You are on page 1of 20

Asuhan Keperawatan Paliatif : Layanan Spititual ( Islam dan Kristen)

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Paliatif

Disusun oleh :
Kelompok 6
Anania Daely

(1110002)

Ayu Rahayu

(1110004)

Ilham Taofik

(1110016)

Risma Riana S

(1110059)

Wilitari

(1110034)

Wulan Winingsih

(1110067)

Yenny Carolina

(1110069)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2013

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIVE : LAYANAN SPIRITUALITAS


(ISLAM DAN KRISTEN)
1. Pendahuluan
Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang
menyatakan bahwa aspek agama ( spiritual ) merupakan salah satu unsur dari pengertian
kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat
untuk memenuhi kebutuhan spritual klien. Karena peran perawat yang komprehensif tersebut
klien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan klien diakhir
hayatnya sesuai dengan Sabda Rasulullah yang menyatakan bahwa amalan yang terakhir
sangat menentukan, sehingga perawat dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar
klien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya. Padahal
aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk klien terminal yang didiagnose harapan
sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1977,53) orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan
krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus. Klien terminal biasanya mengalami rasa depresi yang berat,
perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir kehidupannya
ini, klien tersebut selalu berada di samping perawat. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan
spiritual dapat meningkatkan semangat hidup klien yang didiagnosa harapan sembuhnya tipis
dan dapat mempersiapkan diri klien untuk menghadapi alam yang kekal. Menurut konsep
Islam, fase akhir tersebut sangat menentukan baik atau tidaknya kematian seseorang dalam
menuju kehidupan alam kekal dan perawat sendiri kelak akan diminta pertanggungjawaban
oleh Allah SWT karena upaya pemenuhan kebutuhan klien di rumah sakit mutlak diperlukan.
Perawat hendaknya meyakini bahwa sesuai dengan ajaran islam dalam menjalani fase akhir
dari kehidupan manusia di dunia terdapat fase sakaratul maut. Fase sakaratul maut seringkali
di sebutkan oleh Rasulullah sebagai fase yang sangat berat dan menyakitkan sehingga kita
diajarkan doa untuk diringankan dalam fase sakaratul maut. Sakratul maut juga dapat
diakatakan sebagai warming up (pemanasan) kematian.

2. Pengertian
a. Spiritual
Spiritualitas (spirituality) merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam
hubungannya dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), yang menimbulkan suatu
kebutuhan serta kecintaan terhadap adanya Tuhan, dan permohonan maaf atas segala
kesalahan yang pernah diperbuat (Alimul, 2006).
b. Kondisi Terminal
Penyakit terminal adalah suatu penyakit yag tidak bisa disembuhkan lagi. Kematian
adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa peringatan atau
mengikuti priode sakit yang panjang.Terkadang kematian menyerang usia muda tetapi
selalu menunggu yang tua.
Kondisi Terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik , psikososial dan spiritual bagi individu.
(Carpenito ,1995 ).
Klien Terminal adalah : Klien klien yang dirawat , yang sudah jelas bahwa mereka
akan meninggal atau keadaan mereka makin lama makin memburuk. (P.J.M. Stevens,
dkk ,hal 282, 1999 )
Kematian adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan
mengalami atau menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan
merupakan suatu kehilangan.
Jadi, aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk klien terminal yang didiagnose
harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut. Orang yang mengalami
penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit psi
kososial, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien
menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus.
Klien terminal biasanya mengalami rasa depresi yang berat, perasaan marah akibat
ketidakberdayaan dan keputusasaan. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan spiritual dapat
meningkatkan semangat hidup klien yang didiagnosa harapan sembuhnya tipis dan dapat
mempersiapkan diri klien untuk menghadapi alam yang kekal.

