Professional Documents
Culture Documents
MODUL
PEMBIMBING
: 16
Oleh :
Irma Nurfitriani
131411013
Nenden Kurniasih Anggraeni 131411017
Rima Agustin Merdekawati
1314061
2 A- D3 Teknik Kimia
Kelompok 5
Tanggal Praktek
: 15 Oktober 2014
Tanggal Penyerahan
: 22 Oktober 2014
I. PENDAHULUAN
I.1 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini adalah mahasiswa diharapkan mampu :
fermentasi
Memahami tipe reaktor yang tepat untuk sel immobilisasi
Memahami karakteristik reaktor batch dan kontinu yang menggunakan sel
terimmobilisasi
Mengevaluasi kinerja Reaktor Packed Column
secara
terus
menerus
dan
sangat
penting
untuk
proses
berkesinambungan.
Gambar.1.
Mekanisme
Penjeratan
Immobilisasi Sel
2.
Immobilisasi Pasif
Berbentuk biological films yang berbentuk lapisan-lapisan koloni sel yang tumbuh
dan melekat pada permukaan pendukung yang padat. Material pendukung dapat
bersifat inert atau aktif secara biologis. Biological films digunakan pada
pengolahan limbah atau fermentasi mikroba dengan jamur.
5. Metode Immobilisasi
Beberapa ahli menggolongkan metode imobilisasi dengan tiga kelompok,
yaitu: metode carrier binding, metode cross linking, dan metode entrapping (Said,
1987). Pada metode carrier binding, enzim diikatkan pada suatu matriks yang
bersifat tidak larut adalam air. Sebagai matriks dapat digunakan bahan organik
maupun anorganik. Bila menggunakan metode ini, hal yang perlu diperhatikan
adalah pemilihan matriks dan pengikatan enzim pada matriks tersebut. Teknik
5| Laporan Praktikum Bioproses
Berbentuk serbuk berwarna putih atau kekuningan, tidak berbau, dan tidan
1. Batch Process
Menurut Iman, 2008 (2008) Batch Process merupakan fermentasi dengan cara memasukan
media dan inokulum secara bersamaan ke dalam bioreactor dan pengambilan produk dilakukan
8| Laporan Praktikum Bioproses
pada akhir fermentasi. Pada system batch, bahan media dan inokulum dalam waktu yang hampir
bersamaan di masukan ke dalam bioreactor, dan pada saat proses berlangsung akan terjadi terjadi
perubahan kondisi di dalam bioreactor (nutrient akan berkurang dan produk serta limbah).
Adapun contoh produk yang dapat menggunakan system Batch Process, diantaranya : yang
mungkin dilakukan untuk skala kecil (Bambang, 2010).
Pada system fermentasi Batch, pada pasarnya prinsipnya merupakan sistem tertutup, tidak
ada penambahan media baru, ada penambahan oksigen (O2) dan aerasi, antifoam dan asam/basa
dengan cara kontrol pH (Iman, 2008).
Batch Fermentation banyak diterapkan dalam dunia industri, karena kemudahan dalam
proses sterilisasi dan pengontrolan alat (Minier and Goma, 1982) dalam Setiyo Gunawan (2010).
Selain itu juga, pada cara batch menurut penelitian yang dilakukan Hana Silviana (2010),
mengatakan bahwa cara batch banyak diaplikasikan di industri etanol karena dapat menghasilkan
kadar etanol yang tinggi.
Menurut Rommy (2010), Bioreaktor tipe batch Tipe batch memiliki keuntungan yaitu dapat
digunakan ketika bahan tersedia pada waktu waktu tertentu dan bila memiliki kandungan
padatan tinggi (25%) atau bahan berserat / sulit untuk diproses, tipe batch akan lebih cocok
dibanding tipe aliran kontinyu (continuos flow), karena lama proses dapat ditingkatkan dengan
mudah. Bila proses terjadi kesalahan, misalnya karena bahan beracun, proses dapat dihentikan
dan dimulai dengan yang baru.
2. Proses Sinambung (Continues Process)
Pada cara Sinambung (Continues Process), pengaliran substrat dan pengambilan produk
dilakukan secara terus menerus (sinambung) setiap saat setelah diperoleh konsentrasi produk
10
maksimal atau substrat pembatasnya mencapai konsentrasi yang hampir tetap (Rusmana, 2008).
