You are on page 1of 16

Topik: Ketuban Pecah Dini

Tanggal (kasus): 20 Oktober 2015

Presentan: dr. Rainhard Octovianto

Tanggal presentasi: 11 November 2015

Pendamping: dr. Yolanda Desire

Tempat Presentasi: RumahSakit TK IV Cijantung Kesdam


Obyek Presentasi:
Keilmuan
Penyegaran

Keterampilan

Tinjauan Pustaka

Diagnostik
Istimewa

Manajemen

Masalah

Bayi

Anak

Neonatus

Bumil
Remaja

Dewasa

Lansia

Deskripsi: Perempuan, 24 tahun hamil 39 minggu datang ke rumah sakit setelah


terbangun dari tidurnya akibat keluar cairan bening yang mengalir dari kemaluannya
sebanyak + 100 cc , perut dan pinggang mulai terasa kencang seperti dililit yang
dirasakan jarang.
Tujuan: Mendiagnosa pasien , mengakhiri kehamilan dengan tepat.

Bahanbahasan:
Cara
Membahas:

Data Pasien:

Tinjauan
Pustaka
Diskusi

Riset

Presentasi dan
diskusi

Nama: Ny. F

Nama Rumah Sakit: Rumah Sakit TK


IV Cijantung Kesdam
Data utama untuk bahan diskusi:

Telp: 02187793332

Kasus

Email

Audit

Pos

NomorRegistrasi: 049587

Terdaftar Sejak: 22
Januari 2015

1. Diagnostik/ Gambaran Klinis:


Autoanamnesa dilakukan pada ruang VK (02.30 WIB tanggal 20 Oktober
2015)
Pasien datang ke Rumah Sakit RS TK IV Cijantung. Pasien mengeluh keluar cairan
berwarna bening yang agak lengket + 100 cc dari jalan lahirnya yang dirasakan

setelah terbangun dari tidurnya 30 menit SMRS. Cairan tidak disertai lendir
ataupun darah. Cairan keluar secara tiba-tiba dan dirasakan merembes terus
menerus.

Pasien juga mengeluh perut dan pinggangnya mulai terasa kencang yang
dirasakan nyeri beberapa saat setelah cairan keluar. Pasien mengaku kencang
yang dirasakan kurang lebih dalam satu jam terasa dua hingga tiga kali dan
hilang dalam waktu yang tidak lama.
Pasien tidak mengalami demam , tidak batuk pilek , tidak diare , tidak anyanganyangan , tidak ada mual muntah dan tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
BAB dan BAK dalam batas normal selama kehamilan.
Pasien merupakan seorang ibu hamil anak pertama (G1P0A0) dengan usa
kehamilan aterm (39 minggu), gerakan janin diarasakan sejak usia kehamilan 24
minggu. Selama kehamilan pasien rutin memeriksakan diri ke bidan , pasien tidak
merokok , tidak mengonsumsi alkohol dan tidak menonsumsi obat-obatan dalam
jangka panjang.
2. RIwayat Menstruasi
Pasien mestruasi pertama kali pada usia 14 tahun siklus 28 hari teratur.
Banyaknya haid 2-3 pembalut/hari dan nyeri dirasakan 2 3 hari pertama
menstruasi
HPHT : 20 Januari 2015
TP : 27 Oktober 2015
3. Status Pernikahan
Pasien menikah 1x pada tahun 2014 pada usia 23 tahun dan suami usia 25 tahun
4. Riwayat Obstetri
G1P0A0 Hamil 39 minggu tanpa riwayat persalinan sebelumnya
5. Riwayat Kehamilan
Pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan
Pasien sudah mendapat suntikan TT sebanyak 2x
Kehamilan Muda Mual (+) , Muntah (-) , Perdarahan(-) , Hipertensi (-)
Kehamilan Tua Mual (-) , Muntah (-) , Perdarahan (-) , Hipertensi (-)
6. Riwayat KB
Pasien tidak menggunakan KB
7. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah menjalani pengobatan lama sebelumnya
8. Riwayat Operasi
Pasien belum pernah menjalani operasi sebelumnya
9. Riwayat Kesehatan/Penyakit
Riwayat DM disangkal
Riwayat Hipertensi disangkal
10.Riwayat Keluarga
RIwayat DM & HT keluarga disangkal

11.RIwayat Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga
Daftar Pustaka:
1.