3. Layanan spiritualitas (islam dan kristen)


Hubungan Keyakinan Dengan Pelayanan Kesehatan
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia.
Apabila sesorang dalam keadaan sakit, maka hubungan dengan tuhannya pun semakin dekat,
mengingat seseorang dalam kondisi sakit menjadi lemah dalam segala hal, tidak ada yang
mampu membangkitkannya dari kesembuhan, kecuali sang pencipta. Dalam pelayanan
kesehatan, perawat sebagai petugas kesehatan harus memiliki peran utama dalam memenuhi
kebutuhan spiritual. Perawat dituntut mampu memberikan pemenuhan yang lebih pada saat
klien kritis atau menjelang ajal.
Dengan demikian, terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan,
dimana kebutuhan dasar manusia yang diberikan melalui pelayanan kesehatan tidak hanya
berupa aspek-biologis, tetapi juga aspek spiritual. Aspek spiritual dapat membantu
membangkitkan semangat klien dalam proses penyembuhan.
Bimbingan Rohani Pada Klien
a. Peran agama terhadap kondisi klien:
1) Peran agama terhadap kondisi psikologi
Orang yang merasa dirinya dekat dengan Tuhan, diharapkan akan timbul rasa tenang
dan aman, yang merupakan salah satu ciri sehat mental yaitu:
a)
b)
c)
d)
e)

mengatur pola hidup individu dengan kebiasaan hidup sehat


memperbaiki persepsi ke arah positif
memiliki cara penyelesaian masalah yang spesifik
mengembangkan emosi positif
mendorong kepada kondisi yang lebih sehat

2) Peran agama terhadap kondisi sosio


Umumnya para penganut agama akan melakukan kegiatan ibadah atau kegiatan
sosial lainnya secara bersama-sama. Dan kegiatan bersama seperti ini dilakukan secara
berulang-ulang, sehingga dapat menimbulkan rasa kebersamaan dan meningkatkan
solidaritas antarjamaah. bahwa orang dengan skor religiusitas tinggi, pada umumnya
dapat membina keharmonisan keluarga, dan pada umumnya dapat membina hubungan
yang baik di antara keluarga.
3) Peran agama terhadap kondisi psikologik

Peran keagamaan terhadap perubahan fisikbiologik, bahwa dengan perkataan


yang baik dan halus sebagaimana perkataan orang yang sedang berdoa dapat
mengubah partikel air menjadi kristal heksagonal yang indah, dan selanjutnya
bermanfaat dalam upaya kesehatan secara umum. Begitu juga kaitan antara sholat
tahajud dengan kesehatan telah, bahwa mereka yang melaksanakan sholat tahajud
secara rutin, setelah 4 minggu akan menunjukkan peningkatan kadar limfosit dan kadar
imunoglobulin, dan terus meningkat sampai minggu ke delapan. Meningkatnya kadar
limfosit dan imunoglobulin menggambarkan makin tingginya daya tahan tubuh secara
imunologik (Sholeh, 2000).
Dalam menjalankan tugas, seorang perawat harus melandasi kepada pikiran dan
perasaan cinta, afeksi, dan komitmen mendalam kepada klien dapat dilakukan dengan cara:
a. Perawat juga bisa membimbing ritual keagamaan sesuai dengan keyakinan klien, seperti
cara bertayamum, salat sambil tiduran, atau berzikir dan berdoa. Bila perlu perawat
dapat mendatangkan guru agama klien untuk dapat memberikan bimbingan rohani hingga
merasa tenang dan damai. Dalam kondisi sakaratul maut perawat berkewajiban
mengantarkan klien agar wafat dengan damai dan bermartabat.
b. Tugas seorang perawat, menekankan klien agar tidak berputus asa apalagi menyatakan
kepada kliennya tidak memiliki harapan hidup lagi. Pernyataan tidak memiliki harapan
hidup untuk seorang muslim tidak dapat dibenarkan. Meski secara medis tidak lagi bisa
menanganinya, tapi kalau Allah bisa saja menyembuhkannya dengan mengabaikan
hukum sebab akibat, katanya.
c. Perawat juga memandu kliennya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT hingga
kondisinya semakin saleh yang bisa mendatangkan manjurnya doa.
Sedangkan Isep Zainal Arifin menekankan, perawat bisa memberikan bimbingan
langsung seperti tukar pikiran, berdoa bersama, dan bimbingan ibadah. Bimbingan tak
langsung bisa berupa ceramah, percikan kata hikmah, buletin, doa tertulis, maupun tuntunan

ibadah secara tertulis. Dengan bimbingan itu diharapkan dapat membantu proses kesembuhan
klien.