Dalam hal ini subtrat dan inokulum dapat ditambahkan bersama-sama secara terus menerus
sehingga fase eksponensial dapat diperpanjang.
Ada 2 tipe sistem, yaitu : homogenously mixed bioreactor dan plug flow reactor. Pada tipe
homogenously mixed bioreactor dapat dibagi menjadi 2 macam diantaranya Chemostat dan
Turbidostat (Rusmana, 2008).
Adapun contoh produk yang dapat menggunakan system sinambung (Continues Process)
diantaranya : protein sel tunggal, antibiotic, pelarut organic, kultur starter, dekomposisi selulosa,
pengolahan limbah cair, beer, glukosa isomerase, etanol (Rusmana, 2008).
Sistem fed-batch adalah suatu sistem yang rnenambahkan media baru secara teratur pada
kultur tertutup, tanpa mengeluarkan cairan kultur yang ada di dalam fermentor sehingga volume
kultur makin lama makin bertambah (Tri Widjaja 2010). Menurut Rusmana (2008), pada cara
fed-batch yaitu memasukan sebagian sumber nutrisi (sumber C, N dan lain-lain) ke dalam
10 | L a p o r a n P r a k t i k u m B i o p r o s e s
11
bioreactor dengan volume tertentu hingga diperoleh produk yang mendekati maksimal, akan
tetapi konsentrasi sumber nutrisi dibuat konstan.
Pada system fermentasi Fed-Batch Process, menurut Bambang (2010), merupakan
pengembangan sistem batch, adanya penambahan media baru, tidak ada kultur yg keluar dan
yield lebih tinggi dari batch. Contoh produk yang dapat diperoleh pada system Fed-Batch
Process adalah Dekstranase.
relatif lebih mudah digunakan untuk perbaikan proses batch dibandingkan dengan proses
kontinyu. Apabila pada fermentasi kontinyu dihasilkan keluaran secara terus-menerus maka pada
fed-batch diperoleh keluaran tunggal pada akhir inkubasi sehingga dapat ditangani dengan cara
yang sama seperti pada proses batch Sinclair & Kristiansen (1987) dalam Budiatman (2009).
Keuntungan sistem fed-batch ini menurut penelitian yang dilakukan Rachman (1989) dalam
Budiatman (2009), ialah konsentrasi sisa substrat terbatas dan dapat dipertahankan pada tingkat
yang sangat rendah sehingga dapat mencegah fenomena represi katabolit atau inhibisi substrat.
Proses fermentasi jika ditinjau berdasarkan jenis reaktor
Beberapa konfigurasi reaktor dapat digunakan untuk sistem sel terimmobilisasi. Matriks
pendukung sel immobilisasi umumnya bersifat rapuh, karena itu dipilih bioreaktan yang
memiliki gesekan hidrodinamik yang rendah seperti packed-column, fluidized-bed atau airlift
reactor. Reaktor yang menggunakan pengaduk mekanik dapat digunakan untuk matriks
pendukung yang kuat dan liat. Reaktor tersebut dioperasikan dengan cara mengalirkan larutan
nutrient melewati sel immobilisasi. Skema penggunaan sel immobilisasi sel untuk reactor
packed-column dan fluidized-bed secara batch maupun kontinu.
11 | L a p o r a n P r a k t i k u m B i o p r o s e s
12
12 | L a p o r a n P r a k t i k u m B i o p r o s e s
13
Waktu tinggal (ttinggal) adalah waktu yang dibutuhkan pada proses fermentasi untuk
menghasilkan produk.
1. Menentukan ttinggal Pada Proses Fermentasi Secara Batch
Pada
proses
fermentasi
secara
batch,
waktu
tinggal
dapat
diketahui
secara langsung dari awal fermentasi sampai dengan akhir fermentasi (menghasilkan
produk).
13 | L a p o r a n P r a k t i k u m B i o p r o s e s
14
=t (detik )
Dimana :
Volume beads = Volume kolom reaktor] [Volume CaCl 2 (dalam immobilisasi
bakteri Acetobacter Aceti) yang ditambahkan untuk mengisi
rongga-rongga kosong beads dalam kolom reaktor]
penting.
Asam
asetat
digunakan
dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat,
maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan
sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan
sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5
14 | L a p o r a n P r a k t i k u m B i o p r o s e s
15
juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh
dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.