Manuaba IBG. Penghantar kuliah obstetri. Jakarta: Penerbit EGC;2007.h.456-605.

2.

Prawirohardjo

S.

Ilmu

kebidanan.

Jakarta:Bina

Pustaka

Sarwono

Prawirohardjo;2011.h.677-81.

3.

Current diagnosis and treatment obstetrics and gynecology. In editor: Edmoson K,


Sydor AM. United Stated of America: McGraw-Hill;2007.p.279-81.

4.

Norwitz ER, Schorge JO. At a glance obstetri dan ginekologi. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Erlangga;2008.h.118-9.

5.

Bickley, Lynn S. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Edisi 8.
Jakarta: Penerbit EGC;2009.h.421-35.

Hasil Pembahasan:
1. Diagnosa KPD
2. Tatalaksana KPD
3. Pencegahan KPD
Rangkuman hasil pembahasan portofolio:
1. Subyektif: Perempuan, 24 tahun hamil 39 minggu datang ke rumah sakit
setelah terbangun dari tidurnya akibat keluar cairan bening yang mengalir
dari kemaluannya sebanyak + 100 cc sejak 30 menit SMRS, perut dan
pinggang mulai terasa kencang seperti dililit yang dirasakan jarang.
2. Objektif: Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70
mmHg , Nadi 88x/menit , Pernafasan 18x/menit , Suhu 36,5 C. Pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya konjungtiva anemis dan tidak
ditemukan adanya edema ekstrimitas. Pada pemeriksaan Leopold didapatkan
hasil bayi 1 hidup intrauterin , janin letak oblique , bagian terbawah janin
belum memasuki PAP , detak jantung jantin 144x/menit , tinggi fundus uteri
31 cm dan tafsiran berat janin 2945 gram. Pada pemeriksaan dalam
didapatkan pembukaan 1 cm , portio teraba kaku dan tebal , letak kepala
janin tinggi (Hodge 3+) , his 1x dalam 20 menit selama 20 detik dan tes
nitrazin/lakmus positif.
Pada pemeriksaan H2TL didapatkan Hb 10,7 gr% , Ht 34% , Leukosit

8.100/mm3 dan Trombosit 223.000/mm3.


3. Asessment: Keluhan cairan bening dari jalan lahir yang dirasakan merembes
merupakan gejala awal dari ketuban pecah dini. Perut dan pinggang yang
terasa kencang merupakan gejala penyerta pecahnya ketuban akibat
pelepasan oksitosin. Diagnosa ketubah pecah dini diperkuat dengan
pemeriksaan nitrazin yang positif, dimana ketuban yang bersifat basa akan
berekasi dengan kertas lakmus.
Setelah diketahui adanya KPD, maka perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan
ibu dan janin. Pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tanda vital yang
stabil dan nilai leukosit yang dibawah nilai normal menggambarkan
persalinan tanpa komplikasi infeksi maternal. Pada pemeriksaan Leopold
didapatkan bayi tunggal , hidup , tidak mengalami fetal distress (DJJ 140
160 x/menit) dan bayi viable untuk hidup diluar rahim (tafsiran berat janin >
2500 gram) yang menggambarkan persalinan dapat diterminasi.
Pemeriksaan Leopold juga menunjukan letak bayi oblique yang menyulitkan
persalinan pervaginam karena tidak dapat dilakukan versi pada usia
kehamilan besar (> 37 minggu). Pemeriksaan dalam (VT) dan pemantauan
kontraksi menggambarkan persalinan belum terjadi (pembukaan belum
cukup , his belum adekuat dan belum ada bloody show) juga mendukung
untuk dilakukannya terminasi perabdominam.
4. Plan:
Diagnosis:
G1 P0 A0 H39 minggu
Janin 1 hidup intrauterin
Letak Oblique , Belum inpartu
Ketuban Pecah Dini (H+30 Menit)
Pengobatan:
Pemasangan IV Line
Pemberian Antibiotik Profilaksis
Pemantauan His dan DJJ setiap 1 jam
Pemantauan Partograf
Pendidikan: Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai keadaan pasien
dan berbagai penyulit dalam kehamilannya, serta meminta bekerjasama
dengan dokter dalam proses persalinan.
Konsultasi: Konsultasi dengan dokter spesialis obsgyn untuk rencana
terminasi kehamilan.