A. Layanan Spiritual Menurut Agama Islam Menjelang Sakaratul Maut


Melihat batapa sakitnya sakaratul maut maka perawat harus melakukan upaya
upaya sebagai berikut :
1) Membimbing klien agar berbaik sangka kepada Allah SWT
Pada sakaratul maut perawat harus membimbing agar berbaik sangka kepada
Allah sebagaimana Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslem Jangan sampai
seorang dari kamu mati kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada
Allah selanjutnya Allah berfirman dalam hadist qudsi Aku ada pada sangka-sangka
hambaku, oleh karena itu bersangkalah kepadaKu dengan sangkaaan yang baik,
selanjutnya Ibnu Abas berkataApabila kamu melihat seseorang menghadapi maut,
hiburlah dia supaya bersangka baik pada Tuhannya dan akan berjumpa dengan
Tuhannya itu, selanjutnya Ibnu Masud berkataDemi Allah yang tak ada Tuhan
selain Dia, seseorang yang berbaik sangka kepada Allah maka Allah berikan sesuai
dengan persangkaannya itu. Hal ini menunjukkan bahwa kebaikan apapun jua berada
ditangannya.
2) Mentalkinkan dengan Kalimat Laailahaillallah.
Perawat muslim dalam mentalkinkan kalimah laaillallah dapat dilakukan pada
klien terminal menjelang ajalnya terutama saat klien akan melepaskan nafasnya yang
terakhir. Wotf, Weitzel, Fruerst memberikan gambaran ciri-ciri pokok. Ciri-ciri pokok
klien yang akan melepaskan nafasnya yang terakhir, yaitu :
a) penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada
anggota gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang
terasa dingin dan lembab.

b) kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat.


c) Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat.
d) Terdengar suara mendengkur disertai gejala nafas cyene stokes.
e) Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa
nyeri bila ada biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan
bervariasi tiap individu. Otot rahang menjadi mengendur, wajah klien yang tadinya
kelihatan cemas nampak lebih pasrah menerima.
Dalam keadaan yang seperti itu peran perawat disamping memenuhi kebutuhan
fisiknya juga harus memenuhi kebutuhan spiritual klien muslim agar diupayakan
meninggal dalam keadaan Husnul Khatimah. Perawat membimbing klien dengan
mentalkinkan

(membimbing

sebagaimana

Rasulullah

dengan

melafalkan

mengajarkan

secara

dalam

berulang-ulang),

Hadist

Riwayat

Muslim Talkinkanlah olehmu orang yang mati diantara kami dengan kalimat
Laailahaillallah karena sesungguhnya seseorang yang mengakhiri ucapannya
dengan itu ketika matinya maka itulah bekalnya sesungguhnya seseorang yang
mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka itulah bekalnya menuju
surgaSelanjutnya Umar Bin Ktahab berkata Hindarilah orang yang mati
diantara kami dan dzikirkanlah mereka dengan ucapan Laailahaillahllah, maka
sesungguhnya mereka (orang yang meninggal) melihat apa yang tidak bisa, kamu
lihat. Para ulama berpendapat, Apabila telah membimbing orang yang akan
meninggal dengan satu bacaan talqin, maka jangan diulangi lagi. Kecuali apabila
ia berbicara dengan bacaan-bacaan atau materi pembicaraan lain. Setelah itu
barulah diulang kembali, agar bacaan La Ilaha Illallha menjadi ucapan terakhir
ketika menghadapi kematian. Para ulama mengarahkan pada pentingnya
menjenguk orang sakaratul maut, untuk mengingatkan, mengasihi, menutup
kedua matanya dan memberikan hak-haknya. (Syarhu An-nawawi Ala Shahih
Muslim : 6/458)