Asam asetat diproduksi baik secara sintetis maupun alami melalui proses
fermentasi. Sekarang hanya 10% dari produksi asam asetat dihasilkan melalui jalur alami,
namun kebanyakan hukum yang mengatur bahwa asam asetat yang terdapat dalam cuka
haruslah berasal dari proses biologis. Dari asam asetat yang diproduksi oleh industri kimia,
75% diantaranya diproduksi melalui karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan melalui
metode-metode alternatif.
Produksi total asam asetat dunia diperkirakan 5 Mt/a (juta ton per tahun), setengahnya
diproduksi di Amerika Serikat. Eropa memproduksi sekitar 1 Mt/a dan terus menurun,
sedangkan Jepang memproduksi sekitar 0.7 Mt/a. 1.51 Mt/a dihasilkan melalui daur ulang,
sehingga total pasar asam asetat mencapai 6.51 Mt/a. Perusahan produser asam asetat
terbesar adalah Celanese dan BP Chemicals. Produsen lainnya adalah
Millenium
Karbonilasi metanol
Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan melalui karbonilasi. Dalam reaksi
ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat
CH3OH + CO CH3COOH
Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi
dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.
(1) CH3OH + HI CH3I + H2O
(2) CH3I + CO CH3COI
(3) CH3COI + H2O CH3COOH + HI
Jika kondisi reaksi diatas diatur sedemikian rupa, proses tersebut juga dapat
menghasilkan anhidrida asetat sebagai hasil tambahan. Karbonilasi metanol sejak lama
merupakan metode paling menjanjikan dalam produksi asam asetat karena baik metanol
15 | L a p o r a n P r a k t i k u m B i o p r o s e s
16
maupun
karbon
monoksida
Dreyfus mengembangkan
cikal
merupakan bahan
bakal
pabrik
karbonilasi
metanol
pada
perusahaan Celanese di tahun 1925. Namun, kurangnya bahan-bahan praktis yang dapat
diisi bahan-bahan korosif dari reaksi ini pada tekanan yang dibutuhkan yaitu 200 atm
menyebabkan metoda ini ditinggalkan untuk tujuan komersial. Baru pada 1963 pabrik
komersial pertama yang menggunakan karbonilasi metanol didirikan oleh perusahaan
kimia Jerman, BASF dengan katalis kobalt (Co). Pada 1968, ditemukan katalis
kompleks Rhodium, cis[Rh(CO)2I2] yang dapat beroperasi dengan optimal pada tekanan
rendah tanpa produk sampingan. Pabrik pertama yang menggunakan katalis tersebut adalah
perusahan kimia AS Monsanto pada 1970, dan metode karbonilasi metanol berkatalis
Rhodium dinamakan proses Monsanto dan menjadi metode produksi asam asetat paling
dominan. Pada akhir 1990'an, perusahan petrokimia British Petroleum mengkomersialisasi
katalis Cativa ([Ir(CO)2I2]) yang didukung oleh ruthenium. Proses berbasis iridium ini
lebih efisien dan lebih "hijau" dari metode sebelumnya sehingga menggantikan proses
Monsanto.
Proses produksi Asam asetat:
Oksidasi asetaldehida
Sebelum komersialisasi proses Monsanto, kebanyakan asam asetat diproduksi
melalui oksidasi asetaldehida. Sekarang oksidasi asetaldehida merupakan metoda produksi
asam asetat kedua terpenting, sekalipun tidak kompetitif bila dibandingkan dengan metode
karbonilasi
metanol.
Asetaldehida
yang
digunakan
dihasilkan
melalui
oksidasi butana atau nafta ringan, atau hidrasi dari etilena. Saat butena atau nafta ringan
dipanaskan
bersama
udara
disertai
dengan
termasuk
ion mangan, kobalt dan kromium, terbentuk peroksidayang selanjutnya terurai menjadi
asam asetat sesuai dengan persamaan reaksi dibawah ini.
2 C4H10 + 5 O2 4 CH3COOH + 2 H2O
Umumnya reaksi ini dijalankan pada temperatur dan tekanan sedemikian rupa sehingga
tercapai suhu setinggi mungkin namut butana masih berwujud cair. Kondisi reaksi pada
16 | L a p o r a n P r a k t i k u m B i o p r o s e s
17
umumnya sekitar 150 C and 55 atm. Produk sampingan seperti butanon, etil asetat, asam
format dan asam propionat juga mungkin terbentuk. Produk sampingan ini juga bernilai
komersial dan jika diinginkan kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan lebih
banyak produk samping, namun pemisahannya dari asam asetat menjadi kendala karena
membutuhkan biaya lebih banyak lagi.
