaran Mola hidatidosa komplit.


(dikutip dari kepustakaan (6))

Mola Hidatidosa Parsial


Mola hidatidosa parsial merupakan triploid yang mengandung dua set
kromosom paternal dan satu set kromosom maternal sehingga berjumlah 69
kromosom. Mekanisme umum terjadi yaitu, satu sel telur dibuahi oleh 2
sperma, sehingga menghasilkan 3 set kromosom. (2) (3)
V.

DIAGNOSIS
1. Manifestasi Klinik
Biasanya penderita mengalami keterlambatan haid dalam 1-2 bulan.
Terdapat keluhan mual dan muntah yang lebih nyata. Perdarahan
pervaginam dapat bervariasi, mulai spotting hingga perdarahan berat
yang dapat menyebabkan syok. Pada mola hidatidosa yang lebih lanjut,
perdarahan uterus berat disertai adanya anemia defisiensi besi. (6)
Pada sebagian besar kasus, perkembangan uterus lebih cepat dari
perkiraan usia kehamilan. Konsistensi uterus lebih lunak. Adanya kista
teka lutein sehingga sulit untuk membedakan pembesaran uterus pada
pemeriksaan bimanual. Ukuran uterus terus semakin membesar, namun
tidak terdeteksi denyut jantung janin. (6)
Mola Hidatidosa Komplit
Gejala paling dominan pada mola hidatidosa komplit adalah
perdarahan vagina. Tanda klasik dari mola hidatidosa selain perdarahan
vaginal adalah tidak adanya denyut jantung janin dan ukuran uterus yang
lebih besar dari perkiraan usia getasi sehingga menimbulkan keluhan
nyeri perut. Tanda patognomonik dari mola hidatidosa adalah pencairan
bekuan darah intrauterin berupa prune juice, seperti vaginal discharge.
Perdarahan berulang yang terjadi menyebabkan defisiensi besi. 20-30%
pasien datang dengan toksemia, 10% dengan hiperemesis gravidarum,
7% dengan hipertiroid yang diduga bahwa terjadi kemiripan antra hCG
dengan TSH pada -subunit. (3)
Mola Hidatidosa Parsial
Manifestasi klinik paling sering mola hidatidosa parsial adalah
perdarahan yang ireguler. Berbeda dengan mola hidatidosa komplit, mola

hidatidosa parsial biasanya tidak menyebabkan terjadinya pembesaran


ukuran uterus. Namun, janin dapat hidup berdampingan dengan mola
hidatidosa parsial. Pada umumnya, pasien dengan mola hidatidosa parsial
datang dengan gejala missed abortion atau abostus inkomplit dan baru
dapat didiagnosis setelah dilakukan pemeriksaan histologi dari hasil
kuret. (3) (5)
2. Pemeriksaan kadar -hCG
Untuk memperkuat diagnosis mola hidatidosa, dapat dilakukan
pemeriksaan human chorionic gonadoropin (-hCG). Pada kasus mola
hidatidosa biasanya lebih meningkat dibandingkan pada kehamilan
normal. Peningkatan kadar -hCG terutama setelah hari ke-100
kehamilan, sangat sugestif dalam penegakan diagnosis. Perlu dicurigai
adanya mola hidatidosa jika terjadi peningkatan serum -hCG lebih dari
100.000 IU/L. Serum -hCG selain digunakan dalam diagnosis, juga
sebagai pemantauan terhadap keberhasilan terapi. (2) (3)
3. Gambaran Histologi
Secara histologik, mola hidatidosa komplit memperlihatkan edema
pada vili
menyeluruh.

korionik menyeluruh serta hiperplasia trofoblas yang


Beberapa

referensi

menyatakan

adanya

gambaran

rangkaian anggur hanya akan terlihat pada trimester kedua kehamilan.