3) Berbicara yang Baik dan Doa untuk jenazah ketika menutupkan matanya.
Di

samping

berusaha

memberikan

sentuhan

perawat

muslim

perlu

berkomunikasi terapeutik, antara lain diriwayatkan oleh Imam Muslim Rasulullah


SAW bersabda Bila kamu datang mengunjungi orang sakit atau orang mati,
hendaklah kami berbicara yang baik karena sesungguhnya malaikat mengaminkan
terhadap apa yang kamu ucapkan, Selanjutnya diriwayatkan oleh Ibnu Majah
Rasulullah bersabda apabila kamu menghadiri orang yang meninggal dunia di antara
kamu, maka tutuplah matanya karena sesungguhnya mata itu mengikuti ruh yang
keluar dan berkatalah dengan kata-kata yang baik karena malaikat mengaminkan
terhadap apa yang kamu ucapkan. Berdasarkan hal diatas perawat harus berupaya
memberikan suport mental agar klien merasa yakin bahwa Allah Pengasih dan selalu
memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan dan menutupkan kedua
matanya yang terbuka saat roh terlepas, dari jasadnya.
4) Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut
Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan
orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian
disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena
bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit
untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat
meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal
itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat. (AlMughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)
5) Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke arah kiblat
Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul
maut kearah kiblat. Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits
Rasulullah Saw., hanya saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para
salafus shalih melakukan hal tersebut. Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara
bagaimana menghadap kiblat :

a) Berbaring terlentang diatas punggungnya, sedangkan kedua telapak kakinya


dihadapkan kearah kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut diangkat sedikit agar
ia menghadap kearah kiblat.
b) Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap
ke kiblat. Dan Imam Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara
yang paling benar. Seandainya posisi ini menimbulkan sakit atau sesak, maka
biarkanlah orang tersebut berbaring kearah manapun yang membuatnya selesai.

B. Layanan Spiritual Menurut Agama Kristen Menjelang Sakaratul Maut


Karena dalam sakramen-sakramen Kristiani diadakan tanda-tanda istimewa akan
kehadiran Kristus yang Bangkit, sepatutnyalah kita merayakannya juga pada masa kita
didera penyakit. Dalam sakit, dua sakramen mendapat tempat istimewa dalam tradisi
Katolik: Sakramen Pengurapan Orang Sakit dan Sakramen Ekaristi.
1) Sakramen Pengurapan Orang Sakit :
Dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit, Yesus yang Bangkit menawarkan
kepada mereka yang sakit kuasa, bukan hanya untuk menanggung penderitaan dengan
gagah berani, melainkan juga untuk melawannya. Sakramen ini dirayakan dengan
tanda-tanda yang sederhana namun penuh kuasa. Yesus biasa menjamah mereka yang
sakit; dalam sakramen ini, imam menumpangkan tangannya ke atas kepala si sakit
yang hendak diurapi. Doa-doa kesembuhan dipanjatkan. Kepala dan kedua tangan si
sakit diurapi imam dengan Minyak Orang Sakit (Oleum Infirmorum) yang terbuat dari
zaitun. Pengurapan dengan minyak ini merupakan tanda pengingat akan pengurapan

yang diterima dalam Sakramen Baptis dan Sakramen Penguatan. Terkadang, jika
memang berguna bagi keselamatan, sakramen akan memulihkan kembali kesehatan
jasmani si sakit. Tak peduli dampaknya yang kelihatan pada kesehatan jasmani si sakit,
Sakramen Pengurapan Orang Sakit senantiasa menganugerahkan rahmat pertolongan
Tuhan atas siapa saja yang menerimanya dengan penuh iman.
Semoga karena pengurapan suci ini Allah yang Maharahim menolong Saudara
dengan rahmat Roh Kudus,
Semoga Tuhan membebaskan Saudara dari dosa dan membangunkan Saudara
di dalam rahmat-Nya.
Sakramen juga merupakan tanda persatuan kita dengan anggota Gereja yang
lainnya, maka keluarga si sakit yang diurapi, sahabat serta mereka yang terlibat dalam
perawatan si sakit hendaknya diundang untuk ikut ambil bagian dalam Sakramen
Pengurapan ini.
Sakramen Pengurapan Orang Sakit dapat diterima oleh mereka yang
kesehatannya terganggu secara serius akibat penyakit atau usia lanjut, dan dapat
diulang jika keadaan klien bertambah parah.