Melalui
kondisi
sama
asetal
dehida
dapat
dioksidasi
dari
95%.
Produk
samping
utamanya
adalah etil
asetat, asam
format dan formaldehida, semuanya memiliki titik didih yang lebih rendah daripada asam
asetat sehingga dapat dipisahkan dengan mudah melalui distilasi.
Asam
asetat
digunakan
sebagai pereaksi
kimia untuk
menghasilkan
berbagai senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan
sebagai bahan untuk memproduksi monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM).
Selain itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester.
Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.
II.
METODE PRAKTIKUM
II.1
Alat
No
1
2
3
Alat
Erlenmeyer
Spuit (perangkat suntik)steril
Pembakar spirtus
Spesifikasi
250 ml
Bahan
No
1
Bahan
Tabung biakan murni Acetobacter
Jumlah
17 | L a p o r a n P r a k t i k u m B i o p r o s e s
18
2
3
dengan komposisi :
- Bacto pepton 2%
- Ekstrak ragi 0,5%
- Glukosa 2%
- Aquadest
4
5
200 ml
4 gram
1 gram
4 gram
200 ml
1000 ml
Natrium alginat 8%
Larutan CaCl2 2%
Alat
Reaktor Packed Column
Pompa peristaltik
Pembakar spirtus
pHmeter dan etanol sensor
Spesifikasi
1 set
Skema Kerja
IMMOBILISASI SEL
1. Penanaman bakteri pada media aktifasi
Pipet 5 mL air garam steril
18 | L a p o r a n P r a k t i k u m B i o p r o s e s
19
3. Pembuatan Beads
Campurkan media aktivasi dan larutan natrium
Suntikkan campuran kedalam
larutan
CaCl2 untuk membentuk beads
Bilas dengan aquadest
19 | L a p o r a n P r a k t i k u m B i o p r o s e s
20
Gambar.3. Rangkaian Reaktor Packed Column Pada Evaluasi Kinerja Immobilisasi Sel
20 | L a p o r a n P r a k t i k u m B i o p r o s e s
21
:2%
: 2%
KH2PO4
: 0,1%
MgSO4.7H2O
: 0,02%
21 | L a p o r a n P r a k t i k u m B i o p r o s e s
22
Proses fermentasi
Dilakukan 4x sampling
setiap 2 menit
Dilakukan sampling 4x
setiap 2 menit
Dilakukan sampling 4x
setiap 2 menit
Diperoleh konsentrasi
sample
22 | L a p o r a n P r a k t i k u m B i o p r o s e s
23
III.
atau sel yang ditahan pada tempat tertentu dalam suatu ruang reaksi yang digunakan sebagai
katalis. Bakteri yang digunakan adalah Acetobacter aceti yang memiliki kemampuan
untuk mengkonversi alkohol menjadi asam asetat. Immobilisasi yang dilakukan ialah
immobilisasi fisik, yaitu dengan membungkus bakteri dengan alginate.
a. Pembuatan Media
Tahapan awal yang dilakukan, membuat media aktivasi 400 mL dengan komposisi
sebagai berikut.
Bacto pepton 2%
Yeast ekstract 0,5%
Glukosa 2%
Aquadest 100 mL
Pembuatan media aktifasi untuk bakteri Acetobacter aceti, media aktivasi dari
erlenmeyer yang sudah di sterilisasi diambil secukupnya lalu dimasukan ke media kultur murni
agar miring yang berisi bakteri Acetobacter aceti, kemudian bakteri Acetobacter aceti diambil
dengan cara menggesekkan jarum ose di permukaan saja agar bakteri Acetobacter aceti dapat
larut dengan media aktivasi, lalu tuangkan ke erlenmeyer. Setelah dimasukkan ke dalam media
aktivasi, tumbuhkan bakteri dengan menginkubasinya dalam inkubator selama 2-3 jam pada suhu
30oC. Saat pembuatan inokulum, setiap proses dilakukan secara aseptis. Hal ini harus dilakukan
dengan tujuan agar tidak ada mikroorganisme dari luar yang masuk ke dalam media aktivasi
yang dapat mengakibatkan media terkontaminasi.
