You are on page 1of 17

RESPONSI

HERPES ZOSTER

Oleh:
I Kadek Ludi Junapati
G99142020

Pembimbing:
Suci Widhiati, dr., Sp.KK, M.Sc

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin


Fakultas Kedokteran UNS / RSUD Dr. Moewardi
Surakarta
2015

STATUS RESPONSI
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing

: Suci Widhiati, dr., Sp.KK, M.Sc

Nama Mahasiswa

: I Kadek Ludi Junapati

NIM

: G99142020

HERPES ZOSTER
I. PENDAHULUAN
Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
Varisela Zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini terjadi akibat
reaktivasi yang terjadi setelah infeksi primer. Di kalangan umum sering kali
orang menyebutnya dengan dampa atau cacar ular.

Tingkat kejadian dan penyebarannya sama seperti varicela. Penyakit


ini seperti yang diterangkan diatas bahwa merupakan reaktivasi virus yang
terjadi setelah penderita menderita varicela. Tidak jarang penyakit varicela
sebelumnya berlangsung subklinis sehingga tidak nampak tanda dan gejala
sebelumnya. Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi
virus secara aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes
zoster. 1
Infeksi herpes zoster ini cukup sering terjadi di daerah tropis dan
tingkat kejadiannya pun meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini diakibatkan
oleh adanya reaktivasi dari seseorang yang terkena varisela sebelumnya yang
kemudian daya tahan tubuhnya menurun sehingga virus kembali aktif.

II. BATASAN
Herpes Zoster (HZ) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
Varisela Zoster yang sifatnya localized, terutama menyerang orang dewasa. 14
Ciri khas berupa nyeri unilateral, vesikel atau bula yang terbatas pada
dermatom sesuai yang dipersarafi oleh ganglion sensorik.6
Nyeri pada HZ diperkirakan terjadi akibat kerusakan saraf akibat
penyebaran virus ke kulit melalui saraf perifer. Terjadi reaksi peradangan
yang menyebabkan pembentukan jaringan parut disaraf perifer dan ganglion
radiks dorsalis.15 HZ adalah reaktivasi dari virus varisela zoster yang
menyebar dari satu ganglion saraf yang terkena. 3
III. EPIDEMIOLOGI
A. Insiden dan Prevalensi Penyakit
Herpes Zoster mempengaruhi sekitar 1 juta orang di Amerika
Serikat per tahun .dengan kebanyakan pasien adalah di atas usia 60 atau
immunocompromised. Kejadian tahunan zoster adalah sekitar 5-6,5 per
1000 individu pada usia 60 , meningkat menjadi 8-11 per 1000 pada usia
70. 4
Tidak seperti varicella , yang terjadi terutama di musim semi , tidak
ada predileksi musiman untuk zoster . Perkembangan zoster dapat dilihat
pada individu imunodefisiensi , mulai dari penurunan alami kekebalan
tubuh sel spesifik dipengaruhi oleh usia , defisit kekebalan tubuh yang
lebih serius terlihat pada pasien kanker dan penerima transplantasi, dan
akhirnya pada pasien dengan AIDS . Tidak mengherankan , jika di zoster
muda , orang yang sehat mungkin merupakan manifestasi pertama infeksi
HIV . 4
Di Amerika Serikat hampir 100% positif untuk antibodi VZV
sehingga berisiko untuk reaktivasi VZV laten. HZ berulang lebih sering
terjadi pada individu imunocompromise dan imunisasi untuk VZV di
masa kecil akan mengubah epidemiologi HZ. 5
B. Usia