(5) (7)

Gambaran histologi menunjukkan vili korionik yang tidak terlalu


membengkak seperti mola hidatidosa komplit, biasanya hanya terjadi
perubahan fokal. (5)
Gambaran mola hidatidosa parsial :
Hiperplasia trofoblas. Diperlukan dalam diagnosis definitif tidak

menyeluruh seperti pada mola hidatidosa komplit.


Hidrofik ringan
Villi biasanya masih terisi sel darah merah tetapi terkadang juga

avaskuler villi
Jaringan embrio dapat teridentifikasi

4. Gambaran Radiologi

Pemeriksaan pencitraan ultrasonografi merupakan pilihan utama


pada mola hidatidosa. Peran sonografi termasuk : 1) diagnosis awal, 2)
penilaian respon pengobatan, 3) menentukan derajat invasi dari bentuk
ganas dari PTG, dan 4) Menentukan kekambuhan penyakit pada bentuk
maligna dari PTG. (8)
Pada kehamilan trimester I, gambaran molahidatidosa tidak spesifik
sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed
abortion, abortus inkomplit, atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester
II, gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik. kavum uteri berisi
massa eksogenik bercampur bagian-bagin anekoik vesikular berdiameter
antar 5-10 mm. Gambaran tersebut dapat menyerupai sarang lebah
(honey comb) atau badai salju (snow storm). Pada 20-50% kasus
dijumpai adanya massa kistik teka lutein. (9)
Molahidatidosa komplit mempunyai gambaran USG yang klasik
yaitu gambaran ekhoik berupa kumpulan massa solid dengan sejumlah
ruang anekoik. Tampak vesikel dengan diameter 1-30 mm dengan
ukurannya bertambah sejalan dengan usia kehamilan. Dengan adanya
vili-vili kecil yang tampak pada awal kehamilan, uterus mungkin nampak
lebih homogen. (9)
Pada mola hidatidosa parsial, plasenta membesar dan terdapat lesi
anekhoik yang difus dan multipel. Fetus biasanya tidak bisa
dipertahankan atau abnormal serta memberikan gambaran triploid berupa
malformasi kongenital yang multipel dan retardasi pertumbuhan. (9)
5. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan lain yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah
lengkap, foto thoraks untuk melihat gambaran emboli udara atau
metastase ke paru, faal pembekuan dan pemeriksaan T3 dan T4 bila
terdapat gejala tirotoksikosis. (2) (7)
Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat gelembung
molanya. Tetapi, apabila gelembung mola telah keluar, biasanya sudah
terlambat karena pengeluaran gelembung biasanya disertai dengan
perdaran hebat dan keadaan umum pasien telah menurun. (2)
VI.

DIAGNOSIS BANDING

Penyakit trofoblas gestasional harus dapat dibedakan dari kehamilan


normal atau ektopik. Ultrasonografi dan level -hCG berguna untuk
meningkatkan keakuratan diagnosis. Analisis jaringan yang diperoleh dari
dilatasi dan kuretase dapat digunakan untuk histologi dan kandungan
DNA. (2) (5) (7)
a. Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan dan sebagai batas digunakan
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram. Pada pemeriksaan USG tampak daerah anekoik di dalam kavum
uteri yang bentuknya kadang-kadang menyerupai kantong gestasi,
sehingga dapat disalahtafsirkan dengan kehamilan ganda. Daerah
anekoik tersebut berasal dari perdarahan subkorionik. Gambaran USG
pada abortus inkomplit tidak spesifik. (1) (2) (7)
b. Hidramnion
Hidramnion atau kadang-kadang disebut juga polihidramnion adalah
suatu keadaan dimana banyaknya air ketuban melebihi 2000 ml.
Diagnosis hidramnion mudah ditegakkan apabila ditemukan uterus
yang lebih besar dari usia kehamilan, bagian dan detak jantung janin
sukar ditentukan. Bila meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi. (1) (2) (7)
c. Kehamilan Ganda
Kehamilan ganda merupakan suatu kehamilan dengan dua janin atau
lebih. Untuk mempertimbangkan ketepatan diagnosis, haruslah
dipikirkan kemungkinan kehamilan kembar jika ditemukan hal-hal
berikut : (1) besarnya uterus melebihi lamanya usia kehamilan, (2)
uterus bertambah besar lebih cepat dari biasanya, (3) penambahan
berat badan ibu yang mencolok yang tidak disebabkan edema atau
obesitas, (4) banyak bagian kecil yang teraba, (5) teraba bagian
terbesar janin, (6) teraba dua balotemen. Diagnosis pasti dapat
ditentukan dengan(1) terabanya 2 kepala, 2 bokong dan satu atau dua
punggung (2) terdengar dua denyut jantung yang letaknya berjauhan
dengan perbedaan kecepatan paling sedikit 10 denyut permenit (3)