2) Komuni Orang Sakit/ Sakramen Ekaristi :


Sakramen Ekaristi, tanda terpenting yang Kristus berikan kepada GerejaNya
sebagai kenangan akan kehadiran-Nya, juga merupakan sakramen yang hendaknya
diterima sesering mungkin pada masa sakit. Meski tak dapat merayakan Ekaristi di
Gereja, umat Kristiani hendaknya berusaha menerima Komuni Kudus di rumah atau di
rumah sakit. Yesus meyakinkan kita:
Jikalau seorang makan dari roti ini,
Ia akan hidup selama-lamanya,pp
dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku,

yang akan Kuberikan untuk hidup dunia. (Yoh 6:51)


4. Fungsi dan Peran Perawat paliatif
a. Motivator
Pada pasien dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang
tergolong berat seperti kanker akan cenderung menggunakan strategi emotion-focused
coping, yaitu keadaan dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur
emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan di timbulkan
oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan.
Disini peran spiritual adalah sebagai penyemangat atau memotivasi untuk hidup,
keyakinan, pendekatan, harapan dan kepercayaan pada Tuhan serta kebutuhan untk
menjalankan agama yang di anut, kebutuhan untuk di cintai dan di ampuni oleh Tuhan
yang seleruhnya dimiliki dan harus di pertahankan oleh seseorang sampai kapan pun
agar memperoleh pertolongan, ketenangan, keselamatan, kekuatan, pengghiburan serta
kesembuhan.
b. Fasilitator
Perawat yangbekerja di garis terdepan harus mampu memenuhi semua kebutuhan
klien termasuk juga kebutuhan spiritual klien. Berbagai cara perawat untuk memenuhi
kebutuhan klien mulai dari pemenuhan makna dan tujuan spiritual sampai dengan
memfasilitasi klien untuk mengekspresikan agama dan keyakinannya. (Hamid, 2000).
Terapi keagamaan yang diberikan berupa bimbingan tentang konsep sehat-sakit dari
sudut pandang agama, bimbingan untuk dzikir dan bedoa, hal itu dilakukan oleh
Rohaniawan yang di fasilitasi oleh perawat.
Dalam memfasilitasi kebutuhan pasien terhadap pelaksanaan keagamaan, perawat
perlu mengkaji terlebih dahulu mengenai kebutuhan spiritual pasien. Misalnya
mengetahui masalah-masalah atau kendala pasien dalam melaksanakan ibadah
kemudian berusaha membantu mencari solusi atas masalah-masalah atau kendala yang
di hadapi pasien. Seorang perawat disarankan tidak langsung memberikan bantuan
pada pasien tanpa mengkaji kengkaji kebutuhan spiritual pasien terlebih dahulu.
Pada pasien dalam keadaan terminal, perawat memfasilitasi untuk memenuhi
kebutuhan spiritual pasien misalnya dengan menanyakan siapa saja yang ingin di
datangkan untuk bertemu dengan klien dan di diskusikan dengan keluarganya.

Dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien, seorang perawat juga melakukan


kolaborasi dengan pihak-pihak lain yang dirasa bisa mendukung upaya pemenuhan
kebutuhan spiritual klien (keluarga, ahli agama, kelompok pendukung). Misalnya klien
yang membutuhkan bimbingan spiritual dari ahli agama, perawat berperan sebagai
fasilitator untuk menyampaikan kebutuhan klien pada pihak keluarga sehingga pihak
keluarga dapat mengupayakan untuk menghadirkan ahli agama sesuai dengan
kebutuhan klien. Apabila pasien merasa kebutuhan spiritualnya sudah dapat di penuhi
oleh perawat saja, maka perawat dapat memaksimalkan upaya pemenuhan kebutuhan
spiritual pasien.

5. Skenario kasus
Tn. A (50 tahun) dan Ny. N (45 tahun) sudah 35 tahun menikah dan menganut
agama Islam. Mereka dikaruniai dua orang anak perempuan yang semuanya sudah berumah
tangga dan memberikan dua orang cucu. Kondisi ekonomi keluarga Tn. A cukup baik,
memiliki dua perusahaan yang berjalan dengan baik. Tn. A dan Ny.N cukup dikenal di
lingkungannya karena keduanya aktif dalam kegiatan sosial, bahkan Tn. A menjadi salah satu
donatur tetap pada sebuah panti asuhan.Walaupun sebelumnya Tn. A adalah perokok berat,
namun sudah sejak 5 tahun terakhir ini berhenti total merokok. Karena Tn. A perokok hebat,
ia didiagnosa menderita kanker paru-paru stadium akhir dan bermestastase ke tulang.
Pola makan Tn. A kurang terpenuhi karena pasien sering mengeluh mual karena efek
kemoterapi sehingga nafsu makan pasien berkurang. Status cairan terpenuhi dengan minum 8
gelas sehari.
Akibat penyakitnya itu Tn.A terlihat lemas, wajah pucat, batuk-batuk, badan terlihat
kurus, kepala selalu pusing dan sakit didaerah leher. Dalam hal spiritual semenjak sakit Tn.A
marah karena merasa Tuhan tidak adil terhadap penyakit yang di deritanya. Dan Tn. A merasa
sedih atas penyakit yang di deritanya, istrinya pun menyatakan bahwa ia belum siap bila
ditinggal suaminya untuk selamanya.
Dalam menghadapi semuanya Tn.A selalu bercerita kepada istrinya tentang keluhan
dan perasaan yang dialaminya, namun tetap saja Tn.A merasa tidak tenang dan putus asa
dalam menghadapi penyakitnya. Tn.A mengatakan hidupnya sudah tidak berarti lagi bagi
keluarga dan lingkungannya karena merasa Tuhan tidak adil. Mimpi akan kematian selalu