TINJAUAN PUSTAKA
KETUBAN PECAH DINI

I. DEFINISI
Ketuban pecah dini ( KPD) atau spontaneus/ early/ premature rupture of the membrane
(PROM) mempunyai bermacam-macam batasan/ teori/ definisi. Ketuban pecah dini adalah
pecahnya ketuban sebelum proses persalinan yang dapat terjadi pada kehamilan preterm dan
pada kehamilan aterm. Ketuban pecah dini preterm adalah ketuban yang pecah sebelum
kehamilan 37 minggu dan tidak sedang dalam masa persalinan. 1 Ada teori yang menghitung
berapa jam sebelum in partu, dan ada juga yang menyatakan dalam ukuran pecahnya ketuban
sebelum inpartu , yaitu bila pembukaan serviks pada kala I kurang dari 2 cm pada primipara dan
pada multipara kurang dari 5 cm. Namun pada prinsipnya adalah ketuban yang pecah sebelum
waktunya.3

II. EPIDEMIOLOGI
5

Menurut ALARM International tahun 2012, angka kejadian KPD pada kehamilan aterm
adalah 2 10% dengan tingkat melahirkan 24 jam setelah onset mencapai > 90%. Angka
kejadian KPD pada kehamilan preterm adalah 2 3% , menyumbangkan sebanyak 1/3 dari
keseluruhan penyebab persalinan prematur dengan tingkat melahirkan 24 jam setelah onset
sebanyak 50% (kehamilan 28 34 minggu) dan tingkat melahirkan 1 minggu setelah onset
mencapai 80% (kehamilan 28 36 minggu)(8).
Menurut penelitian RISKESDAS di 13 provinsi pada tahun 2013, angka kejadian KPD
adalah 3 - 10% dari seluruh kehamilan , 8 - 10% kehamilan aterm dari dan 1,7% dari seluruh
kehamilan preterm. Prevalensi KPD terjadi 30% pada kehamilan preterm dan 70% pada
kehamilan aterm. Presentasi KPD paling besar terjadi pada kehamilan dengan komplikasi infeksi
, gemeli dan kehamilan multipara (9).

III. ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI


Penyebab dari ketuban pecah dini masih belum diketahui secara pasti. Ada banyak teori
mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, infeksi, inkompetensi serviks, gemelli,
hidramnion, kehamilan preterm, disproporsi sefalopelvik serta perubahan pada selaput ketuban
baik secara biomekanik dan fisiologik. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan
infeksi (sampai 65 %). 3,5
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban adalah karena hilangnya elastisitas yang terjadi
pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas
selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena
penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput ketuban terdapat
pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblast serta pada korion di daerah lapisan retikuler
dan trofoblas, dimana sebagian besar jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari
epitel amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan
inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease dan mediator
inflamasi

interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan

sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/ amnion menyebabkan selaput

ketuban tipis, lemah, dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator tersebut membuat uterus
berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.3,7
Taylor,dkk telah menyelidiki bahwa ketuban pecah dini ada hubungannya dengan hal-hal
sebagai berikut 6

Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakitpenyakit seperti pielonefritis, sistitis, servisitis, dan vaginitis terdapat bersama-sama
dengan motilitas rahim.

Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban).

Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).

Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah multipara, malposisi, disproporsi,


cervix incompten, dll.

Ketuban pecah dini artificial (amniotomi), dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.