sonogram dapat membuat diagnosis kehamilan kembar pada triwulan


pertama (4) roentgen foto pada abdomen. (2) (3) (7)
VII.

PENATALAKSANAAN
Angka penyembuhan mola hidatidosa dapat mencapai 100%.
Penatalaksanaan mola hidatidosa tergantung pada kemampuan reproduksi
penderita. Pengelolaan mola hidatidosa terdiri dari: (2)
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk pengelolaan ini misalnya pemberian transfusi darah
untuk memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atau
mengurangi preeklampsia dan tirotosikosis. (2)
2. Pengeluaran jaringan molahidatidosa
Teknik evakuasi mola hidatidosa ada 2 cara yaitu (2):
a. Kuretase
Bila diagnosis telah dikonfirmasi dan pemeriksaan darah
lengkap, tes fungsi hati dan ginjal, dan rontgen dada pre evakuasi
telah diperoleh, kehamilan mola harus dihentikan. Kuretase hisap
adalah metode pilihan. Aman, cepat dan efektif dalam hampir
semua kasus. Oksitosin intravena harus dimulai setelah sebagian
jaringan telah dikeluarkan dan dapat dilanjutkan 24 jam pasca
evakuasi jika perlu. Kuretase hisap dengan kuret terbesar mungkin
harus diikuti dengan kuret tajam lembut dan jaringan dari desidua
basalis harus diperiksa secara terpisah untuk studi patologis.
Kuretase hisap dapat dengan aman dilakukan bahkan ketika rahim
dalam ukuran usia 28 minggu. Kehilangan darah biasanya terjadi
dalam jumlah sedang, tetapi kemungkinan transfusi harus tetap
dipersiapkan sebagai tindakan pencegahan. Bila mola hidatidosa
yang dievakuasi oleh kuret hisap berukuran besar (usia kehamilan
lebih dari 12 minggu), peralatan laparotomi harus siap tersedia.
Histerotomi, histerektomi atau ligasi arteri bilateral hipogastrikus
mungkin diperlukan jika perforasi atau perdarahan terjadi. (1) (5)

10

Evakuasi jaringan mola dengan metode hisap lebih aman dan


resiko terjadinya perforasi lebih rendah dibandingkan dengan kuret
biasa. (5)
b. Histerektomi
Jika tidak ada kehamilan lebih lanjut yang diinginkan,
histerektomi mungkin lebih disukai dibandingkan dengan kuret
hisap. Ini adalah prosedur logis pada wanita berusia 40 dan lebih
tua, karena setidaknya sepertiga dari wanita-wanita ini akan
berkembang menjadi penyakit trofoblas gestasional yang persisten.
(1) (5)

