You are on page 1of 12

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FARMASI ANALISIS II


PENETAPAN KADAR AMPISILIN

Disusun oleh:
Kelompok 14
Dwi Juliansyah 31112076
Nurul Apriani 31112100
Rendi Rahman 31112103
Farmasi 3B

PROGRAM STUDI FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2015

I. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mampu menentu kadar Ampisilin
menggunakan metode iodimetri tidak langsung.
II. Dasar Teori
Antibiotik merupakan senyawa kimia khas yang dihasilkan oleh
organisme hidup,termasuk turunan senyawa dan struktur analognya yang
dibuat secara sintetik, dan dalamkadar rendah mampu menghambat proses
penting dalam kehidupan satu spesies atau lebihmikroorganisme. Antibiotik
dapat dikelompokkan berdasarkan spectrum aktivitas, tempat kerja, dan
struktur kimianya.
Ampisilin merupakan antibiotik dengan spektrum luas, merupakan
turunan penisilin yang tahan asam termasuk tahan asam lambung tetapi tidak
tahan terhadap enzim penisilinase. Absorbsi obat dalam saluran cerna kurang
baik ( 30-40%), obat terikat oleh protein plasma 20%, kadar darah
maksimalnya dicapai dalam 2 jam setelah pemberian oral. Ampisilin memiliki
gugus phenoxyl yang terikat oleh gugusalkyl dari rantai alkylnya.Kemampuan
membunuh

bakteri

ialah

karena

penicillin

ini

menghambat

perkembangandinding sel kuman dengan jalan menjadikan in aktif, dengan


demikian tidak memungkinkanterhubungnya kedua lapisan linier serabut
peptidoglycan yang terdapat di kedua lapis dindingsel sebelah dalam.
Ampisilin tidak aktif terhadap Pseudomonas aeruginosa yang merupakan salah
satu bakteri Gram negatif yang sulit dibasmi. Bakteri ini mempunyai
kecenderungan resisten terhadap antibiotik, termasuk terhadap golongan
laktam. (Brooks, 2004).
Penetapan kadar ampisilin tersebut dilakukan dengan metode titrasi
iodimetri secara tidak langsung karena ampisilin bersifat sebagai reduktor.
Iodimetri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor seperti natrium
tiosulfat, arsenat dengan menggunakan larutan iodin baku secara langsung.
Iodometri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor dengan penambahan
dengan penambahan larutan iodin baku berlebihan dan kelebihannya dititrasi
dengan larutan natrium tiosulfat baku. Pada titrasi iodimetri titrasi oksidasi

reduksinya menggunakan larutan iodum. Artinya titrasi iodometri suatu larutan


oksidator ditambahkan dengan kalium iodida berlebih dan iodium yang
dilepaskan (setara dengan jumlah oksidator) ditirasi dengan larutan baku
natrium tiosulfat..
III. Alat Dan Bahan
Alat :
1. Buret coklat
2. Pipet tetes
3. Erlenmeyer
4. Gelas kimia 100 ml
5. Gelas kimia 250 ml
6. Kertas saring
7. Batang pengaduk
8. Gelas ukur 10 ml
9. Gelas ukur 100 ml
10. Pipet volume 10 ml
11. Corong
12. Neraca analitik digital
13. Tabung sentrifuge
Bahan
1. Aquadest
2. Sampel Ampisilin
3. Larutan NaOH 1N
4. Natrium Tiosulfat
5. Iodium
6. Indikator Amilum/kanji
7. KI
8. HCl

IV. Prosedur Kerja


1. Isolasi

Timbang
sampel

Catat
Berat
sampel

Filtrat yang
diperoleh di add
dengan NaOH
sampai 50 ml

Larutkan
dengan air

Sentrifugasi
kembali
selama 10
menit

Lakukan
sentrifugasi
selama10
menit

Buang filtrat
dan ambil
sentrat lalu
larutkan
dengan
NaOH

2. Penetapan Kadar Sampel


Pipet 10 ml sampel yang sudah d
isolasi da masukan pada
erlenmeyer
Tambahkan HCL sampai pH netral