Diperkirakan seumur hidup risiko HZ pada populasi umum adalah


sekitar 30% , dengan risiko meningkatnya tajam setelah usia 50 tahun. 2.
Selama 50 tahun terakhir ini, resiko terjadinya herpes zoster pada pasien
usia >60 tahun lebih berisiko 20% dibanding populasi total lainnya.2
Risiko lebih dari 66% pada usia > 50 tahun dan tingkat kejadian
pada anak < 15 tahun hanya 5 %. 5
C. Faktor Risiko
Sebagian besar faktor yang menyebabkan terjadinya HZ
adalah faktor usia dimana kekebalan tubuh berkurang yang terjadi pada
sebagian besar kasus usia > 55 tahun. Dalam banyak kasus faktor pencetus
tidak terlalu diketahui. Imunocompromised seperti pada kasus : keganasan,
imunosupresi , terutama dari gangguan limfoproliferatif dan kemoterapi,
radioterapi serta HIV / AIDS : kejadian meningkat delapan kali lipat .5
IV. ETIOLOGI
Virus V-Z, kelompok virus herpes termasuk virus sedang
berukuran 140-200 m dan berinti DNA. 12
V. PATOGENESIS
Transmisi dari penyebaran virus ini melalui airborne droplet/ kontak
langsung dengan lesi infeksi dengan kemungkinan masuk melalui saluran
pernafasan.10
Virus varisela zoster yang masuk akan berdiam di ganglion posterior
susunan saraf tepi dan ganglion kranialis. Kelainan kulit yang timbul
memberikan lokasi setingkat dengan daerah persarafan ganglion tersebut.
Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian
motorik kranialis sehingga memberi gejala gangguan motorik. 1.
Virus varisela zoster yang masuk lewat lesi pada kulit ataupun mukosa
melalui serabut saraf sensorik secara sentripetal menuju ganglion sensoris.
Di dalam ganglion sensoris, virus akan dorman menyebabkan infeksi laten
seumur hidup. Reaktivasi dari virus varisela zoster terjadi pada ganglia
dimana virus varisela zoster mencapai jumlah yang tertinggi dan dapat
dipicu oleh imunosupresi, trauma, tumor ataupun radiasi. Virus yang
4

tereaktivasi tidak dapat ditampung, kemudian virus bereplikasi dan


menyebar menyusuri serabut saraf sensorik pada kulit/ mukosa sehingga
membentuk vesikel ataupun bula. Tahapan patogenesis ini terdiri dari
tahap prodromal, infeksi aktif serta kronis (Post herpetic neuralgia). 5

VI.

MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik dari herpes zoster ini tergantung pada fase-fasenya.
1.
Fase prodromal : mirip gejala flu pada umumnya. Namun lebih
didominasi rasa nyeri ataupun rasa terbakar yang terasa dalam jangka
waktu 2-3 minggu (86% kasus). Nyeri yang dirasakan seperti terbakar,
tertusuk, tajam, disertai dengan rasa terbakar pada area dermatom dari
erupsi disertai hipersensitivitas rangsangan sensoris.
2.
Fase infeksi akut : muncul lesi berupa vesikel atau bula disertai
gatal namun nyeri sedikit berkurang. Fase ini sekitar 3-5 hari. Setelah
terbentuk vesikel, akan terbentuk krusta dalam jangka waktu sekitar 2-3
minggu.

3.

Fase kronis : rasa nyeri yang muncul setelah 4 minggu, berbulan-

bulan, bahkan bertahun-tahun setelah lesi di kulit pecah atau mengering


ataupun setelah penyembuhan lesi atau sering disebut dengan Post
Herpetic Neuralgia (PHN) 5
Nyeri pada HZ merupakan suatu bentuk dari nyeri neuropati yang
dihasilkan dari kerusakan pada sistem saraf.8
VII. DIAGNOSA
A. Riwayat Penyakit
Pada pasien herpes zoster, karena merupakan reaktivasi dari virus
varisela zoster, maka perlu digali riwayat dari varisela sebelumnya. Namun
perlu diingat bahwa tidak selalu paparan dari virus varisela zoster akan
menyebabkan gejala klinis. Beberapa individu justru tidak menunjukkan
gejala klinis maupun telah terpapar oleh virus varisela zoster. Tahapan
inilah yang disebut dengan varisela subklinik.1
Dari anamnesis juga akan didapatkan riwayat kontak dengan
penderita varisella yang masih tampak vesikel bergerombol. Penularan
sangat tinggi terjadi selama fase adanya ruam vesikel yang merupakan
transmisi terbanyak dari virus Varizella-Zoster yang didapat dari lesi kulit
penderita.11

B. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik akan didapatkan pada 24 jam pertama akan
muncul papul, kemudian akan terbentuk vesikel dan bula pada 48 jam
berikutnya. Setelah itu akan muncul pustul dalam 96 jam kemudian, dan
diakhiri dengan krusta 7-10 hari berikutnya.
Lesi baru akan hilang dalam waktu sampai 1 minggu . Vesikel dan
bula yang muncul berdasar eritem dan edematous, dan kadang disertai
perdarahan. 5
Vesikel yang mengalami erosi kemudian akan membentuk krusta.
Jaringan nekrotik kadang terbentuk, dan setelah penyembuhan akan
muncul skar.
Lesi terdistribusi unilateral dan sesuai dermatom, 2 atau lebih
dermatom yang berdekatan mungkin dapat terlibat. Jarang pada dermatom
yang tidak berhubungan ataupun menyebar secara hematogen ke kulit
lainnya. (10% kasus) 5
Predileksi herpes zoster terutama pada dermatom torakal (>50%),
trigeminal (10-20%), lumbosakral dan cervikal (10-20%) 5
Membran mukosa yang dapat terserang yakni pada mulut, vagina,
maupun kandung kemih tergantung pada dermatom yang terkena.

Pemeriksaan fisik lainnya yang diperlukan yakni kadang disertai


pula dengan pembesaran limfonodi regional. Pemeriksaan neurologi baik
sensorik maupun motorik yakni dengan pemeriksaan suhu, rangsang nyeri,
nervus fasialis, serta gerak bola mata. 5
Pada herpes zoster oftalmika, dapat terlibat nervus oftalmikus atau
cabangdari nervus trigemus 1 yang terjadi pada 1/3 kasus. 5

VIII.

PEMERIKSAAN PENUNJANG (HISTOPATOLOGI)


Tampak vesikula bersifat unilokular, biasanya pada stratum
granulosum, kadang-kadang subepidermal. Yang penting adalah temuan
sel balon yaitu sel stratum spinosum yang mengalami degenerasi dan
membesar, juga badan inklusi (lipschutz) yang tersebar dalam inti sel
epidermis, dalam jaringan ikat dan endotel pembuluh darah. Dermis:
dilatasi pembuluh darah dan sebukan limfosit.12

IX. KOMPLIKASI
Neuralgia pasca herpetik dapat timbul di atas usia 40 tahun,
presentasenya 10-15%. Makin tua makin tinggi presentasenya.

Pada

penderita tanpa disertai defisiensi imunitas, biasanya tanpa komplikasi.


Sebaliknya pada pasien dengan imunodefisiensi, infeksi HIV, keganasan
atau pasien lanjut usia dapat disertai dengan komplikasi yakni vesikel
sering menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik. 1
Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi
yakni diantaranya keratitis, konjungtivitis, uveitis, retinitis dan glaukoma.9
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
penjalaran virus secara perkontinuatum dari ganglion saraf sensorik ke
sistem saraf motorik yang berdekatan. Biasanya muncul dalam 2 minggu
sejak munculnnya lesi. Paralisis dapat terjadi di muka, ekstremitas,
maupun vesika urinaria. Infeksi yang lebih parah lagi dapat menjalar ke
paru, hepar maupun otak. 1
X. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada herpes zoster dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu
Tzanck tes atau Tzanck smear untuk melihat adanya struktur
multinucleated giant cell. Kemudian untuk lebih lagi dapat dilakukan
pemeriksaan serologi VZV maupun kultur virus.
XI. DIAGNOSA BANDING

Pada fase prodromal sering terjadi kekeliruan diagnosis dengan


penyakit reumatik maupun dengan angina pektoris jika herpes zoster setinggi
jantung.
Diagnosis banding lainnya dapat berupa herpes simplek, dan juga
impetigo bullosa.13
XII. PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan
Imunisasi : imunisasi vaksin VZV dapat meningkatkan imunitas humoral
dan seluler sehingga mengurangi insidensi kejadian varisela di dalam populasi
masyarakat
2. Tujuan penatalaksanaan : untuk mengurangi gejala konstitusional,
meminimalisir nyeri, mengurangi penyebaran virus, mencegah infeksi bakteri,
mempercepat terbentuknya krusta dan penyembuhan, mencegah terjadinya
komplikasi salah satunya PHN.
3. Antivirus : untuk pasien dengan resiko tinggi reaktivasi VZV, antivirus
oral dapat mengurangi insidensi dari HZ. Dalam fase prodromal, pengobatan
antivirus sudah dapat dimulai jika diagnosis sudah mendekati, analgetik. Pada
saat vesikel aktif, antiviral terapi dimulai <72