Setelah evakuasi jaringan mola hidatidosa, dilakukan pemeriksaan


histologi terhadap spesimennya dilanjutkan dengan injeksi oksitosin
intravena (drips) untuk membersihkan seluruh jaringan mola hidatidosa
didalam uterus. Pemberian sintrometrin (5 unit oksitosin dan 0,5 mg
ergometrin) intravena juga dilakukan untuk mengurangi terjadinya
perdarahan. (10)
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika
Profilaksis kemoterapi setelah evakuasi mola hidatidosa tidak rutin
disarankan. Hanya 20% perempuan dengan mola hidatidosa yang
berkembang menjadi penyakit trofoblas ganas. Hal ini masih
kontroversial, apakah kemoterapi profilaksis ( dengan methotrexate,
actinomycin-D, atau cyclophosphamide) setelah kehamilan mola
hidatidosa lengkap harus ditawarkan kepada pasien-pasien:
a. Yang dianggap berisiko tinggi akan terjadi keganasan
b. Risiko tinggi penyakit trofoblas gestasional persisten (usia lebih
dari 35 tahun, riwayat kehamilan mola sebelumnya, hiperplasia
trofoblas)
c. Kadar -hCG tinggi terkait dengan persisten mola hidatidosa
selama dua bulan setelah evakuasi.
d. Perdarahan rahim persisten, bahkan jika tidak ada bahan trofoblas
yang diperoleh dengan kuretase.
e. Bukti metastasis trofoblas (biasanya ke otak atau ke paru-paru)
Beberapa studi menunjukkan bahwa kejadian penyakit trofoblas
gestasional pasca mola hidatidosa mungkin akan menurun dengan
kemoterapi profilaksis. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan

11

untuk menentukan apakah efek kegunaan kemoterapi sebanding


dengan efek samping yang ditimbulkan. (1)
4. Evaluasi serial kadar hormon -hCG selama 2 tahun untuk identifikasi
kasus yang berkembang menjadi keganasan, tetapi hal ini jarang terjadi.
Jika kehamilan terjadi, peningkatan -hCG akan dikaburkan dengan
perkembangan penyakit keganasan. (2)
5. Istirahatkan pelvis direkomendasikan selama 2-4 minggu setelah
evakuasi dari uterus dan pasien disarankan untuk tidak hamil selama 6
bulan. Kontrasepsi yang efektif disarankan selama periode ini. (8)
VIII.

KOMPLIKASI
1. Perforasi uterus selama kuretase hisap kadang terjadi karena uterus
besar dan lembek. Jika ditemukan perforasi, prosedur sebaiknya
dilanjutkan dengan laparoskopi.
2. Perdarahan merupakan komplikasi yang sering terjadi selama evakuasi
kehamilan mola. Untuk itu, injeksi oksitosin dilakukan sebelum
kuretase hisap. Ergometrin dan darah untuk transfusi sebaiknya
tersedia. (7)
3. Penyakit trofoblas ganas berkembang pada 20% kasus mola, oleh
karena itu sebaiknya dilakukan pemeriksaan -hCG serial secara
kuantitatif.
4. Emboli paru merupakan penyulit lain yang mungkin terjadi, yaitu
emboli sel trofoblas ke paru-paru. Sebetulnya pada tiap kehamilan
selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah kemudian ke paruparu tanpa memberikan gejala apa-apa. Tetapi pada mola kadang
jumlah sel trofoblas ini demikian banyak sehingga dapat menimbulkan
emboli paru-paru akut yang bisa menyebabkan kematian. Seorang
pasien dapat mengalami dispnea dan sianosis dalam waktu 4-6 jam
setelah evakuasi mola. (2) (11)
5. Edema paru yang mengarah ke gagal jantung kogestif juga bisa terjadi
akibat pemberian cairan yang berlebihan, preeklamsia, anemia atau
hipertiroidisme. (6)

IX.

PEMANTAUAN KADAR -hCG

12

Terdiri dari follow up pada wanita yang mengalami mola pasca evakuasi
yang bertujuan untuk memastikan telah terjadi penyembuhan komplit dari
penyakit trofoblas. Langkah yang direkomendasikan adalah sebagai
berikut : (6) (11)
Pencegahan kehamilan minimal dalam 6 bulan dengan menggunakan

kontrasepsi hormonal.
Pengambilan kadar -hCG serum 48 jam setelah evakuasi mola
sebagai

baseline

dalam

pemantauan,

dimana

kadar

-hCG

dimonitoring setiap 1 minggu jika kadarnya masih tinggi. Hal ini


penting untuk mendeteksi adanya penyakit trofoblas yang persisten.