Tambahkan larutan buffer sampai pH 4

Tambahkan iodium berlebih

Titrasi sampai berwarna kuning jerami


Kemudian tambahkan indikator amilum dan titrasi
kembali sampai dicapai titik akhir

V. Hasil Pengamatan dan Perhitungan


a. Pembakuan natrium Tiosulfat
Berat K2Cr2O7

Volume Na2S203

60 mg
60 mg
60 mg
Rata-Rata

17,1 ml
17,5 ml
17,5 ml
17,37 ml

Normalitas Na2 S 2 O 3=

Berat K 2 Cr 2 O7
BE K 2 Cr 2 O7 x Na2 S2 O 3

N Na2 S 2 O3=

60 mg
=0,072 N
49 x 17,1ml

N Na2 S 2 O3=

60 mg
=0,070 N
49 x 17,5 ml

N Na2 S 2 O3=

60 mg
=0,070 N
49 x 17,5 ml

rata rata N Na2 S 2 O3 =

0,072+0,070+ 0,070
=0,071 N
3

b. Pembakuan Iodium
Volume I2

Volume Na2S203

10 ml

12,5 ml

10 ml

12,5 ml

10 ml

12,6 ml

Rata-Rata

12,53 ml

V I 2 x N I 2=V Na 2 S2 O3 x N Na 2 S 2 O3
10 ml x N I 2=12,5 ml x 0,071 N

N I 2=0,089 N
10 ml x N I 2=12,5 ml x 0,071 N
N I 2=0,089 N
10 ml x N I 2=12,6 ml x 0,071 N
N I 2=0,89 N
Normalitas I 2=

0,89+0,89+0,89
=0,89 N
3

c. Titrasi blanko
Volume

Volume Na2S203

10 ml

10,2 ml

10 ml

10.5 ml

10 ml

10,6 ml

Rata-Rata

10,43 ml

d. Penetapan Kadar Sampel


Volume Sampel

Volume Na2S203

10 ml
10 ml
10 ml
Rata-Rata

12,5 ml
12,1 ml
12,6 ml
12,4 ml

Volume I2 yang bereaksi dengan Natriun Tiosulfat


V I x N I =V Na S O x N Na S O
2

V I x 0,089 N =12,5 ml x 0,071


2

V I =9,971 ml
2

V I x 0,089 N =12,1ml x 0,071


2

V I =9,652 ml
2

V I x 0,089 N =12,6 ml x 0,071


2

V I =10,051ml
2

VI =
2

9,971+ 9,652+ 10,051


=9,892ml
3

Volume I2 yang bereaksi dengan sampel


V I 2berlebihV I 2 bereaksi dengan sampelrata 2blanko

259,89210,43=4,678 ml
Normalitas Sampel
V sampel x N sampel =V Na

S 2 O3

x N Na S O
2

10 ml x N =4,678 ml x 0,071 N
N=0,033 N

Berat Ampsisilin
N=

Grek
Volume

Gram
BE
N=
V dalam Liter
gram=N x BE x V
gram=0,033 x 195,47 x 0,05=0,322 gram

BM Ampisilin Trihidrat dikonversi ke BM Na Ampisilin


BM Ampisilin trihidrat
x gram Na Ampisilin
BM Na Ampisilin
403,45
x 0,322=0,371 gram
349,40
Kadar Sampel