Amnion
Cairan amnion normalnya jernih dan menumpuk didalam rongga amnion akan meningkat
jumlahnya seiring dengan perkembangan kehamilan sampai aterm, saat terjadi penurunan
volume cairan amnion pada banyak kehamilan normal. Pada kehamilan aterm rata-rata terdapat
1000ml cairan amnion, walaupun jumlah ini bervariasi dari beberapa mililiter sampai pada
beberapa liter pada keadaaan abormal (oligohidramnion, polihidramnion atau hidramnion)
Normalnya ketuban pecah secara spontan pada waktu proses persalinan yaitu pada akhir
kala I atau awal kala II, diakibatkan oleh kontraksi uterus yang berulang-ulang. 1,4 Pada banyak
kasus obstetrik, pecahnya ketuban secara dini pada kehamilan dini merupakan penyebab
tersering pelahiran preterm. Secara umum air ketuban mempunyai fungsi 1) melindungi janin
terhadap trauma dari luar, 2 )memungkinkan janin bergerak dengan bebas, 3) melindungi suhu
tubuh janin, 4) meratakan tekanan di dalam uterus pada partus, sehingga serviks membuka, dan
5)membersihkan jalan lahir- jika ketuban pecah dengan cairan yang steril, dan mempengaruhi
keadaan dalam vagina sehingga bayi kurang mengalami infeksi. Volume air ketuban pada hamil
cukup bulan 1000-1500 ml, warna putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang khas agak amis
dan manis. Mempunyai berat jenis 1.008, terdiri dari 80% air, dan sisanya terdiri dari garam
anorganik serta bahan organic, protein 2,6% sebagian besar albumin.3

Patofisiologi
1. Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung antara
ruang intraamnion dengan dunia luar
2. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran
infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion
3. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui
plasenta (sirkulasi fetomaternal)
4. Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang
terlalu

sering,

dan

sebagainya,

predisposisi

infeksi.

Kuman yang sering ditemukan : Streptococcus, Staphylococcus (gram positif), E.coli


(gram negatif), Bacteroides, Peptococcus (anaerob).

III. FAKTOR PREDISPOSISI

Kehamilan multiple

: kembar dua (50%), kembar tiga (90%)

Riwayat persalinan preterm sebelumnya

Terdapat riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya

Tindakan senggama : tidak berpengaruh terhadap resiko, kecuali jika higiene buruk,

: resiko 2-4x

predisposisi terhadap infeksi.

Kekurangan vitamin dan mineral, merokok

Perdarahan pervaginam : trimester pertama (resiko 2x), trimester kedua/ketiga (20x)

Bakteriuria : resiko 2x (prevalensi 7%)

pH vagina di atas 4.5 : resiko 32%

Serviks tipis/kurang dari 39 mm : resiko 25%

Flora vagina abnormal : resiko 2-3x

Fibronectin > 50 ng/ml : resiko 83%

Kadar CRH (corticotrophin releasing hormone) maternal tinggi, misalnya pada stress
psikolologis dapat menjadi stimulasi persalinan preterm.

IV. DIAGNOSIS
Diagnosis harus ditegakkan secara tepat dan efisien. Pemeriksaan yang berulang pada
vagina, baik itu pemeriksan dalam ataupun inspekulum tidak boleh terlalu sering dilakukan
untuk mengurangi terjadinya infeksi.
A. Gejala subjektif
Pasien dengan ketuban pecah dini mengeluh adanya keluar air ketuban warna putih
keruh, jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak. Kebocoran
cairan jernih dari vagina merupakan gejala yang khas. Dapat disertai demam jika sudah ada
infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan. Tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus.
Riwayat haid pasien, umur kehamilan pasien diperkirakan dari hari haid terakhir dan
umur kehamilan lebih dari 20 minggu.