Kedua, pembuatan media produksi. Media produksi mempunyai komposisi yang terdiri
dari NH4NO3, KH2PO4, MgSO4.7H2O ,ethanol dan glukosa, setelah dicampurkan lalu
disterilisasi.. Selain pembuatan media diatas, kami pun membuat air garam steril, larutan CaCl 2,
dan natrium alginat 8% dalam 200 ml. Pembuatan air garam steril hanya membutuhkan aquadest
dan garam yang kemudian disterilisasi, air garam steril berfungsi untuk mencuci beads yang akan
dimasukkan ke dalam reaktor kolom. Larutan CaCl 2 merupakan larutan yang terdiri dari serbuk
23 | L a p o r a n P r a k t i k u m B i o p r o s e s
24
garam CaCl2 yang dilarutkan dalam aquadest kemudian disterilkan. Larutan CaCl 2 berfungsi
untuk menstabilkan beads yang dibuat dan memperkuat dinding bead. Natrium alginat 8% dalam
200 mL ini dipasteurisasi pada suhu 70-80 oC. Pasterurisasi merupakan suatu bentuk sterilisasi
yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan tanpa merusak
komponen komponen yang terdapat dalam natrium alginat.
b. Pembuatan Beads
Pembuatan beads dilakukan dengan cara mencampurkan natirum alginat dengan media
aktivasi berisi bakteri kemudian dimasukkan CaCl2 dengan cara disuntikkan tetes demi tetes.
Beads kemudian akan terbentuk dengan sendirinya. Beads yang baik akan berbentuk bulat
sempurna, berwarna coklat, dan dinding beads akan mengeras dalam larutan CaCl 2. Proses ini
harus dilakukan secara aseptis.
IV.
KESIMPULAN
V.
Berdasarkan
percobaan
yang
telah
dilakukan
dapat
Imobilisasi sel merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk
membuat
suatu
produk
asam
lemah
seperti
asam
asetat
dengan
VII.
Daftar Pustaka
Rusmana, Iman., 2008. Sistem Operasi Fermentasi, Departemen Biologi FMIPA IPB,
Bogor Jawa Barat.
Widaja, Tri., dan Budhikarjo, Kusno., 2007. Pengaruh Recycle Rate dan Konsentrasi
Alginat Terhdapat Produktifitas Etanol dengan Proses Fermentasi Ekstraksi,
Laboratorium Perpindahan Masa dan Panas Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi
Industri-Institut Teknologi Surabaya Jawa Timur.
24 | L a p o r a n P r a k t i k u m B i o p r o s e s
25
Mulyanto., Widjaja, Tri., Hakim, Abdul., dan Frastiawan, Eko., 2010. Produktifitas
Etanol dari Molases dengan Proses Fermentasi Kontinyu Menggunakan Zymomonas
mobilis dengan Teknik Immobilisasi Sel K-Karaginan dalam Bioreaktor Paccked-Bed,
Laboratorium Teknologi Biokimia Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS Kampus ITS Sukolilo,
Surabaya Jawa Timur.
Sharifani, Shinta., 2010. Degradasi Biowaste Fase Cair, Slurry dan Padat dalam Reaktor
Batch Anaerob Sebagai Bagian dari Mechanical Biological Treatment (Degradation of
Biowaste in Liquid, Slurry, and Solid Phase in Anaerob Batch Reactor As Part of
Mechanical Biological Treatmen)t, Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Sipil dan
Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Bandung Jawa Barat.
Indriawati., dan Aprilianto, Rommy., 2009. Identifikasi Proses Pada Bioreaktor Anaerob
Untuk Pengolahan Limbah Cair Tahu, Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Jawa Timur.
Widjaja, Tri., Hariani, Natalia., Gunawan, Setio., dan Darmawan, R., 2010. Teknologi
Immobilisasi Sel Ca-Alginat Untuk Memproduksi Etanol Secara Fermentasi Kontinyu
Dengan Zymomonas Mobilis Termutasi, Laboratorium Teknologi Biokimia Jurusan
Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya Jawa Timur.
Puspita, Elok., Silviana, Hana., 2010. Fermentasi Etanol Dari Molasses Pada KKaraginan, Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya Jawa Timur.
25 | L a p o r a n P r a k t i k u m B i o p r o s e s
26
VIII. LAMPIRAN
IX.
N
X.
Gambar
XI.
Keterangan
XII.
1
XIV.
XIII.
XV.
2
XVI.
26 | L a p o r a n P r a k t i k u m B i o p r o s e s
27
XX.
XIX.
XXI.
27 | L a p o r a n P r a k t i k u m B i o p r o s e s