Kadar -hCG harus menurun secara progresif hingga tidak terdeteksi.


Pengukuran terhadap kadar -hCG serial dilakukan setiap minggu

hingga dalam 4 minggu mencapai normal.


Kadar -hCG harus tetap rendah secara konstan dan tidak pernah
meningkat. Pada umumnya kadar -hCG mencapai normal dalam
waktu 8-12 minggu pasca evakuasi mola. Selama kadarnya tetap

rendah tidak diperlukan intervensi.


Jika dalam waktu 4 minggu kadar -hCG telah mencapai normal
dilanjutkan dengan pemeriksaan serial setiap bulan selama 6 bulan.
Perlu dicurigai kemungkinan keganasan jika kadar -hCG serum

berada dalam fase plateu atau terjadi peningkatan. Kemoterapi bukan


merupakan indikasi jika kadar -hCG terus menurun. Peningkatan atau
fase plateu yang persisten membutuhkan evaluasi adanya penyakit
trofoblas persisten dan biasanya memerlukan penanganan lanjutan. Jika hCG telah menurun dalam kadar normal, dilakukan pengukuran lanjutan
tiap bulan selama 6 bulan. Jika tidak terdeteksi, pemantauan dapat
dihentikan dan diperbolehkan untuk hamil.
Kecurigaan adanya keganasan pada keadaan berikut : (3) (12)
Peningkatan kadar serum -hCG selama 2 minggu (diambil dalam

interval 3x)
Kadar -hCG lebih dari 100.000mlU/mm
Hasil diagnosis jaringan adalah koriokarsinoma
Kegagalan serum -hCG mencapai kadar normal
Adanya tanda metastasis
Peningkatan serum -hCG setelah mencapai kadar normal sebelumnya

13

X.

KONTRASEPSI PASCA MOLA HIDATOSA


Tujuan pemberian kontrasepsi pada penderita mola yaitu mencegah
kehamilan baru dan menekan pembentukan LH oleh hipofisis, yang dapat
mempengaruhi kadar -hCG sehingga dapat mengaburkan follow up
terhadap kadar -hCG tersebut karena peningkatan kadar -hCG pada
kehamilan normal tidak dapat dibedakan dengan PTG persisten. Penderita
pasca mola disarankan untuk tidak hamil selama 1 tahun untuk
menghindari kesalahan interpretasi adanya perkembangan keganasan. (10)
Kehamilan baru pasca evakuasi mola dapat mengacaukan
pemantauan terhadap kadar -hCG serial, maka sangat dianjurkan para
penderita mola untuk menggunakan alat kontrasepsi selama monitoring
tersebut. AKDR tidak dapat digunakan sebelum terjadinya remisi kadar hCG karena dapat meningkatkan resiko terjadinya perforasi jika terdapat
tumor. Penggunaan kontrasepsi barier maupun kontrasepsi hormonal harus
direkomendasikan pasca evakuasi serta selama pemantauan kadar -hCG.
Beberapa data menyatakan bahwa penggunaan kontrasepsi oral sebelum
terjadinya penurunan kadar -hCG dihubungkan dengan peningkatan
angka kejadian tumor setelah mola sebelumnya bila dibandingkan dengan
wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi oral. Namun, beberapa studi
acak mengatakan bahwa tidak ada peningkatan resiko pasien pasca mola
pada pasien yang menggunakan kontrasespi oral. (12)
Interval penggunaan kontrasepsi yang efektif dianjurkan selama
follow-up kadar -hCG, yakni 6 sampai 12 bulan. Mengenai pemberian
kontrasepsi oral, ada dua pendapat yang saling bertentangan. Satu pihak
mengatakan bahwa pil kombinasi, disamping dapat menghindarkan
kehamilan juga dapat menahan LH dari hipofisis sehingga tidak terjadi
reaksi silang dengan -hCG. Pihak lain menentangnya justru karena
estrogen dapat mengaktifkan sel-sel trofoblas ganas. (2)

XI.