B. Pemeriksaan Fisik
Kadang-kadang agak sulit atau meragukan apakah ketuban sudah pecah atau belum,
terutama bila pembukaan kanalis servikalis belum ada atau kecil.
Pemeriksaan umum
Suhu nomal kecuali bila disertai infeksi suhu ibu dapat mencapai >3 8 C, dan dapat juga
disertai takikardi.
Pemeriksaan abdomen :
Uterus lunak dan tidak nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingakan dengan
tinggi yang diharapkan menurut hari haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan
ukuran janin dan presentasi maupun cakapnya bagian presentasi.

Pemeriksaan pelvis
Memeriksa adanya cairan yang berisi mekoneum. Verniks kaseosa, rambut, lanugo, atau
bila telah terinfeksi dan berbau.
Inspekulo: Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya
cairan amnion dalam vagina. Lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar
dari ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah.
Gunakan kertas lakmus: bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah adalah
urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina, kertas nitrazin
dapat dipakai untuk mengukur pH vagina. Kertas nitrazin menjadi biru bila ada cairan
alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya lanugo, atau bentuk kristal daun pakis
cairan amnion kering (ferning) dapat membantu.Bila kehamilan belum cukup bulan,
penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi
kematangan paru janin. Bila ada kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis
servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap streptokokus beta grup B, klamidia,
dan gonorea (pada populasi tertentu).
Pemeriksaan vagina steril menentukan penipisan dan dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina
juga mengidentifikasi bagian presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan prolaps
tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada dalam masa
persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.

Pemeriksaan pH forniks posterior adalah basa.

Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten = LP = lag
period. Makin muda umur kehamilan, makin panjang LP-nya. Sedangkan lamanya persalinan
lebih pendek, yaitu primi 10 jam dan multi 6 jam.5,8,9
Jika pasien mengalami infeksi intraamnion, dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu
maternal >38 0 C, takikardi fetal, nyeri pada fundus, discharge vagina yang purulen, takikardi
maternal.1

C. Pemeriksaan penunjang

10

Tes lakmus (tes nitrazine)


PH normal vagina 4,5-5,5, cairan amnion bersifat basa yaitu pH antara 7,0-7,5, maka
kertas lakmus merah berubah menjadi biru. Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas
mendekati 90%. False dapat terjadi apabila ada : larutan antiseptic, darah, urine, atau
infeksi pada vagina.

2. Tes fern/Pakis
Kristalisasi dari cairan amnion yang sering membentuk gambaran daun pakis, terdapat
lanugo dan skuama anukleat. Perdarahan pervaginum dapat menyebabkan gambaran ini
sulit terlihat.

Tes evaporasi
Diambil sample dari endoserviks kemudian dipanaskan sampai menguap, bila cairan
putih yang tertinggal maka tes (+), bila warna cokelat maka membrane masih intak.

USG
Pemeriksaan ini sebenarnya tidak terlalu diperlukan, tetapi dapat digunakan untuk
mengukuran diameter biparietal, sirkumferensia tubuh janin, dan panjangnya femur
untuk memberikan perkiraan umur kehamilan, posisi janin, lokasi plasenta,
memperkirakan berat janin, menghitung indeks cairan amnion, gradasi plasenta serta
jumlah air ketuban.
Diameter biparitel lebih dari 9,2cm pada pasien nondiabetes atau plasenta tingkat III
biasanya berhubungan dengan maturitas paru janin. Sonografi dapat mengidentifikasi
kehamilan ganda, anomali janin, atau melokalisasi kantong cairan amniosentesis.

Amniosintesis
Digunakan untuk mengetahui rasio lesitin-sfingomielin dan fosfotidigliserol yang
berguna untuk mengevaluasi kematangan janin.

Protein C-reaktif
Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan awal korioamnionitis.

11

Laboratorium
Hitung darah lengkap dengan apusan darah: Leukositosis >15000/mm3

dengan

peningkatan bentuk batang pada apusan tepi menunjukkan infeksi intrauterine.


8

Nilai bunyi jantung janin dengan stetoskop Laenec atau dengan fetal phone atau CTG.
Bila ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, bunyi jantung janin akan meningkat.