hadir dalam mimpinya setiap malam. Jika kematian cepat menjemputnya Tn.A mengatakan
agar istri dan keluarga dapat tabah dan ikhlas menerima kenyataan.
Untuk biaya perawatan Tn.A dan keluarga tidak merasa terbebani begitupun dengan
kondisi penyakitnya.
6. Asuhan Keperawatan Paliatif pada Klien Tn. A dengan Gangguan Spiritual
A. Pengkajian (4 Dimensi)
1) Fisik
a)

Status penampilan fisik


Tn.A terlihat lemas, wajah pucat, badan terlihat kurus.

b)

Keluhan klien dan gejala-gejala


Tn. A kerap kali merasa pusing dan sakit di daerah lehernya serta batukbatuk. Hasil pemeriksaan menunjukkan Tn. A menderita kanker paru-paru yang
sudah bermetastase ke tulang.

c)

Status nutrisi dan cairan (hidrasi)


Status nutrisi Tn. A kurang terpenuhi karena pasien sering mengeluh mual
sehingga nafsu makan pasien berkurang. Status cairan terpenuhi.
2) Psikologikal
a) Emosi
Tn. A marah karena merasa Tuhan tidak adil terhadap penyakit yang di deritanya.
b) Kognisi
Tn. A mengetahui bahwa penyakit kanker paru-paru adalah penyakit yang cukup
mematikan
c) Mood (alam perasaan)
Tn. A merasa sedih atas penyakit yang di deritanya, istrinya pun menyatakan
bahwa ia belum siap bila ditinggal suaminya untuk selamanya.
d) Koping (cara mengatasi masalah)
Tn. A selalu meluapkan kesedihan dan keluh kesah pada istrinya
e) Mimpi-mimpi yang menakutkan
Menurut Tn. A, kematian itu selalu ada di mimpinya

3) Spiritual
a) Arti kehidupan dan kematian
Menurut Tn. A Tuhan itu tidak adil karena merasa hidupnya tidak berarti.
b) Agama
Tn. A menganut dan mempercayai ajaran agama islam
c) Arti sebuah harapan
Tn. A berharap jika ia meninggal, keluarga bisa tabah dan ikhlas menerima
kenyataan.
4) Sosial
a) Merasa sendiri
Tn. A tidak merasa sendiri karena selalu ada istri dan keluarga yang selalu
menemani.
b) Keadaan ekonomi (biaya)
Biaya rumah sakit dan perawatan lainnya tidak menjadi beban keluarga.
c) Beban keluarga atau pengasuh
Keluarga tidak merasa terbebani dengan penyakit yang di derita Tn. A
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Menurut Teori :
1) Ansietas / cemas berhubungan dengan rasa takut
2) Isolasi sosial berhubungan dengan menarik diri
3) Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri fisiologi atau emosional
4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan denial
5) Takut ( kamatian atau katidaktahuan ) berhubungan dengan tidak memprediksi masa
depan.
6) Putus harapan berhubungan dengan perubahan fungsi
7) Potensial self care defisit berhubungan dengan meningkatnya ketergantungan pada
orang lain tentang perawatan
8) Gangguan self konsep berhubungan dengan kehilangan fungsi fisik / mental
9) Distress spiritual

Diagnosa Keperawatan Menurut Kasus Tn. A :


1) Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan menghadapi ancaman
kematian.