jam dapat mempercepat

penyembuhan, mengurangi durasi nyeri akut, mengurangi tingkat kejadian


PHN jika diberikan dengan dosis adekuat.
a. Asiklovir : 800 mg PO 5 kali sehari untuk 7-10 hari. Konsentrasi
penghambat virus asiklovir tiga sampai lima kali lebih tinggi pada VZV
daripada pada HSV. Pada herpes zoster oftalmica dan herpes zoster pada
immunocompromised, aciklovir sebaiknya

diberikan secara intravena.

Aciklovir dapat mengurangi nyeri akut jika diberikan <48 jam dari munculnya
kemerahan.
b. Valasiklovir : 1000mg PO 3 kali sehari, selama 7 hari
c. Famsiklovir : 500 mg PO 3 kali sehari selama 7 hari
4. Tatalaksana nyeri : Gabapentin 300 mg 3 kali sehari, Antidepresan trisiklik
: Doxepin 10-100mg PO sebelum tidur, topikal anestetik maupun dengan
analgesik.5
5. Topikal:

10

Stadium vesikular: bedak salisil 2 % atau bedak kocok kalamin untuk

mencegah vesikel pecah


Bila vesikel pecah dan basah dapat diberikan kompres terbuka dengan

larutan antiseptik dan krim antiseptik/ antibiotik


Jika agak basah atau berkrusta dapat diberikan antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder.13

XIII.

PROGNOSIS

11

.Pada umumnya baik pada penderita dengan imunokompeten. Lesi


erupsi akan menghilang dalam jangka waktu 2-3 minggu. 5

DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko R. 2011. Penyakit virus dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi 6. Jakarta: FKUI, hlm: 110112
2. Kawai K. Systematic review of incidence and complications of herpes zoster:
towards

global

perspective.

BMJ

Open.

2014;4:e004833.

doi:10.1136/bmjopen-2014-004833
3. Dworkin, H.R. et al. 2007. Recommendations for the Management of Herpes
Zoster. Clinical Infectious Diseases. p; 44:S126
4. Mueller, H.N. et al. 2008. Varicella Zoster Virus Infection: Clinical Features,
Molecular Pathogenesis of Disease, and Latency. Neurol Clin. 2008 August ;
26(3): 675viii. doi:10.1016/j.ncl.2008.03.011
5. Wolf K, Johnson R. A. 2009. Viral infections of skin and mucosa in:
Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis Clinical of Dermatology. Ed. 6. New
York: McGraw-Hill; h.837-845.
6. Gerberding, J.L. Prevention of Herpes Zoster. www.cdc.gov/mmwr. June 6,
2008 / Vol. 57 / RR-5
7. Steain, M. Analysis of T Cell Responses during Active Varicella-Zoster Virus
Reactivation in Human Ganglia. Journal of Virology. p: 27042716. March
2014 Volume 88 Number 5
8. Wood M. Understanding Pain in Herpes Zoster: An Essential for Optimizing
Treatment. The Journal of Infectious Disease. 2002;186(Suppl 1):878-82
9. Wehrhahn MC, Dwyer DE. Herpes zoster: epidemiology, clinical features,
treatment and prevention. Aust Prescr 2012;35:143-7
10. Kumar SP. et al. Varicella zooster virus-its pathogenesis, latency & cellmediated immunity. Oral & Maxillofacial Pathology Journal. Vol. 4. No.2.
July- Dec. 2013
12