V. DIAGNOSIS BANDING
1. Fistula vesiko vaginal dengan kehamilan
2. Stress inkontinensia
VI. KOMPLIKASI
Komplikasi pada Posterm KPD :
Infeksi pada fetus dan neonatal
Infeksi maternal
Prolaps/kompressi tali pusat
Respiratory Distress Syndrome
Chorioamnionitis
Abruptio Plasenta
Kematian fetus antepartum
Komplikasi pada Preterm KPD :
Persalinan preterm
Infeksi fetus dan neonatus
Infeksi maternal
Chorioamnionitis
Prolaps/kompressi tali pusat
Deformasi pada fetus
Hypoplasia pada pulmonary (dengan early, severe oligohydramnion)
Infeksi Intrapartum

12

Infeksi intrapartum adalah infeksi yang terjadi dalam masa persalinan / in partu.
Disebut juga korioamnionitis, karena infeksi ini melibatkan selaput janin. Pada ketuban pecah 6
jam, risiko infeksi meningkat 1 kali. Ketuban pecah 24 jam, risiko infeksi meningkat sampai 2
kali lipat. Protokol : paling lama 2 x 24 jam setelah ketuban pecah, harus sudah partus.
Ditandai seperti demam (37), maternal dan fetal takikardia, leukositosis, nyeri tekan pada uteri
dan bau yang tidak enak (foul odor) dari amnion dapat digunakkan untuk menegakkan diagnosa.
Bila terdapat setidaknya 2 dari gejala klinik tersebut maka dapat dikatakan menderita
korioamnionitis. Sekitar 20% dari pasien KPD kemungkinan terkena korioamnionitis dan hal ini
berbanding terbalik dengan umur gestasi (UCLA series), kemungkinan terkena korioamnionitis
semakin besar pada kehamilan kurang dari 28 minggu atau berat janin kurang dari 2000 gram.
Hal ini mungkin disebabkan karena imunitas yang berasal dari cairan amnion masih rendah,
begitu juga dengan fetusnya pada kehamilan muda. Insiden terjadinya infeksi korioamnionitis
pada pasien KPD berhubungan dengan lamanya waktu masa laten dari terjadinya KPD hingga
terjadinya persalinan. Bakteri penyebab terjadinya korioamnionitis biasanya streptococcus grup
B. Pasien dengan jumlah leukosit 18.500/mm 3

dan shift to the left dapat dicurigai adanya

korioamnionitis, ditambah dengan penilaian terhadap C-reaktive protein (CRP) darah yang
dinilai normalnya pada kehamilan adalah 0,7- 0,9 mg/dl dan terjadinya peningkatan ini terlihat 2
3 hari sebelum timbulnya gejala klinis.(6,7)

Pulmonary hypoplasia
Penyakit ini sering timbul bila KPD terjadi pada kehamilan kurang dari 26 minggu dan masa
laten diperpanjang hingga 5 minggu. Yang nantinya dapat berkembang menjadi multiple
pneumothoraks dan interstisial emphysema. Biasanya penyakit ini akan beakibat kematian,
namun bayi yang dapat bertahan akan menderita kronik bronkopneumothorak displasia.
Diagnosis perinatalnya dapat ditegakkan dengan mengukur rasio antar lingkar torak dengan
abdomen. Rasio ini akan tetap konstan selama masa kehamilan dan bila lebih dari 0,89 maka
prognosisnya baik.
Gawat Janin

13

Prolapsus tali pusat lebih sering terjadi pada kasus KPD. KPD preterm yang inpartu mempunyai
8,5% insiden gawat janin dibandingkan 1,5% pada persalinan pretarem tanpa KPD. Yang
biasanya terjadi adalah timbulnya variabel deselerasi akibat kompresi pada tali pusat yang
disebabkan oleh keadaan oligohidramion. Dan sebagai konsekuensinya adalah banyaknya pasien
dengan KPD yang harus dilakukan seksio cesaria.
Fetal Deformitas
Deformitas muka dan tulang mungkin terjadi karena lamanya KPD. Seperti pada pulmonary
hipoplasia, kebanyakan pada kasus ini muncul pada KPD sebelum 26 minggu dan setelah masa
laten 5 minggu atau lebih..