C. Rencana Keperawatan Menurut Kasus Tn. A


No.
1.

Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Rencana Keperawatan

Rasional

Menurut Kasus Tn. A


Distres spiritual yang

Selama dilakukan

berhubungan dengan

perawatan pada Tn. A

perpisahan dari sistem

diharapkan disstres

praktek spiritual lainnya ,

pendukung keagamaan,

spiritual berkurang,

praktek ini dapat memberikan

kurang pripasi atau ketidak

dengan criteria hasil :

arti dan tujuan dan dapat

mampuan diri dalam

1. Rasa takut klien

menjadi sumber kenyamanan

menghadapi ancaman

menghadapi kematian

kematian.

berkurang.
2. Klien merasa lebih
tenang.
3. Semangat hidup klien

1. Berikan kesempatan pada pasien untuk


berdoa

1. Bagi klien yang mendapatkan


nilai tinggi pada doa atau

dan kekuatan.
2. Ajak pasien untuk berdiskusi tentang

2. Untuk menurunkan ketakutan

ketakutan yang dialami pasien dalam

dan kecemasan dan pasien

menghadapi kematian

merasa lebih tenang.

bertambah.
4. Ibadah klien lebih
khusu.
5. Rasa depresi terhadap 3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan
penyakit berkurang.

nyaman

3. Privasi

dan

memberikan lingkungan yang


memudahkan
perenungan.

4. Bila klien menginginkan, ajak untuk

ketenangan
refresi

dan

berdoa bersama keluarga

4. Klien merasa lebih tenang


apabila

berdoa

dengan keluarga

D. Implementasi Keperawatan Menurut Kasus Tn. A


E. Evaluasi Keperawatan Menurut Kasus Tn. A
1.
2.
3.
4.
5.

Apakah rasa takut klien menghadapi kematian berkurang ?


Apakah klien merasa lebih tenang ?
Apakah semangat hidup klien bertambah ?
Apakah ibadah klien lebih khusu ?
Apakah rasa depresi terhadap penyakit berkurang ?

bersama

DAFTAR PUSTAKA
http://mausehatdong.blogspot.com/2009/10/askep-jiwa-dengan-penyakit-terminal.html
http://nurse-smw.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-terminal_08.html
Hamid, Achir Yani. 1999. Buku Ajar Aspek Spiritual Dalam Keperawatan.Widya Medika:
Jakarta.

Lampiran 1
(pertanyaan)
1. Bagaimana memberikan pelayanan spiritual pada pasien terminal dalam keadaan koma,
baik secara agama Islam dan Kristen? (Pertanyaan dari Sri Komalasari Kelompok 4).
Jawaban :
Pada pasien dalam keadaan terminal, perawat memfasilitasi untuk memenuhi kebutuhan
spiritual pasien dan seorang perawat juga melakukan kolaborasi dengan pihak-pihak lain
yang dirasa bisa mendukung upaya pemenuhan kebutuhan spiritual klien (keluarga, ahli
agama, kelompok pendukung).
Pada dasarnya semua agama memberikan bimbingan doa namun caranya berbeda-beda
sesuai dengan aturan dalam keyakinan yang dianut setiap pasien.
2. Hal apa saja yang harus diprioritaskan perawat dalam pelayanan spiritual? ( Pertanyaan
dari Sri Sulastri Kelompok 3).
Jawaban :
a. Memberikan lingkungan yang nyaman dan tenang agar layanan spiritual dapat diberikan secara
maksimal.
b. Harus ada rohaniawan untuk membimbing pasien.

Lampiran 2
( Observasi jalannya persentasi )
Observer : Dewi Puspitas Sari dari kelompok 3
1. Dalam power point tidak disebutkan pembagian tugas masing-masing dalam kelompok
( ketua, sekretaris, dan anggota).
2. Materi yang disampaikan dapat dimengerti.
3. Persentan kurang jelas dan kurang menguasai dalam memberikan materi.
4. Audiens cukup baik dalam mengikuti dan menyimak jalannya presentasi.

Lampiran 3
Moderator : Nurul H. Abdulah dari kelompok 1

Pembukaan

: 5 menit

Lamanya Presentasi

: 10 menit

Diskusi

: 20 menit

Observer

: 5 menit

Kesimpulan dan penutup

: 5 menit

You might also like