sampel=

gram Na Ampisilin
x 100
gram sampel awal

s ampel=

0,371
x 100
0,5199

sampel=71,36

VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan analisis kadar ampisilin. Sampel
ampisilin yang digunakan berupa serbuk putih dengan bau khas. Sampel ini
merupakan sediaan farmasi yang dapat berupa tablet.
Proses isolasi senyawa ampisilin dari sampel adalah dengan cara yang
di sentrifuge selama 10 menit dengan dilarutkan menggunakan air 10 ml .
Sampel dilarutkan terlebih dahulu dalam NaOH dan di add 50 ml.kembali di
sentrifuga selama 10 menit. Pada proses sentrifuge ini komponen campuran
yang lebih rapat akan bergerak menjauh dari sumbu sentrifuga dan
membentuk endapan, menyisakan cairan yang dapat diambil.
Penetapan kadar ampisilin dilakukan dengan menggunakan metode
titrasi iodimetri. Pemilihan metode ini didasarkan bahwa ampisilin dapat
mengoksidasi iodida untuk menghasilkan iodium. Iodida yang ditambahkan
berlebih maka terbentuk pula iodium berlebih yang selanjutnya dititrasi
dengan natrium tiosulfat dengan menggunakan indikator amilum.
Ampisilin dalam bentuk murni tidak dapat bereaksi dengan iodium
Maka sebelum dilakukan titrasi, sampel dihidrolisis terlebih dahulu
menggunakan NaOH sehingga cincin beta laktam terbuka dan dapat bereaksi
dengan iodium. Golongan penisilin ini akan terhidrolisis dengan basa
menghasilkan asam penisiloat. Asam penisiloat inilah yang akan ditetapkan
kadarnya karena dapat mengkat iod.

Pada titrasi iodimetri, larutan natrium tiosulfat biasanya digunakan


sebagai larutan standar dalam reaksi iodimetri. Larutan ini tidak stabil dalam
jangka waktu lama disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Keasaman, jika pH dari larutan lebih dari 9 maka tiosulfat teroksidasi
secara parsial menjadi sulfat.
4I2 + S2O32- + 5H2O 8 I- + 2SO42- + 10H+
Larutan ini juga mudah terurai menjadi ion hydrogen sulfit (HSO3) dan
secara perlahan-lahan terurai membentuk pentationat (S5O6-).
2. Oksidasi oleh udara, larutan ini mudah teroksidasi membentuk sulfur.
2Na2S2O3 + O2(g) 2Na2S4O6 + 2S(s)
3. Mikroorganisme, terdapat bakteri dari udara yang menggunakan larutan
natrium tiosulfat sebagai sumber sulfur dalam metabolismenya dan
mengoksidasinya menjadi SO42- , SO32- dan koloid S. Sehingga seharusnya
larutan ditambahkan boraks atau natrium karbonat pada aquadesnya.
Dalam pembuatan larutan natrium tiosulfat juga perlu diperhatikan.
Aquades yang digunakan sebagai pelarut harus bebas CO 2 jika terdapat CO2
dalam pelarutnya maka larutan tiosulfat akan mengalami reaksi penguraian
yang akan meningkatkan konsentrasi larutan sehingga dapat mengakibatkan
penyimpangan dalam pemakaian larutan. Hal ini merupakan kemungkinan
salah satu penyebab tidak tepatnya penetapan kadar sampel.
Sebelum dilakukan penetapan kadar sampel, dilakukan pembakuan
larutan tiosulfat menggunakan kalium bikromat. Pembakuan menggunakan
kalium bikromat karena zat ini didapat dengan tingkat kemurnian yang tinggi,
padat dan larutannya amat stabil, tidak higroskopik, mempunyai berat
ekivalen yang cukup tinggi (BE K2Cr2O7 = 1/6 dari BM (49,03g/eq)). Berikut
reaksi yang terjadi pada pembakuan larutan natrium tiosulfat :