VII. PENATALAKSANAAN
Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan dengan komplikasi ketuban
pecah dini tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi intrauterin, dan populasi pasien.
Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa komplikasi harus
dirujuk ke rumah sakit.8 Penanganan ketuban pecah dini pada kehamilan cukup bulan sering
ditujukan untuk mengurangi komplikasi yang terjadi pada ibu hamil dan janin. Terdapat dua jenis
penatalaksanaan, yaitu penangan aktif, yaitu segera dilakukan terminasi kehamilan dengan
konsekuensi meningkatkan resiko seksio sesaria dan penanganan konservatif yaitu diterminasi
kehamilannya jika terjadi infeksi, yang umumnya meningkatkan resiko terjadinya infeksi pada
ibu dan janin. Beberapa ahli berpendapat bahwa resiko infeksi dapat terjadi setiap saat setelah
ketuban pecah dan infeksi janin mungkin sudah terjadi walaupun belum ada tanda-tanda infeksi
pada ibu, sehingga atas dasar alasan tersebut mereka lebih memilih penanganan aktif, yaitu
melakukan induksi segera setelah diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan. Sebaliknya ada yang
berpendapat bahwa resiko infeksi baru meningkat secara bermakna setelah periode waktu
tertentu. Penanganan aktif akan meningkatkan persalinan operatif, padahal hampir 90% kasus
KPD akan terjadi persalinan spontan dalam waktu 24 jam, sehingga berdasarkan alasan tersebut

14

mereka lebih memilih menunggu terjadinya persalinan spontan. Bila dalam waktu tertentu belum
ada tanda persalinan, dilakukan induksi persalinan. 5

Penanganan
o Rawat rumah sakit.
o Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusio plasenta.
o Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotik:

Ampisilin 2 gr I.V./6 jam, ditambah dengan gentamisin 5 mg/kgBB I.V./24 jam

Jika persalinan pervaginam, hentikan antibiotika pasca persalinan.

Jika persalinan dengan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika dan berikan


metronidazol 500 mg I.V./8 jam sampai bebas demam selama 48 jam.

o Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu:

Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin, yaitu ampisilin
4x500 mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250 mg/oral 3 kali per hari selama 7
hari.

Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan paru janin.


Berikan betametason 12 mg I.M. dalam 2 dosis/12 jam atau deksametason 6 mg
I.M. dalam 4 dosis/6 jam. (Jangan berikan kortikosteroid jika ada infeksi).

Lakukan persalinan pada kehamilan 37 mg.

Jika terdapat his dan darah lendir, kemungkinan terjadi persalinan preterm.

o Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan > 37 minggu:

Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotika profilaksis untuk
mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B. Berikan ampisilin 2 gr I.V./6 jam,
atau penisilin G 2 juta unit I.V./6 jam sampai persalinan, jika tidak ada infeksi
pasca persalinan hentikan antibiotika.

15

Nilai serviks. Jika serviks sudah matang lakukan induksi persalinan dengan
oksitosin. Jika belum, matangkan dengan prostaglandin dan infus oksitosin atau
lahirkan dengan seksio sesarea.

o Jika terdapat infeksi dan umur kehamilan < 37 minggu :


Komplikasi tersering yang timbul pada pasien masa ini adalah khorioamnionitis. Induksi
dengan oxitocyn harus dilakukan bila serviks telah matang. Namun biasanya serviks
belum matang dan induksi biasanya berakhir dengan seksio. Oleh karena itu lebih baik
dilakukan penatalaksanaan menunggu yang dikombinasikan dengan terapi antibiotika.
Hal tersebut dapat menurunkan angka mortalitas perinatal, morbiditas infeksi neonatal
dan insiden HMD (Hyalin Membran Disease). Antibiotika yang dipergunakan Ampicillin
sulbactam 2x1,5 gr i.v, per 6 jam.

16

You might also like