PROGNOSIS
1. Kematian pada mola hidatidosa disebabkan karena pendarahan,
infeksi, preeklamsia, payah jantung atau tirotoksikosis. Di negara
maju, kematian mola hampir tidak ada lagi, tetapi dinegara
berkembang masih cukup tinggi, yaitu sekitar 2.2% dan 5.7%. Hampir
14

205 mola hidatidosa komplit akan berlanjut menjadi neoplasia


trofoblas gestational. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung
antara 7 hari sampai 3 bulan pasca mola, tetapi yang paling banyak
dalam 6 bulan pertama. Pada mola hidatidosa parsial jarang terjadi. (1) (2)
2. Faktor klinis yang telah dihubungkan dengan penyakit keganasan
adalah umur ibu, kadar -hCG > 100.000 mlU/mm, eklampsia,
hipertiroidisme dan kista lutein teka bilateral. Kebanyakan dari faktor
ini

mencerminkan

jumlah

proliferasi

trofoblas.

Sulit

untuk

memprediksi apakah akan berkembang menjadi PTG. (11)


3. 15-20% dari mola komplit dapat berkembang menjadi PTG. Dari
wanita-wanita yang mengalami PTG, 75% merupakan penyakit mola
invasif, 25% sisanya merupakan metastasis. Sebaliknya, PTG
berkembang hanya pada 2-4% dari mola parsial setelah evakuasi. (1)

15

DAFTAR PUSTAKA

16

Tricia ME, O'Quinn AG. Gestational Throphoblastic Diseses. In DeCherney


1. AH, Nathan L, editors. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis &
Treatment. 9th ed. Los Angeles: McGraw-Hill Companies; 2003. p. 586-90.
2. Wiknjosastro GH, Prawirohardjo S. Gangguan yang Bersangkutan dengan
Konsepsi. In Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editors. Ilmu
Kandungan. 2nd ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009.
p. 246-248.
3. See HT, Freedman RS, Kudelka AP, Kavanagh JJ. Gestational Trophoblastic
Disease. In Eifel PJ, Gershenson DM, Kavanagh JJ, Silva EG, editors.
Gynecologic Cancer. New York: Springer Science Bussiness Media; 2006. p.
226-233.
4. Rachimhadhi T. Pembuahan, Nidasi, dan Plasentasi. In Rachimhadhi T,
WWiknjosastro GH, Saifuddin AB, editors. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008. p. 143-146.
5. Savage P, Seckl M. Trophoblast Disease. In Edmonds K, editor. Dewhurst's
Textbook of Obstetrics & Gynaecology. Los Angeles: Blackwell Publishing;
2007. p. 117-123.
6. Cunningham FG, Hauth JC, Leveno KJ, Gilstrap L, Bloom SL, Wendstrom
KD. Williams Obstetrics. 22nd ed. New York: McGrawHill Company; 2005.
7. Fisher RA, Sebire NJ. Gestational Trophoblastic Disease. In Moffett A, Loke
C, McLaren A. Biology and Pathology of Tropoblast. New York: Cambridge
University Press; 2006. p. 74-78.
8. Pernoll ML. Benson & Pernoll's Handbook of Obstetrics & Gynecology. 10th
ed. New York: McGraw-Hill; 2001.
9. Brant WE. Obstetric Ultrasound. In Brant WE, Helms CA. Fundamentals of
Diagnostic Radiology. California: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p.
982.
10. Fairley DH. Lecture Notes Obstetrics and Gynaecology London: Blackwell
Publishing; 2004.
11. Moore LE. Medscape Reference. [Online].; 2012 [cited 2014 March 15.
Available from: www.medicine.medscape.com/article.
12. Berkowitz RS, Goldstein DP. Presentation and Management of Molar
Pregnancy. [Online].; 2009 [cited 2014 March 15. Available from:
www.nejm.com.

17

18

You might also like