K2Cr2O7 + 6KI + 14HCl 8KCl + 2CrCl3 + 3I2 + 7H2O


I2 + 2Na2S2O3 2NaI + Na2S4O6
Titrasi iodimetri harus dilakukan dalam suasana asam, karena dalam
suasana basa, iodium dapat bereaksi dengan hidroksida (OH-) menghasilkan
ion hipoiodit yang akhirnya menghasilkan ion iodat. reaksi yang terjadi
adalah :
I2 + OH- HI + IO3IO- IO3- + 2ISehingga apabila ini terjadi maka potensial oksidasinya lebih besar
daripada iodium akibatnya akan mengoksidasi tiosulfat (S 2O32-) yang tidak
hanya menghasilkan ion tetrationat (S4O62-) tapi juga menghasilkan sulfat
(SO42-) sehingga menyulitkan perhitungan stokiometri. Oleh karena itu, pada
metode iodimetri tidak pernah dilakukan dalam larutan basa kuat. Maka agar
suasana asam, ditambahkan HCl pekat.
Pada proses titrasi, sampel juga ditambah dapar asetat pH 4. Hal ini
dilakukan untuk mencegah terhidrolisisnya ampisilin agar stabil selama 20
menit. Karena sebelum dititrasi, larutan sampel didiamkan selama 20 menit
untuk memberi kesempatan kepada senyawa pengotor yang mungkin terdapat
dalam sampel untuk bereaksi dengan iodium.
Titrasi iodimetri dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena larutan
iodium yang berwarna khas dapat hilang pada titik akhir titrasi hingga titik
akhir tercapai. Tetapi pengamatan titik akhir titrasi akan lebih mudah dengan
penambahan larutan kanji sebagai indikator, karena amilum akan membentuk
kompleks dengan I2 yang berwarna biru sangat jelas. Penambahan amilum
harus pada saat mendekati titik akhir titrasi. Hal ini dilakukan agar amilum
tidak membungkus I2 yang menyebabkan sukar lepas kembali, dan ini akan

menyebabkan warna biru sukar hilang, sehingga titik akhir titrasi tidak
terlihat tajam.
Indikator kanji yang digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan
baru karena larutan kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat
larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan penambahan suatu
pengawet. Pengawet yang digunakan adalah merkurium (II) iodida.
Kepekatan indikator juga berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh
beberapa bahan organik seperti metil dan etil alkohol.
Berdasarkan hasil pengamatan, tidak diperoleh volume natirum tiosulfat
yang bereaksi denagn iodium berlebih yang disebabkan karena tidak
terbentuknya kompleks berwarna biru dengan iodium. Kemungkinan yang
terjadi yaitu iodium yang terbentuk habis bereaksi dengan sampel dan tidak
terbentuk iodium berlebih yang akan bereaksi dengan natrium tiosulfat.
Sedangkan kemungkinan terurainya indikator oleh bakteri tidak terbukti
karena dilakukan pengujian indikator dengan penambahan sedikit larutan
iodium

yang

menunjukkan

terbentuknya

kompleks

berwarna

biru.

Kemungkinan lain yaitu menguapnya iodium pada proses titrasi sehingga


tidak ada iodium berlebih yang akan bereaksi dengan natrium tiosulfat.
VII.

KESIMPULAN
Berdasarkan analisis pada praktikum diperoleh kesimpulan bahwa: Dari

hasil praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:


Ampisislin merupakan antibiotic golongan penisislin. Ampisilin terdiri
dari satu inti siklik dengan satu rantai samping inti siklik terdiri dari cincin
tiazolidin dan cincin beta laktam. Ampisilin yang cincin beta laktamnya masih
utuh tidak akan bereaksi dengan iodium. Untuk memecah atau menghidrolisis
cincin beta laktam, maka harus dilarutkan dahulu ke dalam larutan alkali ataupun
larutan yang asam. Karena ampisilin bersifat basa, jadi cincin beta laktam
digunakan larutan alkali, yaitu NaOH.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim. 2009. British Pharmacopoeia. London : The Stationery Office.
Ganjar, Prof. Dr. Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi
Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hart, Harold, Lesile E. Craine & David J. Hart. 2003. Kimia Organik Edisi
Kesebelas. Jakarta : Erlangga.
Sudjadi dan Abdul Rohman. 2008. Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.

You might also like