11. Gershon AA, Gershon MD. Pathogenesis and current approaches to control of
varicella-zoster virus infections. Clinical Microbiology Reviews. Vol. 26. No.
4. p. 728-743. October 2013
12. Siregar RS. 2004. Herpes zoster dalam: Atlas berwarna saripati penyakit
kulit. Ed. 2. Jakarta: EGC, p: 84-86
13. PERDOSKI. 2014. Herpes zoster dalam: Panduan layanan klinis dokter
spesialis dermatologi dan venereologi. Jakarta, p: 38-40
14. Barakbah J, dkk. Herpes zoster dalam: Atlas Penyakit Kulit & Kelamin.
Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga
University Press, p:14-19
15. Goodheart HP. 2013. Herpes zoster dalam: Diagnosis Fotografik &
Penatalaksanaan Penyakit Kulit. Ed. 3. Jakarta:EGC, p: 162-166

13

LAPORAN KASUS
HERPES ZOSTER
A. ANAMNESIS
1. IDENTITAS
Nama

: Tn. S

Umur

: 48 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Swasta

Agama

: Islam

Alamat

: Surakarta

Tanggal Periksa

: 30 September 2015

No. RM

: 01315462

2. KELUHAN UTAMA
Plenting berair disertai nyeri pada dada, lengan dan punggung kiri
3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sejak 10 hari yang lalu, pasien mengeluhkan timbulnya plenting
berisi air, banyak dan bergerombol disertai rasa gatal namun nyeri
disangkal. Awal mula muncul di punggung, kemudian menyebar ke lengan
dan dada kiri. Sebelumnya pasien juga mengalami demam, batuk dan
diare. Pasien lalu membeli obat herbal virugon salep yang dioleskan ke
plenting tersebut, namun plenting pecah dan mengeluarkan cairan. 2 hari
kemudian pasien berobat ke puskesmas dan diberi acyclovir oral (3x400
mg) dan salep namun pasien tidak mengkonsumsi obat secara teratur.
Pasien juga berobat ke pengobatan tradisional namun tidak membaik.
Pasien mulai merasa nyeri di daerah sekitar plenting satu hari SMRS dan
memutuskan untuk memeriksakan diri ke RSUD dr. Moewardi

14

4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Riwayat keluhan serupa

: disangkal

Riwayat atopik

: disangkal

Riwayat alergi obat

: disangkal

Riwayat alergi makanan

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat Cacar air

: (+)

5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Riwayat penyakit serupa

: disangkal

Riwayat atopik

: disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

6. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pasien seorang kepala rumah tangga. Rutin membersihkan badan 2 x
dalam sehari.Pasien berobat dengan fasilitas PKMS.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. STATUS GENERALIS
Keadaan umum

: baik, kompos mentis, gizi kesan cukup

Vital Sign

:T
N

: 140/80 mmHg

Rr : 20 x/menit

: 88 x/menit

Kepala

: dalam batas normal

Wajah

: dalam batas normal

Leher

: dalam batas normal

Mata

: dalam batas normal

Telinga

: dalam batas normal

Axilla

: lihat status dermatologis

Truncus anterior

: lihat status dermatologis


15

: 36.7o C

Abdomen

: dalam batas normal

Truncus posterior

: lihat status dermatologis

Inguinal

: dalam batas normal

Ekstremitas Atas

: dalam batas normal

Ekstremitas Bawah

: dalam batas normal

2. STATUS DERMATOLOGIS
Regio truncus anterior et posterior et axilla sinistra
Patch eritema unilateral dengan erosi dan krusta kehitaman diatasnya
sesuai dermatom torakal 1-3

16

C. DIAGNOSIS BANDING
Herpes Zoster
Dermatitis Venenata
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
E. DIAGNOSIS
Herpes zoster setinggi dermatom torakal 1-3
F. TERAPI
1. NON MEDIKAMENTOSA
a. Minum obat rutin
b. Menjaga daya tahan tubuh
2. MEDIKAMENTOSA
a.
b.
c.
d.
e.

Acyclovir 5x800 mg selama 7 hari


Amytriptilin 1x12,5 mg selama 7 hari
Vitamin B complex 2x sehari 1 tablet
Kompres Nacl 0,9% selama 15 menit pada luka 2x sehari
Gentamicin ointment oles 2x sehari

G. PROGNOSIS
Ad vitam

: bonam

Ad sanam

: bonam

Ad fungsionam

: bonam

17

You might also like